Professional Documents
Culture Documents
³Bahwasanya semua amalan (aktifitas) manusia tergantung niatnya, dan bahwa bagi
tiap-tiap orang (balasannya) tergantung niatnya, barangsiapa yang hijrahnya karena
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu akan mencapai (ridha) Allah dan Rasul -Nya
dan barangsiapa yang hijrahnya kerena kepentingan dunia atau karena untuk
menikahi seorang wanita, maka pahalanya sesuai dengan tendensi hijrahnya
tersebut´.
(H.R. Dua Imam Muhaddist, Bukhari dan Muslim, dari Amirul Mukminin Umar ibn
Khattab)
Hadist di atas sudah tidak asing lagi bagi kita, namun ketika membaca serta
memaknai kembali seakan kita baru mendengarnya, apalagi hadist tersebut
dikaitkan dengan kehidupan kita sekarang yang seakan -akan hampir sudah tidak
memiliki orientasi ukhrawi. Para Ulama telah sepakat semisal Imam Asy Syafi¶i dan
yang lainnya, ketika mengomentari bahwa hadist ini merupakan sepertiga ilmu.
Sebab, ia menerangkan tentang pangkal dari perbuatan manusia, yaitu niat. Niatlah
yang menentukan diterima dan tidaknya sebuah amalan. Oleh karena itulah,
memaknai, memahami serta mengamalkan hadist ini amatlah penting bagi s eorang
muslim.
Salah satu makna terpenting dari hadist yang dapat kita ambil, yakni makna hijrah.
Hijrah dari akar kata hajara -yahjuru artinya meninggalkan, memutuskan.
Meninggalkan Makkah menuju Madinah, sebagaimana yang dilakukan para Sahabat
atau meninggalkan Makkah menuju Habasyah. Namun Rasul bersabda ³tidak ada
hijrah setelah fathu Makkah (panaklukan Makkah)´. Akan tetapi hijrah di sini dalam
arti yang lebih umum yaitu meninggalkan atau memutuskan segala sesuatu yang
dilarang oleh Allah Swt.
Terdapat korelasi yang sangat erat sekali antara makna hijrah dengan membangun
kepribadian muslim. Sebab selain mengandung makna di atas, makna hijrah
memiliki dimensi semangat melakukan perubahan (taghyir). Artinya pribadi muslim
adalah pribadi yang selalu melaku kan perubahan dalam dirinya. Kata muslim secara
harfiah berasal dari kata dasar salima yaslamu yang artinya selamat, kemudian
dibentuk kata aslama yuslimu islaman yang bermakna masuk Islam. Jadi, Muslim
berarti µorang yang masuk Islam¶ (orang yang selalu m enyelamatkan dirinya dengan
melakukan suatu perubahan). Dengan maksud perubahan dengan meninggalkan
atau memutuskan segala sesuatu yang dilarang Allah menuju kepada segala hal
yang diperintahkan Allah Swt, yaitu syari¶at Islam. Allah Swt. berfirman yang ar tinya;
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali -kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S. ar -Ra¶d [13] : 11)
Perubahan banyak perubahan, namun perubahan yang paling mendasa r yakni
kesadaran eksistensi diri manusia sebagai hamba Allah Swt. Karena kesadaran ini
mendorong kepada kesadaran penghambaan atau beribadah kepada -Nya. Imam al-
Ghazali membagi tingkatan hamba berdasarkan tingkat kesadaran
penghambaannya kepada Allah, ant ara lain; Pertama, hamba yang selamat (µabdun
salim), yaitu hamba yang mencukupkan pada pemenuhan kewajiban semata dan
tidak melakukan maksiat, seperti shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan,
dll. Kedua, hamba yang beruntung (µabdun rabih), yaitu ha mba -selain memenuhi
kewajiban- yang memperbanyak amalan-amalan sunnah untuk lebih mendekatkan
diri kepada Allah dan tidak melakukan maksiat. Ketiga, hamba yang rugi (µabdun
khasir), yaitu hamba yang melalaikan kewajiban -kewajiban, seperti shalat, puasa
dan lain-lain.
Kemudian Imam al-Ghazali memberikan nasehat dengan mengatakan ³apabila
kamu tidak bisa menjadi hamba yang beruntung, maka berusahalah menjadi hamba
yang selamat. Dan jauhkanlah dirimu dari menjadi hamba yang rugi´.
Makna hijrah akan terasa lebih bermakna apabila disertai dengan aspek taubat.
Taubat secara harfiah bermakna µkembali¶. Secara definitif, taubat adalah
kembalinya seorang hamba dari sifat -sifat tercela menuju kepada sifat -sifat yang
terpuji. Artinya meninggalkan segala sifat -sifat kehinaan menuju sifat-sifat
kemuliaan. Rasulullah bersabda ³Matilah sebelum kamu semua mati´. Dengan kata
lain ³Kembalilah sebelum kamu benar -benar kembali´. Seorang pribadi muslim
ketika telah terbimbing secara benar akan eksistensi dirinya sebagai hamba Allah,
maka ia akan melakukan pelayanan yang layak disertai kesadaran dan kemauan
untuk Allah semata dan diridhai -Nya. Sehingga dalam dirinya akan senantiasa
terbangun jiwa untuk selalu bertaubat atau kembali dari peribadatan yang tidak layak
dan selayaknya sebagai hamba menuju peribadatan yang pantas dan layak sebagai
hamba Allah yang sejati.
Rasulullah Saw. bersabda ³Orang yang cerdas adalah orang yang menghambakan
dirinya dan berbuat yang akan ada sesudah mati´. Pribadi muslim adalah seorang
yang berkepribadian cerdas yang selalu nampak dalam dirinya sikap penghambaan
kepada Allah Swt, menyerahkan serta mengembalikan segala urusannya
kepadaNya, meninggalkan sifat -sifat tercela dan berhiaskan dengan sifat -sifat yang
terpuji, sebagaimana sabda Rasulullah ³B erakhlaklah kalian dengan sifat -sifat Allah
Swt´. Dan juga nampak dalam dirinya sikap dan keputusan yang selalu menuai
keberuntungan dalam hidup dan kehidupannya, apakah hal itu berkenaan dengan
dunia maupun akherat, dengan selalu mengembalikan dan menyera hkannya kepada
Allah Swt.
Hijrah seorang pribadi Muslim di sini bermakna kembalinya atau keluarnya seorang
jiwa dari kekangan nafsu binatang badaniahnya, dan menaklukkannya dengan
selalu melakukan perubahan (intropeksi diri ) dan peningkatan kualitas ibad ah. Jiwa
pada pribadi seperti ini dikatakan jiwa rasional. Jiwa yang telah mampu mencapai
kebebasan dalam arti telah memenuhi tujuan penciptaan dan kehadirannya;
mencapai kedamaian tertinggi, merdeka dan bebas dari belenggu nasib yang kejam,
bebas dari perselisihan yang gaduh serta neraka kejahatan manusia. Jiwa rasional
yang telah terbangun di dalam istana spiritual, dalam al -Qur¶an disebut dengan al -
nafs al-muthmainnah. Allah Swt. berfirman;
Hai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke
dalam syurga-Ku. (Q.S. al-Fajr [89] : 27 - 30)
Sang waktu terus berjalan. Tak terasa kita masuki tahun baru 1424 Hijriah. Itu
artinya hijrah Rasulullah saw. beserta para s ahabatnya ke Madinah telah berumur
1432 tahun. Sebuah peristiwa bersejarah yg patut dikenang. Di dalamnya
terkandung makna dan keteladanan utk sebuah pengorbanan sejati yg
mengapresiasikan perlawanan akan kebatilan sekaligus sikap konsisten
mengedepankan kepentingan misi dari kepentingan apa pun. Agar ia tetap lestari
dan terjaga dari kepunahan meski karenanya harus berdarah -darah mereka harus
meninggalkan negeri harta sanak dan handai -taulan tercinta. Dalam
Al-Laits bin Sa¶ad mengutip sebuah riwayat dari Ibunda Aisyah r.a. adl
Rasulullah saw. bersuka-cita saat jumlah pengikutnya mencapai tujuh
puluh orang krn itu artinya Allah telah membuatkan ³tameng pertahanan´. Bukan
sembarangan mereka terdiri dari kaum profesional di bidang peperangan
persenjataan dan pembelaan. Toh permusuhan dan penyiksaan kaum musyrik
bertambah gencar dan berat. Bahkan tingkat siksaan dan celaan yg dirasakan
sahabat belum pernah dialami sebelumnya. Mereka pun mengadu kepada
Rasulullah saw. dan meminta izin utk berhijrah. Pengaduan dan permintaan itu
dijawab oleh Rasulullah saw. ë
Para sahabat kemudian hijrah secara bergelombang d an tentu
saja dgn sembunyi-sembunyi kecuali Umar bin al-Khattab r.a. Dengan tegas Umar
bahkan bersuara lantang ³Barangsiapa ingin ibunya kehilangan anaknya atau
istrinya menjadi janda atau anaknya menjadi yatim piatu hendaklah ia
menghadangku di balik lemb ah ini.´ Sebuah tantangan yg antiklimaks krn tak satu
pun orang kafir Quraisy yg berani menampakkan batang hidungnya. Tibalah
Rasulullah di Yatsrib setelah sebelumnya para sahabatnya lbh dulu sampai. Belia
disambut dgn penuh suka cita oleh sahabat Anshar. Yatsrib di kemudian hari diganti
namanya menjadi Al-Madinah al-Munawwarah. Hijrah itu sekaligus menjadi tonggak
awal dimulainya kalender Islam. Makna Hijrah Secara harfiah hijrah artinya
berpindah. Secara istilah ia mengandung dua makna hijrah dan
hijrah . Hijrah artinya hijrah secara fisik berpindah dari suatu
tempat yg kurang baik menuju yg lbh baik dari negeri kafir menuju negeri Islam.
Adapun hijrah maknawi artinya berpindah dari nilai yg kurang baik menuju nilai yg
lbh baik dari kebatilan menuju kebenaran dari kekufuran menuju keislaman.
Ringkasnya hijrah kepada tuntunan Allah dan Rasul -Nya. Makna terakhir oleh Ibnu
Qayyim bahkan dinyatakan sebagai . Alasannya hijrah fisik
adl refleksi dari hijrah maknawi it u sendiri. Dua makna hijrah tersebut sekaligus
terangkum dalam hijrah Rasulullah saw. dan para sahabatnya ke Madinah.
Secara jelas mereka berjalan dari Mekah ke Madinah menempuh padang
pasir sejauh kurang lbh 450 km. Secara maknawi juga jelas mereka hijrah demi
terjaganya misi Islam. Al-Qahthani menyatakan bahwa hijrah sebagai urusan yg
besar. Hijrah berhubungan erat dgn .
bahkan ia termasuk manifestasi yg paling penting. Penting krn
menyangkut ketepatan sikap seorang muslim dalam memberikan perwalian
kesetiaan dan pembelaan. Juga menyangkut ketepatan seorang muslim dalam
menampakkan penolakan dan permusuhan kepada yg patut dimusuhi. Dalam
sejarah para rasul juga dekat dgn tradisi hijrah dan semua ata s semangat
penegasan batas sebuah loyalitas kesetiaan keimanan yg berujung pada menuju yg
lbh baik atas rida Allah. Sebut misalnya Nabi Ibrahim Khalilullah beliau telah
melakukan hijrah beberapa kali dari Babilon ke Palestina dari Palestina ke Mesir dari
Mesir ke Palestina lagi semua demi risalah suci. Termasuk hijrah beliau dari
Palestina menuju Mekah yg dalam perkembangannya menjadi syariat haji. Adalah
Ibrahim a.s. yg baru dikarunia Ismail anak yg selama ini dinanti harus meninggalkan
Palestina bersama istrinya Hajar menuju tanah gersang tak bertuan. Di tempat itulah
Ibrahim meninggalkan anak dan istrinya dgn hanya dibekali sekantong makanan dan
seteko air. Ibnu Katsir menceritakan dalam tafsirnya Saat Nabi Ibrahim hendak
berlalu sang istri menarik tali kekang tunggangannya dan bertanya ³Apakah Kanda
akan meninggalkanku bersama anakmu di tempat yg tiada tanaman lagi tak
bertuan?´ Ibrahim a.s. terdiam. Hajar mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali dan
tetap saja Ibrahim diam. Sampai akhirnya Hajar menggan ti pertanyaan ³Apakah
Allah yg memerintahkanmu melakukan hal ini.´ ³Benar´ jawab Ibrahim. Hajar
menimpali ³Jika demikian Allah tidak akan mempersulit kami.´ Sungguh sebuah
dialog yg menusuk hati merefleksikan keimanan yg amat dalam sebuah ketundukan
sekaligus pengorbanan yg menakjubkan. Terpancar sikap tawakal yg begitu tinggi
bahwa hanya Allah Yang Maha Menghidupkan Maha Memberi Rezeki Maha
Mematikan. Sempurnalah implementasi hijrah pada diri Ibrahim a.s. dan keluarganya
baik secara maupun maknawi. Ibrah dari Hijrah Pelajaran yg nyata dari
peristiwa hijrah adl sebuah pengorbanan. Setelah para sahabat keluar dari ujian
berupa siksaan dan cercaan dari Kafir Quraisy di Mekah tidak otomatis menjadikan
mereka bebas dari ujian berikutnya. Yang paling gambla ng adl cobaan
meninggalkan kemapanan. Tengoklah bagaimana sahabat meninggalkan keluarga
tercinta rumah pekerjaan tanah air dan sanak kadang. Secara lahiriyah umumnya
naluri manusia akan menyatakan ujian itu sungguh berat. Meninggalkan
nilai material yg barangkali selama ini mereka rintis dan perjuangkan. Berpindah ke
suatu tempat asing yg penuh spekulasi. Toh kecintaan para sahabat akan Islam
mengalahkan kecintaan pada semua itu. Kesucian akidah di atas segalanya. Hal ini
sekaligus menegaskan betapa maslaha t din menempati pertimbangan tertinggi dari
maslahat-maslahat yg lain. Pelajaran lain hijrah menegaskan adanya perseteruan
abadi antara kebatilan versus kebenaran. Ibarat minyak dan air ia tidak akan bisa
bertemu karenanya adl sebuah utopia upaya -upaya ³mengawinkan´ antara nilai
Islam dgn yg bertentangan dgn Islam terlebih jika dilandasi nafsu
mendahulukan budaya ketimbang nilai Islam atas nama pluralisme dan humanisme.
Pelajaran berikutnya adl perseteruan kebenaran versus kebatilan mengharusk an
manusia memilih salah satu di antara keduanya tidak ada sikap ³non -blok´. Allah
SWT berfirman yg artinya ³Kebenaran itu datang dari Rabb -mu maka jangan sekali-
kali engkau termasuk orang yg ragu-ragu.´ . Untuk menangkap spirit hijrah lbh jauh
rumusan sederhana Ibnu Qayyim cukup menarik katanya dalam kata hijrah
terkandung arti berpindah ³dari´ dan berpindah ³menuju´. Maksudnya berpindah dari
yg semula tidak sesuai dgn tuntunan Allah dan Rasul -Nya menuju kepada yg sesuai
dgn tuntunan Allah dan Rasul -Nya. Jika rumusan global tersebut betul-betul dihayati
tiap muslim utk selanjutnya secara konsisten diterapkan dalam sendi -sendi
kehidupan barangkali nasib umat Islam secara umum akan lbh baik dari sekarang.
Seorang koruptor akan berhenti dari korupsinya para pr eman akan menghentikan
aksi bromocorahnya tidak ada lagi muslim penimbun orang miskin akan bersuka cita
krn kucuran infak para dermawan. Para dai berhenti bersengketa antar mereka
dalam urusan yg kurang prinsip dan seterusnya. Lantas mengapa kenyataannya
tidak demikian? Barangkali krn kita kurang menghayati dan mengamalkan arti hijrah
sebagaimana mestinya. Wallahu a¶lam. . Referensi 1. Ibnu
Katsir2. Muhammad Sa¶id al-Qahthani3.
Dr.
Muhammad Sa¶id Ramadhan al-Buthi Al-Islam -
Kehadiran bulan Muharram bagi umat Islam merupakan momentum penting sebagai
awal tahun baru dalam kelender Islam. Sejak ditetapkannya oleh khalifah Umar bin
Khattab, umat Islam seantero dunia memperingatinya sebagai tahun baru, sekaligus
medium melakukan introspeksi atas aktivitas ibadah dan keimanannya pada tahun
sebelumnya, bahkan menyiapkan upaya peningkatan kualitas ibadah, keimanan
serta ketaqwaaannya untuk tahun mendatang.
Pada masa yang sama juga, Nabi Musa AS terselamatkan dari kejaran bala tentara
Firaun dengan menyeberangi laut merah. Kemudian paling monumental adalah
peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah menuju Madinah.
Bahkan peristiwa hijrahnya nabi tersebut, oleh khalifah Umar bin Khattab, dijadikan
sebagai awal tahun baru dalam kalender Islam. Perhitungan tahun Islam atas
prakarsa Khalifah Umar tersebut yang dipopulerkan sebagai tahun hijriyah yang
penetapannya sejak rasul hijrah pada tahun 622 Masehi.
Kebijakan khalifah itu merupakan momentum sebagai awal tahun Islam. Di antara
alasan penetapa tersebut adalah hijrah merupakan pemisahan periode Mekkah dan
Madinah.
Secara historis, umat Islam pada periode awal di Mekkah mengalami pengebirian
dan penyiksaan dari kaum kafir atas prakarsa Abu Jahal dan Abu Lahab. Bagi nabi
dan sahabatnya, periode Mekkah pra hijrah merupakan ujian terberat dari langkah
awal mendakwahkan Islam sebagi ajaran yang benar yang banyak ditantang kaum
kafir jahiliyah.
Untuk melepaskan dari hegemoni kaum jahiliyah Mekkah itu, nabi memutuskan
untuk hijrah atas petunjuk Allah dengan meninggalkan kampung kelahiran, harta dan
keluarga yang dicintainya dengan berjalan kaki tidak kurang dari 500 Km menuju
Madinah.
Dalam hal ini, peristiwa hijrah nabi sejatinya dimaknai sebagai bagian terpenting
dalam sejarah Islam, yakni tonggak awal kebangkitan Islam.
Dalam konteks lebih luas, perintah hijrah bukan hanya secara seremonial bagi nabi,
tetapi menjadi medium pembelajaran bagi umat Islam untuk melakukan perubahan.
Baik perubahan fisik maupun non fisik seperti perubahan mental dan prilaku yang
lebih baik dan terpuji.
c
Setiap tahun umat Islam menyambut tahun hijriyah, hijrah dimaknai lebih luas yakni,
kita harus hijrah nilai, misalnya hijrah dari nilai budaya yang buruk menuju nilai
budaya yang Islami. Dalam pengertian ini, ghirah atau semangat hijrah yang patut
diimplementasikan sekarang ini, bukan lagi dalam pengertian fisik, tetapi hijrah
secara kontekstual dengan meninggalkan segala peradaban atau nilai -nilai yang
tidak baik dan tidak urgen menuju peradaban yang lebih baik yang diridhai Allah dan
dapat diterima umat manusia pada umumnya.
Artinya, pada saatnya untuk melakukan hijrah menuju pada internalisasi nilai -nilai
Islami.
Kedua, hijrah secara universal dapat ditafsirkan sebagai proses perubahan atau
berhijrah dari sistem otoriter, era keterkungkungan menuju ke era keterbukaan dan
pembebasan. Melepaskan diri dari hegemoni tersebut menuju perubahan yang
memberi ruang untuk berekspresi dalam meraih kebebasan dan pembebasan,
termasuk keluar dari kungkungan rezim yang menindas.
Ketiga, dimensi hijrah dari kejahiliaan menuju ke arah pencerahan juga menjadi
makna dari hijrah itu sendiri. Melakukan rekonstruksi pendidikan dengan sistem
yang lebih baik dan efesien sebagai upaya melahirkan sumber daya yang potensial
masa mendatang demi kemaslahatan b angsa, menjadi keniscayaan.
Demikian beberapa interpretasi dan makna hijrah sebagai revitalisasi dengan
konteks kekinian. Hal ini sejatinya seorang Muslim menjadikan bulan Muharram
yang setiap tahunnya diperingati untuk membangun keshalehan individual dan
sosialnya. Sekaligus guna mengimplementasikan diri sebagi bagian Islam yang
rahmatan lil alamin, yang mengurai kedamaian dalam seluruh dimensi dan lini
kehidupan duniawinya sebagai bekal menuju perjalanan akhiratnya yang abadi.
Menyambut tahun baru Islam, 1 Muharram 1431 H, menjadi momentum bagi umat
Islam untuk melakukan interospeksi secara kolektif, guna melakukan perubahan dari
keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik sebagai revitalisasi hijrah.
Meningkatkan spritualitas dan kesadaran keagamaan menj adi keniscayaan umat
Islam Indonesia, terutama ketika bangsa ini dihadapkan dengan berbagai musibah
yang sepatutnya direnungkan sebagai momentum menguji kualitas keimanan dan
keberislamannya dan patut direnungi untuk diambil hikmahnya.
Sebagai umat Islam, dalam menyambut Tahun Baru Islam, kita harus merefleksikan
dan mengaktualisasikan nilai -nilai yang terkandung dalam perjalanan hijrah nabi
secara kontekstual, yakni hijrah dari nilai-nilai yang buruk menuju penciptaan nilai
yang lebih baik.
Tahun hijriyah ini sepatutnya umat Islam baik secara personal maupun kolektif
seperti yang tergabung dalam ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah serta
yang lainnya, menjadikan hijrah merupakan momentum memasuki tahun baru untuk
melakukan perbaikan dalam kehidupan sos ial menuju perbaikan sistem demi
kebaikan dan kemaslahatan umat yang lebih luas, merubah sistem yang tiranik,
fasad dan menindas.
Kearifan memaknai hijrah dengan melakukan transformasi k e arah yang lebih baik
dari sebelumnya, termasuk didalamnya keberanian untuk melakukan rekayasa
sosial dengan berbagai varian inovasinya. Dengan begitu, setiap kita sebagai insan
beradab melakukan perbaikan dalam pelbagai lini kehidupan sebagai cerminan
semangat hijrah dan menyambut tahun baru Islam dengan membuka lembaran baru
yang lebih baik di hari -hari mendatang.
*) oleh : V
, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Alauddin - Makassar
Setelah ada perintah dari Allah kepada Nabi Muhammad Saw. untuk berhijrah, Nabi
Saw. segera menyampaikannya kepada Abu Bakar dan mengajak sahabatnya itu
untuk berhijrah bersama. Abu Bakar menangis kegirangan dan langsung membeli
dua ekor unta dan menyerahkan kepada Nabi Saw agar memilih yang
dikehendakinya. Akan tetapi Nabi tidak mau menerima dengan gratis unta yang
ditawarkan sahabatnya itu. Setelah Abu bakar bersikeras agar unta itu diterima
sebagai hadiah, namun Nabi Saw. tetap menolak, akhirnya Abu Bakar setuju untuk
menerima sejumlah uang dari Nabi sebagai ganti dari harga unta yang dibelikannya
untuk Nabi Saw. Yang menjadi pertanyaan adalah; kenapa Nabi tidak mau
menerima pemberian Sahabatnya itu, padahal sebelumnya Nabi Saw. sering
menerima pemberian darinya?.
Nampaknya Nabi Saw. ingin memberikan pelajaran kepada kita bahwa hijrah
sebagai bentuk pengabdian kepada Allah membutuhkan pengorbanan maksimal dari
setiap orang yang melakukannya. Nabi bermaksud berhijrah dengan segala daya
yang dimilikinya, tenaga pikiran dan materi bahkan dengan jiwa dan raga beliau.
Dengan membayar harga unta tersebut, Nabi mengajarkan kepada kita bahwa
dalam mengabdi kepada Allah, tidak boleh mengabaikan sedikit pun kemampuan,
selama kemampuan itu ada pada kita.
Hijrah secara etimologi artinya berpindah. Secara terminologi ia mengandung dua
makna : hijrah makani (tempat/fisik), dan hijrah maknawi (nilai). Hijrah makani
artinya berpindah dari suatu tempat yang kurang baik menuju tempat yang lebih
baik, dari suatu negeri ke negeri yang lain yang lebih baik. Adapun hijrah maknawi
artinya berpindah dari nilai yang kurang baik menuju nilai yang lebih baik, dari
kebatilan menuju kebenaran, dari kekufuran menuju keislaman. Atau dengan kata
lain, hijrah kepada jalan yang di ridlai Allah dan Rasulnya.
Dalam konteks kekinian, hijrah Maknawi nampaknya yang harus lebih diprioritaskan
untuk dikaji, karena mayoritas umat hampir tidak memahami makna hijrah yang
sebenarnya yang dapat selalu diaktualisasikan dalam kehidupan nyata. Berikut
makna-makna hijrah yang dapat kita refleks ikan dalam setiap detik perkembangan
zaman.
c
c
Jumat, 03/12/2010 09:14 WIB | email | print | share
Tidak terasa, bulan demi bulan menjelang; tahun demi tahun pun berlalu. Kaum
Muslim kembali memasuki bulan Muharram, menandai datangnya kembali tahun
yang baru; kali ini memasuki Tahun Baru 1432 Hijrah. Tidak seperti ketika datang
Tahun Baru Masehi yang disambut dengan penuh semarak oleh masyarakat, Tahun
Baru Hijrah disikapi oleh kaum Muslim dengan µdingin -dingin¶ saja.
Memang, Tahun Baru Hijrah tidak perlu disambut dengan kemeriahan pesta. Namun
demikian, sangat penting jika Tahun Baru Hijrah dijadikan sebagai momentum untuk
merenungkan kembali kondisi masyarakat kita saat ini. Tidak lain karena peristiwa
Hijrah Nabi saw. sebetulnya lebih menggambarkan momentum perubahan
masyarakat ketimbang perubahan secara individual. Peristiwa Hijrah Nabi saw. tidak
lain merupakan peristiwa yang menandai perubahan masyarakat Jahil iah saat itu
menjadi masyarakat Islam. Inilah sebetulnya makna terpenting dari Peristiwa Hijrah
Nabi saw.
c
Secara bahasa, hijrah berarti berpindah tempat. Adapun secara syarµi, para fukaha
mendefinisikan hijrah sebagai: keluar d ari darul kufur menuju Darul Islam. (An -
Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276). Darul Islam dalam definisi ini
adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariat Islam secara total dalam
segala aspek kehidupan dan yang keamanannya berada di tan gan kaum Muslim.
Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariat
Islam dan keamanannya bukan di tangan kaum Muslim, sekalipun mayoritas
penduduknya beragama Islam. Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta Hijrah
Nabi saw. sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah
(yang kemudian menjadi Darul Islam).
a pemisah antara kebenaran dan kebatilan; antara Islam dan kekufuran;
serta antara Darul Islam dan darul kufur. Paling tidak, demikianlah menurut Umar bin
al-Khaththab ra. ketika beliau menyatakan: Hijrah itu memisahkan antara kebenaran
dan kebatilan. (HR Ibn Hajar).
tonggak berdirinya Daulah Islamiyah (Negara Islam) untuk pertama kalinya.
Dalam hal ini, para ulama dan sejarahwan Islam telah sepakat bahwa Madinah
setelah Hijrah Nabi saw. telah berubah dari sekadar sebuah kota menjadi sebuah
negara Islam; bahkan dengan struktur yang ²menurut cendekiawan Barat, Robert N.
Bellah²terlalu modern untuk ukuran zamannya. Saat itu, Muhammad Rasulullah
saw. sendiri yang menjabat sebagai kepala negaranya.
awal kebangkitan Islam dan kaum Muslim yang pertama kalinya, setelah
selama 13 tahun sejak kelahirannya, Islam dan kaum Musli m terus dikucilkan dan
ditindas secara zalim oleh orang -orang kafir Makkah. Demikianlah sebagaimana
pernah diisyarakatkan oleh Aisyah ra.:
Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ϋ
˴ Ϧ
˴ Θ˴ ˸ϔϳ˵ ˸ϥ˴ Δ˴ ϓ˴ Ύ˴Ψϣ˴ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ϋ
˴ Ϳ
˵ ϰ͉Ϡλ
˴ Ϫ˶ ϟ˶Ϯ˵γέ˴ ϰ˴ϟ·˶ϭ˴ ϰ˴ϟΎ˴ό˴Η Ϳ
˶ ϰ˴ϟ·˶ Ϫ˶ Ϩ˶ ϳ˶ΪΑ˶ ˸Ϣϫ˵ Ϊ˵ Σ
˴ ˴ ή͊ ϔ˶ ϳ˴ ϥ
˴ Ϯ˵Ϩϣ˶ ˸ΆϤ˵ ˸ϟ ϥ
˴ Ύ˴ϛ »
«˯˴ Ύ˴η Κ
˵ ˸ϴΣ
˴ Ϫ˵ Α͉ έ˴ Ϊ˵ Β˵˸όϳ˴ ϡ˴ ˸Ϯϴ˴ ˸ϟ˴ϭ ϡ˴ ϼ
˴ ˸γϹ
˶ ˸ Ϳ
˵ ή˴ Ϭ˴ ˸χ˴ ˸ΪϘ˴ ϓ˴ ϡ˴ ˸Ϯϴ˴ ˸ϟ Ύ͉ϣ΄˴ ϓ˴
V
!
"
!
(HR al-Bukhari).
Setelah Hijrahlah ketertindasan dan kemalangan umat Islam berakhir. Setelah Hijrah
pula Islam bangkit dan berkembang pesat hingga menyebar ke seluruh Jazirah Arab
serta mampu menembus berbagai pelosok dunia. Setelah Rasulullah saw. wafat,
yakni pada masa Khulafaur Rasyidin, kekuasan Islam semakin merambah ke luar
Jazirah Arab.
Bahkan setelah Khulafaur Rasyidi n²yakni pada masa Kekhalifahan Umayah,
Abbasiyah, dan terakhir Utsmaniyah ²kekuasaan Islam hampir meliputi 2/3 dunia.
Islam bukan hanya berkuasa di Jazirah Arab dan seluruh Timur Tengah, tetapi juga
menyebar ke Afrika dan Asia Tengah; bahkan mampu menembus ke jantung Eropa.
Kekuasaan Islam malah pernah berpusat di Andalusia (Spanyol).
c
c
Dengan mengacu pada tiga makna Hijrah di atas, dengan mengaitkannya dengan
kondisi masyarakat saat ini, kita melihat:
a Saat ini umat Islam hidup di dalam darul kufur, bukan Darul Islam.
Keadaan ini menjadikan umat Islam membentuk masyarakat yang tidak islami alias
masyarakat Jahiliah. Masyarakat Jahiliah tidak lain adalah masyarakat yang
didominasi oleh pemikiran dan perasaan u mum masyarakat yang tidak islami serta
sistem yang juga tidak islami.
Dalam konteks zaman Jahiliah modern saat ini, kita melihat, yang mendominasi
masyarakat adalah pemikiran dan perasaan sekular serta sistem hukum sekular,
yang bersumber dari akidah sekularisme; yakni akidah yang menyingkirkan peran
agama dari kehidupan. Saat ini masyarakat didominasi oleh pemikiran demokrasi
(yang menempatkan kedaulatan rakyat di atas kedaulatan Tuhan), HAM,
nasionalisme (paham kebangsaan), liberalisme (kebebasan), permis sivisme (paham
serba boleh), hedonisme (paham yang menjadikan kesenangan duniwai/jasadiah
sebagai orientasi hidup), feminisme (paham mengenai kesetaraan jender, pria -
wanita), kapitalisme, privatisasi, pasar bebas, dll.
Perasaan masyarakat pun didominasi ol eh perasaan ridha dan benci atas dasar
pandangan hidup sekular. Mereka meridhai semua yang bersumber dari akidah
sekular dan sebaliknya membenci semua yang bertentangan dengan pandangan
sekularisme; mereka meridhai demokrasi (yang menjunjung tinggi kedaula tan
manusia) dan sebaliknya membenci kedaulatan Tuhan untuk mengatur manusia;
mereka meridhai nasionalisme dan nation state (negara -bangsa) dan sebaliknya
membenci ikatan ukhuwah islamiyah dan kesatuan kaum Muslim di bawah satu
negara (Khilafah Islamiyah); mereka meridhai liberalisme (kebebasan),
permissivisme (paham serba boleh), hedonisme (paham yang menjadikan
kesenangan duniawi/jasadiah sebagai orientasi hidup), dan sebaliknya membenci
keterikatan dengan syariah/hukum -hukum Allah dan menjadikan akhirat sebagai
orientasi hidup mereka; mereka meridhai sistem ekonomi kapitalisme yang
berasaskan manfaat, ekonomi ribawi, privatisasi, dan pasar bebas dan sebaliknya
membenci sistem ekonomi Islam; mereka pun meridhai hukum -hukum kufur yang
bobrok dan sebaliknya membenci hukum-hukum Islam²seperti hukum cambuk,
hukum rajam, atau hukum potong tangan ²yang mendatangkan keadilan dan
rahmat bagi manusia.
Lebih dari itu, sistem yang mengatur masyarakat saat ini tidak lain adalah sistem
yang juga bersumber dari akidah sekularisme. Sebaliknya, sistem Islam²yakni
sistem ekonomi, politik, pemerintahan, peradilan, hukum, sosial, budaya maupun
pertahanan dan keamanan negara yang bersumber dari akidah Islam ²mereka
campakkan. Itulah realitas masyarakat Jahiliah pada zaman modern saat ini.
Karena itu, upaya mengubah masyarakat Jahiliah menjadi masyarakat Islam, itulah
di antara makna hakiki dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. yang harus kita realisasikan
kembali saat ini. Caranya tidak lain dengan menggusur dominasi pemikiran,
perasaan, dan sistem sekular di tengah-tengah masyarakat saat ini; kemudian
menggantinya dengan dominasi pemikiran, perasaan, dan sistem Islam. Tanpa
berusaha mengubah ketiga unsur tersebut di tengah masyarakat Jahiliah saat ini,
masyarakat Islam yang kita cita-citakan tentu tidak akan pernah dapat diwujudkan.
Saat ini tidak ada satu pun negeri Islam yang layak disebut sebagai Daulah
Islamiyah. Padahal kita tahu, di antara makna dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. adalah
pembentukan Daulah Islamiyah, yang saat i tu ditegakkan di Madinah al -
Munawwarah.
Daulah Islamiyah yang dibentuk oleh Nabi saw. ²yang dalam perjalanan selanjutnya
setelah beliau wafat disebut sebagai Khilafah Islamiyah ²tidak lain adalah sebuah
negara yang memberlakukan syariat Islam secara kaffah d alam seluruh aspek
kehidupan. Karena itu, upaya membangun kembali Daulah Islamiyah atau Khilafah
Islamiyah ini seharusnya menjadi cita -cita bersama umat Islam yang betul-betul ingin
mewujudkan kembali makna Hijrah dalam kehidupan mereka saat ini.
Saat ini keadaan umat Islam di seluruh Dunia Islam sangat memprihatinkan.
Di negeri-negeri di mana kaum Muslim minoritas, mereka tertindas. Bahkan, kaum
Muslim di Filipina (Moro), Thailand (Pattani), India (Kashmir), dan beberapa wilayah
lain merupakan saksi nyata kesengsaraan dan ketertindasan umat Islam saat ini.
Bahkan di negeri-negeri yang kaya akan kekayaan alam, namun mereka tak
berdaya, dengan mudah negeri mereka diduduki dan dijajah, lihatlah Afghanistan
dan Irak. Mereka ditindas hanya karena satu al asan, yakni karena mereka Muslim;
persis seperti orang-orang kafir Qurays dulu memperlakukan Nabi saw. dan para
Sahabatnya ketika di Makkah. Mereka sama sekali tidak diberi kesempatan untuk
memunculkan Islam, bahkan sekadar menampilkan identitas mereka seb agai
Muslim.
Sebaliknya, kaum Muslim yang tinggal di negeri -negeri di mana mereka mayoritas
pun, hukum-hukum Islam tidak bisa ditegakkan. Kaum Muslim yang berpegang
teguh pada aturan -aturan Allah SWT disisihkan. Mereka yang konsisten dalam
perjuangan menegakkan syariat Islam terus-menerus difitnah dengan berbagai cap
yang menyudutkan seperti ekstremis, radikal, fundamentalis, bahkan teroris!
Akibatnya, aspirasi Islam dibungkam dan para pejuangnya pun diburu, dijebloskan
ke penjara, bahkan dibunuh.
Kaum Muslim saat ini hidup tertekan dalam ³penjara besar´, yakni negeri mereka
sendiri, yang telah dikuasai oleh sistem kufur yang dikontrol oleh negara -negara kafir
Barat imperialis. Posisi umat Islam yang pernah mengalami masa kejayaannya sejak
zaman Nabi saw. sampai Kekhilafahan Ustmaniyah di Turki kini tinggal kenangan.
Apalagi setelah Peristiwa 11 September 2001, Islam dan kaum Muslim betul -betul
menjadi 'bulan-bulanan' AS dan sekutu -sekutunya. Padahal, kita tahu, di antara
makna dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. adalah bangkitnya kaum Muslim setelah
mereka lama tertindas dan terzalimi (kurang -lebih 13 tahun) di negeri mereka
sendiri, yakni Makkah, sebagaimana diisyaratkan oleh Aisyah ra. di atas.
Karena itu, agar kaum Muslim dapat benar -benar mewujudkan kembali makna Hijrah
yang sebenarnya, tidak lain, umat ini harus segera melepaskan diri dari segala
bentuk kezaliman sistem kufur dan kekuasaan negara -negara imperialis Barat kafir,
yang nyata-nyata telah menimbulkan ketertindasan dan kemalangan kaum Muslim
dalam berbagai bidang kehidupan. Semua itu tidak lain hanya mungkin diwujudkan
dengan kembali berhijrah menuju Daulah Islamiyah.
Karena saat ini ditengah Islam tidak lagi diterapkan dalam kehidupan nyata dalam
sebuah negara, maka tugas seluruh kaum Muslimlah untuk mewujudkannya kembali
di tengah-tengah mereka. Caranya tidak lain dengan mengubah negeri -negeri
Muslim saat ini yang berada dalam kungkungan sistem kufur, yakni sistem
Kapitalisme-sekular, sekaligus menghimpunnya kembali dalam satu wadah negara,
yakni Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah.
Hanya dengan mewujudkan kembali ketiga makna Hijrah di ataslah kekufuran akan
lenyap digantikan oleh keimanan; kejahiliahan akan musnah tertutup cahaya Islam;
darul kufur akan terkubur oleh Darul Islam; dan masyarakat Jahiliah pun akan
berubah menjadi masyarakat Islam. Hanya dengan itu pula, insya Allah, umat Islam
saat ini akan berubah dari umat yang terhina menjadi umat yang akan meraih
kembali posisi terhormat sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT :
]Ϳ
˶ Ύ˶Α ϥ
˴ Ϯ˵Ϩϣ˶ ˸ΆΗ˵ϭ˴ ή˶ Ϝ˴ ˸ϨϤ˵ ˸ϟ Ϧ
˶ϋ
˴ ϥ
˴ ˸ϮϬ˴ ˸ϨΗ˴ ϭ˴ ˶ϑϭ˵ή˸όϤ˴ ˸ϟΎ˶Α ϥ
˴ ϭ˵ήϣ˵ ˸΄Η˴ α
˶ Ύ͉ϨϠ˶ϟ ˸ΖΟ
˴ ή˶ ˸Χ˵ Δ˳ ϣ͉ ˵ ή˴ ˸ϴΧ
˴ ˸ϢΘ˵˸Ϩϛ˵ [
#
. (QS Ali Imran [3]: 110).
Menurut riwayat para ulama ahli tarikh yang masyhur, tarikh Islam mula -mula
ditetapkan oleh Umar bin Khattab r.a. ketika ia menjadi khalifah pada tahun 17
Hijrah. Menurut kisahnya, hal ini terjadi disebabkan pada suatu hari Umar menerima
sepucuksurat dari sahabatnya, Abu Musa Al-Asy¶ari r.a. tanpa dibubuhi tanggal dan
hari pengirimannya. Hal itu menyulitkan bagi Umar untuk menyeleksi surat yang
mana terlebih dahulu harus diurusnya, sebab ia tidak menandai antara surat yang
lama dan yang baru. Oleh sebab itu, Umar mengadakan musyawarah dengan orang
yang terpandang dikala itu untuk membicarakan serta menyusun masalah tarikh
Islam.
Dalam musyawarah tersebut ada beberapa pilihan tahun bersejarah sebagai
patokan untuk memulai tarikh Islam tersebut yaitu: tahun kelahiran Nabi Muhammad,
tarikh kebangkitannya menjadi Rasul, tahun wafatnya, atau ketika Nabi hijrah dari
Mekkah ke Madinah. Diantara pilihan tersebut maka akhirnya ditetapkanlah bahwa
dimulai dari hari berpindahnya (hijrahnya)Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah
menjadi awal tarikh Islam yaitu awal tahun Hijriyah, sebagaimana dahulu telah
ditetapkan bahwa, hari Nabi Isa a.s. dilahirkan ditetapkan sebagai awal tahun
Miladiyah atau Masihiyah.
Kemudian setelah permulaan tahun itu diputuskan, maka dimusyawarahkan pula
bulan apa yang baik dipergunakan untuk tiap -tiap awal tahun tersebut.Akhirnya
setelah dipilih maka ditetapkanlah bahwa bulan Muharramlah yang dipergunakan
untuk permulaan tahun Islam.
Sirah Nabawiyah, Buku Kesatu, oleh: DR. Muhammad Sa¶id Ramadhan Al -Buthy
Riwayat Nabi Muhammad, jilid II, halaman : 30 ± 39
&'(c))*+*,-.,&
c / /
#
c / / 0
/ /
/ # /
c /
/
1
c #2 // 3
Berangkat Ke Yathrib
Pada hari ketiga, bila mereka berdua sudah mengetahui, bahwa orang sudah tenang
kembali mengenai diri mereka, orang yang disewa tadi data ng membawakan unta
kedua orang itu serta untanya sendiri. Juga Asma, puteri Abu Bakr datang
membawakan makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tak ada
sesuatu yang dapat dipakai menggantungkan makanan dan minuman pada pelana
barang, Asma, merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan
makanan dan yang sebelah lagi diikatkan. Karena itu ia lalu diberi nama ³dhat¶n -
nitaqain´ (yang bersabuk dua).
Mereka berangkat. Setiap orang mengendarai untanya sendiri -sendiri dengan
membawa bekal makanan. Abu Bakr membawa limaribu dirham dan itu adalah
seluruh hartanya yang ada. Mereka bersembunyi dalam gua itu begitu ketat. Karena
mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan hati -hati sekali membuntuti,
maka dalam perjalanan ke Yathrib itu mer eka mengambil jalan yang tidak biasa
ditempuh orang. Abdullah b. µUraiqit ± dari Banu Du¶il ± sebagai penunjuk jalan,
membawa mereka hati-hati sekali ke arah selatan di bawahan Mekah, kemudian
menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Oleh karena mereka me lalui jalan yang
tidak biasa ditempuh orang, di bawanya mereka ke sebelah utara di seberang pantai
itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan yang paling sedikit dilalui orang.
Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di waktu siang
berada di atas kendaraan. Tidak lagi mereka pedulikan kesulitan, tidak lagi mereka
mengenal lelah. Ya, kesulitan mana yang lebih mereka takuti daripada tindakan
Quraisy yang akan merintangi mereka mencapai tujuan yang hendak mereka capai
demi jalan Allah dan kebenaran itu! Memang, Muhammad sendiri tidak pernah
mengalami kesangsian, bahwa Tuhan akan menolongnya, tetapi ³jangan kamu
mencampakkan diri ke dalam bencana.´ Allah menolong hambaNya selama hamba
menolong dirinya dan menolong sesamanya. Mereka telah melangkah dengan
selamat selama dalam gua.
Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali b. Abi Talib
supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di
tempat tidurnya. Dimintan ya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah
menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya.
Demikianlah, ketika pemuda-pemuda Quraisy mengintip ke tempat tidur Nabi Saw,
mereka melihat sesosok tubuh di tempat tidur itu dan m engira bahwa Nabi Saw
masih tidur.
Sementara itu pihak Quraisy berusaha sungguh -sungguh mencari mereka. Pemuda-
pemuda Quraisy membawa pedang dan tongkat sambil mondar -mandir mencari ke
segenap penjuru. Ketika itu mereka bergerak menuju ke g ua tempat sembunyi. Lalu
orang-orang Quraisy itu datang menaiki gua itu, tapi kemudian ada yang turun lagi.
³Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?´ tanya kawan -kawannya. ³Ada sarang
laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad l ahir,´
jawabnya. ³Saya melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi
saya mengetahui tak ada orang di sana.´
Demikanlah, kalau saja mereka ada yang menengok ke bawah pasti akan melihat
beliau berdua. Tetapi orang -orang Quraisy itu makin yakin bahwa dalam gua itu tak
ada manusia tatkala dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di mulut gua. Tak
ada jalan orang akan dapat masuk ke dalamnya tanpa menghalau dahan -dahan itu.
Ketika itulah mereka lalu surut kembali. Rasulullah s.a.w. tinggal d alam gua selama
tiga hari tiga malam. Tentang cerita gua ini dikisahkan dalam firman Allah Swt:
³Ingatlah tatkala orang -orang kafir (Quraisy) itu berkomplot membuat rencana
terhadap kau, hendak menangkap kau, atau membunuh kau, atau mengusir kau.
Mereka membuat rencana dan Allah membuat rencana pula. Allah adalah
Perencana terbaik.´ (Qur¶an, 8: 30) ³Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah
juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh orang -orang kafir (Quraisy). Dia
salah seorang dari dua oran g itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu itu ia
berkata kepada temannya itu: µJangan bersedih hati, Tuhan bersama kita!¶ Maka
Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan
yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan serua n orang-orang kafir itu juga yang
rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.´
(Qur¶an, 9: 40)
Pada hari ketiga, ketika keadaan sudah tenang, unta kedua orang itu didatangkan.
Asma datang makanan. Dikisahkan, Asma merob ek ikat pinggangnya lalu
sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan,
sehingga ia lalu diberi nama ³dhat¶n -nitaqain´ (yang bersabuk dua). Mereka
kemudian berangkat.
Karena mengetahui pihak Quraisy sangat gigih mencari mereka , maka perjalanan ke
Yathrib itu mereka mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah b.
µUraiqit ± dari Banu Du¶il ± sebagai penunjuk jalan, membawa mereka ke arah
selatan di bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah.
Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di waktu siang
berada di atas kendaraan. Memang, Rasulullah Saw sendiri tidak pernah
menyangsikan, bahwa Tuhan akan menolongnya, tetapi ³jangan kamu
mencampakkan diri ke dalam bencana.´ Allah men olong hambaNya selama hamba
menolong dirinya dan menolong sesamanya.
3
Demikian bersemangatnya Suraqa mengejar Nabi Saw hingga kudanya dua kali
tersungkur ketika hendak mencapai Nabi. Tetapi melihat bahwa ia sudah hampir
kedua orang itu, ia tetap memacu kudanya karena rasanya Muhammad sudah di
tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras sekali, sehi ngga
penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh terhuyung -huyung
dengan senjatanya. Suraqa merasa itu suatu alamat buruk jika ia bersikeras
mengejar sasarannya itu. Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil -manggil:
³Saya Suraqa bin Ju¶syum! Tunggulah, saya mau bicara. Saya tidak akan
melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan -tuan.´ Setelah kedua orang itu
berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis
sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan
Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu
dilemparkannya kepada Suraqa. Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali
pulang. Sekarang bila ada orang mau mengejar Nabi Saw, maka dikaburkan
olehnya, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.
Selama tujuh hari terus -menerus rombongan Rasulullah Saw berjalan, mengaso di
bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam
mengarungi lautan padang pasir dengan perasaan kuatir. Hanya karena adanya
iman kepada Allah Swt membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman.
Ketika sudah memasuki daerah kabilah Banu Sahm dan datang pula Buraida kepala
kabilah itu menyambut mereka, barulah perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang.
Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekati.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita -berita tentang
hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan -kawan yang lain, sudah
tersiar di Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini
mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus -menerus membuntuti. Oleh karena itu
semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah
dengan hati penuh rindu ingin melihat nya, ingin mendengarkan tutur katanya.
Banyak di antara mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah
mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta
keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu,
ingin melihatnya.
c c
Tersebarnya Islam di Yathrib dan keberanian kaum Muslimin di kota itu sebelum
hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum Muslimin Mekah.
Beberapa pemuda Muslimin bahkan berani mempermainkan berha la-berhala kaum
musyrik di sana. Seseorang yang bernama µAmr bin¶l -Jamuh mempunyai sebuah
patung berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat, diletakkan di daerah
lingkungannya seperti biasa dilakukan oleh kaum bangsawan. µAmr ini adalah
seorang pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula.
Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam -malam mereka
mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan kepalanya ke dalam
sebuah lubang yang oleh penduduk Yathrib biasa dipak ai tempat buang air. Bila
pagi-pagi berhala itu tidak ada µAmr mencarinya sampai diketemukan lagi, kemudian
dicucinya dan dibersihkan lalu diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia
menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda -pemuda itu mengulangi la gi
perbuatannya mempermainkan Manat µAmr itu, dan diapun setiap hari mencuci dan
membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan
digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: ³Kalau kau memang berguna,
bertahanlah, dan in i pedang bersama kau.´ Tetapi keesokan harinya ia sudah
kehilangan lagi, dan baru diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur
dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi. Sesudah kemudian ia diajak
bicara oleh beberapa orang pemuka -pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat
dengan mata kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan paganisma itu,
yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang tak patut
lagi bagi seorang manusia, iapun masuk Islam.
c
"
Ketika rombongan Rasulullah Saw sampai di Quba¶, mereka tinggal empat hari ia di
sana dan membangun mesjid Quba¶. Di tempat ini Ali b. Abi -Talib ra menyusul,
setelah mengembalikan barang -barang amanat ± yang dititipkan oleh rasulullah Saw
± kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Ali ra menempuh perjalanannya ke Yathrib
dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan
yang sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk
menyusul saudara-saudaranya seagama.
Tetapi ia dengan halus meminta maaf kepada mereka. Kembali ia ke atas unta
betinanya, dipasangnya tali keluannya, lalu ia berjalan melalui jalan -jalan di Yathrib,
di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dan memberikan jalan
sepanjang jalan yang diliwatinya itu. Seluruh penduduk Yathrib, baik Yahudi maupun
orang-orang pagan menyaksikan adanya hidup baru yang bersemarak dalam kota
mereka itu, menyaksikan kehadiran Rasulullah Saw, seorang pendatang baru, orang
besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj, yang selama itu saling
bermusuhan, dan saling berperang.
List Nabi-Nabi
Lanjutan Dari Kisah Nabi-Nabi : Kisah Nabi Muhammad SAW - Proses di angkatnya
Nabi Muhammad Menjadi Nabi
Nabi Muhammad telah menjadi Nabi dan mulai menyebarkan dakwahnya. Awalnya
secara diam-diam dan lama kelamaan sudah mulai berdakwah secara terbuka.
Tantangan dakwah terberat datang dari para penguasa Mekah, kaum feodal, dan
para pemilik budak. Mereka ingin mempertahankan tradisi lama disamping juga
khawatir jika struktur masyarakat dan kepentingan -kepentingan dagang mereka
akan tergoyahkan oleh ajaran Nabi Muhammad SAW yang menekankan pada
keadilan sosial dan persamaan derajat.
Mereka menyusun siasat untuk melepaskan hubungan keluarga antara Abu Thalib
dan Nabi Muhammad SAW dengen cara meminta pada Abu Thalib memilih satu di
antara dua: memerintahkan Nabi Muhammad SAW agar berhenti berdakwah, atau
menyerahkannya kepada mereka. Abu Thalib terpengaruh oleh ancaman itu, ia
meminta agar Nabi Muhammad SAW menghentikan dakwahnya. Tetapi Nabi
Muhammad SAW menolak permintaannya dan berkata, ³Demi Allah saya tidak akan
berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarg a dan
sanak saudara mengucilkan saya.´
Mendengar jawaban ini, Abu Thalib pun berkata, ³Teruskanlah, demi Allah aku akan
terus membelamu´.
Gagal dengan cara pertama, kaum Quraisy lalu mengutus Walid bin Mugirah
menemui AbU Thalib dengan membawa seorang pemu da untuk dipertukarkan
dengan Nabi Muhammad SAW. Pemuda itu bernama Umarah bin Walid, seorang
pemuda yang gagah dan tampan. Walid bin Mugirah berkata, ³Ambillah dia menjadi
anak saudara, tetapi serahkan kepada kami Muhammad untuk kami bunuh, karena
dia telah menentang kami dan memecah belah kita´.
Usul Quraisy itu ditolak mentah-mentah oleh Abu Thalib dengan berkata, ³Sungguh
jahat pikiran kalian. Kalian serahkan anak kalian untuk saya asuh dan beri makan,
dan saya serahkan kemenakan saya untuk kalian bunuh . Sungguh suatu penawaran
yang tak mungkin saya terima.´
Setelah gagal dengan cara -cara diplomatik dan bujuk rayu, kaum Quraisy mulai
melakukan tindak kekerasan. Budak-budak mereka yang telah masuk Islam mereka
siksa dengan sangat kejam. Mereka dipukul, dicambuk, dan tidak diberi makan dan
minum. Salah seorang budak bernama Bilal, mendapat siksaan ditelentangkan di
atas pasir yang panas dan di atas dadanya diletakkan batu yang besar dan berat.
Setiap suku diminta menghukum anggota keluarganya yang masuk Islam sampai ia
murtad kembali. Usman bin Affan misalnya, dikurung dalam kamar gelap dan dipukul
hingga babak belur oleh anggota keluarganya sendiri. Secara keseluruhan , sejak
saat itu umat Islam mendapat siksaan yang pedih dari kaum Quraisy Mekah. Mereka
dilempari kotoran, dihalangi untuk melakukan ibadah di Ka¶bah, dan lain sebagainya.
Rombongan pertama terdiri dari 10 orang pria dan 5 orang wanita. di antara
rombongan tersebut adalah Usman bin Affan beserta istrinya Ruqayah (putri
Rasulullah SAW), Zubair bin Awwam, dan Abdur Rahman bin Auf. Kemudian
menyusul rombongan kedua yang dipimpin oleh Ja¶far bin Abi Thalib. Beberapa
sumber menyatakan jumlah rombongan ini lebih dari 80 orang.
Berbagai usaha dilakukan oleh kaum Quraisy untuk menghala ngi hijrah ke
Habasyah ini, termasuk membujuk raja negeri tsb agar menolak kehadiran umat
Islam disana. Namun berbagai usaha itu pun gagal. Semakin kejam mereka
memperlakukan umat Islam, justru semakin bertambah jumlah yang memeluk Islam.
Bahkan di tengah meningkatnya kekejaman tersebut, dua orang kuat Quraisy masuk
Islam, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab. Dengan masuk
Islamnya dua orang yang dijuluki ³Singa Arab´ itu, semakin kuatlah posisi umat Islam
dan dakwah Muhammad SAW pada waktu itu.
Hal ini membuat reaksi kaum Quraisy semakin keras. Mereka berpendapat bahwa
kekuatan Nabi Muhammad SAW terletak pada perlindungan Bani Hasyim, maka
mereka pun berusaha melumpuhkan Bani Hasyim dengan melaksanakan blokade.
Mereka memutuskan segala macam hubungan dengan suku ini. Tidak seorang pun
penduduk Mekah boleh melakukan hubungan dengan Bani Hasyim, termasuk
hubungan jual-beli dan pernikahan. Persetujuan yang mereka buat dalam bentuk
piagam itu mereka tanda-tangani bersama dan mereka gantungkan di dalam Ka¶bah.
Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan. Untuk
meringankan penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya mengungsi ke suatu lembah di
luar kota Mekah.
Setelah Bani Hasyim kembali ke rumah mereka, Abu Thalib, paman Nabi
Muhammad SAW yang merupakan pelindung utamanya, meninggal du nia dalam
usia 87 tahun. Tiga hari kemudian, Khadijah, istrinya, juga meninggal dunia. Tahun
ke-10 kenabian ini benar-benar merupakan Tahun Kesedihan (¶Âm al-Huzn) bagi
Nabi Muhammad SAW. Terlebih lagi, sepeninggal dua pendukungnya itu ( Abu
Thalib dan Khadijah ), kaum Quraisy tidak segan-segan melampiaskan kebencian
kepada Nabi Muhammad SAW. Hingga kemudian Nabi Muhammad SAW berusaha
menyebarkan dakwah ke luar kota, yaitu ke Ta¶if. Namun reaksi yang diterima Nabi
SAW dari Bani Saqif (penduduk Ta¶if), tidak jauh berbeda dengan penduduk Mekah.
Nabi SAW diejek, disoraki, dilempari batu sampai ia luka -luka di bagian kepala dan
badannya.
Pada tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa Isra Mi¶raj.
Isra, yaitu perjalanan malam hari dari Masjidilh aram di Mekah ke Masjidilaksa di
Yerusalem. Mi¶raj, yaitu kenaikan Nabi Muhammad SAW dari Masjidilaksa ke langit
melalui beberapa tingkatan, terus menuju Baitulmakmur, sidratulmuntaha, arsy
(takhta Tuhan), dan kursi (singgasana Tuhan), hingga menerima wahy u di hadirat
Allah SWT.
Dalam kesempatannnya berhadapan langsung dengan Allah SWT inilah Nabi
Muhammad SAW menerima perintah untuk mendirikan sholat 5 waktu sehari
semalam. Peristiwa Isra Mi¶raj ini terdapat dalam Al -Qur¶an surat Al-Isra ayat 1.
Di Mekkah terdapat Ka¶bah yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim. Masyarakat
jahiliyah Arab dari berbagai suku berziarah ke Ka¶bah dalam suatu kegiatan
tahunan, dan mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan mereka dalam
kunjungan tersebut. Nabi Muhammad SAW mengambil peluang ini untuk
menyebarkan Islam.
Di antara mereka yang tertarik dengan seruannya ialah sekumpulan orang dari
Yathrib (dikemudian hari berganti nama menjadi Madinah). Nabi Muhammad SAW
memanfaatkan kesempatan itu untuk menyebarkan agama Allah SWT dengan
mendatangi kemah-kemah mereka. Namun usaha ini selalu diikuti oleh Abu Lahab
dan kawan-kawannya dengan mendustakan Nabi Muhammad SAW.
Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan 6 orang dari suku Aus dan Khazraj yang
berasal dari Yatsrib. Setelah Nabi SAW menyampaikan pokok -pokok ajaran Islam,
mereka menyatakan diri masuk Islam di hadapan Nabi SAW. Mereka berkata,
³Bangsa kami sudah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan
Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya kini Tuhan
mempersatukan mereka kembali dengan perantaramu dan ajaran -ajaran yang kamu
bawa. Oleh karena itu kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang
kami terima dari kamu ini.´
Pada musim haji tahun berikutnya, datanglah delegasi Yatsrib yang terdiri dari 12
orang suku Khazraj dan Aus. Mereka menemui Nabi SAW di suatu tempat bernama
Aqabah. Di hadapan Nabi SAW, mereka menyatakan ikrar keseti aan. Karena ikrar
ini dilakukan di Aqabah, maka dinamakan Bai¶at Aqabah. Rombongan 12 orang tsb
kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus¶ab bin
Umair yang sengaja diutus oleh Nabi SAW atas permintaan mereka.
Pada musim haji berikutnya, jemaah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 75
orang, termasuk 12 orang yang sebelumnya telah menemui Nabi SAW di Aqabah.
Mereka meminta agar Nabi SAW bersedia pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan
membela Nabi Muhammad SAW dari segala mac em jenis ancaman. Nabi SAW
menyetujui usul yang mereka ajukan.
Mengetahui adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang -orang
Yatsrib, kaum Quraisy menjadi semakin kejam terhadap kaum muslimin. Hal ini
membuat Nabi SAW memerintahkan para sahabatn ya untuk hijrah ke Yatsrib.
Secara diam-diam, berangkatlah rombongan -rombongan muslimin, sedikit demi
sedikit, ke Yatsrib. Dalam waktu 2 bulan, kurang lebih 150 kaum muslimin telah
berada di Yatsrib. Sementara itu Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar as -Sidiq tetap
tinggal di Mekah bersama Nabi SAW, membelanya sampai Nabi SAW mendapat
wahyu untuk hijrah ke Yatsrib.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi Muhammad SA W
keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum
Quraisy. Nabi Muhammad SAW menemui Abu Bakar yang telah menunggunya.
Mereka berdua kemudian keluar dari Kota Mekah untuk menuju ke sebuah Gua,
Goa Tsur namanya yang berlokasi kira-kira 3 mil sebelah selatan dari Kota Mekah.
Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar bersembunyi di gua Tsur selama 3 hari 3
malam menunggu keadaan menjadi lebih aman. Pada malam ke -4, setelah usaha
orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi Muhammad SAW sud ah sampai
di Yatsrib, keluarlah Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya.
Pada saat yang bersamaan, Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar
pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan
sebelumnya. Berangkatlah Nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakar menuju
Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, Jalur ini merupakan Jalur yang tidak umum
untuk dilalui.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar sampai di suatu
desa kecil yang bernama Quba. Lokasi desa ini kira-kira sekitar 5 km dari Yatsrib. Di
desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah
Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi Muhammad SAW membangun
sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah m asjid pertama
yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali bergabung dengan Nabi Muhammad SAW. Sementara di
tempat lain, penduduk Yatsrib dengan cemas menunggu -nunggu tibanya rombongan
Nabi Muhammad. Menurut mereka, dengan jarak mekkah ke yastrib, seharusnya
Nabi Muhammad SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke
tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan
menyongsong kedatangan Nabi Muhammad SAW dan rombongannya. Setelah lelah
dan cemas menunggu, Akhirnya waktu yang ditunggu -tunggu pun tiba. Nabi
Muhammad SAW tiba juga di Yastrib dan langsung disambut oleh Penduduk Yastrib.
Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala¶ al -Badru, (
Shalawat )yang isinya:
!
!
!
Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap di rumahnya. Tetapi Nabi
SAW hanya berkata, ³Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia
berjalan sekehendak hatinya.´
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di
depan rumah milik Abu Ayyub al -Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih
rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi
SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong -royong
membangun rumah untuknya.
Sejak itu nama kota Yatsrib diubah men jadi Madinah an-Nabi (kota nabi). Orang
sering pula menyebutnya Madinah al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena
dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
Semenjak itu, Nabi Muhammad menjadi pemimpin kota Madinah di mana disini
dakwah Nabi Muhammad dapat di terima dengan baik. Tentu saja hal ini tidak begitu
disukai oleh kaum Quraisy Mekah sehingga beberapa perang terjadi setelah ini.
Untuk lebih ditailnya tentang kelanjutan kisah ini, klik di Kisah Nabi-Nabi : Kisah Nabi
Muhammad SAW - Perseteruan dengan Kaum Quraisy Mekkah.
Kisah Nabi-Nabi : Kisah Nabi Muhammad SAW - Perseteruan
dengan Kaum Quraisy Mekkah
!!
!
!( 2
!
!
( !
(
!
-
$
% "
!
(
(
/
!
( !
!
!
( !
! 0
!
!
! (
!( !
%
!
! (
%
$
!
(
(
!
!!
!!
%
(
! (
! 3
!
!
!
"
(
(
!
3
! %
(
! !
!
"
(
! "
!
3
!
#
%
!
4 5 # "
!
(
%
(
!
(
!
(
% 2
!
!
% !!
!
( "
$
!
!
(
!
!
(
%
!! !
1 % 67
!
!
$
%87
2 . 44
119
% !
%
! + (
+% % :77
(
$
!+
;
!
!
#
"
!
(
!
! "
"
!
%
/
!
#
!
!+&<=8:>
<=2 : '
"?"2<:6
)3
!
! !
#
!
0% !
"
%
! ! ! !
!
0
!+(
!
+
0!
3
0!
# +
!
! +(
!::8:@&=%6'#
(
2
!
!
"
$
0"
/
!
!/
<777 !
$
!
& >7
( ! @77
' !
$ (
!
(
2
!
@7 !
% !! - !
AB
! !
C
-
C
! !(
!
-
( D
(
E
!
"
!<>%
( %
!!(
% ( ! 2
2
!
# !
# ! "
!
!
0
!( !
!
!
2
!
!
!
!
!
2
!
!
!
/
0!
! ( !
"
!
!(
!
! %"
!!
"<>7<=F
p
!
"
#
&
!' () &
*
%
-
.
-
# #
!
!
"
# '
(
!
$*
' (
* #
"
' (
!
!
*'(
!
*
#
#
&
"
p
$
##
+
' (
$* ' (.
*
#
p
"
&
%
#
!
0
p
"
%
"
%
"
%
! #!
!! 4 & # '
!
!
( !
!
1 &
!
'
#
B
<7777
$
! (
(
2
(
! !
!
#
4 !
0
!
!
!
! !
#!
!
!
!! !
!
3 ( + 1 ( %
!!.
! 0
! !( !
!
!
#!
3 +1
.
1 :@:8
#
#,
0 %
(
!
)
/
!
#
(
: + !
!
(
0! !
!
( !
!
6 0!
!
!
!!
>
. !
( !
!
@ -
!
(
8
1
%
(
!
(
6 6
0 !
(
"
: /
<
!
(
"
( !
"
!
: !
!
(
"
!
(
!
!
! +
"
(
!
!
"