You are on page 1of 8

INDUSTRI KECIL MAINAN ANAK

DI DESA KEBOGADUNG – KEC. JATIBARANG KAB. BREBES

1. LATAR BELAKANG

Kabupaten Brebes merupakan daerah strategis di Propinsi Jawa Tengah.


Dari aspek letak daerah, Brebes adalah pintu masuk jalur utama dari Propinsi
Jawa Barat dan DKI Jakarta menuju daerah-daerah di Jawa Tengah,
Yogyakarta dan Jawa Timur. Letak geografisnya di antara 108°41'37" -
109°11'92" Bujur Timur dan 6°44'56,5" - 7°20'48" Lintang Selatan dengan
panjang garis pantai 53 Km.

Kabupaten beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 2.371 mm/tahun


ini, memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.717.103 jiwa yang tersebar di 17
kecamatan, yang meliputi Kecamatan Brebes, Wanasari, Bulakamba,
Tanjung, Losari, Larangan, Ketanggungan, Kersana, Jatibarang. Tonjong,
Sirampog, Bumiayu, Paguyangan, Bantarkawung, Salem, Songgom, dan
Banjarharjo.

Kebogadung adalah desa di kecamatan Jatibarang, Brebes, Jawa Tengah,


Indonesia. Komoditi hasil pertanian yang utama adalah bawang merah dan
padi. Kebogadung merupakan salah satu desa yang memiliki swadaya
masyarakat yang tinggi, terbukti dengan begitu pesatnya pertumbuhan SDM
yang cukup berkwalitas. Pertumbuhan SDM yang pesat ini diawali oleh
sekelompok pemuda yang mau membaktikan dirinya untuk kemajuan desa,
meraka menghidupkan kembali karang taruna yang sempat lama menghilang
keberadaannya. Banyak hal yang patut dijadikan inspirasi dari desa
kebogadung salah satunya adalah Indistri Mainan Anak milik Bapak H.
Akhmad Rosidi.

Beliau lahir di Brebes tepatnya di desa Glonggong, Kecamatan Wanasari,


Kabupaten Brebes. Ayahnya juga seorang pembuat mainan anak yang sering

1
disebut oleh masyarakat brebes adalah mainan othok-othok, mainan tersebut
terbuat dari bambu, spon dan limbah industri sandal jepit. Ayahnya tinggal di
Desa Glonggong Kec. Wanasari Kab. Brebes, sejak kecil bapak H. Rosidi
sudah diajari orang tuanya berdagang mainan, hasil kerajianan ayahnya beliau
jual ke kota-kota besar seperti Jakarta. Beliau menjual pada saat musim
liburan karena pada saat itu biasanya mainan tersebut laku keras,dan dari
hasil tersebut oarang tuanya mengajarkan untuk membeli keperluan sekolah
sepert buku, tas, sepatu dan seragam sekolah.Awalnya bapak H. Rosidi
merasa kecewa dengan orang tuanya karena beliau punya cita-cita setelah
lulus MAN 1 Brebes ingin melanjutkan kuliah, karena keterbatasan biaya
sehingga beliau merantau ke Yogyakarta sambil membawa barang dagangan
orang tuanya, dengan harapan ingin berjualan sambil meneruskan kuliah.
Alhasil di Yogyakarta bertahan sampai 6 bulan kemudian beliau pulang ke
desanya. Harapannya adalah oarang tua bahagia melihat kedatangannya, akan
tetapi sebaliknya justru orang tua merasa kecewa karena sikapnya yang
dianggap kurang bersyukur menerima keadaan orang tuanya, pada akhirnya
oarang tua menyuruh beliau untuk menuntut ilmu di Pondok Pesantren
Cirebon, Setelah berjalan 1 tahun beliau kembali ke rumah karena ayahnya
sakit, tidak lama kemudian ayahnya meninggal dunia.

Pada tahun 1997 bapak H. Rosidi menikah dengan seoarang wanita dari
desa tetangga yaitu desa Kebogadung, letaknya bersebelahan dengan desa
Glonggong dan dibatasi sungai besar. Sungai tersebut merupakan salah satu
lalu lintas yang memudahkan antar desa tersebut untuk berhubungan, Sungai
tersebut terkenal dengan nama sungai “Pemali”.

2
2. PEMBAHASAN

Masa krisis adalah masa yang paling sulit pada saat itu, semua barang
yang dikonsumsi masyarakat berubah harga sehingga menuntut masyarakat
untuk berpikir lebih kreatif. Pada saat masyarakat sedang resah dan bingung
untuk memenuhi kebutuhan hidup, dengan bekal ketrampilan yang di peroleh
dari orang tuanya, bapak H. Rosidi mulai membuat sesuatu yang berbeda
dengan usaha orang tuanya.

Awal tahun 2001 bapak H. Rosidi bersama istrinya mulai membuat


mainan anak berupa burung-burungan dengan modal awal Rp. 500.000.
Untuk membuat burung tersebut bahan yang dibutuhkan adalah limbah kertas
dari tatakan apel merah, satu tatakan beliau beli dengan harga Rp. 100,-, dari
satu tatakan bisa dibuat 12 buah ekor burung dengan harga jual satu burung-
burungan Rp.600. Tahun pertama hasil karyanya banyak yang menyukai
terutama anak-anak, karena memang pangsa pasarnya adalah anak kecil.
Dalam satu bulan beliau bisa membuat mainan anak sebanyak 3.000 Pcs
sehingga selama satu bulan omset yang diperoleh sebesar Rp. 1.800.000.

Pada tahun ke dua usahanya mulai dikenal masyarakat dan bapak H.


Rosidi mengambil tenaga kerja 4 orang, tenaga kerja tersebut diambil dari
anak-anak yang masih sekolah dengan tujuan ingin membantu anak-anak
tersebut. Mereka bekerja sore hari setelah pulang sekolah, karena paginya
harus belajar di Mts. Upah tenaga kerja tersebut Rp. 250,- per biji kalau
dihitung rata-rata satu anak mendapat upah selama satu bulan sebesar Rp.
187.500,-.

Memasuki tahun ke tiga usaha yang ditekuni mulai rame dan bapak H.
Rosidi mulai menambah jenis mainan berupa tikus-tikusan, katak, ikan koki,
kalajengking,dan kura-kura yang terbuat dari spon limbah pabrik sepatu,
beliau membeli bahan baku dengan harga Rp. 3.500,- per kg. Tahun ke 4
sampai sekarang menambah jenis mainan berupa ikan lele dan barongsai
bahan bakunya spon dan plastik yang disablon warna-warni, siiring

3
berjalannya waktu dan kebutuhan hidup semakin meningkat serta bahan baku
pembuatan mainan tersebut juga naik maka harga mainan tersebut naik dari
harga Rp. 850 menjadi Rp. 1.000. Usaha jenis mainan ini tidak selamanya
rame ada hari-hari tertentu dimana bapak H. Rosidi banyak pesanan, hari-
hari pada saat rame antara lain musim liburan, tahun baru dan lebaran. Saat
hari biasa pembuatan mainan ini per bulan membuat 4.000 buah mainan
sedangkan kalau rame mencapai 6.000 Pcs, omset yang di peroleh bapak H.
Rosidi dalam satu bulan rata-rata Rp.4.000.000,- . Para pemesan bukan hanya
dari dalam kota tapi mereka berasal dari Jepara, Kudus bahkan sampai ke luar
jawa seperti Balikpapan, Bukit Tinggi dll.

4
3. KESIMPULAN

Usaha pembuatan mainan di butuhkan ketrampilan dan inovasi yang


terus menerus, pemilik selalu berusaha untuk membuat jenis mainan yang
baru karena sifat dari anak yang dinamis. Bapak H. Rosidi selalu berupaya
untuk menjalin kerjasama dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian
tujuannya bukan mencari tambahan modal untuk mengembangkan usaha akan
tetapi mencari bapak angkat yang bisa mamasarkan produknya. Yang di
butuhkan beliau tidak hanya itu juga tapi informasi untuk mendukung
pengembangan produk dan inovasi, karena selama ini beliau hanya
mengandalkan ketrampilan yang dimiliki saja tanpa mengikuti pelatihan-
pelatihan.

Pada dasarnya baik industri mikro kecil maupun menengah


membutuhkan perhatian Pemerintah, permodalan tidak begitu penting karena
bisa di peroleh melalui Bank Pemerintah maupun Bank Swasta. Skill atau
kemampuan manusia untuk tetap selalu berkarya merupakan modal utama
agar industri tersebut bisa bertahan terutama diera seperti sekarang, dimana
persaingan semakin ketat dan teknologi semakin canggih.

5
INDUSTRI KECIL MAINAN ANAK
DI DESA KEBOGADUNG – KEC. JATIBARANG
KAB. BREBES

TUGAS TERSTRUKTUR

KONSEP DAN TEORI EKONOMI


DOSEN PENGAMPU PROF.DR. RUSDARTI, M.Si

OLEH :
RINI ARIANI : 0301509010

6
PENDIDIKAN IPS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
ANEKA PRODUK MAINAN ANAK “MUSTIKA”
DESA KEBOGADUNG, JATIBARANG - BREBES

7
8

You might also like