You are on page 1of 15

PENGANTAR ILMU HUKUM

Ilmu hokum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hokum

A) mempelajari :
seluk beluk hokum, asal mula, wujud, asas , system macam pembagian, sumber,
perkembangan , fungsi, kedudukan hokum dalam masyarakat
B) menelaah hokum sebagai gejala, fenomena, kehidupan manusia dimana pun dan
kapan pun (universal)
C) metode mempelajari hokum
1. metode idealis : perwujudan nilai-nilai tertentu = keadilan
2. metode normative : analisis hokum sebagai system abstrak otonom dan bebas nilai
3. metode sosiologis : hokum sebagai alat untuk mengatur masyarakat, factor yang
mempengaruhi pembentukan hokum.
4. metode histories : melihat sejarah hokum = masa lampau dan sekarang
5. metode sistematis : hokum sebagai system
6. metode komparatif, membandingkan antara tata hokum yang belaku disuatu Negara .

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PHI

1. SEJARAH PHI
Pengantar ilmu hokum (PHI) merupakan terjemahan dari mata kuliah inleiding tot de
recht sweetenschap yang diberikan di Recht School (RHS) atau sekolah tinggi hokum
Batavia di jaman Hindia Belanda yang didirikan 1924 di Batavia (Jakarta sek.) istilah
itupun sama dengan yang terdapat dalam undang-undang perguruan tinggi Negeri
Belanda Hoger Onderwijswet 1920.
Di zakman kemerdekaan pertama kali menggunakan istilah “pengantar ilmu hokum .”
adalah perguruan tinggi Gajah Mada yang didirikan di yogyakarta 13 maret 1946
2. ILMU-ILMU YANG MEMBANTU ILMU HUKUM YAITU :
Sejarah hokum = salah satu bidang studi hokum , yang mempelajari perkembangan dan
asal usul system hokum dalam masyarakat tertentu dan memperbandingkan antar
hokum yang berbeda karena di batasi waktu yang berbeda pula
Politik hokum = salah satu bidang studi hokum , yang kegiatannya memilih atau
menentukan hokum mana yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh
masyarakat.
Perbandingan hokum = salah satu bidang studi hokum yang mempelajari dan
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan dua atau lebih system hokum antar Negara
maupun dalam Negara sendiri
Antropologi hokum = salah satu bidang studi hokum yang mempelajari pola-pola
sengketa penyelsaian nya dalam masyarakat sederhana maupun masyarakat yang sedang
mengalami proses modernisasi
Filsfat hokum = salah satu cabang filsafat yang mempelajari hakikat dari hokum , objek
dari filsafat hokum dalah hokum yang dikaji secara mendalam
Sosiologi hokum = salah satu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris
mempelajari hubungan timbale balik antara hokum dengan gejala social lainnya .
Psikologi hokum = salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hokum
sebagai suatu perwujudan jiwa manusia .
Ilmu hokum positif = ilmu yang mempelajari hokum sebagai suatu kenyataan yang
hidup berlaku pada waktu sekarang

3. PENGERTIAN ILMU HUKUM (ADA DUA PENDAPAT)


PENDAPAT PERTAMA : tidak mungkin definisi ilmu hokum yang memuaskan ,
karena hokum itu abstrak , banyak seginya dan luas sekali cakrawalanya (pendapat
Imanuel Kant ,Lemaire, Gustav Radbruch, Walter Burckhardt)
PENDAPAT KEDUA : walaupun tidak memuaskan definisi hokum tetap harus di
berikan karena bagi pemula yang mempelajari hokum tetap ada manfaatnya paling tidak
sebagai pegangan sementara (pendafat aristoteles , Hugo de Groot / Grotius , Thomas
Hobbes , van volen hoven , Bellefroid , Hans Kelsen dan Utrecht)

Dari ber bagai ahli di simpulkan bahwa hokum meliputi berbagai unsure :
1. peraturan tingkah laku manusia
2. di buat oleh badan berwenang
3. bersifat memaksa walaupun tak dapat di paksakan
4. di sertai sanksi yang tegas
PENGANTAR ILMU HUKUM = mata kuliah dasar yang bertujuan untuk
memperkenalkan ilmu hkum secara keseluruhan dalam garis besar
HAKIKAT PENGANTAR ILMU HUKUM sebagai dasar dari pengetahuan hokum
yang mengandung pengertian dasar yang menjadi akar dari ilmu hokum itu sendiri
CIRI-CIRI HUKUM:
1.ada unsure perintah , larangan, dan kebolehan
2. ada sanksi yang tegas
3. adanya perintah dan larangan
4. perintah dan larangan harus ditaati

4. MANUSIA, MASYARAKAT DAN HUKUM


Aristoteles => “manusia sebagai mahluk social (zoonpolicon).”
P.J. Bouman => “ manusia baru menjadi manusia apabila hidup dengan manusia lainnya
.”
Cicero => “ Ubi societas ibi ius .” = dimana ada masyarakat disitu ada hokum .”

A) bentuk masyarakat menurut dasar pembentukannya :


a) masyarakat teratur yang diatur dengan tujuan tertentu .(contoh : perkumpulan
olahraga)
b) masyarakat teratur terjadi dengan sendirinya yaitu dengan tidak sengaja di bentuk .
karena ada kesamaan kepentingan (contoh : penonton sepak bola )
c) masyarakat tidak teratur terjadi dengan sendirinya tanda bentuk , ( contoh:
sekumpulan manusia yang membaca Koran di tempat umum)

B) bentuk masyarakat menurut dasar hubungannaya :


a) masyarakat paguyuban ( gemeinschaft) , antar anggota satu sama lainnya ada
hubungan pribadi menimbulkan ikatan batin(contoh : rumah tangga , kel. Pasundan )
b). masyarakat patembayan (gesselschaft) , hubungan bersifat lugas dan mempunyai
tujuan yang sama untuk mendapat keuntungan material ( contoh: CV, PT, FA, KOP)

C) menurut kebudayaannya bentuk masyarakat :


1) masyarakat primitive dan modern
2) masyarakat desa dan kota
3) masyarakat territorial ( daerah tertentu )
4) masyarakat geneologis (anggota ada pertalian darah)
5) masyarakat territorial geneologis

D) menurut hubungan keluarga :


1) keluarga inti (nuclear family)
2) keluarga luas ( extended family)
MASALAH KENAKALAN REMAJA
MAKALAH PENGANTAR ILMU HUKUM

MADNUR
NIM 30210111016

KELAS 1 IP

SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN

( STISIP – BANTEN RAYA )

PROGRAM STUDI PENGANTAR ILMU HUKUM

PANDEGLANG 2010
Daftar Isi:

BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
ISI

BAB III
PENUTUP
MASALAH KENAKALAN REMAJA

BAB I
PENDAHULUAN

Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku
menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena
terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan
norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber
masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep
perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang
harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya
perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si
pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang
menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang
relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang
melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan.
Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk
mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat
demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami
dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang
tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal
biasanya dapat menahan diri dari penyimpangan.
Masalah sosial perilaku menyimpang dalam “Kenakalan Remaja” bisa melalui
pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui
pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi
sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial
(sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 :
6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan
dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai
tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi
dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak
berhasilan belajar sosial atau “kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial
tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal.

BAB II
ISI

Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan
menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan
lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan
yang diserap. Dalam hal ini penulis menitik beratkan pada fungsi keluarga sebagai
proses sosialisasi pada tahap awal.
Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang
bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai
sumber masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi
buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Atas dasar ini
penulis mengambil tema yaitu “Kenakalan Remaja Ditinjau dari teori Emile Durkheim”
Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada remaja yang mengalami gejala
disorganisasi keluarga, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat.
Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya
berbagai bentuk penyimpangan perilaku yang salah satunya yaitu kenakalan remaja.
Untuk lebih mengetahui sifat-sifat psikis pada remaja dapat dilihat pada poin-poin
berikut:
- Masa Pra-pubertas (12 - 13 tahun)
- Masa pubertas (14 - 16 tahun)
- Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
- Dan Masa remaja Adolesen (19 - 21 tahun)

Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun)


`Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja.
Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada
masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon
seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi
remaja. Di samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat jga terjadi pada
fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena
merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun
pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya
baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti
dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya
bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut.
Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan
hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan
pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai
pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih
senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya.
Mereka juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan
tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak
beralasan, seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya.
Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang
formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka
akan memilih main ke tempat teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung ke
rumah saudara.
` Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang selalu
siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan keinginannya.
Pada saat ini adalah saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan
psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari
orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi
orang tua itu merupakan masalah sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang
sangat-sangat berat.
Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu
menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa
hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi
remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang
begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja
wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja
pris ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa
bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta
memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal
ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan
diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak
diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.
Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik
seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh
perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka
bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria.
Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan
kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya
sendiri.

Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)


Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat
menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga
karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung
sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja
pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja
pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya.
Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.

Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)


Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik
segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal
yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran
mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada
menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya,
minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol
akan terlihat jelas pada fase ini.
Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang
tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono
(1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial.
Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah
masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan
dan disebut “kenakalan”.
Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja
digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu :
(1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang
sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan
yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan
hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang
dewasa. Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam
tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos
sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran
dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa
izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar
nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja
dalam.
Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah
dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985 : 73).
Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap
sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “ Rules of Sociological Method”
dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin
menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh
perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut
terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak
disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat
yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
Menurut pandangan atau teori Durkheim dapat dikatakan kenakalan remaja disebabkan
oleh ketidak berfungsian salah satu organisasi social yang dalam masalah ini adalah
organisasi keluarga. Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai
oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga
dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi
penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap
individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan
dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya,
menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam
melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu
berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya mencapai
kebutuhan hidupnya.
Keberfungsian sosial keluarga mengandung pengertian pertukaran dan kesinambungan,
serta adaptasi antara keluarga dengan anggotannya, dengan lingkungannya, dan dengan
tetangganya dll. Kemampuan berfungsi social secara positif dan adaptif bagi sebuah
keluarga salah satunnya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan,
peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.
Hubungan Antara Kenakalan Remaja Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga dalam
kerangka konsep telah diuraikan tentang keberfungsian sosial keluarga, diantaranya
adalah kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi keluarga yaitu jika
berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya serta
mampu memenuhi kebutuhannya. Dibawah ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kenakalan remaja yang disebabkan oleh keluarga yang diantaranya akan dibahas
dibawah ini :
Pekerjaan Orang Tua
Hubungan antara pekerjaan orang tuanya dengan tingkat kenakalan remaja. Untuk
mengetahui apakah kenakalan juga ada hubungannya dengan pekerjaan orangtuanya,
artinya tingkat pemenuhan kebutuhan hidup. Karena pekerjaan orangtua dapat dijadikan
ukuran kemampuan ekonomi, guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini perlu
diketahui karena dalam keberfungsian sosial, salah satunya adalah mampu memenuhi
kebutuhannya.
Bagi keluarga yang hanya sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya, sehingga kurang ada perhatian pada sosialisasai penanaman nilai dan
norma-norma sosial kepada anak-anaknya. Akibat dari semua itu maka anak-anaknya
lebih tersosisalisasi oleh kelompoknya yang kurang mengarahkan pada kehidupan yang
normative.
Keutuhan Keluarga
Hubungan antara keutuhan keluarga dengan tingkat kenakalan remaja Secara teoritis
keutuhan keluarga dapat berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Artinya banyak
terdapat anak-anak remaja yang nakal datang dari keluarga yang tidak utuh, baik dilihat
dari struktur keluarga maupun dalam interaksinya di keluarga. Namun demikian
ketidakutuhan sebuah keluarga bukan jaminan juga karena ada mereka yang berasal dari
keluarga utuh yang melakukan kenakalan bahkan kenakala khusus. Begitupun dengan
tingkat interaksi keluarga mempengaruhi kenakalan remaja, bagi keluarga yang
interaksinya baik maka pengaruhnya baik begitupun sebaliknya. Jadi ketidak
berfungsian keluarga untuk menciptakan keserasian dalaam interaksi mempunyai
kecenderungan anak remajanya melakukan kenakalan. Artinya semakin tidak serasi
hubungan atau interaksi dalam keluarga tersebut tingkat kenakalan yang dilakukan
semakin berat, yaitu pada kenakalan khusus.
Kehidupan Beragama Keluarga
Kehidupan beragama kelurga juga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat
keberfungsian sosial keluarga. Sebab dalam konsep keberfungsian juga dilihat dari segi
rokhani. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti
mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara teoritis bagi
keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka anak-anaknyapun
akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama.
Dengan demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi keluarga sangat berhubungan
dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini berarti bahwa bagi
keluarga yang taat menjalankan kewajiban agamanya kecil kemungkinan anaknya
melakukan kenakalan, baik kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan
maupun kenakalan khusus, demikian juga sebaliknya.
Sikap Orang Tua Dalam Mendidik
Hubungan antara sikap orang tua dalam pendidikan anaknya dengan tingkat kenakalan.
Salah satu sebab kenakalan yang disebutkan pada kerangka konsep di atas adalah sikap
orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya otoriter overprotection
kurang memperhatikan dan tidak memperhatikan sama sekali dalam pendidikan sangat
besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak.
Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya dengan tingkat kenakalan
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau tidak mau
harus berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Adapun yang diharapkan dari
hubungan tersebut adalah serasi, karena keserasian akan menciptakan kenyamanan dan
ketenteraman. Apabila hal itu dapat diciptakan, hal itu meruapakan proses sosialisasi
yang baik bagi anak-anaknya. Mereka yang berhubungan serasi dengan lingkungan
sosialnya bagi keluarga yang kurang dan tidak serasi hubungannya dengan tetangga atau
lingkungan sosialnya mempunyai kecenderungan anaknya melakukan kenakalan pada
tingkat yang lebih berat yaitu kenakalan khusus. dari keluarga yang interaksinya dengan
tetangga kurang atau tidak serasi.

Analisis Hubungan Antara Keberfungsian Sosial Keluarga dengan Kenakalan Remaja


Semakin tinggi tingkat fungsi sosial keluarga, akan semakin rendah tingkat kenakalan
remaja, demikian sebaliknya semakin rendah keberfungsian sosial keluarga maka akan
semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya.Secara jenis kelamin remaja pria lebih
cenderung melakukan kenakalan pada tingkat khusus, walaupun demikian juga remaja
perempuan yang melakukan kenakalan khusus. Dari sudut pekerjaan atau kegiatan
sehari-hari remaja ternyata yang menganggur mempunyai kecenderungan tinggi
melakukan kenakalan khusus demikian juga mereka yang berdagang dan menjadi buruh
juga tinggi kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus. Pemenuhan
kebutuhan keluarga juga berpengaruh pada tingkat kenakalan remajanya, artinya bagi
keluarga yang tiap hari hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan keluarganya seperti
yang orang tuanya bekerja sebagai buruh, tukang, supir dan sejenisnya ternyata anaknya
kebanyakan melakukan kenakalan khusus.
Demikian juga bagi keluarga yang interaksi sosialnya kurang dan tidak serasi anak-
anaknya melakukan kenakalan khusus. Kehidupan beragama keluarga juga berpengaruh
kepada tingkat kenakalan remajanya, artinya dari keluarga yang taat menjalankan
agama anak-anaknya hanya melakukan kenakalan biasa, tetapi bagi keluarga yang
kurang dan tidak taat menjalankan ibadahnya anak-anak mereka pada umumnya
melakukan kenakalan khusus.Hal lain yang dapat dilihat bahwa sikap orang orang tua
dalam sosialisasi terhadap anaknya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kenakalan
yang dilakukan, dengan demikian bagi keluarga yang kurang dan masa bodoh dalam
pendidikan (baca sosialisasi) terhadap anaknya maka umumnya anak mereka melakukan
kenakalan khusus.
BAB III
PENUTUP

Dan akhirnya keserasian hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya juga
berpengaruh pada kenakalan anak-anak mereka. Mereka yang hubungan sosialnya
dengan lingkungan serasi anak-anaknya walaupun melakukan kenakalan tetapi pada
tingkat kenakalan biasa, tetapi mereka yang kurang dan tidak serasi hubungan sosialnya
dengan lingkungan anak-anaknya melakukan kenakalan khusus.
Menurut teori Durkheim kenakalan remaja disebabkan ketidak berfungsian sebuah
organisasi yang dalam hal ini adalah organisasi keluarga, untuk itu solusi yang diambil
yaitu memfungsikan kembali organisasi itu atau keluarga untuk mencegah tingkat
kenakalan remaja tersebut.
Berdasarkan kenyataan itu pula dapat diambil solusi untuk memperkecil tingkat
kenakalan remaja ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu meningkatkan
keberfungsian sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang
berorientasi pada keluarga dan pembangunan sosial yang programnya sangat berguna
bagi pengembangan masyarakat secara keseluruhan Di samping itu untuk memperkecil
perilaku menyimpang remaja dengan memberikan program-program untuk mengisi
waktu luang, dengan meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini terutama
diarahkan pada peningkatan sumber daya manusianya yaitu program pelatihan yang
mampu bersaing dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA

hukumonline.com
wangmuba.com
[MAKALAH] PENGARUH HUKUM DAN POLITIK DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah pada kesempatan ini saya masih bisa di berikan kesehatan oleh Allah
SWT untuk menyusun kembali makalah yang telah menjadi tugas pribadi saya. Makalah ini
berjudul “Pengaruh Hukum Dan Politik Dalam Sistem Hukum Indonesia”.
Saya ucapkan banyak terima kasih Kepada teman-teman yang telah membantu saya dalam
penyusunan makalah ini. Dan juga ucapan terima kasih kepada dosen yang telah
membimbing saya dalam pembuatan makalah ini.
Saya sadar bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangannya karena
keterbatasan referensi. Oleh karena itu, saya sangat menghargai kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah saya selanjutnya.

Penulis,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
C. Rumusan masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pandangan aliran positivis tentang hukum
B. Pengaruh politik dalam pembentukan hukum di indonesia
C. Politik dan politik hukum di indonesia

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

PENGARUH HUKUM DAN POLITIK DALAM


SISTEM HUKUM INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Law is a command of the Lawgiver (hukum adalah perintah dari penguasa), dalam arti
perintah dari mereka yang memiliki kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan.
Demikian John Austin, seperti dikutip oleh Prof Lili Rasyidi. Perdebatan mengenai hubungan
hukum dan politik memiliki akar sejarah panjang dalam ilmu hukum. Bagi kalangan
penganut aliran positivisme hukum seperti John Austin, hukum adalah tidak lain dari produk
politik atau kekuasaan. Pada sisi lain, pandangan berbeda datang dari kalangan aliran
sejarah dalam ilmu hukum, yang melihat hukum tidak dari dogmatika hukum dan undang-
undang semata, akan tetapi dari kenyataan-kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat
dan berpandangan bahwa hukum itu tergantung pada penerimaan umum dalam masyarakat
dan setiap kelompok menciptakan hukum yang hidup.
Memperhatikan perkembangan sistem hukum Indonesia, kita akan melihat adanya ciri-ciri
yang spesifik dan menarik untuk dikaji. Sebelum pengaruh hukum dari penjajahan Belanda
di Indonesia berlaku hukum adat dan hukum Islam yang berbeda-beda dari berbagai
masyarakat adat di Indonesia dari setiap kerajaan dan etnik yang berbeda. Setelah masuk
penjajah Belanda membawa hukumnya sendiri yang sebagian besarnya merupakan
konkordansi dengan hukum yang berlaku di Belanda yaitu hukum tertulis dan perundang-
undangan yang bercorak positivistis. Walaupun demikian Belanda menganut politik hukum
adat (adatrechtpolitiek), yaitu membiarkan hukum adat itu berlaku bagi golongan
masyarakat Indonesia asli dan hukum Eropa berlaku bagi kalangan golongan Eropa yang
bertempat tinggal di Indonesia (Hindia Belanda). Dengan demikian pada masa Hindia
Belanda berlaku pluralisme hukum. Perkembangan hukum di Indonesia menunjukkan
kuatnya pengaruh hukum kolonial dan meninggalkan hukum adat.
Karena itu, dalam melihat persoalan hukum di Indonesia harus dipandang dari kenyataan
sejarah dan perkembangan hukum Indonesia itu. Pada saat sekarang ini terdapat perbedaan
cara pandang terhadap hukum diantara kelompok masyarakat Indonesia. Berbagai
ketidakpuasan atas penegakkan hukum dan penanganan berbagai persoalan hukum
bersumber dari cara pandang yang tidak sama tentang apa yang dimaksud hukum dan apa
yang menjadi sumber hukum. Tulisan ini akan mengkaji permasalahan ini dari sudut
pandang teori positivis yang berkembang dalam ilmu hukum dengan harapan akan
mendapatkan gambaran tentang akar persoalan pembangunan sistem hukum Indonesia
pada masa mendatang.

B. TUJUAN

Berbagai pandangan masyarakat tentang hukum dan semuanya itu sudah jelas berbeda.
Oleh karena itu, tujuan dalam pembuatan makalah ini salah satunya adalah mempersatukan
pola pikir masyarakat Indonesia yang selama ini memberikan anggapan bahwa penegakkan
hukum dan penanganan berbagai persoalan hukum bersumber dari cara pandang yang tidak
sama tentang apa yang dimaksud hukum dan apa yang menjadi sumber hukum di Indonesia
tidak berjalan sebagai mana yang telah di tetapkan dalam Undang-Undang yang menjadi
landasan atau aturan yang mengatur hukum itu sendiri. Marilah kita mengkaji bersama,
seberapa kuatkah hukum itu di Indonesia.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Menjelaskan Pandangan aliran positivis tentang hukum


2. Menjelaskan Politik dan politik hukum di indonesia
3. Menjelaskan Pengaruh politik dalam pembentukan hukum di indonesia

You might also like