You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tenaga Kerja Indonesia yang ada di luar negeri khususnya dikawasan Timur Tengah dan
sebagian wilayah Asia setiap tahun jumlahnya bertambah diantaranya Tenaga Kerja
Wanita (TKW) khususnya perempuan bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT),
dan hanya sepertiganya yang bekerja diluar sektor rumah tangga karena persoalan
kualifikasi dan keterampilan. Tenaga Kerja Indonesia adalah tenaga kerja yang dapat
bekerja dengan sopan, baik, serta memiliki akhlak yang baik sehingga bisa diterima
dengan baik oleh masyarakat luar negeri. Hanya saja keterbatasan komunikasi dan
ketidaktahuan alat‐alat rumah tangga yang dipergunakan, dan situasi rumah yang
menimbulkan persoalan bagi TKI sehingga menimbulkan kekerasan dan pelecehan yang
selama ini kerap terjadi kepada TKI. Seperti saat ini berita yang tengah hangat
dibicarakan tentang TKI asal Garut yang menjadi korban kekerasan di Malaysia sehingga
menjadi konflik yang mendapat sorotan dari berbagai pihak, atau terkuaknya kembali
kasus‐kasus kekerasan dan pemerkosaan yang menyebabkan banyak tenaga kerja yang
kembali lagi ke Indonesia tidak bisa melakukan apapaun karena cacat, selain dari cacat
tubuh yang lebih mengkhawatirkan lagi cacat mental. Selain itu TKI yang mendapat
kekerasan dan pelecehan itu tidak mendapat upah sepeserpun oleh majikan selama
bekerja. Apakah tidak berharganya tenaga kerja asal Indonesia ? Hal ini yang membuat
geram siapapun yang menyaksikan pemandangan yang meyedihkan dikala keluarga
menanti kabar dan mengharapkan kehidupan yang lebih layak, mereka pulang dengan
membawa luka yang sangat dalam bahkan hilang ingatan. Mereka malu, sedih, bingung,
sakit karena bukan kebahagiaan yang keluarga mereka dapatkan tapi kekhawatiran dan
kesedihan yang dalam Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah saat ini ? memberikan
hak perlindungan TKI yang lebih atau Pemerintah harus mempunyai sistem monitoring
terhadap siapa saja warga Negara Indonesia, khususnya TKI perempuan untuk bisa lebih
dipantau secara berkala. Mereka harus melaporkan keberadaannya dan perkembangan
pekerjaannya, dan uapaya ini untuk menciptakan sistem perlindungan bagi TKI. Jika
Pemerintah bisa mencegah agar TKI perempuan tidak berangkat merantau dalam kondisi
yang belum ada perbaikan, itu lebih baik. Tentu dengan catatan bahwa lapangan kerja di
dalam negeri harus dipermudah, sehingga kelebihan TKI tidak tersedot keluar, tetapi
terserap dalam pasar tenaga kerja dalam negeri. Kekerasan terhadap TKI perempuan juga
tanggung jawab bidang industri, pertanian, pariwisata, perdagangan dan lain‐lain untuk
menyerap TKI dan bisa menghidupi keluarganya di Negeri sendiri. Karena itulah penulis
menganggap bahwa perlindungan terhadap TKI harus ditegakkan dan menulis makalah
ini

1.2 Pokok Permasalahan


Adapun pokok permasalahan dalam kasus ini adalah:
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap TKI yang ada sekarang ini?
2. Apakah perlindungan yang ada sudah memadai?
BAB II
ISI

2.1 Contoh Kasus1

LAMPUNG (Pos Kota) – TKI asal Bakauheni, Lampung Selatan, yang bekerja jadi
pembantu rumah tangga di Malaysia tewas dengan kondisi mengenaskan, hidung sompel,
tangan kanan dan tangan kiri lebam menghitam. Korban tiba di Rumah Sakit Umum
Daerah Abdoel Moeluk, Bandarlampung pada pukul 20.30 WIB.
Korban, Juta Wiyanah ,20, bekerja di negeri jiran sejak tahun 2008 hingga dipulangkan
pada Jum’at (26/11) malam dengan kondisi sudah tidak bernyawa. Ayah korban,
Amirudin ,50, meminta agar jenazah anaknya diotopsi yang akan dilakukan pihak Rumah
Sakit pada pukul 23.00 WIB.
Jenazah korban sejak datang sudah masuk ruang otopsi. Pda tubuh korban ditemukan
banyak luka lebam, kepala, hidung sampai sompel,, lebam menghitam di kaki dan tangan.
Pertama kali Amirudin mendapat kabar pada Rabu (24/11) Juta Wiyana meninggal dari
Adi Rahmat ,23, kakak Juta yang bekerja di kapal. Juta Wiyana anak nomor dua yang
sejak 2008 menjadi TKI di Malaysia. Tidak percaya nkabar yang diterimanya, Amirudin
menghubungi majikan anaknya dan mengatakan bahwa Juta sakit inpeksi otak hingga
meninggal di rumah sakit. Kata majikan jenazah Juta akan diterbangkan pada Jum’at
(26/11).
Amirudin lalu mempersiapkan dii menyambut jenazah putrinya tapi ketika diperiksa
ternyata banyak sekali luka lebam bahkan hidung putrinya sompel.”Saya minta agar
kematian anak saya diselidiki karena anak saya bukan sakit tapi dianiaya hingga tewas”,
kata Amir. (koesma/B)

1
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/11/26/tki-asal-lampung-tewas-dianiaya-di-malaysia
2.2 Perlindungan Hukum terhadap Buruh Perempuan
Negara kita sesungguhnya telah memiliki seperangkat aturan untuk mengatur bidang
ketenagakerjaan. Selain payung hukum UU No. 13/ 2003 tentang Ketenagakerjaan,
terdapat berbagai payung hukum yang dapat dijadikan acuan dalam melindungi buruh,
khususnya buruh perempuan. Perlindungan hukum tersebut antara lain diatur dalam
undang-undang nasional, yaitu:

1. Undang-undang Dasar 1945 pasal 27, ayat 2 yang berbunyi: “


Tiap- tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.

2. Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13/2003:


Perlindungan terhadap marjinalisasi perempuan terdapat pada pasal 5 dan 6; terhadap
diskriminasi upah terdapat pada pasal 88-89; terhadap fungsi reproduksi biologis
perempuan terdapat pada pasal 81-82; terhadap kekerasan seksual terdapat pada pasal 86
ayat 1; terhadap diskriminasi dalam organisasi buruh terdapat dalam pasal 119-121.

3. Undang-Undang No.7/1984 mengenai penghapusan segala bentuk\diskriminasi


terhadap perempuan, khususnya pada pasal 11 tentang menghapusan diskriminasi
terhadap perempuan di lapangan pekerjaan.

4. Konvensi ILO No.100 tentang Kesetaraan Upah (Undang-Undang No.80/1957).


Kesetaraan upah dalam UU ini adalah kesetaraan upah bagi laki-laki dan perempuan
untuk pekerjaan yang setara nilainya mengacu pada tingkat upah yang ditetapkan tanpa
diskriminasi jenis kelamin.

5. Konvensi ILO No. 111 tentang Anti-Diskriminasi Jabatan dan


Pekerjaan (Undang-Undang No.21/1999). Di dalam peraturan ini, yang disebut
diskriminasi adalah:
a) Semua bentuk pembedaan, pelarangan, atau preferensi yang berdasar pada ras, warna
kulit, jenis kelamin, agama, pandangan
politis, keturunan atau daerah asal, yang mengakibatkan peniadaan atau penghalangan
kesetaraan kesempatan atau perlakuan dalam hal pekerjaan atau jabatan;

b) Pembedaan, pelarangan, atau preferensi lain sejenis yang mengakibatkan peniadaan


atau penghalangan kesetaraan kesempatan atau perlakuan dalam hal pekerjaan dan
jabatan, akan ditentukan oleh Anggota yang bersangkutan setelah melakukan konsultasi
dengan perwakilan organisasi pemberi kerja dan pekerja yang ada, dan dengan badan-
badan lain yang terkait.

c) Untuk tujuan Konvensi ini, istilah pekerjaan dan jabatan termasuk di dalamnya akses
mendapatkan pendidikan kejuruan (training), akses pada pekerjaan dan jabatan tertentu,
serta syarat dan kondisi pekerjaan.Perlindungan Buruh Perempuan dan Kebijakan
Ketenagakerjaan Indonesia 119

Dengan adanya payung hukum, yaitu UUD 45, dan berbagai konvensi yang mengatur
anti diskriminasi terhadap perempuan, UU No. 13/ 2003 harus mengacu pada peraturan-
peraturan tersebut. Akan tetapi, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, UU No. 13/
2003 banyak dikeluhkan oleh kalangan organisasi buruh karena dinilai tidak memihak
kepentingan mereka. Diskriminasi terhadap perempuan juga cenderung terus terjadi. Pada
bagian selanjutnya akan diuraikan proses politik pembuatan kebijakan UU No. 13/ 2003
untuk memahami pertarungan kepentingan dalam pembuatan kebijakan tersebut

Hak Dan Kewajiban Pekerja

Hak-hak Pekerja Menurut Darwan Prints, yang dimaksud dengan hak di sini adalah
sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau
status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau
jasa yang harus dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya.2

Mengenai hak-hak bagi pekerja adalah sebagai berikut :

1) Hak mendapat upah/gaji (Pasal 1602 KUH Perdata, Pasal 88 s/d 97 Undang-undang
No. 13 Tahun 2003; Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan
Upah);

2) Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 4 Undang-
undang No. 13 Tahun 2003);

3) Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan kemampuannya (Pasal 5
Undang-undang No. 13 Tahun 2003);

4) Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian
dan keterampilan lagi ( Pasal 9 – 30 Undang-undang No. 13 Tahun 2003);

5) Hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang


sesuai dengan martabat manusia dan moral agama (Pasal 3 Undang-undang No. 3 Tahun
1992 tentang Jamsostek);

6) Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja (Pasal 104 Undang-
undang No. 13 Tahun 2003 jo. Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh ) ;

7) Hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja 12 (dua
belas) bulan berturut-turut pada satu majikan atau beberapa majikan dari satu organisasi
majikan (Pasal 79 Undang-undang No. 13 Tahun 2003);

2
Darwan Prints, “Hukum Ketenagakerjaan Indonesia”, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000. hal. 23.
8) Hak atas upah penuh selama istirahat tahunan ( Pasal 88 – 98 Undangundang No. 13
Tahun 2003);

9) Hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat diputuskan
hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikitdikitnya enam bulan terhitung
dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir; yaitu dalam hal bila hubungan
kerja diputuskan oleh majikan tanpa alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh buruh,
atau 76 oleh buruh karena alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh Majikan (Pasal
150 – 172 Undang-undang No. 13 Tahun 2003);

10)Hak untuk melakukan perundingan atau penyelesaian perselisihan hubungan


industrial melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan penyelesaian melalui
pengadilan (Pasal 6 – 115 Undang-undang No. 2 Tahun 2004)

Menurut Konvensi ILO 1948 ada empat macam hak tenaga kerja yaitu hak berserikat;
hak berunding kolektif; hak mogok, dan hak mendapat upah.

1.2. Kewajiban Pekerja


Di samping mempunyai hak-hak sebagaimana diuraikan di atas, tenaga kerja juga
mempunyai kewajiban sebagai berikut :
1) Wajib melakukan prestasi/pekerjaan bagi majikan;

2) Wajib mematuhi peraturan perusahaan;

3) Wajib mematuhi perjanjian kerja;

4) Wajib mematuhi perjanjian perburuhan;

5) Wajib menjaga rahasia perusahaan;

6) Wajib mematuhi peraturan majikan;


7) Wajib memenuhi segala kewajiban selama izin belum diberikan dalam hal ada
banding yang belum ada putusannya.

Inti masalah dari perlindungan terhadap TKI terletak pada tidak terulangnya kembali
penganiayaan ataupun perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI. Kalaupun
peristiwa tersebut terulang kembali, mekanisme di negara setempat dapat memastikan
ganjaran yang setimpal bagi para pelakunya. Ganjaran yang sesuai pada gilirannya juga
akan mencegah para majikan untuk melakukan tindakan serupa. Di samping itu, para TKI
yang dianiaya harus mendapatkan kompensasi atas derita yang dialaminya. Hak-hak
sebagai TKI pun harus bisa dipenuhi. Ketika peristiwa penganiayaan terhadap TKI
mencuat ke publik, pemerintah selalu mendapat kritik oleh banyak pihak. Pemerintah dan
perwakilan Indonesia dianggap kurang maksimal memberikan perlindungan dan tidak
tegas dalam penyelesaian, baik di tingkat proses hukum maupun pembicaraan di tingkat
antarpemerintah. Harus diakui pemerintah telah melakukan upaya dalam perlindungan
TKI, khsusnya di Malaysia. Pada 2006 pemerintah telah membuat suatu Memorandum of
Understanding (MoU) dengan Pemerintah Malaysia. Judulnya, the Recruitment and
Placement of Indonesian Domestic Workers. Sementara para aktivis TKI mendesak
pemerintah segera meratifikasi The International Convention on the Protection of the
Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families (Konvensi Pekerja
Migran). Ratifikasi diharapkan menjadi suatu solusi. Bila menilik pada MoU tahun 2006,
kelemahan dari MoU tersebut adalah sama sekali tidak ditujukan untuk memberi
perlindungan kepada TKI di Malaysia. Ada sejumlah kelemahan dari MoU. Pertama,
substansi MoU tidak mengatur TKI secara keseluruhan. TKI yang diatur hanyalah
mereka yang masuk kategori sebagai pramuwisma (domestic workers). Kedua, MoU
tidak mengatur tentang hal-hal yang terkait dengan perlindungan para pramuwisma.
Tidak ada satu pasal pun yang secara spesifik mengatur hak pramuwisma bila mereka
mengalami penganiayaan ataupun perlakuan yang merendahkan martabat manusia. MoU
hanya berpihak pada kepentingan Malaysia yaitu lebih pada pengaturan syarat dan
mekanisme bagi pengiriman pramuwisma. MoU sama sekali tidak mengakomodasi
kepentingan Indonesia berupa perlindungan hukum bagi pramuwisma. Sementara
meratifikasi Konvensi Pekerja Migran juga mengandung sejumlah kelemahan. Salah satu
yang utama dan mendasar adalah kenyataan bila Indonesia meratifikasi, belum tentu
negara-negara penerima TKI akan meratifikasi. Perlu diketahui Konvensi ini akan efektif
memberi perlindungan jika negara penerima TKI juga meratifikasi. Bila tidak maka efek
yang diharapkan tidak akan terwujud. Bagi negara penerima TKI banyak alasan bagi
mereka untuk tidak meratifikasi. Mulai dari masalah kedaulatan yang tidak mau
diintervensi melalui perjanjian multilateral hingga Konvensi tidak memberi keuntungan.
Belum lagi negara penerima TKI tidak hanya menerima pekerja migran dari Indonesia.
Sebagai contoh, di Malaysia dan Singapura para pekerja migran juga berasal dari
Bangladesh, Filipina, dan lain sebagainya. Meratifikasi Konvensi Pekerja Migran berarti
harus memberi hal yang sama kepada semua pekerja migran, tanpa melihat asal
negaranya. Ini akan dianggap memiliki konsekuensi yang banyak dan besar.

Kabar gembira bagi TKI (Tenaga Kerja Indonesia), karena telah tertandatangani
perjanjian Letter of Intent (LoI) oleh Pemerintah RI dengan Pemerintah Malaysia.3
Perjanjian ini berisikan perlindungan hukum bagi TKI yang bekerja di Malaysia.
Perjanjian yang dilangsungkan di Kantor PM Malaysia di kawasan Putrajaya Malaysia ini
dihadiri oleh kedua kepala negara Indonesia dan Malaysia, hadir pula para menteri-
menteri kedua negara yang ikut mendampingi Presiden SBY dan Perdana Menteri
Malaysia Datuk Seri Mohammad Najib bin Tun Haji Abdul Razak . Sebelumnya kita
sering mendengar TKI sering mendapatkan perlakuan tidak manusiawi di berbagai negara
seperti tidak digaji, disiksa, diperkosa, atau pulang di dalam peti mati. Sungguh miris
nasib TKI kita mendengar berita tersebut. Usaha pemerintah RI untuk memberikan
perlindungan hukum bagipahlawan devisa negara ini sebelumnya tidak didukung oleh
pemerintah Malaysia, bahkan permintaan perjanjian perlindungan hukum ini ditolak oleh
pemerintah Malaysia. Namun akhirnya setelah beberapa lama akhirnya Malaysia bersedia
memberikan perlindungan bagi TKI yang bekerja di negara jiran tersebut.

Berikut isi kesepakatan LoI yang ditandatangani yang tidak diterima sebelumnya oleh
TKI :

1. Pembantu rumah tangga (PRT) diberikan satu hari libur dalam seminggu,

3
http://joyhomework.wordpress.com/2010/05/20/akhirnya-tki-mendapatkan-perlindungan-hukum-di-
malaysia/
2. Kedua belah negara mengawal dan mengawasi gaji sesuai dengan harga pasaran
yang ada,
3. Paspor PRT harus dipegang langsung oleh PRT yang bersangkutan, tidak seperti
selama ini, dan
4. Biaya penempatan PRT harus disepakati oleh kedua negara.

Penandatangan perjanjian ini merupakan langkah awal untuk semakin meningkatkan


perlindungan kepada TKI kita khususnya yang di sektor domestik, selanjutnya
pemerintah akan segera menindaklanjuti kesepakatan dalam LoI dengan langkah-langkah
kongkret di dalam negeri dan di Malaysia. Semoga dengan perjanjian ini para TKI
mendapatkan perlakuan yang jauh lebih baik dari sebelumnya dan semoga pemerintah
Malaysia dan warganya mengindahkan perjanjian ini sehingga kemakmuran TKI akan
lebih meningkat
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan analisa di atas sebenranya sudah ada pasal-pasal yang berguna untuk
menjamin perlindungan TKI di Indonesia. Namun Negara ini belum cukup menjalankan
pasal-pasal tersebut sehingga sering terjadi banyak penyimpangan dan akhirnya jatuh
korban. TKI sebagai salah satu devisa Negara seharusnya dijamin perlindungannya dan
juga dijaga dengan baik. Dengan adanya letter of intent yang telah ditanda tangan
seharusnya lebih menjamin lagio hak hak para TKI sehingga kejadian seperti kasus di
atas tidak terulang lagi. Pemerintah sebagai agen yang paling berkuasa dalam hal ini
seharusnya lebih waspada dan tegas dalam menindak kasus kasus seperti ini sehingga
dapat lebih menunjukkan kepada banyakn pihak bahwa mereka memperjatikan
kesejahteraan para TKI yang bekerja di luar negeri.

You might also like