Professional Documents
Culture Documents
YANG BERBEDA AGAMA UANG HASIL SEWA RUMAH YANG DIPAKAI
UNTUK NATALAN DAN KRITERIA PERUMAHAN ISLAMI
Pertanyaan Dari:
Saudara Ali Samiaji, Jl. Salam Raya Nomor 80 Rawabelong, Kebon Jeruk,
Sukabumi Utara, Jakarta Barat
Pertanyaan:
Pertanyaan Pertama:
1. Orang tua yang muslim haruskah tetap memberi nafkah kepada anaknya yang
non muslim?
2. Apakah suami yang non muslim tetap harus memberi nafkah kepada anak dan
istrinya yang muslim?
Pertanyaan Kedua:
Suami non muslim haruskah memberi hibah, wakaf, hadiah, kepada anak dan
istrinya yang non muslim sebelum suami meninggal, sebab suami harus memenuhi
kebutuhan anak istri? Bagaimana pula dengan sabda Nabi saw yang menyatakan
bahwa seorang muslim tidak memberi warisan kepada orang kafir dan sebaliknya?
Pertanyaan Ketiga:
Ayah saya mempunyai rumah di Bintaro yang sekarang sedang disewakan/
dikontrakkan. Rencananya rumah tersebut akan diwariskan kepada adik saya nomor
dua. Halalkah uang hasil sewa itu apabila diberikan kepada saya dan adik saya
nomor tiga, dan bukannya untuk adik saya yang nomor dua yang rencananya akan
mewarisi rumah tersebut?
Pertanyaan Keempat:
Kami punya usaha rumah kontrakan, kemudian ada dua masalah yang kami
temui. Pertama, salah satn rumah dihuni oleh keluarga muslim tetapi karena
terbatasnya kamar maka anakanaknya yang lakilaki dan perempuan dicampur
dalam satu kamar. Kedua, rumah lain yang dihuni oleh keluarga non muslim dan
rumah itu suka dipakai kebaktian dan peringatan Hari Natal. Yang menjadi
pertanyaan, halalkah kami menerima uang sewa dari mereka?
Pertanyaan Kelima:
Ayah saya membuat rumah pribadi milik keluarga muslim. Suatu hari saya
membaca bahwa di Tangerang ada perumahan islami. Saya jadi bertanyatanya
adakah nash alQur’an maupun alHadis yang menyinggung tentang perumahan
islami? Apabila ada halalkah upah yang diterima oleh ayah saya sebagai tenaga
ahlinya? Karena ayah saya hanya membuat rumah tanpa memperhatikan apakah
rumah itu islami atau tidak, yang jelas pemilik rumah itu seorang muslim.
Jawaban:
Jawaban Pertanyaan Pertama:
Sebabsebab yang mewajibkan natkah ada tiga:
1. Sebab keturunan. Oleh karena itu wajib atas orang tua memberi nafkah kepada
anak. Syarat wajibnya itu apabila anak masih kecil atau sudah besar tetapi belum
mempunyai penghasilan. Sebaliknya anak yang mampu wajib memberi nafkah
kepada kedua orang tuanya apabila keduanya tidak kuat lagi berusaha dan tidak
mempunyai harta. Allah berfirman:
$u‹÷R‘‰9$# ’Îû $yJßgö6Ïm$|¹ur
[ 15 :( 31 ) ﻟﻘﻤﺎﻥ ] ( $]ùrã•÷ètB
Artinya: “dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” [QS. Luqman (31):
15]
Menurut ayat di atas sekalipun antara anak dan orang tua berbeda
keyakinan agama, namun anak harus tetap bersikap santun kepada orang tuanya.
2. Sebab perkawinan. Diwajibkan atas suami memberi nafkah kepada istrinya.
Allah berfirman:
£`ÍköŽn=tã “Ï%©!$# ã@÷WÏB £`çlm;ur
[ 228 :( 2 ) ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ] 4 Å$rá•÷èpRùQ$$Î/
Artinya: “dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf.” [QS. alBaqarah (2): 228]
3. Sebab pemilikan. Seseorang yang memiliki binatang wajib atasnya memberi
nafkah (makanan) dan wajib menjaganya.
Dari uraian di atas bisa dicermati bahwa nafkah itu diwajibkan sesuai dengan
kemampuan masingmasing dan perbedaan agama tidak menggugurkan kewajiban
nafkah, sebagaimana Allah berfirman:
`ÏiB 7pyèy™ rèŒ ÷,ÏÿYã‹Ï9
Ïmø‹n=tã u‘ωè% `tBur ( ¾ÏmÏFyèy™
!$£JÏB ÷,ÏÿYã‹ù=sù ¼çmè%ø—Í‘
[ 7 :( 65 ) ﺍﻟﻄﻼﻕ ] 4 ª!$# çm9s?#uä
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya,
dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya.” [QS. athThalaq (65): 7]
(Lihat asSayyid Sabiq, Fiqh asSunnah, Bairut: Dar alKitab al‘Arabi, 1971), III:
562563)
Jawaban Pertanyaan Kedua:
Hibah, wakaf dan hadiah berbeda dengan warisan, masingmasing mempunyai
ketentuannya. Pihak pemberi hibah, wakaf dan hadiah tidak disyaratkan harus
muslim. Tetapi syarat yang pokok ialah:
1. Barang yang akan diberikan itu adalah miliknya si pemberi
2. Si pemberi harus sudah balig dan atas kemauan sendiri
Kemudian dari segi waktu, barang itu diberikan ketika si pemberi masih hidup.
Adapun warisan, terdapat halhal yang akan menghalangi penerimaan warisan,
salah satunya ialah perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris. Hal ini
sebagaimana sabda Nabi saw:
Artinya: “Orang Islam tidak mewarisi dari orang kafir dan orang kafir tidak
mewarisi dari orang Islam” [Hadis riwayat alBukhariMuslim]
Dari segi waktu harta warisan baru dibagi setelah pewaris meninggal dunia.
Oleh karena itu sesuai dengan pertanyaan saudara “haruskah memberi hibah
…”, harus dihindari, sebab hibah, wakaf dan hadiah adalah suatu perbuatan baik
disertai kemauan sendiri, bukan merupakan perbuatan wajib. Hanya saja apabila
suami isteri masingmasing mengetahui konsekuensi hukum dari perkawinan beda
agama, maka memberi hibah kepada anak istri yang berbeda agama itu merupakan
alternatif yang baik. Hibahnya itu bisa berupa rumah, tanah, uang atau barangbarang
yang lain.
Jawaban Pertanyaan Ketiga:
Di dalam Islam, harta warisan itu dibagi setelah pewaris meninggal dunia,
apabila dibagi ketika pewaris masib hidup, namanya hibah. Di dalam hukum waris
Islam, para ahli wamis ada yang sudah ditentukan bagiannya masingmasing sesuai
dengan kedudukannya dalam keluarga, misal anak, ibu, saudari dan lainlain.
Sehubungan dengan kalimat pertanyaan saudara yang berbunyi “akan
diwariskan …”, perlu diketahui bahwa di dalam fiqh Islam ada dibahas tentang ijab
dan qabul yang berbentuk perkataan yang salah satu syaratnya adalah menggunakan
kata kerja masa lampau. Oleh karena itu jika menggunakan kata “akan” yang
mengiringi kata kerja, ini hanya merupakan bentuk janji akad, maka belum dikatakan
“akad” menurut syara’, dan akadnya itu tidak sah, sehingga belum berfungsi
memindahkan hak milik kepada orang lain. Rumah itu masih milk orang tua saudara.
Uang sewa yang diberikan kepada anakanaknya merupakan pemberian. Menurut
tuntunan Islam apabila orang tua memberi kepada anakanaknya, seharusnya
disamaratakan di antara anakanak. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas:
Artinya: “Samakanlah dalam pemberian kepada anakanakmu, jika kamu akan
melebibkan kepada salab seorang, lebihkanlah yang perempuan.” [Hadis Riwayat
atTabrani dan alBaihaqi]
AsSayyid Sabiq secara tegas mengatakan bahwa tidak dihalalkan bagi
seseorang melebihkan pemberian di antara anakanaknya, karena hal itu mengandung
usaha menaburkan benih permusuhan serta dapat memutuskan hubungan silaturahim
(AsSayyid Sabiq, Fiqh asSunnah, III: 544).
Jawaban Pertanyaan Keempat:
Sewa menyewa di dalam fiqh Islam disebut dengan ijarah dan ijarah dianggap
sah apabila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
1. Adanya kerelaan antara kedua belah pihak.
2. Mengetahui dengan pasti akan manfaat obyek sewa menyewa, seperti sifatnya,
jenis dan waktunya.
3. Manfaat yang dijadikan obyek bisa dipenuhi.
4. Obyek akad bisa diserahterimakan dan mengandung manfaat.
5. Manfaat itu harus mubah.
Kemudian dari segi penggunaannya, pihak penyewa berhak menggunakan
barang sewa untuk menikmati manfaatnya sesuai kebiasaan penggunaan barang sewa
tertentu atau sesuai dengan perjanjian dengan pihak pemilik barang sewa. Oleh
karena itu sewa menyewa yang telah memenuhi kriteria ini sah hukum sewa
menyewa itu dan halal uang hasil sewanya. Contoh sewa menyewa yang tidak sah:
menyewakan rumah untuk tempat judi, tempat pelacuran dan perbuaran maksiat
lainnya. Hal ini tidak sah karena telah melanggar salah satu syarat sahnya ijarah,
yakni manfaat itu harus mubah. Oleb karena itu kasus keluarga muslim yang
mencampur anak lakilaki dan perempuannya dalam satu kamar tidaklah sampai
pada hukum haram, dengan alasan:
1. Kondisi rumah yang kecil sehingga tidak memungkinkan mencapai derajat ideal
setiap anak satu kamar, lebihlebih rumah sewaan/kontrakan pihak penyewa tidak
boleh seenaknya membangun kamar tanpa seijin pemilik.
2. Mereka yang tidur satu kamar sekalipun lakilaki dan perempuan tetapi kakak
beradik yang dalam bahasa agamna adalah samasama mahram (orang yang
haram dinikahi) dan jika mengacu kepada surat anNur ayat 31 sampaipun jika
nampak auratnya antara mereka tidaklah berdosa.
ÏM»uZÏB÷sßJù=Ïj9 @è%ur
£`ÏdÌ•»|Áö/r& ô`ÏB z`ôÒàÒøótƒ
Ÿwur £`ßgy_rã•èù z`ôàxÿøts†ur
$tB žwÎ) £`ßgtFt^ƒÎ— šúïωö7ãƒ
tûøóÎŽôØu‹ø9ur ( $yg÷YÏB t•ygsß
( £`ÍkÍ5qãŠã_ 4’n?tã £`ÏdÌ•ßJ胿2
žwÎ) £`ßgtFt^ƒÎ— šúïωö7ムŸwur
÷rr& ÆÎgÏFs9qãèç7Ï9
Ïä!$t/#uä ÷rr& ÆÎgͬ!$t/#uä
÷rr& ÆÎgÏGs9qãèç/
Ïä!$oYö/r& ÷rr& ÆÎgͬ!$oYö/r&
£`ÎgÏRºuq÷zÎ) ÷rr& ÆÎgÏGs9qãèç/
:( 24 ) ﺍﻟﻨﻮﺭ ] ÆÎgÏRºuq÷zÎ) ûÓÍ_t/ ÷rr&
[ 31
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau puteraputera mereka, atau puteraputera suami
mereka, atau saudarasaudara lakilaki mereka, atau puteraputera saudara
lelaki mereka, … ” [QS. anNur (24): 31]
Adapun keluarga non muslim yang suka melakukan kebaktian (semacam
pengajian, red.) dan Natalan, harus juga disadari bahwa sewa menyewa rumah itu
artinya pihak penyewa telab membeli manfaat rnmah itu untuk ditempati termasuk
untuk melaksanakan ajaran agamanya (Nasrani) secara wajar, lebihlebih agama ini
diakui keberadaannya oleh negara kita dan juga oleh Islam sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa sewa menyewa yang saudara lakukan itu sah karena
tidak ada indikasi pelanggaran syarat sahnya ijarah. Oleh karena itu pula uang
imbalan/sewa yang saudara terima itu halal. Demikian juga bahwa di dalam
bermu’amalah seperti jual beli, sewa menyewa dan sebagainya, Islam tidak
membatasi dengan batasbatas agama tertentu. Namun demikian apabila jiwa saudara
merasa tidak tenang, karena sikap penyewa yang demikian itu maka lebih baik tidak
memperpanjang kontrakannya.
Jawaban Pertanyaan Keempat:
Tidak mudah kita mengatakan bahwa kawasan perumahan ini islami atau tidak
islami, karena yang dimaksud dengan islami itu apakah bentuk arsitektur perumahan,
atau desain interiornya atau lingkungan kawasan perumahan atau yang lainnya. Dan
ini semua ada kaitannya dengan masalah budaya dalam artian bagaimana ajaran
Islam diterjemahkan ke dalam aspek budaya. Oleh karena itu sangat tergantung
kepada kedalaman seseorang di dalam memahami ajaran Islam yang ia tuangkan ke
dalam simbolsimbol arsitektur atau interior atau lingkungan.
Pertanyaan saudara tentang nash alQur’an atau alHadis yang langsung
menunjuk kepada perumahaman islami, pengasuh Rubrik Fatwa Agama belum
menemukan, akan tetapi jika dimaksudkan adalah normanorma atau prinsipprinsip
yang mengarah kepada kondisi islami, banyak sekali bisa ditemukan di antaranya
ialah:
Artinya: “Diriwayatkan dari Asim bin Amr, berkatalah Umar ra.: Aku
bertanya kepada Rasulullah saw lalu beliau bersabda: “Adapun shalatnya
seseorang di rumahnya merupakan cahaya, maka terangilah rumahmu dengan
salat.” [HR. Ibnu Majah]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi saw, beliau
bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong
meskipun seberat atom”. Seseorang bertanya, sesungguhnya ada orang yang
menyukai agar pakaian dan sandalnya nampak bagus. Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu indah, mencintai keindahan dan kesombongan itu adalah
orang yang mengingkari kebenaran dan meremehkan orang lain”.” [HR. Muslim]
Zwu”\ãB ÓÍ_ø9Ì“Rr& Éb>§‘ @è%ur
çŽö•yz |MRr&ur %Z.u‘$t7•B
[ 29 :( 23 ) ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻮﻥ ] tû,Î!Í”\ßJø9$#
Artinya: “Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang
diberkati, dan Engkau adalah sebaikbaik yang memberi tempat.” [QS. alMu'minun
(23): 29]
Artinya: “Ada tujhh macam amal usaha yang pahalanya tetap mengalir kepada
seorang hamba meskipun dia sudah meninggal; mengajarkan ilmu, mengalirkan
sungai, menggali sumur, menanam pohon kurma, mendirikan masjid, mewariskan
kitab suci dan meninggalkan anakanak yang memohon ampun baginya sesudah
meninggal.” [HR. alBazar]
Dari kutipan nash di atas dapat disimpulkan bahwa prinsipprinsip/norma
norma sebuah rumah atau lingkungan yang islami antara lain:
1. Rumah yang senantiasa diperdengarkan di dalamnya ayatayat alQur’an.
2. Rumah yang tersedia ruangan untuk melaksanakan salat.
3. Rumah yang tetap menjaga kebersihan dan keindahan.
4. Rumah yang senantiasa mencerminkan nuansa agamis misalnya interior rumah
ada kaligrafi atau doadoa yang mengingatkan penghuninya selalu ingat kepada
Allah.
5. Dalam skup kawasan perumahan terdapat tempat untuk proses belajar mengajar,
parit untuk mengalirkan air, sumber air minum, pohonpohon perindang,
perpustakaan dan lingkungan yang kondusif untuk pendidikan generasi muda,
dan lainlain
Yang jelas bukanlah satusatunya klaim bagi perumahan di Tangerang yang
menyebut dirinya islami, sebab nama itu bukan hanya label tetapi bagaimana
hakekatnya, sehingga saudara pun bisa menyebut rumah yang dibuat oleh ayah
sandara itu juga islami. Di samping telah disebutkan di atas bisa juga diukur dengan
beberapa prinsip misalnya dari cara mendirikan tetap memperhatikan lingkungan
sekitar, dibangun di atas tanah yang diperoleh secara halal, dalam membangun tetap
memperhatikan aturan main yang dibenarkan, bahan dan pengolahannya sesuai
dengan perjanjian (jika berhadapan dengan pemesan), apabila membuat sendiri untuk
dijual, rumah itu tidak mengecewakan pembeli, dan sebagainya. Secara global bisa
dikatakan bahwa perumahan itu islami jika tetap mengacu kepada prinsip benar, baik
dan indah.
Wallahim a’lam.