You are on page 1of 4

SARANA PERMUKIMAN DI KOTA MANADO:

http://veronicakumurur.blogspot.com/2006/08/sarana-permukiman-di-kota-manado.html

Oleh: Veronica A. Kumurur

PENDAHULUAN

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan {Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Bab I, Pasal 1 (5)}. Permukiman yang dimaksudkan
dalam Undang-undang ini mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian
dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat
kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat
berdaya guna dan berhasil guna.

Prasarana yang harus dilengkapi di dalam kawasan hunian ini adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya, seperti: (1) jaringan jalan
untuk mobilitas manusia dan angkutan barang, mencegah perambatan kebakaran serta untuk menciptakan
bangunan yang teratur; (2)jaringan saluran pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah untuk
kesehatan lingkungan ; (3)jaringan saluran air hujan untuk pematusan (drainase) dan pencegahan banjir
setempat.
Ada pula ketentuan pada pasal ini bahwa apabila tidak terdapat air tanah sebagai sumber air bersih, jaringan air
bersih merupakan sarana dasar.

Sarana lingkungan yang semestinya ada di dalam kawasan lingkungan ini adalah fasilitas penunjang, yang
berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Fasilitas
penunjang ini dapat meliputi aspek ekonomi yang antara lain, tersedianya bangunan perniagaan atau
perbelanjaan yang tidak mencemari lingkungan, sedangkan fasilitas penunjang yang meliputi aspek sosial
budaya, antara lain berupa bangunan pelayanan umum dan pemerintah, pendidikan dan kesehatan, peribadatan,
rekreasi dan olahraga, pemakaman dan pertamanan.

Jadi kawasan permukiman tidak saja hanya sebagai lingkungan tempat tinggal, tapi juga sebagai sarana tempat
berlangsungnya proses kehidupan manusia yang menentukan kualitas dari suatu komunitas manusia saat ini
bahkan manusia yang akan datang (future generation). Untuk itu pula perumahan (hunian) dan permukiman
(kawasan hunian) perlu penataan, dimana penataan ini bertujuan untuk: (a)memenuhi kebutuhan rumah sebagai
salah satu kebutuhan dasar manusia (basic needs), dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
rakyat;(2)mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan
teratur; (3)memberikan arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional; (4)menunjang
pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang lain.

Pembangunan lingkungan permukiman sederhana, tidak saja menyediakan rumah-rumah tinggal yang hanya
sekedar sebagai tempat berteduh saja, tetapi juga harus dilengkapi dengan kriteria-kriteria yang menunjang visi
perumahan dan permukiman yang ingin dicapai pada akhir tahun 2020 yaitu: “Semua orang menghuni
rumah yang layak dalam lingkungan permukiman yang sehat, aman, selaras dan berkelanjutan�. Untuk itu
perlu pedoman atau “guidelines� untuk membangun lingkungan permukimansederhana tidak bersusun
yang menunjang visi ini. Berdasarkan surat keputusan Menteri Pekerjaan Umum pada tahun 1980 tentang
Pedoman Teknik Pembangunan Rumah Sederhana Tidak Bersusun ada beberapa hal yang relevan untuk
digunakan dalam rangka membuat suatu kawasan permukiman yang sehat, aman dan berlanjut, seperti:

1. Kriteria Pemilihan lokasi, dimana lokasi yang dipilih sebagai lahan hunian bebas dari pencemaran air,
pencemaran udara, dan kebisingan baik yang berasal dari sumber daya buatan atau sumber daya alam
(gas beracun, sumber air beracun). Terjaminnya kualitas lingkungan hidup bagi pembinaan individu dan
masyarakat penghuninnya. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15%,
sehingga dapat dibuat sistem air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya dukung yang
memungkinkan untuk dibangun perumahan serta terjamin adanya kepastian hukum bagi masyarakat
penghuni terhadap tanah dan bangunan diatasnya yang sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku. Mudah di akses atau dicapai.
2. Kepadatan lingkungan, dimana suatu lingkungan perumahan rata-rata 50 unit rumah/ha dan maksimum
luas persil perencanaan yang tertutup bangunan adalah 40% dari luas seluruh lingkungan perumahan.
3. Prasarana lingkungan perumahan
- Jalan
- Air limbah
Jika kemungkinan membuat tangki septik tidak ada, maka lingkungan perumahan harus dilengkapi
dengan sistem pembuangan limbah lingkungan atau harus dapat disambung pada sistem pembuangan air
limbah kota dengan pengolahan tertentu.
- Pembuangan air hujan
4. Utilitas Umum
- Air bersih
- Pembuangan sampah
- Jaringan Listrik
5. Fasilitas Sosial, kebutuhan fasilitas ini disesuaikan dengan keadaan kawasan perumahan yang akan
dibangun
- Umum
- Fasilitas Pendidikan
- Fasilitas Kesehatan
- Fasilitas Niaga
- Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum
- Fasilitas Peribadatan
- Fasilitas Rekreasi dan Kebudayaan
- Fasilitas olahraga dan lapangan terbuka

KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI SULAWESI UTARA

Propinsi Sulawesi Utara (Sulut), kini tak terhindar pula dari masalah penyediaan sarana hunian bagi warganya.
Kondisi ini sangat jelas terlihat di kota-kota yang ada di Sulut seperti Kota Manado, Kota Tondano (Minahasa),
Kota Kotamobagu (Bolaang Mongodow). Banyak lingkungan permukiman sedang dibangun di daerah ini.
Contohnya di kota Manado ada lebih dari 10 lokasi perumahan yang sedang dalam pembangunan huniannya.
Sebagian besar lingkungan permukiman menyediakan hunian (rumah) sederhana. Segmen pasar yang dituju
para pengembang daerah ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga harga jual unit rumahnyapun
disesuaikan dengan standar gaji PNS. Namun, sangat disayangkan bahwa rata-rata lingkungan permukiman
dibangun seadanya saja, dan diupayakan seluruh lahan menjadi kavling rumah, tanpa menghiraukan kebutuhan
yang menjadi standar suatu lingkungan hunian yang layak, seperti:

• Tidak adanya fasilitas kesehatan seperti puskesmas atau posyandu (pos pelayanan terpadu) padahal
lokasi perumahan sangat jauh dari fasilitas umum lainnya seperti rumah sakit.
• Tidak adanya fasilitas umum lainnya seperti lapangan bermain anak-anak (playground), dimana fasilitas
ini selain untuk anak-anak, juga sebagai sarana sosialisasi antar penduduk setempat.
• Tidak adanya fasilitas rekreasi bagi penghuni kawasan permukiman, seluruh lahan dijadikan kavling
rumah.
• Tidak adanya fasilitas pendidikan minimal Sekolah Dasar, padahal sarana pendidikan ini jauh dari
lokasi hunian.
• Lokasi atau lahan hunian yang terletak di bantaran sungai.
• Jalan kendaraan yang kurang dari 3,50 meter
• Tidak adanya tempat buang sampah yang memadai di kawasan pemukiman, sehingga sampah-sampah
berserakan dimana-mana dan seringkali memanfaatkan lahan-lahan kosong milik orang lain sebagai
tempat buang sampah.
• Tidak adanya tempat buang sampah pribadi di rumah-rumah tinggalnya.
• Pola perumahan yang tidak teratur baik, sehingga memberikan kesan semrawut.
Sebagian besar lahan hunian atau kawasan permukiman di daerah ini dibuat hanya sekedar sebagai tempat
tinggal saja, bukan sebagai tempat melakukan proses kehidupan yang layak sebagai manusia, dimana sosialisasi
antar manusia diperlukan di suatu kawasan permukiman. Seringkali hanya kepentingan ekonomi semata
menjadi hal yang utama pengembang didalam menyediakan sarana hunian ini, padahal pengembang dan
arsiteknya telah memberikan andil yang besar terhadap suatu keberlanjutan kehidupan masyarakat Sulut
khususnya Manado saat ini dan masa datang. Apakah kehidupan masyarakat di kawasan itu berkualitas atau
tidak.

PENUTUP

Seringkali “lay-out� site plan suatu kawasan permukiman yang sudah disetujui (memenuhi standar huni)
tidak sesuai pelaksanaannya di lapangan. Sehingga diharapkan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan
yang tegas pada pengembang kawasan permukiman, apakah yang dibangun sesuai dengan yang disetujui.
Pemerintah Daerah harus segera memiliki “guidelines� pembangunan kawasan permukiman di daerah
Sulawesi Utara, sebab hunian akan selalu dibutuhkan oleh masyarakat di daerah ini dengan demikian
pengembang akan selalu membuka lahan-lahan hunian baru. Apabila tidak memiliki penuntun, maka akan
semakin “semrawut� tanpa arah saja lokasi-lokasi permukiman yang akan terbangun dan akan semakin
tidak berimbang kondisi lingkungan alam dan lingkungan binaan (lingkungan buatan). Lingkungan buatan akan
semakin menekan lingkungan alam dan terjadilah ketidakseimbangan lingkungan hidup yang bakal berakibat
kepada rentannya lingkungan hidup ini terhadap kerusakan dan akhirnya lingkungan hidup Sulut akan terancam
tak berlanjut.

REFERENSI

Anonimous. 1980. Pedoman Teknik Pembangunan Rumah Sederhana Tidak Bersusun. Departemen Pekerjaan
Umum. Jakarta

Anonimous. 2000. Kebijakan dan Strategi Nasional Bidang Perumahan dan Permukiman (Dilengkapi dengan
rencana tindak) Tahun 2000-2020. Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah Republik Indonesia.
Jakarta.

Anonimous.1999. Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman No. 09/KPTS/M/IX/1999 tentang
Pedoman Penyusunan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) tahun
1999. Menteri Negara Perumahan dan Permukiman. Jakarta.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. "Rumah" adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga;

2. "Perumahan" adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;

3. "Permukiman" adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan;

4. "Satuan lingkungan permukiman" adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan
tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;

5. "Prasarana lingkungan" adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat
berfungsi sebagaimana mestinya;
6. "Sarana lingkungan" adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan
kehidupan ekonomi, sosial dan budaya;

7. "Utilitas umum" adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;

8. "Kawasan siap bangun" adalah sebidang tanah yang fisik-fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan
dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan
secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai
dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan
pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata
ruang lingkungannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

9. "Lingkungan siap bangun" adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri
sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan
persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk
membangun kaveling tanah matang;

10. "Kaveling tanah matang" adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan
dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian untuk membangun bangunan;

11. "Konsolidasi tanah permukiman" adalah upaya penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah
oleh masyarakat pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap bangun dan menyediakan
kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II, khusus untuk
Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Pasal 2

(1) Lingkup pengaturan Undang-undang ini meliputi penataan dan pengelolaan perumahan dan permukiman, baik di
daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan, yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.

(2) Lingkup pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang menyangkut penataan perumahan meliputi kegiatan
pembangunan baru, pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya, sedangkan yang
menyangkut penataan permukiman meliputi kegiatan pembangunan baru, perbaikan, peremajaan, perluasan,
pemeliharaan, dan pemanfaatannya.

You might also like