Professional Documents
Culture Documents
KESELAMATAN DIRI
Keselamatan adalah suatu keadaan aman, dalam suatu kondisi yang aman
secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politis, emosional, pekerjaan,
psikologis, ataupun pendidikan dan terhindar dari ancaman
terhadap faktor-faktor tersebut. Untuk mencapai hal ini, dapat
dilakukan perlindungan terhadap suatu kejadian yang
memungkinkan terjadinya kerugian ekonomi atau kesehatan.
Pengetahuan tentang pengontrolan injury sangat perlu dan dibutuhkan dalam beberapa
tahun terakhir ini yang ditujukan pada komponen hal-hal yang membahayakan kemanan
yang berkontribusi pada injuri baik non fatal maupun fatal. Istilah kecelakaan tidak
begitu luas akan digunakan dalam diskusi pencegahan injuri, karena kecelakaan
diimpilikasikan pada kejadian yang terjadi karena kehendak Tuhan atau keberuntungan
yang buruk, yang tidak dapat diduga, dan yang tidak dapat dicegah. Seperti halnya,
kecelakaan, maka injuri memiliki sesuatu cara yang harus dicegah. Prinsip pencegahan
injuri termasuk pendidikan mengenai hal-hal yang membahayakan kemanan dan strategi
pencegahan; pengontrolan lingkungan dan mesin-mesin (kemanan aktif atau pasif
dikemudian hari yang mungkin mencegah injuri dari produk atau alat yang digunakan),
dan penguatan pada pengaturan diantara peralatan, pengaman, tenaga kerja dan
sebagainya.
Keamanan aktif termasuk pemberian pengaturan pada tingkah laku seseorang yang dapat
menguntungkannya. Keamanan pasif atau automatic termasuk pengaturan yang
menggunakan mesin dan peralatan dan tidak membutuhkan tingkah laku seseorang yang
spesifik untuk menjadi aktif. Kantung udara, pengaman tempat tidur adalah contoh dari
keamanan pasif. Keamanan pasif adalah lebih menguntungkan dari pada keamanan aktif
dalam pengerjaannya, karena tidak membutuhkan penjelasan tau pendidikan kepada klien
atau individu tersebut.
2. Perception
3. Management
Seseorang mungkin pada suatu waktu menyadari bahaya dalam lingkungannya. Ia akan
mengukur terhadap hal tersebut untuk mencegah bahaya dan mempraktekkan keamanan.
Pencegahan adalah karakteristik utama dari keamanan. Perawatan diri termasuk dalam
praktek keamanan, tetapi keamanan bagi yang lainnya harus memberikan hal yang lebih
baik.
Bayi karena belum matangnya semua system tubuh seperti system muskoloskeletal,
persarafan, termoregulasi dan sebagainya sangat rentan terhadap bahaya kemanannya.
Bayi biasanya hanya menagis dan banyak komunikasi non verbal yang tersampaikan
sehingga peran perawat sangat besar dalam memberikan pemenuhan kebutuhan
keamanan. Bahaya yang mengancam bayi seperti terbakar, jatuh, dan trauma injuri
lainnya. Bayi pada umumnya sering memasukan sesuatu ke dalam mulutnya, dan ini
merupakan hal yang membahayakan dan harus dilakukan pencegahan. Kondisi
kemananan yang tidak terpenuhi pada bayi akan mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan dan perkembangannya.
Penyediaan lingkungan yang aman bagi bayi diantaranya adalah: temperature suhu yang
nyaman, tidak mengikat atau mengekang, pakaian yang adekuat, kehangatan, air mandi
hangat, udara yang bersih, mainan yang aman, pengaman tempat tidur pada kursi dan
tangga, pencegahan terkunci, memberi bantalan pada sandaran tempat tidur dan
mengubah meja, menutup pusat-pusat listrik, dan pengaturan ruangan mobil serta
penggunaan sabuk pengaman.
Bahaya yang mengancam keamanan pada usia ini adalah jatuh, terbakar, bengkak, dan
sebagainya. Hal ini dikarenakan oleh belum sempurnanya system muskoloskeletal dan
neurologinya. Perawat harus dapat meminimalkan adanya bahaya keamanan pada tahap
perkembangan ini. Perkembangan pada masa ini sering diikuti dengan keinginan anak
untuk tahu segalanya sehingga mencoba hal baru yang mereka terima, seiring dengan
perkembangan organ panca indera mereka.
Mainan yang diberikan haruslah aman bagi anak. Seting peralatan rumah haruslah hati-
hati disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan anak preschool dan toddler.
Pada tahap perkembangan ini, factor fisiologis anak telah mengalami kematangan
sehingga anak akan mengalami perluasan peran dan melakukan hal-hal yang baru bagi
mereka sesuai dengan pengalaman hidup mereka. Anak mengalami banyak kegiatan
aktivitas diluar rumah dengan kelompok sebaya mereka sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan latihan/aktivitas dengan istirahat/tidur mereka. Hal
tersebut dapat memungkinkan terjadinya bahaya fisik yang mengancam keamanan anak.
Support dari keluarga sangat diperlukan bagi anak karena anak tidak banyak mau
dikekang tetapi anak memerlukan perhatian dan pengertian dari dukungan baik fisik
maupun psikologis dari keluarga, kelompok sebaya maupun perawat.
Pada orang dewasa terlah terjadi kematangan baik fisik maupun psikologisnya. Bahaya
kemanan dapat terjadi di rumah, tempat kerja, dan lain-lain. Kematian atau kondisi yang
mengancam keamanan pada perkembangan ini adalah jatuh atau kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja dan sebagainya. Pada orang lanjut usia bahaya yang mengancam adalah
jatuh dan cedera yang diakibatkan oleh proses degenerasi pada sistem tubuh karena
bertambah usia mereka sehinga daya persepsi dan kognisi mereka mengalami penurunan
sehingga mengakibatkan terjadi potensial atau risiko untuk jatuh dan cedera.
Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan
Kerja
Pengertian Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja
1. Keamanan Kerja
Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya suasana
kerja yang aman, baik berupa materil maupun nonmateril.
a. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material diantaranya sebagai berikut.
1) Baju kerja
2) Helm
3) Kaca mata
4) Sarung tangan
5) Sepatu
b. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial adalah sebagai berikut.
1) Buku petunjuk penggunaan alat
2) Rambu-rambu dan isyarat bahaya.
3) Himbauan-himbauan
4) Petugas keamanan
2. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial,
dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya
diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok
Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai
kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.
3. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama
melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah sau faktor
yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang
menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung .pada jenis,
bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
a) Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan diatas.
b) Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
c) Teliti dalam bekerja
d) Melaksanakan Prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja
adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat
selama bekerja di tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan usaha dan tempat
terdapatnya sumber-sumber bahaya.
Kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi kecelakaan yang disebabkan oleh :
1. Mesin
2. Alat angkutan
3. Peralatan kerja yang lain
4. Bahan kimia
5. Lingkungan kerja
6. Penyebab yang lain
a. Pakaian kerja
Pemilihan dan pemakaian pakaian kerja dilakukan berdasarkan ketentuan berikut.
• Pemakaian pakaian mempertimbangkan bahaya yang mungkin dialami
• Pakaian longgar, sobek, dasi, dan arloji tidak boleh dipakai di dekat bagian mesin
• Jika kegiatan produksi berhubungan dengn bahaya peledakan/ kebakaran maka harus
memakai pakaian yang terbuat dari seluloid.
• Baju lengan pendek lebih baik daripada baju lengan panjang.
• Benda tajam atau runcing tidak boleh dibawa dalam kantong.
• Tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan debu, tidak boleh memakai pakaian
berkantong atau mempunyai lipatan.
CONTOH-CONTOH TINDAKAN
PIDANA TERHADAP
PEMUDA/PELAJAR
Salah satu problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan kota-kota lainnya tanpa
menutup kemungkinan terjadi di pedesaan, adalah kriminalitas di kalangan remaja. Dalam berbagai
acara liputan kriminal di televisi misalnya, hampir setiap hari selalu ada berita mengenai tindak
kriminalitas di kalangan remaja. Hal ini cukup meresahkan, dan fenomena ini terus berkembang di
masyarakat.
Dalam satu liputan di harian Republika (2007) misalnya, dikatakan bahwa di wilayah Jakarta
tidak ada hari tanpa tindak kekerasan dan kriminal yang dilakukan oleh remaja. Tentu saja tindakan
kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat bervariasi, mulai dari tawuran antarsekolah, perkelahian
dalam sekolah, pencurian, hingga pemerkosaan. Tindak kriminalitas yang terjadi di kalangan remaja
dianggap kian meresahkan publik. Harian Kompas (2007) bahkan secara tegas menyatakan bahwa
tindak kriminalitas di kalangan remaja sudah tidak lagi terkendali, dan dalam beberapa aspek sudah
terorganisir. Hal ini bahkan diperparah dengan tidak mampunya institusi sekolah dan kepolisian untuk
Dalam liputan khusus yang pernah dikeluarkan oleh Kompas (2002), dikatakan bahwa angka
kriminalitas di Jakarta pada 2002 meningkat sebesar 9,86% jika dibandingkan dengan tahun 2001.
Dalam persentase kenaikan tersebut memang tidak secara khusus dinyatakan berapa besaran angka
kriminalitas di kalangan remaja. Harian Republika (2005) lebih berani mengatakan bahwa hampir
40% tindak kriminalitas di Jakarta dilakukan oleh remaja. Dalam liputannya, Kompas (2002)
Setiap individu tidak bisa hidup dalam keterpencilan sama sekali selama-lamanya.
Manusia saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya untuk bertahan hidup dan
hidup sebagai manusia. Sifat saling tergantung ini menghasilkan bentuk kerjasama
tertentu yang bersifat ajeg dan menghasilkan bentuk masyarakat tertentu. Manusia adalah
makhluk sosial, itu hampir tidak diragukan lagi. Keberadaan manusia sebagai makhluk
sosial tersebut maka masing-masing individu memiliki kepentingan-kepentingan yang
terwujud dalam bentuk kerjasama bahkan sebaliknya dapat menimbulkan pertentangan-
pertentangan.
Tatanan masyarakat pada umumnya diatur oleh sebuah undang-undang atau peraturan
yang menjadi pedoman dalam bertindak dan bertingkah laku yang terwujud dalam
perintah dan larangan. Namun demikian nampaknya perintah dan larangan saja tidak
cukup untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk, maka dari itu diperlukan adanya
norma-norma seperti norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan juga norma
hukum.
Adanya norma-norma yang mengatur dan membatasi kebebasan bersikap dan bertindak
individu pada masyarakat merupakan perwujudan perlindungan masyarakat pada
warganya dalam pergaulan hidup bersama. Norma-norma ataupun aturan tersebut
kemudian dikenal dengan hukum, yaitu satuan ketentuan baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis yang mengatur tata tertib masyarakat sehingga bagi siapapun yang
melanggar tata tertib tersebut maka akan dijatuhi hukuman sebagaimana ketentuan yang
ada.
Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan di dunia ini ada seiring dengan perkembangan
manusia, kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan manusia. Di satu sisi
manusia ingin hidup secara tentram, damai, tertib dan berkeadilan, artinya tidak diganggu
oleh hal-hal yang mengandung unsur kejahatan. Upaya untuk meminimalkan tingkat
kejahatan pun terus dilakukan, baik yang bersifat preventif maupun represif, yang bersifat
preventif misalnya dengan dikeluarkannya peraturan dan undang-undang. Sedangkan
yang bersifat represif yaitu adanya hukuman-hukuman terhadap pihak-pihak yang telah
melakukan kejahatan ataupun pelanggaran.
Adanya suatu hukuman yang diancamkan kepada seorang pembuat agar orang banyak
tidak memperbuat sesuatu jarimah, sebab larangan atau perintah semata-mata tidak akan
cukup. Meskipun hukuman itu sendiri bukan suatu kebaikan, bahkan suatu perusakan
bagi si pembuat sendiri. Namun hukuman tersebut diperlukan, sebab bisa membawa
keuntungan yang nyata bagi masyarakat. Ketika terdapat seseorang yang berbuat jahat
kemudian ia dihukum, maka ini merupakan pelajaran bagi orang lain agar tidak
melakukan kejahatan.
Di samping itu suatu hukuman yang diancamkan terhadap seorang pelanggar, dalam
Islam dimaksudkan agar seseorang tidak melanggar jarimah, sangsi itu sendiri pada
intinya adalah bukan supaya si pembuat jarimah itu dapat derita karena pembalasan, akan
tetapi bersifat preventif terhadap perbuatan jarimah dan pengajaran serta pendidikan.
Pada masa sekarang ini yang menjadi dasar penjatuhan hukuman ialah rasa keadilan dan
melindungi masyarakat. Rasa keadilan menghendaki agar sesuatu hukuman harus sesuai
dengan besarnya kesalahan pembuat. Dalam KUHP berat ringannya hukuman yang harus
dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana seperti pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan
lain-lain sudah ada ketentuannya sendiri. Akan tetapi berat ringannya hukuman tersebut
belum sepenuhnya dapat diterapkan oleh para hakim. Hal ini berhubungan dengan adanya
batas maksimal dan minimal hukuman yang ada dalam KUHP. Kebanyakan para hakim
menjatuhkan hukuman mengambil di antara kedua batas tersebut, dan jarang sekali hakim
menjatuhkan hukuman maksimal kecuali dalam kasus tertentu.
Bahkan dalam prakteknya seorang hakim atau penuntut umum dalam melakukan tuntutan
dianggap terlalu ringan terutama terhadap pelaku-pelaku tindak pidana yang meresahkan
masyarakat. Dalam hal ini tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam menjatuhkan
hukuman yang setimpal dengan kejahatan atau perbuatan pidana yang dilakukan
terdakwa baik penuntut umum ataupun hakim diharapkan menuntut dan menjatuhkan
hukuman yang setimpal, sehingga mempunyai dampak di samping mempunyai aspirasi
dan keadilan masyarakat juga merupakan daya tangkal bagi anggota masyarakat yang
mempunyai potensi untuk menjadi pelaku tindak pidana (general deterrent effect).
Dalam kehidupan manusia adakalanya sering kita temukan seseorang melakukan
perbuatan jarimah tidak hanya murni satu jenis, terkadang terdapat niat untuk melakukan
satu macam jarimah, namun yang terjadi justru beberapa jarimah pun dilakukannya.
Sebagai contoh misalnya, pada suatu malam A yang tidak mempunyai SIM bahwa ia
boleh mengemudi mobil, menjalankan kendaraannya dalam kota dengan kecepatan yang
lebih dari 40 km/jam tanpa memasang lampu. Dalam hal ini A telah mengadakan
pelanggaran 1) menjalankan kendaraan tanpa mempunyai SIM, 2) melampaui batas
kecepatan mobil yang diperbolehkan dalam kota, dan 3) tidak memasang lampu pada
waktu malam hari. Dari kasus ini timbul pertanyaan bagaimanakah hukuman yang harus
dijatuhkan? Apakah A itu akan dijatuhi tiga hukuman sekaligus (karena mengadakan tiga
pelanggaran) ataukah ia dijatuhi hanya satu hukuman saja tetapi yang diterberat?
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa telah terjadi suatu gabungan melakukan
tindak pidana, dimana satu orang telah melakukan beberapa peristiwa pidana. Gabungan
melakukan tindak pidana dalam hukum positif sering diistilahkan dengan delik cumulatie
atau concursus yang diatur dalam bab VI buku 1 KUHP pasal 63 – 71.
Adanya gabungan peristiwa pidana ini, menimbulkan adanya gabungan pemidanaan. Jadi
gabungan pemidanaan ada karena adanya gabungan melakukan tindak pidana di mana
masing-masing belum mendapatkan putusan akhir. Dalam sistematika KUHP peraturan
tentang perbarengan perbuatan pidana merupakan ketentuan mengenai ukuran dalam
menentukan pidana (straftoemeting) yang mempunyai kecenderungan pada pemberatan
pidana.
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 63 ayat (1) KUHP, yaitu:
“Kalau sesuatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana, maka
hanyalah satu-satu dari ketentuan-ketentuan itu yang dipakai, jika pidana berlain maka
yang dipakai ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya”.
Dari pasal tersebut orang yang melakukan dua atau beberapa tindak pidana sekaligus
dapat dikatakan melakukan peristiwa pidana gabungan sebagaimana dimaksud oleh pasal
di atas.
Sementara itu dalam hukum Islam gabungan melakukan tindak pidana ini menjadi
perdebatan di kalangan para ulama, sebagaimana diketahui bahwa dalam Syariat Islam
terdapat bermacam-macam dan berbeda-beda dalam masalah pidananya, sehingga boleh
dikatakan bahwa untuk satu jenis pidana tertentu ada hukumnya tersendiri, seperti
mencuri dengan hukuman potong tangan, pembunuhan dengan qishos, zina dengan rajam
dan lain-lain. Namun perlu ditinjau kembali bahwa tidak semua peristiwa pidana itu ada
ketentuannya dalam nash Al Qur’an maupun Sunnah Rosul. Maka dalam hal ini para
hakim diberikan wewenang untuk memberikan hukuman atas tindak pidana yang
dilakukan secara berbarengan atau bersamaan.