You are on page 1of 37

PROPOSAL

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA


REALISTIK (PMR) PADA POKOK BAHASAN VOLUME KUBUS DAN
BALOK DI KELAS V SD INPRES MALLENGKERI BERTINGKAT I
MAKASSAR

IKA MUSTIKA BTE ABDULLAH

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MAKASSAR
2010
PENGESAHAN PROPOSAL

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA


REALISTIK (PMR) PADA POKOK BAHASAN VOLUME KUBUS DAN
BALOK DI KELAS V SD INPRES MALLENGKERI BERTINGKAT I
MAKASSAR

Bidang Kajian : Pendidikan Matematika

Diajukan oleh

IKA MUSTIKA BTE ABDULLAH

061104058

Telah diperiksa dan dinyatakan memenuhi syarat untuk

melaksanakan penelitian

Menyetujui
Tim Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Muhammad Darwis M., M.Pd Dr. Usman Mulbar, M.Pd.


NIP 19600801 198503 1 005 NIP 19630818 198803 1 004

2
JUDUL: PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN
MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PADA POKOK BAHASAN
VOLUME KUBUS DAN BALOK DI KELAS V SD INPRES
MALLENGKERI BERTINGKAT I MAKASSAR

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang

mampu bersaing di era global. Upaya yang tepat untuk menyiapkan SDM yang

berkualitas dan satu-satunya wadah yang dapat dipandang dan seyogyanya

berfungsi sebagi alat ukur untuk membangun SDM yang bermutu tinggi adalah

pendidikan.

Isu yang masih menjadi pembicaraan hangat dalam masalah mutu pendidikan

dewasa ini adalah prestasi belajar siswa dalam suatu bidang ilmu tertentu. Hal ini

nampak pada rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat

memprihatinkan. Menyadari hal tersebut, maka pemerintah bersama para ahli

pendidikan berusaha untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya

melalui seminar, lokakarya dan pelatihan-pelatihan dalam hal pemantapan materi

pelajaran serta metode pembelajaran untuk bidang studi tertentu misalnya IPA,

Matematika dan lain-lain.

Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan

kualitas pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan Matematika di sekolah yang

merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak menimbulkan kesulitan belajar

bagi siswa, namun belum menampakkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari

proses pembelajarannya maupun dari hasil prestasi belajar siswanya.

1
Matematika adalah sarana berpikir dalam menentukan dan mengembangkan

ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan matematika merupakan metode berpikir

logis, sistematis dan konsisten. Oleh karenanya semua masalah kehidupan yang

membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti selalu harus merujuk pada

matematika. Melalui pengajaran matematika diharapkan akan menambah

kemampuan, mengembangkan keterampilan dan aplikasinya.

Namun dibalik semua itu, yang terjadi selama ini adalah masih banyak siswa

yang menganggap bahwa matematika tidaklah lebih dari sekedar berhitung dan

bermain dengan rumus dan angka-angka. Saat ini banyak siswa yang hanya

menerima begitu saja pengajaran matematika di sekolah, tanpa mempertanyakan

mengapa dan untuk apa matematika harus diajarkan. Tidak jarang muncul keluhan

bahwa matematika cuma membuat pusing siswa dan dianggap sebagai momok

yang menakutkan bagi siswa. Begitu beratnya gelar yang disandang matematika

yang membuat kekhawatiran pada prestasi belajar matematika siswa. Sementara

itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan

berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pengajaran bermakna,

metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai akibatnya motivasi belajar

siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan

mekanistis. Ditambah lagi dengan penggunaan pendekatan pembelajaran yang

cenderung membuat siswa pasif dalam proses belajar-mengajar, yang membuat

siswa merasa bosan sehingga tidak tertarik lagi untuk mengikuti pelajaran

tersebut, terlebih lagi pelajaran matematika yang berkaitan dengan konsep-konsep

abstrak, sehingga pemahamannya membutuhkan daya nalar yang tinggi. Oleh

2
karena itu, dibutuhkan ketekunan, keuletan, perhatian, dan motivasi yang tinggi

untuk memahami materi pelajaran matematika.

Pada umumnya proses pembelajaran yang digunakan adalah dengan

menggunakan model pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab,

pemberian tugas dan pembelajarannya didominasi oleh guru dan sedikit

melibatkan siswa. Guru cenderung untuk langsung menyampaikan konsep

pelajaran kepada siswa, sehingga mengakibatkan siswa bekerja secara prosedural

dan memahami matematika tanpa penalaran.Selain itu interaksi antara siswa

selama proses belajar-mengajar sangat minim.

Pada pembelajaran matematika, guru kurang memberikan peluang kepada

siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika, siswa hanya menyalin

apa yang dikerjakan oleh guru. Selain itu siswa tidak diberikan kesempatan untuk

mengemukakan ide dan mengkonstruksinya sendiri dalam menjawab soal latihan

yang diberikan oleh guru.

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, perlu dilakukan suatu

perbaikan dalam proses pengajaran. Salah satunya adalah dengan menerapkan

pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa untuk

mengembangkan potensi secara maksimal. Banyak sekali model-model

pembelajaran yang bisa diterapkan, sehingga memungkinkan guru untuk

menyampaikan materi matematika secara menarik dan menyenangkan. Peserta

didik yang dalam kondisi fun dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan fun

juga, sehingga mereka tidak merasa jenuh dalam belajar matematika.

3
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah salah satu

pendekatan dalam pembelajaran matematika yang landasan filosofinya sejalan

dengan falsafah konstruktivis yang menyebutkan bahwa pengetahuan itu adalah

konstruksi dari seseorang yang sedang belajar (Soffa: 2005). Dalam hal ini

pembelajaran dengan pendekatan PMR siswa di dorong untuk aktif bekerja

bahkan diharapkan untuk mengkonstruksi atau membangun sendiri konsep-

konsep matematika, dengan demikian PMR berpotensi untuk meningkatkan

prestasi belajar matematika.

Pada jenjang pendidikan di Sekolah Dasar khususnya di SD Inpres

Mallengkeri Bertingkat I, mata pelajaran matematika masih diajarkan oleh guru

kelas, belum dikhususkan pada guru bidang studi.Berdasarkan hasil observasi

penulis, guru belum menerapkan strategi-strategi khusus untuk mata pelajaran

matematika di kelas.

Penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran matematika di sekolah

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap

materi tersebut, karena pembelajaran dengan pendekatan realistik dirancang

berawal dari pemecahan masalah yang berada di sekitar siswa dan berbasis

pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

Dengan menerapkan pendekatan PMR diharapkan selain tercapainya tujuan

pendidikan juga dapat membantu siswa lebih memahami pelajaran matematika

dan dapat menerapkan pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Oleh

karena itu, penulis termotivasi untuk mengadakan penelitian dengan judul

“Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada

4
Pokok Bahasan Volume Kubus dan Balok di Kelas V SD Inpres Mallengkeri

Bertingkat I Makassar”

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Rendahnya kualitas pembelajaran matematika khususnya pada siswa kelas V SD

Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar disebabkan oleh berbagai faktor. Salah

satunya adalah penggunaan pendekatan pembelajaran yang kurang efektif dan

tidak sesuai dengan materi yang akan dibawakan ketika guru membawakan

materi, mengakibatkan siswa kurang memahami dan mengkonstruksi pengetahuan

yang dipaparkan oleh guru.Hal ini dapat terlihat pada kurangnya kemampuan

siswa untuk menggunakan konsep yang telah mereka pelajari ketika diberikan

soal berbentuk cerita. Ini mengindikasikan kekurangmampuan siswa

mengkonstruksikan kembali pengetahuan formal yang mereka peroleh ke

kehidupan nyata, begitu pula sebaliknya.

2. Cara Pemecahan Masalah

Masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas V SD Inpres Mallengkeri

Bertingkat I Makassar dapat dipecahkan dengan menerapkan pembelajaran

dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Di dalam PMR,

siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep matematika dengan

menyelesaikan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan masalah dalam

kehidupan sehari-hari/soal kontekstual. Soal kontekstual ini mengarahkan siswa

membentuk konsep, menyusun model, menerapkan konsep yang telah diketahui,

5
dan menyelesaikan berdasarkan kaidah matematika yang berlaku. Guru

mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Apakah dengan menerapkan pendekatan PMR dapat

meningkatkan hasil belajar matematika siswa di kelas V SD Inpres Mallengkeri

Bertingkat I Makassar pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok?”

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil penerapan

pendekatan PMR dalam pembelajaran matematikadi Kelas V SD Inpres

Mallengkeri Bertingkat I Makassar pada pokok bahasan Volume Kubus dan

Balok.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat memberikan masukan pada

dunia pendidikan, khususnya dalam bidang pendidikan matematika. Beberapa

manfaat yang dapat diambil dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah

sebagai berikut:

a) Bagi siswa

a. Dengan melakukan (doing mathematics) dan mengkonstruksikan

pengetahuan sendiri, maka pengetahuan tersebut dapat tersimpan

dalam long term memory sehingga dapat bertahan lama dalam ingatan

siswa.

6
b. Matematika lebih menarik bagi siswa, karena menjadikan matematika

sebagai aktivitas sehari-hari dan tidak lagi dianggap sebagai pelajaran

yang sulit dan menakutkan.

c. Melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi

b) Bagi guru

a. Sebagai masukan dalam upaya peningkatan hasil belajar matematika

serta mendapatkan cara efektif dalam penyajian pelajaran

matematika.

b. Dengan penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistikdi

sekolah, diharapkan dapat menambah pengetahuan guru akan

pendekatan pembelajaran yang lebih bervariasi, dan meningkatkan

kemampuan guru untuk menjalankan tugasnya sehingga tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

c) Bagi peneliti.

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media belajar dalam melatih

diri menyusun buah pikiran secara tertulis dan sistematis sekaligus

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah.

b. Sebagai bahan referensi mengenai pendekatan Pembelajaran

Matematika Realistik.

d) Bagi sekolah.

a. Dapat memberikan konstribusi dalam rangka perbaikan pengajaran

matematika di sekolah.

7
b. Diharapkan pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran

Matematika Realistik dapat menjadi pola strategi pembelajaran siswa

di kelas dalam rangka kualitas sekolah.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan setiap orang baik secara

sengaja maupun secara alami.Pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran

dan sikap seseorang dapat terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan

belajar.

Terdapat perbedaan redaksi pengertian belajar yang dikemukakan oleh para

ahli, bergantung pada sudut pandang dan bidang keahlian masing-masing.

Dalam KBBI (2007: 17) disebutkan bahwa belajar adalah berusaha

memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, atau berubah tingkah laku atau

tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Menurut Hudojo (1990: 1), seseorang dikatakan belajar bila dapat

diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang

mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Kegiatan dan usaha untuk mencapai

perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar sedang perubahan tingkah

laku itu sendiri merupakan hasil belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar

merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga terjadi perubahan tingkah

laku yang relatif/tetap.

8
Spears mengemukakan bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru,

mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu. Sementara Gagne

berpendapat bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang

dicapai seseorang melalui aktivitas, bukan diperoleh langsung dari proses

pertumbuhan seseorang secara alamiah (Suprijono, 2009:2).

Definisi lain dikemukakan oleh Trianto (2008: 12) bahwa belajar pada

hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri

seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam

berbagai bentuk, seperti pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,

kecakapan, keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek lain yang

ada pada individu belajar.

Sementara Mouly dalam Trianto (2008: 12) mengemukakan bahwa belajar

pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya

pengalaman. Pendapat senada dikemukakan pula oleh Kimble dan Garmezi dalam

Trianto (2008: 12), belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif

permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman.

Dengan demikian inti dari belajar adalah adanya perubahan tingkah laku

karena adanya suatu pengalaman.Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa

perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan

apresiasi. Adapun pengalaman dalam proses belajar ialah bentuk interaksi antara

individu dengan lingkungan.

9
Suprijono (2009: 4) menyebutkan dua prinsip belajar yang perlu

dipahami.Pertama, prinsip belajar adalah perubahan prilaku. Perubahan prilaku

sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri:

a) Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang

disadari.

b) Kontinu atau berkesinambungan dengan prilaku lainnya.

c) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.

d) Positif atau berakumulasi.

e) Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.

f) Permanen atau tetap, sebagaimana yang dikatakan oleh Wittig, belajar

sebagai any relatively permanent change in an organism’s behavioral

repertoire that occurs as a results of experience.

g) Bertujuan dan terarah

h) Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.

Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan

tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis,

konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai

komponen belajar.Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman.Pengalaman

pada dasarnya adalah hasil interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.

William Burton mengemukakan bahwa a good learning situation consist of a rich

and varied series of learning experiences unified around a vigorous purpose and

carried on in interaction with a rich varied and propocative environment.

10
2. Matematika Sekolah

Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika tersebut, dipandang

dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda. Sasaran

penelaahan matematika tidaklah konkrit, tetapi abstrak. Matematika tidak hanya

berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga

unsur ruang sebagai sasarannya. Pada permulaan abad 19, matematika

berkembangan yang sasarannya ditujukan ke hubungan, pola, bentuk, dan

struktur.

Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis),

matematico (Italia), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (Belanda)

berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan

Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan ini

mempunyai akar mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge,

science). Perkataan mathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya

yang serupa yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).

Menurut Johnson dan Myklebust dalam Abdurrahman (1999:252), matematika

adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya adalah untuk mengekspresikan

hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya

adalah untuk memudahkan berfikir.

Pengertian yang lebih plural tentang matematika dikemukakan oleh Freudental

dalam Upu(2004: 64), yaitu:

...mathematics look like a plural as it still is in French ‘Les Mathematiques’.


Indeed, long ago it meant a plural: ... mathematics was the quadrivium, the sum
of arithmetic, geometry astronomy and music, .... The Dutch term was virtually
coined by Simon (1548-1620): ‘Wiskunde’, the science of what is certain. ‘Wis en

11
zeker’, sure and certain, is that which does not yield to any doubt, ang kunde
means, knowledge, theory (p. l).

Upu menyebutkan beberapa pengertian dari matematika, yaitu:

a. Matematika adalah ilmu dasar sebagai pelayan sekaligus raja dari ilmu-ilmu

lain.

b. Matematika adalah bahasa universal, bahasa simbol yang memuat istilah yang

didefenisikan secara cermat, jelas, dan akurat.

c. Matematika sebagai pola pikir yang rasional, sistematis, runut, dan bebas dari

tahayul.

d. Matematika adalah ilmu yang abstrak, terstruktur, dan deduktif.

e. Bahkan matematika adalah ilmu seni kreatif yang menghasilkan pola, struktur,

dan disain yang konsisten.

f. Matematika; dulu, sekarang dan akan datang merupakan ilmu bantu untuk

memahami ilmu-ilmu lain dan masalah kehidupan sehari-hari.

g. Matematika berkembang seiring, bahkan mendahului ilmu-ilmu lain sesuai

dengan perkembangan peradaban dunia.

Soedjadi (2000:37) menyajikan beberapa defenisi atau pengertian matematika:

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

sistematik.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan

dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuatitatif dan masalah

tentang ruang dan bentuk.

12
e. Matematika adalah struktur-struktur yang logik.

f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Beberapa karakteristik dari matematika yaitu:

a. Memiliki objek kajian abstrak.

b. Bertumpu pada kesepakatan.

c. Berpola pikir deduktif.

d. Memiliki simbol yang kosong dari arti.

e. Memperhatikan semesta pembicaraan.

f. Konsisten dalam sistemnya.

Menurut Soedjadi (2000:37) bahwa matematika yang diajarkan dijenjang

persekolahan yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah

Menengah Umum disebut matematika sekolah. Sering juga dikatakan bahwa

Matematika Sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang

dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan

perkembangan IPTEK. Hal tersebut menunjukkan bahwa matematika sekolah

tidaklah sepenuhnya sama dengan matematika sebagai ilmu. Dikatakan tidak

sepenuhnya sama karena memiliki perbedaan antara lain dalam hal

(1) penyajiannya,

(2) pola pikirnya,

(3) keterbatasan semestanya,

(4) tingkat keabstrakan.

Belajar matematika merupakan proses psikologis, yaitu berupa kegiatan aktif

dalam upaya memahami dan menguasai konsep matematika. Kegiatan aktif

13
dimaksudkan adalah pengalaman belajar matematika yang diperoleh siswa

melalui interaksi dengan matematika dalam konteks belajar mengajar di lembaga

pendidikan formal.

Cockroft dalam Abdurrahman (1999:253) mengemukakan bahwa matematika

perlu diajarkan kepada siswa karena:

1) Selalu digunakan dalam segala segi kehidupan,

2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai,

3) Merupakan sarana komunikasi uang kuat, singkat dan jelas,

4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam bagai cara,

5) Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran

keruangan, dan

6) Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalahyang

menantang.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar matematika pada

hakekatnya adalah merupakan kegiatan psikologis, yakni kegiatan aktif dalam

memahami dan menguasai serta mengkaji berbagai hubungan antara obyek-obyek

matematika sehingga diperoleh pengetahuan baru atau peningakatan pengetahuan.

Menurut Liebeck dalam Abdurrahman (1999: 253) ada dua macam hasil

belajar matematika yang harus dikuasai oleh siswa yakni perhitungan matematis

(mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics

reasoning).Berdasarkan hasil belajar semacam itu maka Lerner mengemukakan

dalam Abdurrahman (1999:253) bahwa kurikulum bidang studi matematika

hendaknya mencakup tiga elemen yakni konsep (pemahaman dasar),

14
keterampilan, dan pemecahan masalah (aplikasi dari konsep dan keterampilan).

3. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

a. Landasan Filosofi PMR

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik memberikan peluang pada siswa

untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Dalam menyelesaikan suatu

masalah yang dimulai dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa,

siswa diberi kebebasan menemukan strategi sendiri, dan secara perlahan-lahan

guru membimbing siswa menyelesaikan masalah tersebut secara matematis formal

melalui matematisasi horisontal dan vertikal.

Hadi dalam Supinah dan Agus (2009:76) mengutip pernyataan Gravemeijer

bahwa PMR merupakan teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di

Belanda, dan dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education. Teori ini

berangkat dari pendapat Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas

insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat

dipisahkan dari sifat matematika seseorang dalam memecahkan masalah, mencari

masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran. Sementara

dalam kutipan yang sama Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat

dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan

matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan

yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika

berdasarkan usaha mereka sendiri.

Dalam PMR, dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan

ide dan konsep matematika. Menurut Blum & Niss, dunia nyata adalah segala

15
sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau

kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sementara itu, De Lange

mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia nyata yang konkrit, yang

disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika.(Hadi dalam Supinah dan

Agus, 2009: 76). Sementara itu, Treffers membedakan dua macam matematisasi,

yaitu vertikal dan horisontal (Hadi dalam Supinah dan Agus, 2009: 76).

Digambarkan oleh Gravemeijer (Supinah dan Agus, 2009:76), RME sebagai

proses penemuan kembali (reinvention process), seperti ditunjukkan

gambar/skema berikut ini.


Sistem Matematika Formal

Bahasa Matematika Algoritma

Diselesaikan

Diuraikan

Soal-soal Kontekstual

Matematisasi Horisontal dan Vertikal (Gravemeijer dalam Supinah dan Agus,


2009:76)

Dalam matematisasi horisontal, siswa mulai dari soal-soal kontekstual,

mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri, kemudian

menyelesaikan soal tersebut. Dalam proses ini, setiap orang dapat menggunakan

cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain. Dalam

matematisasi vertikal, kita juga mulai dari soal-soal kontekstual, tetapi dalam

jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan

untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung, tanpa bantuan konteks.

16
Siswono (2009:1) mengemukakan bahwa Pemerintah Belanda

mereformasikan pendidikan matematika dengan istilah“realistic” tidak hanya

berhubungan dengan dunia nyata saja, tetapi juga menekankan pada masalah

nyata yang dapat dibayangkan (to imagine). Kata “to imagine” samadengan “zich

Realise-ren” dalam Bahasa Belanda. Jadi penekanannya pada membuat sesuatu

masalah itu menjadi nyata dalam pikiran siswa. Dengan demikian konsep-konsep

yang abstrak (formal), dapat saja sesuai dan menjadi masalah siswa, selama

konsep itu nyata berada (dapat diterima oleh) pikiran siswa.

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik adalah pendekatan

pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Menggunakan masalah kontekstual, yaitu matematika dipandang sebagai

kegiatan sehari-hari manusia, sehingga memecahkan masalah kehidupan yang

dihadapi atau dialami oleh siswa (masalah kontekstual yang realistik bagi

siswa) merupakan bagian yang sangat penting.

2) Menggunakan model, yaitu belajar matematika berarti bekerja dengan alat

matematis hasil matematisasi horisontal.

3) Menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi

kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis, di bawah

bimbingan guru.

4) Pembelajaran terfokus pada siswa

5) Terjadi interaksi antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar meliputi

kegiatan memecahkan masalah kontekstual yang realistik, mengorganisasikan

17
pengalaman matematis, dan mendiskusikan hasil-hasilpemecahan masalah

tersebut. (Suryanto dan Sugiman dalam Supinah dan Agus, 2009:77).

b. Prinsip-prinsipPMR

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan Pendekatan Matematika

Realistikdilakukan berdasarkan tiga prinsip kunci yang dimilikinya

(Gravemeijer dalam Supinah dan Agus, 2009: 78), yaitu Guided Re-invention,

Didactical Phenomenology dan Self-delevoped Model.

1) Guided Re-invention atau Menemukan Kembali Secara Seimbang.

Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan matematisasi dengan

masalah kontekstual yang realistik bagi siswa dengan bantuan dari guru.

Siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat

mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan

diperolehnya. Pembelajaran tidak dimulai dari sifat-sifat atau definisi atau

teorema dan selanjutnya diikuti contoh-contoh, tetapi dimulai dengan masalah

kontekstual atau real/nyata yang selanjutnya melalui aktivitas siswa

diharapkan dapat ditemukan sifat, definisi, teorema, ataupun aturan oleh siswa

sendiri.

2) Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik.

Topik-topik matematika disajikan atas dasar aplikasinya dan kontribusinya

bagi perkembangan matematika.Pembelajaran matematika yang cenderung

berorientasi kepada memberi informasi atau memberitahu siswa dan memakai

matematika yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah, diubah

dengan menjadikan masalah sebagai sarana utama untuk mengawali

18
pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dengan caranya sendiri mencoba

memecahkannya.Dalam memecahkan masalah tersebut, siswa diharapkan

dapat melangkah ke arah matematisasi horisontal dan matematisasi

vertikal. Pencapaian matematisasi horisontal ini, sangat mungkin dilakukan

melalui langkah-langkah informal sebelum sampai kepada matematika yang

lebih formal. Dalam hal ini, siswa diharapkan dalam memecahkan masalah

dapat melangkah ke arah pemikiran matematika sehingga akan mereka

temukan atau mereka bangun sendiri sifat-sifat atau definisi atau teorema

matematika tertentu (matematisasi horisontal), kemudian ditingkatkan aspek

matematisasinya (matematisasi vertikal). Kaitannya dengan matematisasi

horisontal dan matematisasi vertikal ini, De Lange (Supinah dan Agus,

2009:78) menyebutkan proses matematisasi horisontal antara lain meliputi

proses atau langkah-langkah informal yang dilakukan siswa dalam

menyelesaikan suatu masalah (soal), membuat model, membuat skema,

menemukan hubungan, dan lain-lain, sedangkan matematisasi vertikal,

antara lain meliputi proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula

(rumus), membuktikan keteraturan, membuat berbagai model, merumuskan

konsep baru, melakukan generalisasi, dan sebagainya. Proses matematisasi

horisontal-vertikal inilah yang diharapkan dapat member kemungkinan siswa

lebih mudah memahami matematika yang berobyek abstrak. Dengan masalah

kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran seperti tersebut di atas,

dimungkinkan banyak/beraneka ragam cara yang digunakan atau ditemukan

siswa dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian, siswa mulai

19
dibiasakan untuk bebas berpikir dan berani berpendapat, karena cara yang

digunakan siswa satu dengan yang lain berbeda atau bahkan berbeda dengan

pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya juga benar. Ini suatu

fenomena didaktik. Dengan memperhatikan fenomena didaktik yang ada di

dalam kelas, maka akan terbentuk proses pembelajaran matematika yang tidak

lagi berorientasi pada guru, tetapi diubah atau beralih kepada pembelajaran

matematika yang berorientasi pada siswa atau bahkan berorientasi pada

masalah (Marpaung dalam Supinah dan Agus, 2009: 79)

3) Self-delevoped Models atau model dibangun sendiri oleh siswa.

Pada waktu siswa mengerjakan masalah kontekstual, siswa mengembangkan

suatu model. Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam

proses matematisasi horisontal ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan

kepada siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri atau kelompok,

dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai model

pemecahan masalah buatan siswa. Dalam pembelajaran matematika realistik

diharapkan terjadi urutan ”situasi nyata” → ”model dari situasi itu” →

”model kearah formal” → ”pengetahuan formal”. Menurutnya, inilah yang

disebut ”bottom up” dan merupakan prinsip RME yang disebut ”Self-

delevoped Models” (Soedjadi dalam Supinah dan Agus, 2009: 80).

Berkaitan dengan penggunaan masalah kontekstual yang realistik, menurut De

Lange (Suryanto dan Sugiman dalam Supinah dan Agus, 2009:80) ada

beberapa prinsipyang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut.

20
1) Titik awal pembelajaran harus benar-benar hal yang realistik, sesuai dengan

pengalaman siswa, termasuk cara matematis yang sudah dimiliki oleh siswa,

supaya siswa dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar secara

bermakna.

2) Di samping harus realistik bagi siswa, titik awal itu harus dapat

dipertanggungjawabkan dari segi tujuan pembelajaran dan urutan belajar.

3) Urutan pembelajaran harus memuat bagian yang melibatkan aktivitas yang

diharapkan memberikan kesempatan bagi siswa, atau membantu siswa, untuk

menciptakan dan menjelaskan model simbolik dari kegiatan matematis

informalnya.

4) Untuk melaksanakan ketiga prinsip tersebut, siswa harus terlibat secara

interaktif, menjelaskan, dan memberikan alasan pekerjaannya memecahkan

masalah kontekstual (solusi yang diperoleh), memahami pekerjaan (solusi)

temannya, menjelaskan dalam diskusi kelas sikapnya setuju atau tidak setuju

dengan solusi temannya, menanyakan alternatif pemecahan masalah, dan

merefleksikan solusi-solusi itu.

5) Struktur dan konsep-konsep matematis yang muncul dari pemecahan masalah

realistik itu mengarah ke intertwining (pengaitan) antara bagian-bagian materi.

21
Adapun langkah-langkah penerapan PMR adalah :

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Guru memberikan siswa masalah Siswa secara sendiri atau kelompok


kontekstual. kecil mengerjakan masalah dengan
strategi-strategi informal.

Guru merespon secara positif jawaban Siswa memikirkan strategi yang


siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk efektif untuk memberikan jawaban
memikirkan strategi siswa yang paling
efektif.

Guru mengarahkan siswa pada beberapa Siswa secara sendiri-sendiri atau


masalah kontekstual dan selanjutnya berkelompok menyelesaikan masalah
meminta siswa mengerjakan masalah tersebut.
dengan menggunakan pengalaman
mereka.

Guru mengelilingi siswa sambil Beberapa siswa mengerjakan di papan


memberikan bantuan seperlunya. tulis. Melalui diskusi kelas, jawaban
siswa dikonfrontasikan.

Guru mengenalkan istilah konsep. Siswa merumuskan bentuk


matematika formal.

Guru memberikan tugas di rumah, yaitu Siswa mengerjakan tugas rumah dan
mengerjakan soal atau membuat masalah menyerahkannya kepada guru.
cerita serta jawabannya yang sesuai
dengan matematika formal.

4. Kerasionalan antara Materi Volume Kubus dan Balok dengan

Pembelajaran Matematika Realistik.

Materi yang sesuai disajikan dengan menggunakan pendekatan Pembelajaran

Matematika Realistik adalah materi-materi yang menuntut pemahaman tinggi

22
terhadap nilai, konsep, atau prinsip, serta masalah-masalah aktual yang terjadi di

masyarakat. Materi keterampilan untuk menerapkan suatu konsep atau prinsip

dalam kehidupan nyata juga dapat diberikan.

Dengan mengacu pada pembahasan di atas, pembelajaran pada materi

Volume Kubus dan Balok dapat menggunakan pendekatan Pembelajaran

Matematika Realistik. Karena, di lingkungan sekitar terdapat banyak sekali hal-

hal maupun benda-benda yang dapat dikaitkan dengan materi ini sehingga dapat

digunakan untuk memancing kegiatan bernalar realistis pada siswa. Semua itu

menuntut pemahaman yang tinggi terhadap nilai-nilai sosial, konsep, atau prinsip,

dan keterampilan untuk menerapkannya, serta masalah-masalah aktual yang

terjadi di masyarakat, sehingga pada akhirnya dapat mengantar mereka untuk

menerapkan kembali apa yang telah mereka pelajari dalam kehidupan mereka

sehari-hari.

5. Tinjauan tentang Materi Volume Kubus dan Balok

Dalam penelitian ini materi yang akan dibahas adalah:

a. Menghitung Volume Kubus dan Balok

1. Satuan Volume

Balok ini volumenya = 60 kubus satuan. Jika kubus

satuan panjang rusuknya 1 cm, maka:

Volume tiap satuan =1 cm x 1 cmx 1cm =1cm3.

Volume balok itu = 60 x 1 cm3= 60 cm3.

Jika satuan volume m3, artinya panjang rusuk satuan adalah 1 m. Sehingga

satuan volume = 1m x 1m x 1m = 1m3.

23
Satuan volume selain kubik adalah liter. Cara mengubah kedua satuan volume

kubik dan liter tersebut menurut tingkat atau urutan kedua satuan adalah

seperti pada gambar berikut ini.

2. Mengenal Kubus dan Balok

Kubus adalah balok atau prisma

siku-siku khusus. Kubus

mempunyai 6 sisi, semuanya

merupakan persegi. Keenam

sisi itu adalah ABCD, AEHD, DHGC, AEFB, BFGC, EFGH. Kubus

mempunyai 12 rusuk yang sama panjangnya, yaitu: AB, BC, CD, DA, AE,

BF, CG, DH, EF, FG, GH, dan HE.

Kubus mempunyai 8 titik sudut, yaitu: A, B, C, D, E, F, G, dan H.

24
Balok disebut prisma siku-siku.

Balok mempunyai 6 sisi, masing-

masing berbentuk persegi

panjang. Ke-6 sisi tersebut terdiri

atas 3 pasang sisi yang sama. Sisi KLMN = PQRS; sisi KPSN = LQRM;

sisi KPQL = NSRM. Banyak rusuknya ada 12, terbagi atas 3 kelompok

masing-masing 4 rusuk yang sama panjang: rusuk KL = NM = PQ = SR;

rusuk KN = PS = LM = QR; rusuk KP = NS = LQ = MR. Banyak titik

sudut balok 8, yaitu: K, L, M, N, P, Q, R, dan S. Kubus dan balok adalah

bangun ruang. Jika kubus dan balok diletakkan di atas meja, maka tidak

seluruh bagiannya terletak pada bidang datar.

3. Menentukan Volume Kubus dan Balok

a. Volume Kubus

Lapisan pertama (bawah) pada kubus di

samping = 4 x 4 kubus satuan = 16 kubus

satuan. Ke atas ada 4 lapisan. Jadi,

volume kubus = 4 x (4 x 4) = 64 kubus

satuan.

Kita dapat menghitung dengan cara lain, sebagai berikut.

Banyak kubus satuan ke kanan (AD) = 4. Banyak kubus satuan ke

belakang (DC) = 4. Banyak kubus satuan ke atas (AE) = 4.

Banyak kubus satuan seluruhnya = 4 x 4 x 4 = 64

Jadi, volume kubus = 64 kubus satuan.

25
Kubus mempunyai panjang rusuk yang sama. AD, DC, dan AE adalah

rusuk-rusuk kubus, AD = DC = AE.

b. Volume Balok

Lapisan pertama (bawah) balok di

samping = 8x5 kubus satuan = 40

kubus satuan Ke atas ada 4

lapisan. Jadi, volume balok = 4 x (

8 x 5) = 160 kubus satuan.

Balok mempunyai rusuk-rusuk yang merupakan panjang (p), lebar (l),

dan tinggi (t), yang tidak sama panjang.

B. HIPOTESIS TINDAKAN

Berdasarkan kerangka teoretik yang telah dikemukakan di atas, maka

dapat dirumuskan hipotesis penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai

berikut:

“Bila diterapkan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, maka

hasil belajar matematika Siswa di kelas V SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I

Makassar pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok akan meningkat”

26
III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom

Action Researsch) dengan menerapkan pendekatan Pembelajaran Matematika

Realistik yang dibagi dalam 2 (dua) siklus dengan 4 (empat) tahapan, yaitu: (1)

perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan (observasi dan evaluasi), dan (4)

refleksi. Langkah penelitian yang akan ditempuh pada setiap siklus secara lebih

rinci dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Perencanaan

Pengamatan Siklus I Pelaksanaan

Refleksi

Perencanaan

Refleksi Siklus II Pelaksanaan

Pengamatan

Grafik 3.1. Desain Alur Penelitian

B. Rencana Penelitian

1. Setting Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar

yang terletak diJalan Mannuruki Kompleks Tabaria Blok F2 No.1 Makassar.

Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas V pada semester ganjil tahun

pelajaran 2010/2011.

27
2. Faktor yang Diselidiki

Untuk menjawab permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa

faktor yang akan diselidiki. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor input, yaitu kondisi siswa yang menjadi objek penelitian. Adapun

penyelidikan terhadap faktor siswa ini telah dilakukan pada saat observasi

awal, kemudian ditentukanlah penerapan pendekatan PMR sebagai

pemecahannya.

b. Faktor proses, yaitu melihat bagaimana keaktifan siswa dalam proses

pembelajaran melalui penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika

Realistik

c. Faktor output, yaitu bagaimana hasil belajar matematika siswa setelah

dilaksanakan proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan

Pembelajaran Matematika Realistik.

3. Rencana Tindakan

Prosedur penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan terdiri dari 2 (dua) siklus.

Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti

dengan apa yang telah didesain dalam faktor yang akan diselidiki.

a. Gambaran Kegiatan Siklus I

Siklus I akan dilaksanakan selama 3 kali pertemuan.

a) Perencanaan

Tahapan perencanaan pada siklus I penulis akan melakukan kegiatan sebagai

berikut:

28
 Mengadakan observasi lapangan pada kelas V SD Inpres Mallengkeri

Bertingkat I Makassar sebagai lokasi penelitian, dengan melakukan hal-hal

sebagai berikut:

o Mengamati kegiatan belajar mengajar matematika di kelas V.

o Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat dan kemudahan guru

dalam mengajar matematika.

 Menelaah kurikulum untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pokok

bahasan Volume Kubus dan Balok dapat diajarkan dalam 6 kali pertemuan.

 Membuat lembar observasi untuk mengamati kondisi proses belajar

mengajar matematika di kelas dengan menggunakan pendekatan

Pembelajaran Matematika Realistik.

 Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk pokok bahasan

Volume Kubus dan Balok dengan mengikuti langkah-langkah

pembelajaran denganpendekatan Pembelajaran Matematika Realistik.

 Membuat media dan perangkat pembelajaran seperti LKS yang dibutuhkan

dengan tetap berpedoman padapendekatan Pembelajaran Matematika

Realistik.

 Merancang dan membuat soal, baik soal untuk latihan di kelas maupun soal

untuk pekerjaan rumah.

 Membuat tes hasil belajar untuk mengukur hasil belajar matematika siswa

sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.

29
b) Pelaksanaan

Secara umum, tindakan yang akan dilakukan untuk setiap pertemuan (kegiatan

pembelajaran) pada siklus I adalah sebagai berikut:

 Mengajarkan materi sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) yang telah dibuat.

 Setelah presentasi kelompok, peneliti memberi kesempatan kepada siswa

untuk bertanya mengenai materi pelajaran yang belum mereka kuasai.

 Menjelaskan hal yang ditanyakan dan memberikan kesempatan kepada

siswa lain untuk menjawab atau menanggapi.

 Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang telah

dipelajari, sebagai hasil dari proses konstruksi siswa terhadap konsep yang

dipahaminya.

 Memberikan siswa soal untuk dikerjakan di kelas.

 Pada akhir pertemuan, peneliti memberikan tugas pekerjaan rumah kepada

siswa.

 Mengumpulkan tugas, memeriksa, dan melakukan umpan balik.

 Mengembalikan tugas yang telah diperiksa.

c) Observasi

 Observasi yang akan dilakukan meliputi pengamatan terhadap pelaksanaan

tindakan selama pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran

Matematika Realistik berlangsung dengan menggunakan lembar observasi

yang dibuat serta melaksanakan evaluasi berupa tes hasil belajar Siklus I

(ulangan Harian).

30
d) Refleksi

Refleksi pada siklus I akan dilaksanakan segera setelah tahap pelaksanaan

tindakan selesai. Refleksi siklus I meliputi hasil observasi dan hasil tes evaluasi

siklus I. Dari hasil yang didapatkan peneliti akan melihat sejauh mana hal-hal

yang diselidiki telah tercapai, dan yang belum berhasil ditindaklanjuti dan hal-hal

yang baik dipertahankan. Hasil refleksi pada siklus I ini akan digunakan sebagai

acuan pelaksanaan siklus 2.

b. Gambaran Kegiatan Siklus II

a) Perencanaan

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka akan diadakan perencanaan ulang.

Namun perencanaan pada siklus II ini lebih menekankan kepada arah perbaikan

untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya dengan

menggunakan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Materi yang akan

diajarkan pada sikus II disesuaikan atau dengan kata lain, materi yang akan

dibahas merupakan kelanjutan dari materi dari siklus I.

b) Pelaksanaan

Pelaksanaan pada siklus II pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan pada siklus

I. Namun pelaksanaan pembelajaran matematika pada siklus II akan

disesuaikanpula dengan perencanaan untuk siklus II.

c) Observasi

Observasi yang akan dilakukan meliputi pengamatan terhadap pelaksanaan

tindakan selama pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Matematika

31
Realistik berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang dibuat serta

melaksanakan evaluasi berupa tes hasil belajar Siklus II (ulangan Harian).

d) Refleksi

Refleksi pada siklus II dilaksanakan segera setelah tahap pelaksanaan tindakan

selesai. Refleksi siklus II meliputi hasil observasi dan hasil tes evaluasi siklus II.

Dari hasil yang didapatkan, peneliti akan menarik kesimpulan apakah penelitian

yang dilakukan sudah mencapai indikator yang ditetapkan atau belum.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Sumber data pada penelitian yang akan dilaksanakan adalah siswa kelas V SD

Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar, dengan sampel penelitian adalah kelas

Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar.

2. Jenis Data

Jenis data yang diperoleh adalah kuantitatif dan kualitatif yang terdiri dari:

a) Hasil belajar sebagai data kuantitatif

b) Hasil observasi sebagai data kualitatif

3. Cara Pengambilan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a) Data tentang hasil belajar matematika siswa diperoleh dari tes hasil belajar

matematika yang dilakukan pada setiap akhir siklus.

32
b) Data mengenai keaktifan siswa diperoleh dari observasi selama kegiatan

belajar mengajar berlangsung.

D. Teknik Analisis Data

Data tentang hasil pengamatan terhadap siswa dianalisis secara kualitatif dengan

menggunakan teknik kategorisasi dengan skala lima berdasarkan teknik

kategorisasi standar sebagai berikut:

1. Nilai 0-34 dikategorikan “sangat rendah”

2. Nilai 35-54 dikategorikan “rendah”

3. Nilai 55-64 dikategorikan “sedang”

4. Nilai 65-84 dikategorikan “tinggi”

5. Nilai 85-100 dikategorikan “sangat tinggi”

Data tentang hasil belajar siswa dianalisis secara kuantitatif dengan

menggunakan statistik deskriptif.

E. Indikator Kinerja

Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah bila terjadi peningkatan

hasil belajar siswa terhadap bahan ajar setelah diterapkannya pendekatan

Pembelajaran Matematika Realistik, dimana apabila terdapat 85 % siswa

memperoleh nilai minimal 65 maka kelas dianggap tuntas secara klasikal.

33
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta: Penerbit Rhineka Cipta

Anonim. Tanpa Tahun Terbit.Penelitian Pendidikan Matematika (Editor: Richard


J. Shumway).Perhimpunan Guru Matematika.

Anonim.2007.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anonim. 2009. Panduan Penulisan Skripsi. Makassar: FMIPA UNM

Haling, 2004. Belajar Pembelajaran (Suatu Ringkasan).Makassar: Jurusan


Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNM.

Hudojo, Herman. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: Penerbit


IKIP Malang

Lisnawaty. 2003, Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Pendekatan


Model Pembelajaran ARIAS Siswa Kelas IIIA SLTP Negeri 21 Makassar,
Skripsi, FMIPA, Universitas Negeri Makassar.

Muslich, Masnur. 2009. Melaksanakan PTK Itu Mudah (Classroom Action


Research): Pedoman Praktis Bagi Guru Profesional. Jakarta: Bumi Aksara

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2006. Pembelajaran Matematika yang Pengembangkan


Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa. Disajikan pada Workshop
Pembelajaran Matematika MI Nurur Rohmah Sidoarjo. Surabaya: FMIPA
Unesa.

Soedjadi, R. 1999/2000, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Direktorat


Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Soffa, Muchammad. 2009. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui


Model Pembelajaran RME (Realistics Mathematic Education).
http://muchammadsoffa1.blogspot.com/2009/05/meningkatkan-hasil-
belajar-matematika_31.html. Diakses 1 Mei 2009

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Bandung:Teori dan Aplikasi


PAIKEM . Yogyakarta: Pustaka Pelajar

34
Supinah, dan Agus D. W. 2009.Modul Matematika SD Program BERMUTU.
Yogyakarta: Depdiknas

Trianto, 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and


Learning) di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher.

Upu, Hamzah, 2004. Mensinergikan Pendidikan Matematika dengan Bidang Lain.


Makassar: Pustaka Ramadhan.

35

You might also like