You are on page 1of 13

Arti Pengukuran Dalam 

Pendidikan
03/09/2009 bangfajars Leave a comment Go to comments

Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan
merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Unsur pokok dalam kegiatan pengukuran ini,
antara lain adalah sebagai berikut:

1. tujuan pengukuran.
2. ada objek ukur
3. alat ukur
4. proses pengukuran
5. hasil pengukuran kuantitatif.

Pengertian pengukuran menurut para ahli:

1. Menurut Budi Hatoro pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan
untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif,
bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian.

2. Menurut Akmad Sudrajat pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau
usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah
mencapai karakteristik tertentu.

3. Menurut Lien pengukuran adalah sejumlah data yang dikumpul dengan menggunakan alat
ukur yang objektif untuk keperluan analisis dan interpretasi.

4. Menurut Suharsimi Arikunto pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu


ukuran.

5. Menurut Pflanzagl’s pengukuran adalah proses menyebutkan dengan pasti angka-angka


tertentu untuk mendiskripsikan suatu atribut empiri dari suatu produk atau kejadian dengan
ketentuan tertentu.
PENGERTIAN TES, PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASI
Sumber: Klik di sini

Pengertian, Hubungan, Perbedaan, dan Etika Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi

Untuk lebih lengkapnya download di sini dengan format *.doc

BAB I
PENGERTIAN TES, PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASI

A. PENGERTIAN TES
Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan
untuk memperoleh informasi tentang trait (sifat) atau atribut pendidikan atau psikologik yang setiap
butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.

Tes dapat diklasifikasi berdasarkan :

a. Bagaimana ia diadministrasikan (tes individual atau kelompok)


b. Bagaimana ia diskor (tes obyektif atau tes subyektif)
c. Respon apa yang ditekankan (tes kecepatan atau tes kemampuan)
d. Tipe respon yang bagaimana yang harus dikerjakan oleh subyek (tes unjuk kerja atau tes kertas dan
pensil)
e. Apa yang akan diukur (tes sampel atau tes sign)
f. Hakekat dari kelompok yang akan diperbandingkan (tes buatan guru atau tes baku)

B. PENGERTIAN PENGUKURAN
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numeric
dari suatu tingkatan dimana seseorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran
berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif.
Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang
dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas.
Berikut ini akan dikutip beberapa definisi pengukuran yang dirumuskan oleh beberapa ahli pengukuran
pendidikan dan psikologi yang acap kali dijadikan acuan beberapa penulis

a. Richard H. Lindeman (1967) merumuskan pengukuran sebagai “the assignment of one or a set each of
a set of persons or objects according to certain established rules”
b. Norman E. Gronlund (1971) secara sederhana merumuskan pengukuran sebagai “Measurement is
limited to quantitative descriptions of pupil behavior”.
c. Georgia S. Adams (1964) merumuskan pengukuran sebagai “nothing more than careful observations
of actual performance under staandar conditions”.
d. Victor H.Noll (1957) mengemukakan dua karakteristik utama pengukuran, yaitu “quantitativaness”
dan “constancy of units”. Atas dasar dua karakteristik ini ia menyatakan “since measurement is a
quantitative process, is results of measurement are always expessed in numbers.
e. William A.Mehrens dan Irlin J. Lehmann (1973) mendefinisikan : pengukuran sebagai berikut : “Using
observations, rating scales. Or any other device that allows us to obtain information in a quantitative
form is measurement” .
f. Robert L. Ebel dan David A. Frisbie (1986) merunuskan pengkuran sebagai “Measurment is a process of
assigning numbers to the individual numbers of a set of objects or person for the purpose of indicating
differences among them in the degree to which they posscess the characteristic being measured.
g. Gilbert Sax (1980) menyatakan “measurement: The assignment of numbers to attributes of
characteristics of person, evenrs, or object according to explicit formulations or rules”.

C. PENGERTIAN PENILAIAN
Penilaian (assessment) merupakan istilah yang umum dan mencakup semua metode yang biasa dipakai
untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa dengan cara menilai unjuk kerja individu peserta didik atau
kelompok.
Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat. Penilaian untuk memperoleh
berbagai ragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau informasi tentang
ketercapaian kompetensi peserta didik. Proses penilaian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan
tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar peserta didik.
Penilaian menyeluruh dan berkelanjutan dalam Konsep Penilaian dari Implementasi peraturan
pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, membawa implikasi terhadap
model dan tehnik penilaian proses dan hasil belajar. Pelaku penilaian terhadap proses dan hasil belajar
diantaranya internal dan eksternal. Penilaian internal merupakan penilaian yang dilakukan dan
direncanakan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan penilaian eksternal merupakan
penilaian yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak melaksanakan proses pembelajaran, biasanya
dilakukan oleh suatu institusi / lembaga baik didalam maupun diluar negeri. Penelitian yang dilakukan
lembaga / institusi tersebut dimaksudkan sebagai pengendali mutu proses dan hasil belajar peserta
didik.
Metode dan tehnik penilaian sebagai bagian dari penilaian internal (internal assessment) untuk
mengetahui proses dan hasil belajar peserta didik terhadap penguasaan kompetensi yang diajarkan oleh
guru. Hal ini bertujuan untuk mengukur tingkat ketercapaian ketuntasan kompetensi oleh peserta didik.
Penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru selain untuk memantau proses, kemajuan
dan perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki, juga sekaligus sebagai
umpan balik kepada guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses program pembelajaran.
Ada empat macam istilah yang berkaitan dengan konsep penilaian dan sering kali digunakan untuk
mengetahui keberhasilan belajar dari peserta didik yaitu pengukuran, pengujian, penilaian dan evaluasi.
Namun diantara keempat istilah tersebut pengertiannya masih sering dicampuradukan, padahal
keempat istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Sebenarnya proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan pengujian merupakan suatu kegiatan atau
proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan berjenjang yaitu dimulai
dari proses pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian
merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Menurut Guilford (1982) pengukuran adalah proses penepatan angka terhadap suatu gejala menurut
aturan tertentu. Pengukuran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berdasarkan pada
klasifikasi observasi unjuk kerja atau kemampuan. Peserta didik dengan menggunakan suatu standar.
Pengukuran dapat menggunakan tes dan non tes. Tes adalah seperangkat pertanyaan yang memiliki
jawaban benar atau salah. Sedangkan non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak
memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non tes bias berbentuk kuesioner atau inventori.
Kuesioner sejumlah pertanyaan atau pernyataan sedangkan peserta didik diminta untuk menjawab atau
memberikan pendapatnya terhadap pernyataan yang diajukan. Inventori merupakan instrument yang
berisi tentang laporan diri dari keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta didik. Pengukuran dalam
kegiatan belajar bisa bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Kuantatif hasilnya berupa angka, sedangkan
kualitatif hasilnya berupa pernyataan yaitu berupa pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat
kurang, dan lain sebagainya.

D. PENGERTIAN EVALUASI
Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah
tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi
pelaksanaannya. Evaluasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses penilaian untuk mengambil
keputusan yang menggunakan seperangkat hasil pengukuran dan berpatokan kepada tujuan yang telah
dirumuskan.
Untuk memperjelas pengertian evaluasi tersebut ada baiknya bila dikutip beberapa perumusan sebagai
berikut:
a. Adams (1964) dalam bukunya “Measurement and evaluation in education, psychology, and guidance”
menjelaskan bahwa kita mengukur berbagai kemampuan anak didik.Bila kita melangkah lebih jauh lagi
dalam menginterprestasi skor sebagai hasil pengukuran itu dengan menggunakan standar tertentu
untuk menentukan nilai dalam suatu kerangka maksud pendidikan dan pelatihannya atau atas dasar
beberapa pertimbangan lain untuk membuat penilaian, maka kita tidak lagi membatasi diri kita dalam
pengukuran, kita sekarang telah mengevaluasi kemampuan atau kemajuan anak didik.
b. Daniel L. Stufflebeam dan Anthony J. Shinkfield (1985) secara singkat merumuskan evaluasi sebagai
berikut: “Evaluation is the systematic assessment of the worth or merit of some object”. Dengan
demikian maka evaluasi antara lain merupakan kegiatan membandingkan tujuan dengan hasil dan juga
merupakan studi yang mengkombinasikan penampilan dengan suatu nilai tertentu.
c. Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen (1961) menjelaskan evaluasi tersebut dengan mengatakan
bahwa evaluasi itu berhubungan dengan pengukuran. Dalam beberapa hal evaluasi lebih luas, karena
dalam evaluasi juga termasuk penilaian formal dan penilaian intuitif mengenai kemajuan peserta didik.
Evaluasi juga mencakup penilaian tentang apa yang baik dan apa yang diharapkan. Dengan demikian
hasil pengukuran yang benar merupakan dasar yang kokoh untuk melakukan evaluasi.

Secara garis besar evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (istilah
ini pertama kali digunakan oleh Scriven (1967) dalam artikelnya berjudul “The Methodology of
evaluation”). Evaluasi formatif dilakukan dengan maksud memantau sejauh manakah suatu proses
pendidikan telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan untuk
mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit pengajaran ke unit
berikutnya.
BAB II
HUBUNGAN PENGUKURAN, TES, PENILAIAN DAN EVALUASI

Sebenarnya proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan pengujian merupakan suatu kegiatan atau
proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan berjenjang yaitu dimulai
dari proses pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian
merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Ada beberapa alasan untuk menggunakan pengukuran, tes, dan evaluasi dalam pendidikan, antara lain :

a. Seleksi
Tes dan beberapa alat pengukuran digunakan untuk mengambil keputusan tentang orang yang akan
diterima atau ditolak dalam suatu proses seleksi. Untuk dapat memutuskan penerimaan atau penolakan
ini maka haruslah digunakan tes yang tepat, yaitu tes yang dapat meramalkan keberhasilan atau
kegagalan seseorang dalam suatu kegiatan tertentu pada masa yang akan datang dengan resiko yang
terendah. Tes jenis ini sangat umum dalam masyarakat kita, karena hampir selalu terjadi peminat untuk
pekerjaan atau pendidikan jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Dilihat dari segi ini, maka acapkali
tes seleksi yang dilakukan hanya sekedar untuk memisahkan orang yang akan diterima dari orang yang
akan ditolak. Bukan untuk memperoleh calon yang paling besar kemungkinan berhasil dalam pekerjaan
atau program yang akan dilakukan.

b. Penempatan
Dalam kursus atau latihan yang singkat biasanya dilakukan tes penempatan, untuk menentukan tempat
yang paling cocok bagi seseorang untuk dapat berprestasi dan berproduksi secara efisien dalam suatu
proses pendidikan atau pekerjaan. Tes seperti ini terutama didasarkan pada informasi tentang apa yang
telah dan apa yang belum dikuasai oleh seseorang.

c. Diagnosis dan remedial


Tes seperti ini terutama untuk mengukur kekuatan dan kelemahan seseorang dalam kerangka
memperbaiki penguasaan atau kemampuan dalam suatu program pendidikan tertentu. Jadi sebelum
dilakukan remedial, maka seharusnya didahului oleh suatu tes diagnosis.

d. Umpan balik
Hasil suatu pengukuran atau skor tes tertentu dapat digunakan sebagai umpan balik, baik bagi individu
yang menempuh tes maupun bagi guru atau instruktur yang berusaha mentransfer kemampuan kepada
peserta didik. Suatu skor tes dapat digunakan sebagai umpan balik, bila telah diinterpretasi. Setidak-
tidaknya ada dua cara menginterpretasi skor tes, yaitu dengan membandingkan skor seseorang dengan
kelompoknya dan dengan melihat kedudukan skor yang diperoleh seseorang dengan kriteria yang
ditentukan sebelum tes dimulai. Untuk yang pertama dinamakan “norm reference test” dan yang kedua
dinamakan “criterion reference test”.
e. Memotivasi dan membimbing belajar
Hasil tes seharusnya dapat memotivasi belajar peserta didik, dan juga dapat menjadi pembimbingan
bagi mereka untuk belajar. Bagi mereka yang memperoleh skor yang rendah seharusnya menjadi
cambuk untuk lebih berhasil dalam tes yang akan datang dan secara tepat dapat mengetahui diwilayah
mana terletak kelemahannya. Dan bagi mereka yang mendapat skor yang tinggi tentu saja hasil itu dapat
menjadi motivasi mempertahankan dan maningkatkan hasilnya, serta dapat menjadi pedoman dalam
mempelajari bahan pengayaan.

f. Perbaikan kurikulum dan program pendidikan


Salah satu peran yang penting evaluasi pendidikan ialah mencari dasar yang kokoh bagi perbaikan
kurikulum dan program pendidikan. Perbaikan kurikulum atau program pendidikan yang dilakukan tanpa
hasil evaluasi yang sistematik acapkali menjadi usaha sia-sia yang mubajir.

g. Pengembangan ilmu
Hasil pengukuran, tes, dan evaluasi tentu saja akan dapat member sumbangan yang berarti bagi
perkembangan teori dan dasar pendidikan. Ilmu seperti pengukuran pendidikan dan psikometrik sangat
tergantung pada hasil-hasil pengukuran, tes, dan evaluasi yang dilakukan sebagai kegiatan sehari-hari
guru dan pendidik. Dari hasil itu akan diperoleh pengetahuan emperik yang sangat berharga untuk
pengembangan ilmu dan teori.

BAB III
PERBEDAAN PENGUKURAN, PENILAIAN, EVALUASI DAN TES

Sebelum melanjutkan pembicaraan tentang evaluasi pendidikan secara lebih luas dan mendalam,
terlebih dahulu perlu dipahami bahwa dalam praktek acapkali terjadi kerancuan atau tumpang tindih
(overlap) dalam penggunaan istilah “evaluasi”, “penilaian” dan “pengukuran”. Kenyataan seperti itu
memang dapat dipahami, mengingat bahwa diantara ketiga istilah tersebut saling kait- mengkait
sehingga sulit untuk dibedakan. Namun dengan uraian berikut ini kiranya akan dapat membantu
memperjelas perbedaan dan sekaligus hubungan antara pengukuran, penilaian dan evaluasi .
Pengukuran yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan measurement dan dalam bahasa Arabnya adalah
muqayasah, dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk “mengukur” sesuatu. Mengukur
pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Misalnya
mengukur suhu badan dengan ukuran berupa thermometer: hasilnya: 360 celcius, 380 celcius, 390
celcius dan seterusnya. Contoh lain: dari 100 butir yang diajuakan dalam tes, ahmad menjawab dengan
betul sebanyak 80 butir soal. Dari contoh tersebut dapat kita dipahami bahwa pengukuran itu sifatnya
kuantitatif.
Pengukuran yang bersifat kuantitatif itu, dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu; misalnya ; pengukuran yang dilakukan oleh
penjahit pakaian mengenai panjang lengan, panjang kaki, lebar bahu, ukuran pinggan dan sebagainya.
2. Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu : misalnya ; pengukuran untuk menguji daya tahan
per baja terhadap tekanan berat, pengukuran untuk menguji daya tahan lampu pijar, dan sebagainya.
3. Pengukuran untuk menilai, yang dilakukan dengan jalan menguji sesuatu ; misalnya : mengukur
kemajuan belajar peserta didik dalam rangka mengisi nilai rapor yang dilakukan dengan menguji mereka
dalam bentuk tes hasil belajar. Pengukuran jenis ketiga inilah yang biasa dikenal dalam dunia pendidkan.

Penialian” berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti : mengambil keputusan
terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang teguh pada ukuran baik atau buruk, sehat
atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Jadi penilaian itu sifatnya adalah kualitatif. Dalam contoh
di atas tadi, seseorang yang suhu badannya 36°Celcius termasuk orang yang normal kesehatannya,
dengan demikian orang tersebut dapat ditentukan sehat badannya. Dari 100 butir soal, 80 butir dijawab
dengan betul oleh Ahmad; dengan demikan dapat ditentukan Ahmad termasuk anak yang pandai.
Sedangkan “Evaluasi” adalah mencangkup kegiatan yang telah dikemukakan terdahulu, yaitu
mencangkup “pengkuran” dan “penilaian”. Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu.
Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran, dan wujud
dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang dalam dunia kependidikan dikenal
dengan istilah tes.
Di atas telah dikemukakan bahwa pengukuran itu adalah bersifat kuantitatif; hasil pengukuran itu
berwujud keterangan yang berupa angka-angka atau bilangan-bilangan. Adapun evaluasi adalah bersifat
kualitatif; evaluasi pada dasarnya adalah merupakan penafsiran atau interpretasi yang sering bersumber
pada data yang bersifat kuantitatif. Dikatakan sering bersumber pada data yang bersifat kuantitatif,
sebab sebagaimana dikemukakan oleh Prof.Dr, Masroen, M.A (1979), tidak semua penafsiran itu
bersumber dari keterangan-keterangan yang bersifat kuantitatif. Sebagai contoh dapat dikemukakan
disini, misalnya keterangan –keterangan mengenai hal-hal yang disukai siswa, informasi yang datang
dari orang tua siswa, pengalaman-pengalaman masa lalu, dan lain-lain, yang kesemuanya itu tidak
bersifat kuantitaif melainkan kualitatif.
Lebih lanjut masroen menegaskan bahwa penilaian (setidak-tidaknya dalam bidang psikologi dan
pendidikan) mempunyai arti yang lebih luas ketimbang istilah pengukuran, sebab pengukuran itu
sebenarnya hanyalah merupakan suatu langkah atau tindakan yang kiranya perlu diambil dalam rangka
pelaksanaan evaluasi. Dikatakan “kiranya perlu diambil” sebab tidak semua penilaian itu harus
senantiasa didahului oleh tindakan pengukuran secara lebih nyata. Sebagai contoh dapat dikemikakan di
sini, misalnya untuk dapat untuk dapat menetukan keberhasilan pengajaran pendidikan agama islam .
ada cara lain yang dapat ditempuh guna mengetahui apakah para siswa telah dapat menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang telah diberikan kepada mereka di sekolah; cara lain itu misalnya
dengan melakukan observasi (pengamatan) melakukan wawancara dan sebagainya.
Namun demikian tidak dapat disangkal adanya kenyataan, bahwa Evaluasi dalam bidang pendidikan
sebagian besar bersumber dari hasil-hasil pengukuran. Menurut Masroen, pada umumnya para pakar di
bidang pendidikan sependapat, bahwa evaluasi mengenai proses pembelajaran disekolah, tidak
mungkin dapat berjalan dengan bail apabila evaluasi itu tidak didasarkan atas data yang bersifat
kuantitatif, inilah sebabnya mengapa dalam praktek masalah pengukuran mempunyai kedudukan yang
sangat penting di dalam dalam proses evaluasi. Baik buruknya evaluasi akan banyak bergantung pada
hasil-hasil pengukuran yang mendahuluinya. Hasil pengukuran yang Kurang cermat akan memberikan
hasil evaluasi yang kurang cermat pula, sebaliknya teknik pengukuran yang tepat akan memberikan
landasan yang kokoh untuk mengadakan evaluasi yang tepat.
Kenyataan inilah yang acapkali menimbulkan adanya kerancuan dan tumpang tindih, antara istilah
evaluasi, penilaian dan pengukuran.

BAB IV
ETIKA TES

Kegiatan pengujian berperan sangat besar dalam system pendidikan dan system persekolahan.karena
pentingnya itu maka setiap tindakan pengujian selalu menimbulkan kritik yang tajam dari masyarakat.
Kritik tersebutt tidak jarang dating dari para ahli, disamping dating dari orang tua yang secara langsung
atau tidak langsung berkepentingan terhadap pengujian. Diantara beberapa kritik tersebut ada
beberapa yang harus menjadi perhatian sungguh sunggup oleh para praktisi dan ahli tes, pengukuran
dan evaluasi. Kritik tersebut antara lain:
a. Tes senantiasa akan mencampuri rahasia pribadi peserta tes. Setiap tes berusaha mengetahui
pengetahuan dan kemampuan peserta tes, yang dapat berarti membuka kelemahan dan kekuatan
pribadi seseorang. Didalam masyarakat yang sangat melindungi akan hak dan rahasia pribadi,masalah ini
seslalu akan menjadi gugatan atau keluhan.
b. Tes selalu menimbulkan rasa cemas peserta tes.memang sampai bats tertentu rasa cemas itu
dibutuhkan untuk dapat mencapai prestasi terbaik, tetapi tes acapkali menimbulkan rasa cemas yang
tidak perlu, yang justru dapat menghambat seseorang mampu mendemonstrasikan kemampuan
terbaiknya.
c. Tes acapkali justru menghukum peserta didik yang kreatif.karena tes itu selalu menuntut jawaban
yang sudah ditentukan pola dan isinya, maka tentu saja hal itu tidak memberi ruang gerak yang cukup
bagi anak yang kreatif.
d. tes selalu terikat pad kebudayaan tertentu. Tidak ada tes hasil belajar yang bebas budaya. Karena itu
kemampuan peserta tes untuk memberi jawaban terbaik turut ditentukan oleh kebudayaan penyusun
tes.

e. Tes hanya mengukur hasil belajar yang sederhana dan yang remeh. Hampir tidak pernah ada tes hasil
belajar yang mampu mengungkapkan tingkah laku peserta didik secara menyeluruh, yang justru menjadi
tujuan utama pendidikan formal apapun.

Karena banyak kritik yang tajam dari masyarakat terhadap tes hasil pendidikan, maka para pendidik
harus dapat melakukan tes dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu perlu ditegakan beberapa etika
tes, yang membedakan tes yang etik dan tindakan yang tidak etik dalam pelaksanaan tes secara
professional.

Praktek tes hasil belajar yang etik terutama mencangkup empat hal utama :
a. Kerahasiaan Hasil Tes
Setiap pendidik dan pengajar wajib melindungi kerahasiakan hasil tes, baik secara hasil individual
maupun secara kelompok. Hasil tes hanya dapat disampaikan kepada orang lain bila :
1) Ada izin dari peserta didik yang bersangkutan atau orang yang bertanggung jawab terhadap peserta
didik (bagi peserta didik yang belum dewasa). Jadi dengan demikian praktek menempelkan hasil tes di
papan pengumuman dengan identitas jelas peserta tes, merupakan pelanggaran terhadap etika ini.
2) Ada tanda-tanda yang jelas terhadap hasil tes tersebut menunjukan gejala yang membahayakan
dirinya atau membahayakan kepentingan orang lain.
3) Bila penyampaian hasil tes tersebut kepada orang lain jelas-jelas menguntungkan peserta tes.

b. Keamanan tes
Tes merupakan alat pengukur yang hanya dapat digunakan secara professional. Dengan demikian tes
tidak dapat digunakan diluar batas-batas yang ditentukan oleh profesionalisme pekerjaan guru. Dengan
demikian maka setiap pendidik harus dapat menjamin keamanan tes, baik sebelum maupun sesudah
digunakan.

c. Interpretasi Hasil Tes


Hal yang paling mengandung kemunkinan penyalahgunaan tes adalah penginterpretasian hasil tes
secara salah. Karena itu maka interpretasi hasil tes harus diikuti tanggung jawab professional. Bila hasil
tes diinterpretasi secara tidak patut, daalam jangka panjang akan dapat membahayakan kehidupan
peserta tes.

d. Penggunaan tes
Tes hasil belajar haruslah digunakan secara patut. Bila tes hasil belajar tertentu merupakan tes baku,
maka tes tersebut harus digunakan di bawah ketentuan yang berlaku bagi pelaksanaan tes baku
tersebut harus digunakan dibawah ketentuan yang berlaku bagi pelaksanaan tes baku tersebut. Tak ada
tes baku yang boleh digunakan diluar prosedur yang ditapakan oleh tes itu sendiri.

Disamping beberapa prinsip seperti yang diuraikan di atas, ada beberapa petunjuk praktis yang
hendaknya ditaati oleh pendidik dalam tes:
a. Pelaksaan tes hendaknya diberi tahu terlebih dahulu kepada peserta tes. Hanya karena pertimbangan
tertentu, yang sangat penting yang dapat membenarkan pendidik tidak memberi tahu terlebih dahulu
kepada peserta tes tentang tes yang akan dilaksanakan. Bahkan kisi-kisi tes sebaiknya diberi tahu kepada
peserta tes sebelum melaksanakan tes.
b. Sebaiknya pendidik menjelaskan cara menjawab yang dituntut dalam suatu tes. Petunjuk menjawab
tes bukanlah sesuatu yang harus dirahasiakan. Petunjuk yang bersifat menjebak harus dihindari.
c. Sebaiknya pendidik justru memotivasi peserta tes mengerjakan tesnya secara baik. Jangan sampai
seorang pendidik justru menakut-nakuti peserta didik.
d. Bila pendidik menggunakan tes baku, maka hendaknya pendidik tersebut bertanggung jawab penuh
terhadap keamanan tes tersebut. Tidak ada tes baku yang boleh digunakan dalam latihan.
e. Seorang pendidik dapat menggunakan hasil tes untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
peserta tes, asalkan hal tersebut tetap menjadi rahasia peserta tes dan pendidik yang bersangkutan.
f. Guru hendaknya menghindari diri dari keterlibatan dalam bimbingan tes yang dapat diperkirakan akan
menggangu proses hasil belajar peserta didik. Hal ini menjadi penting bila guru yang bersangkutan justru
terlibat dalam penyusunan butir tes yang digunakan.
g. Adalah tidak etik bila seorang guru mengembangkan butir soal atau perangkat soal yang paralel
dengan suatu tes baku dengan maksud untuk digunakan dalam bimbingan tes.
h. Adalah tidak etik untuk mendiskriminasikan peserta didik tertentu atau kelompok tertentu yang boleh
mengikuti suatu tes atau melarang mengikuti tes.
i. Adalah tidak etik untuk memperpanjang waktu atau menyingkat waktu yang telah ditentukan oleh
petunjuk tes.
j. Guru tidak boleh meningkatkan rasa cemas peserta tes dengan penjelasan yang tidak perlu.

Secara lebih mandasar etika tes ini diatur dalam standar tes yang dikembangkan oleh organisasi
profesional seperi American Psycological Association (APA), American Educational Research Education
(AERA), dan National Council on Measuremant in Educaton (NCME). Terakhir ketiga organiasi
professional ini membentuk panitia bersama untuk menyusun standar dalam tes. Mereka menghasilkan
buku yang dinamakan “Standard for Educational and Psychological Testing” (1985).
Dalam standar ini dicantumkan berbagai tolak ukur, seperti :
1. Technical Standards for Test Construction and Evaluation;
2. Professional Standards for Test Use;
3. Standards for Particular Application; dan
4. Standards for Administrative Procedures.

Semua standar ini mencangkup dua aspek utama, yaitu tes hasil belajar dan tes psikologi. Pelanggaran
terhadap standar ini merupakan pelanggaran terhadap etika profesi, yang dalam hal tertentu dapat
merupaakan pelanggaran atau kejahatan.

Sumber / daftar pustaka


1. Mimin Haryati, Model & Teknik Penilaian pada tingkat satuan pendidikan, Jakarta : GP Press, 2007.
2. Asmawi Zainul, Pengukuran, Tes dan Evaluasi Hasil Belajar, Jakarta : PAU, 1992.
3. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998.

Lihat juga artikel lainnya di bawah:

Oleh: Emiliannur, S. Pd

A. Penilaian (Assesment)
1. Definisi Penilaian (Assesment)

Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan 
pencapaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas:
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
3. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

Setiap satuan pendidikan selain melakukan perencanaan dan proses pembelajaran, juga 
melakukan penilaian hasil pembelajaran sebagai  upaya  terlaksananya  proses  pembelajaran 
yang  efektif  dan efisien.

Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi verbal),
analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan.

Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989: 220), penilaian adalah proses untuk menentukan nilai
dari suatu obyek atau peristiwa dalam suatu konteks situasi tertentu, dimana proses penentuan
nilai berlangsung dalam bentuk interpretasi yang kemudian diakhiri dengan suatu “judgment“.

Penilaian (assessment) dalam Akhmad Sudrajat (2008), adalah penerapan berbagai cara dan
penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil
belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta
didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai
kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan
nilai kuantitatif tersebut.

Menurut Linn dan Gronlund, assessment adalah istilah umum yang melibatkan semua rangkaian
prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hasil belajar siswa atau peserta
didik (misalnya: observasi, skala bertingkat tentang kinerja, tes tertulis) dan pelaksanan penilaian
mengenai kemajuan belajar siswa (peserta didik).

Tes, Pengukuran, dan Evaluasi merupakan tiga istilah yang berbeda namun saling berhubungan.
Banyak orang tidak mengetahui secara jelas perbedaan dan hubungan di antara ketiganya,
sehingga istilah tersebut sering tidak tepat penggunaannya. Agar jelas berikut ini akan diuraikan
perbedaan dan hubungan antara tes, pengukuran, dan evaluasi.

Tes adalah instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang individu
atau objek. Sebagai alat pengumpul informasi atau data, tes harus dirancang secara khusus.
Kekhususan tes terlihat dari bentuk soal tes yang digunakan, jenis pertanyaan, rumusan
pertanyaan yang diberikan, dan pola jawabannya harus dirancang menurut kriteia yang telah
ditetapkan. Demikian juga waktu yang disediakan untuk menjawab pertanyaan serta
pengadministrasian tes juga dirancang secara khusus. Selain itu aspek yang diteskanpun terbatas.
Biasanya meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Kekhususan-kekhususan tersebut
berbeda antara satu tes dengan tes yang lain. Tes ini dapat berupa pertanyaan tertulis,
wawancara, pengamatan tentang unjuk kerja fisik, checklist, dan lain-lain.

).Teknik Tes

Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum† artinyapiring untuk menyisihkan
logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh
sesesorang atau kelompok.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes merupakan alat ukur yang berbentuk
pertanyaan atau latihan, dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada seseorang atau
sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus dapat memberikan
informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur. Sedangkan sebagai alat ukur
berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan dan bakat seseorang atau sekelompok
orang.

Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas untuk
mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.Dengan demikian berarti sudah
dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang
hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat membandingkan antara
seseorang dengan orang lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang
berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa
sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut. Prestasi atau tingkah laku
tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan intruksional pembelajaran atau tingkat
penguasaan terhadap seperangkat materi yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat
pula menunjukkan kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.

Tes adalah alat untuk memperoleh data tentang perilaku individu ( Allen dan Yen, 1979: 1). Karena itu,
didlam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang harus dikerjakan, yang
akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu ( sampel perilaku ) berdasarkan
jawaban yang diberikan individu yang dikenaites tersebut ( anastari, 1982:22 ).
Pada buku psychological Testing, Anastari, ( 1982:22 ) menyatakan tes merupakan pengukuran yang
obyektif dan standard. Cronbach menanbahkan bahwa tes adalah prosedur yang sitematis guna
mengopservasi dan member deskripsi sejumblah atau lebih cirri seseorang dengan bantuan skala
numerik atau suatu system kategoris.
Dengan demikian cepat dinyatakan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis. Ini berarti butir tes
disusun berdasarkan cara dan aturan tertentu, pemberian skor harus jelas dan dilakukukan secara
yrtperinci, serta individu yang menempuh tes tersebut harus mendapat butir tes yang sama dan dalam
kondisi yang sebanding. Selain itu tes berisi sampelm perilaku, yang berarti kelayakan tes tergantung
pada sejauh mana butir tes siswa adalah tes pelajaran matematika yang pada umumnya disusun oeh
guru sendiri.
Peranan tes prestasi belajar paling signifikan adalh padaa program pengajaran di sekolah. Jadi tes
prestasi menjadi bagian integral PBM dan berpengaruh langsung rehadap perkembangan belajar siswa.
Dalam hal ini, baik tes prestasi belajar buatan guru maupun standar, keduanya mengukur prestasi siswa
di kelas. Tetapi tes buatan guru paling dominan dan banyak digunakan ( Gronlund, 1968:1 ) .

You might also like