Professional Documents
Culture Documents
Penelitian ini menginvestigasi sistem panasbumi di daerah Cidanau dan sekitarnya, yaitu
dengan melihat karakteristik manifestasi panasbumi di permukaan untuk, kemudian,
menginterpretasi kondisi bawah permukaan dan pola hidrogeokimia air panasbumi.
Morfologi daerah penelitian didominasi oleh Satuan Dataran Danau yang merupakan
bentukan kaldera Cidanau yang diakibatkan oleh depresi volkano-tektonik. Morfologi ini
memisahkan bagian utara dan selatan daerah penelitian yang terdiri dari kubah-kubah
lava. Geologi daerah penelitian didominasi oleh batuan hasil dari kegiatan gunungapi
berumur Plio-Kuarter. Batuan-batuan volkanik ini menindih secara tidak selaras batuan
sedimen dan volkanik berumur Tersier. Struktur geologi di daerah penelitian didominasi
oleh sesar berarah barat laut - tenggara dan barat – timur. Sesar-sesar ini juga
mengontrol kemunculan beberapa air panas di daerah penelitian.
Pola hidrogeokimia air panasbumi di daerah penelitian dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu
bagian utara dan selatan. Berdasarkan kandungan kimia dan isotop stabil air panas yang
muncul sebagai manifestasi permukaan, kedua bagian ini mempunyai reservoar air panas
yang berbeda. Meskipun demikian, asal dan temperatur kedua reservoar ini adalah sama,
yaitu berasal dari air meteorik hasil pemanasan proses volkano-magmatik dengan
temperatur berkisar antara 180 dan 280°C. Reservoar air panas di daerah utara
mempunyai temperatur yang sedikit lebih rendah dibanding reservoar di bagian selatan.
Selanjutnya, air panasbumi yang berasal dari reservoar mengalir ke atas di daerah Cilenge
dan Cilurah. Di bagian lain di daerah penelitian, air panasbumi mengalir secara lateral dan
bercampur dengan air HCO3 dan SO4 yang terbentuk di dekat permukaan karena
proses steam heating.
Alterasi batuan di permukaan menunjukkan kehadiran fosil endapan travertin dan sinter
silika. Berdasarkan hal tersebut diduga, bahwa aktivitas panasbumi di daerah penelitian
telah berlangsung lebih dari 10 ribu tahun, dan selama waktu tersebut, aktivitas
panasbumi di daerah penelitian juga telah mengalami pendinginan.
- ii -
ABSTRACT
This research investigated the geothermal system of Cidanau area and its surrounding, i.e.
by characterize the surface manifestation of geothermal system to interpret the sub
surface condition and hydrogeochemical pattern of geothermal fluids.
Morphology of the research area is dominated by plain of lake that is the volcano-tectonic
depression, caldera-like of Cidanau. This morphology separates the research area into the
north and south areas where the lava domes formed. Geology of the research area is
dominated by Plio-Quaternary volcanic rocks. These volcanic rocks uncomfortably overlie
sedimentary and Tertiary volcanic rocks. Structural geology in the research area is
dominated by NW-SE and E-W faults. These faults control the appearances of hot springs
in the research area.
The hydrogeochemical pattern of geothermal fluid in the research area can be divided
into 2 areas, north and south areas. Based on the chemical and stable isotope
compositions, both areas have different reservoir. Even though, the origins and
temperatures of both reservoirs are similar, i.e. from meteoric water due to heating of
volcano-magmatic process at temperatures ranging from 180 to 280°C. The north’s
reservoir has lower temperature than the south. Furthermore, the geothermal fluids flow
up and discharge in Cilenge and Cilurah hot springs. In the other hot springs of the
research area, the geothermal fluids flow laterally and mix with steam heated HCO3 and
SO4 waters formed near the surface.
The surface rock alteration shows the occurrence of fossils of travertine and silica sinter
deposits. It indicates that the geothermal activity in the research area has been occurring
more than 10 years, and along that time, the activity has been cooling down.
- iii -
KATA PENGANTAR
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi panasbumi yang ditunjukkan oleh
adanya manifestasi permukaan di sekitar Cidanau, Anyer, Provinsi Banten. Penelitian ini
dibiayai melalui dana Riset ITB tahun 2007 dan dilaksanakan selama 10 bulan, yaitu mulai
15 Januari hingga 15 November 2007. Peneliti yang terlibat dalam kegiatan ini berasal
dari Kelompok Keahlian Geologi Terapan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB.
Terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM), ITB
yang telah memberi kesempatan untuk melakukan penelitian ini. Terima kasih kepada
Agus M. Ramdhan, Erwin Irawan dan Tri Yulinawati yang telah banyak membantu
pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih kepada Putra, Andromeda, dan Dian Ultra yang
telah membantu melakukan pekerjaan lapangan dan laboratorium. Terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Semoga
penelitian ini bermanfaat bagi keilmuan geologi dan panasbumi, bagi pembangunan di
Provinsi Banten, dan bagi pengembangan energi alternatif.
- iv -
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................... ii
ABSTRACT .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
-v-
IV.5. SADATANI .................................................................... 34
IV.6. CILURAH ...................................................................... 34
IV.7. KAJAROAN ................................................................... 34
IV.8. CIPANAS HILIR ............................................................. 39
IV.9. GUNUNG TANGKUANG .................................................. 39
IV.10. GUNUNG KARANG ........................................................ 39
IV.11. GUNUNG PULOSARI ...................................................... 42
- vi -
BAB IX. POLA HIDROGEOKIMIA ..................................................... 74
IX.1. ALIRAN BAWAH PERMUKAAN ........................................ 74
IX.2. WAKTU AKTIVITAS ....................................................... 76
IX.3. KALDERA CIDANAU ....................................................... 76
- vii -
DAFTAR GAMBAR
Gambar 10. Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). ....................... 17
Gambar 11. Peta geologi daerah penelitian (modifikasi dari Santosa, 1991). .... 19
- viii -
Gambar 13. Lokasi manifestasi panasbumi di permukaan. .............................. 24
Gambar 14. Air panas Anyer dialirkan dan dipergunakan langsung sebagai
pemandian umum. ..................................................................... 28
Gambar 15. Mataair Kareos terletak di tinggian di sekitar areal persawahan. ... 29
Gambar 16. Mataair panas Batukuwung (AY-003) mempunyai debit air yang
paling besar di antara mataair panas lain di daerah penelitian. ..... 31
Gambar 17. Air panas Batukuwung (AY-004) terletak sekitar 100 m dari
Pemandian Batukuwung. ............................................................ 32
Gambar 20. Mataair panas Cilenge yang keluar dengan debit rendah. ............. 35
Gambar 21. Mataair Cacaban merupakan mataair dingin yang mempunyai debit
paling besar di daerah Batukuwung. ........................................... 35
Gambar 22. Kolam air panas Sadatani terletak di areal persawahan. ............... 36
Gambar 23. Di Cilurah, di sekitar Karang Bolong, air panas keluar dari
pemboran dan dialirkan ke kolam pemandian umum. ................... 37
Gambar 24. Kolam air panas Kajaroan terdapat di sekitar areal persawahan. ... 38
Gambar 25. Mataair panas Cipanas Hilir yang muncul di tengah areal
persawahan dan telah ditampung pada bak. ............................... 40
- ix -
Gambar 26. Mataair dingin Ciasem yang muncul di Gunung Tangkuang. ......... 40
Gambar 27. Mataair panas Cileunyep yang muncul di Gunung Tangkuang. ...... 41
Gambar 28. Kandungan relatif Cl - SO4 - HCO3 (dalam mg/L) air panas di
daerah penelitian. ...................................................................... 48
Gambar 31. Grafik yang menunjukkan hubungan antara isotop stabil δ18O dan
δD air panas di daerah penelitian. ............................................... 55
Gambar 36. Sayatan tipis sample AY-006 yang diambil di sekitar mataair panas
Cilenge. ..................................................................................... 65
Gambar 37. Sayatan tipis sample AY-014 yang diambil di sekitar mataair
Ciasem di Gunung Tangkuang. ................................................... 66
Gambar 38. Pola XRD sampel AY-014 dari Ciasem, Gunung Tangkuang. ......... 67
-x-
Gambar 39. Sayatan tipis sample AY-015 dari sekitar mataair panas Cileunyep,
Gunung Tangkuang. .................................................................. 69
Gambar 40. Model umum sistem panasbumi di daerah Cidanau dan sekitarnya
digambarkan sebagai sketsa penampang utara – selatan tanpa
skala. ........................................................................................ 75
- xi -
DAFTAR TABEL
Tabel 2. Hasil analisa pH, TDS, DHL dan kesadahan (CaCO3) sampel air
panas. ...................................................................................... 44
Tabel 4. Jumlah anion dan katian untuk analisa ion balance, dan
perbandingan beberapa unsur untuk interpretasi geokimia air
panas. ...................................................................................... 46
- xii -
BAB I
PENDAHULUAN
Jawa Barat dan Banten merupakan daerah yang mempunyai banyak prospek panasbumi
yang ditunjukkan dengan kehadiran manifestasi panasbumi di permukaan, seperti mataair
panas, fumarol, solfatara, steaming ground, dan kolam lumpur. Potensi panasbumi Jawa
Barat dan Banten terhitung tinggi, yaitu 6101 MW, atau sekitar 22% potensi panasbumi
total Indonesia (Ibrahim et al., 2005). Meskipun demikian, baru sekitar 12% potensinya
(725 MW) dikembangkan dan menghasilkan energi listrik sebagai pengganti energi utama
minyak dan gas bumi. Lapangan panasbumi yang dikembangkan hingga saat ini adalah
Lapangan Panasbumi : Kamojang, Darajat, Wayang Windu dan Awibengkok-Gunung Salak.
Lapangan panasbumi lain yang akan dikembangkan meliputi Lapangan Panasbumi :
Patuha, Karaha Bodas dan Cibuni.
Salah satu penyebab belum maksimum pemanfaatan potensi panasbumi Jawa Barat dan
Banten adalah karena ketidakpahaman mengenai sistem panasbumi dan pola
hidrogeokimia fluida panasbumi di bawah permukaan. Sebenarnya hal ini dapat dipelajari
berdasarkan manifestasi panasbumi di permukaan, yaitu karakteristik mataair panas dan
pola alterasi hidrotermal di permukaan (cf. Hochstein and Browne, 2000, dan
Browne, 1978).
-1-
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manifestasi permukaan di daerah Cidanau,
Anyer dan sekitarnya, yaitu dengan memetakan alterasi batuan dan kemunculan mataair
panas, steaming ground, fumarol, dan kolam lumpur. Dengan demikian akan diketahui
sistem panasbumi, termasuk heatflow, reservoar, upflow dan outflow-nya. Selanjutnya,
pemanfaatan panasbuminya, baik sebagai indirect use (misalnya sebagai pembangkit
listrik) maupun direct use (misalnya sebagai pemanas, pariwisata, dsb) dapat diperkirakan.
Selain mengetahui sistem panasbumi, penelitian ini juga akan mengetahui hubungan
antara sistem panasbumi di Daerah Cidanau dengan sistem panasbumi lain yang
berdekatan, misalnya dengan Sistem Panasbumi Gunung Karang dan Pulosari.
I.2. PERMASALAHAN
Penelitian ini akan menginvestigasi sistem panasbumi di daerah Cidanau dan sekitarnya,
dan hanya dilakukan pada kondisi permukaan. Selanjutnya, kondisi sistem panasbumi di
bawah permukaan akan diinterpretasikan berdasarkan manifestasi yang muncul di
permukaan.
Secara umum, masalah yang akan diteliti adalah karakteristik manifestasi panasbumi di
permukaan berupa mataair panas dan alterasi batuan. Secara detil, masalah yang akan
diteliti adalah :
1. Karakteristik mataair panas meliputi tipe dan asal fluida panasbumi,
komposisi kimia air panas, dan penyebarannya. Fluida panasbumi mengalir
dari reservoar, berinteraksi dengan batuan sekitar dan muncul di
permukaan melalui zona permeabel. Dengan mengetahui karakteristik
mataair panas akan dapat diketahui juga karakteristik fluida panasbumi di
reservoar dan proses yang terjadi saat fluida tersebut mengalir ke
permukaan.
2. Asal fluida panasbumi, yaitu dari air meteorik yang mengalami pemanasan
atau terdapat input dari air magmatik. Sehingga nantinya dapat diketahui
kegiatan volkanisme yang mempengaruhinya.
3. Mineralogi alterasi batuan yang terbentuk di sekitar mataair panas dan
pada tebing-tebing di pinggir dataran danau. Bila hal ini dapat dipelajari,
karakteristik fluida panasbumi yang pernah muncul di daerah penelitian
dapat diketahui. Sehingga evolusi atau perubahan karakteristik fluida
-2-
panasbumi, yang selanjutnya menunjukkan perubahan kondisi reservoar,
dapat diketahui.
Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah, bahwa sistem panasbumi di daerah
penelitian, seperti sistem panasbumi lain di Jawa Barat, merupakan sistem panasbumi
yang dipengaruhi oleh aktivitas volkanisme. Pola hidrogeologinya akan mengikuti
topografi tinggian atau gunung api.
-3-
5. Komposisi Kimia Air Panas.
6. Komposisi Isotop Stabil Air Panas.
7. Alterasi Batuan di Permukaan.
8. Geotermometer yang dihitung berdasarkan komposisi kimia air panas.
9. Pola Hidrogeokimia daerah penelitian dan hubungannya dengan sistem
panasbumi Cidanau dan sekitarnya.
10. Kehilangan Panas Alamiah yang dihitung berdasarkan karakteristik
manifestasi panasbumi di permukaan.
11. Kesimpulan dan saran pengembangan panasbumi di daerah penelitian.
-4-
BAB II
LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN
II.1. LOKASI
Daerah penelitian adalah di Cidanau dan sekitarnya yang terletak di Kabupaten Serang
dan Pandeglang, Provinsi Banten. Cidanau disebut juga Danau Danau atau Rawa Dano;
daerah ini merupakan cagar alam berupa hutan rawa dan tempat konservasi air
(http://www.serang.go.id dan http://www.air.bappenas.go.id).
Cidanau termasuk daerah prospek panasbumi di Jawa yang ditunjukkan oleh adanya
kemunculan 11 mataair panas (http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/dndautxt.html).
Daerah ini terletak di sekitar 15 km selatan Anyer, atau 30 km barat Serang, atau sekitar
240 km dari Bandung (Gambar 1). Selat Sunda membatasi daerah penelitian di bagian
barat dan Gunung Karang terletak di sebelah tenggara daerah penelitian. Gunung Karang
dan Pulosari merupakan manifestasi panasbumi lain yang muncul di selatan dan tenggara
daerah penalitian.
Daerah penelitian Cidanau dapat dicapai dengan kendaraan roda empat melalui jalan
yang menghubungkan Serang, Cilegon, Anyer dan Labuan di pantai barat Provinsi Banten
(Gambar 1). Meskipun demikian, beberapa lokasi manifestasi panasbumi di daerah
penelitian hanya dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua.
-5-
Gambar 1. Peta Jawa Barat yang menunjukkan lokasi daerah penelitian di pantai barat Jawa dan termasuk dalam Provinsi Banten.
-6-
a. Sampel air untuk analisa kimia diambil dan dimasukkan botol
polyethylene berukuran 500 mL, setelah dilakukan penyaringan
untuk menghindari adanya alga, silika koloid, pasir dan endapan
lainnya. Pengasaman tidak perlu dilakukan, karena sampel akan
langsung dianalisa di laboratorium.
b. Sampel air untuk analisa isotop stabil dilakukan dengan
memasukkan sampel air ke dalam botol kaca/gelas berukuran
100-200 mL, setelah dilakukan penyaringan untuk menghindari
adanya alga, silika koloid, pasir dan endapan lainnya. Sampel
langsung ditutup dan dimasukkan dalam cool-box untuk
menghindari kontaminasi.
Pada setiap pengambilan sampel dilakukan pengukuran langsung debit,
temperatur air dan udara sekitar, keasaman (pH), elektronegativitas (Eh),
daya hantar listrik (DHL) dan salinitas. Titik koordinat, waktu pengambilan
sampel, karakteristik air di lapangan dicatat dalam buku catatan (Gambar 2
sampai 5). Untuk pengambilan sampel air panas perlu diperhatikan faktor
keselamatan, karena temperatur air dapat mencapai titik didih 100ºC.
3. Pengambilan sampel batuan teralterasi dilakukan untuk mengetahui
komposisi mineralogi batuan tersebut. Sampel diambil dengan dimensi
sekitar 10 x 10 x 10 cm dan berjumlah sekitar 20 sampel. Titik koordinat,
waktu pengambilan sampel, karakteristik batuan di sekitarnya dicatat
dalam buku catatan.
4. Menganalisa sampel air yang diambil untuk mengetahui komposisi kimia air.
Sampel air dianalisa dengan metoda Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS) untuk mengetahui kandungan SiO2, Ca2+, Na+, K+, Fe2+, Mg2+, Cl-,
HCO3- dan SO42-. Analisa kimia air dan gas ini dilakukan di Laboratorium
Kimia Badan Geologi, Bandung. Perhitungan ionic balance dilakukan untuk
menentukan kelayakan hasil analisa.
5. Menganalisa sampel air untuk mengetahui kandungan isotop stabil δ18O
dan δD. Hal ini dilakukan dengan menggunakan Mass Spectrometer (MS)
yang tersedia di Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Jakarta.
-7-
Gambar 2. Peralatan yang digunakan untuk mendeskripsi karakteristik manifestasi panasbumi
di permukaan.
-8-
Gambar 4. Melakukan pengukuran temperatur, pH dan konduktivitas air panas.
-9-
6. Menganalisa sampel batuan untuk mengetahui komposisi mineraloginya.
Metoda analisa yang digunakan adalah metoda petrografi atau sayatan tipis.
Metoda X-ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mengkonfirmasi analisa
petrografi, khususnya untuk menganalisa mineral berukuran lempung.
7. Menginterpretasi dan menganalisa data yang diperoleh, baik data lapangan,
maupun data hasil analisa laboratorium. Publikasi dari peneliti terdahulu
digunakan sebagai studi pustaka untuk mendukung hasil penelitian ini.
- 10 -
BAB III
KONDISI GEOLOGI
III.1. GEOMORFOLOGI
Pembagian morfologi daerah penelitian didominasi oleh Satuan Dataran Danau yang
merupakan bentukan kaldera Cidanau yang diakibatkan oleh depresi volkano-tektonik.
Kaldera ini berukuran 12 km x 5 km dan berarah timur laut - barat daya. Morfologi ini
berada pada ketinggian 90 hingga 100 m. Hutan rawa yang mendominasi dataran ini
dahulu kini hanya dapat ditemukan di beberapa titik (Gambar 6). Sebagian besar dataran
ini telah dimanfaatkan oleh penduduk, sehingga daerah rawa-rawa kini telah diganti oleh
petak-petak sawah. Satuan geomorfologi ini menunjukkan, bahwa daerah ini telah
mengalami tingkat erosi yang tinggi dan dapat dikatakan telah memasuki jenjang dewasa.
Kubah-kubah lava dijumpai di sekeliling dataran danau (Gambar 7). Di utara terdapat
Gunung Gede (741 m), Tukung (708 m), Sarengean (711 m), dan lain-lain, sedangkan di
selatan terdapat Gunung Tangkuang (615 m), Condong (794 m), Parakasa (990 m),
Rangkong (415 m), dan lain-lain (Gambar 8). Deretan kubah lava ini membentuk Satuan
Morfologi Pegunungan Komplek Gunung Tukung di utara dan Pegunungan Komplek
Gunung Tangkuang di selatan Satuan Dataran Danau. Di beberapa tempat, gawir-gawir
terjal terbentuk dan membatasi Satuan Dataran Danau dari Satuan Pegunungan Komplek.
Beberapa mataair juga muncul di perbatasan kedua satuan geomorfologi tersebut.
Satuan geomorfologi di bagian barat didominasi oleh Satuan Dataran Pantai (Gambar 9).
Satuan ini memanjang di pantai Selat Sunda dari Anyer hingga Labuan dengan lebar
sekitar 1 km. Ketinggian morfologi ini tidak lebih dari 30 m.
Di selatan dan tenggara daerah penelitian terdapat gunung api strato Gunung Aseupan
(1081 m), Pulosari (1046 m) dan Karang (1778 m). Dari ketiga gunung api tersebut,
Gunung Karang merupakan gunung api termuda dan tertinggi (http://www.vsi.esdm.
go.id/pbumi/java/dndanutxt.html).
- 11 -
Gambar 6. Rawa masih dapat dijumpai di beberapa lokasi di dataran danau. Dataran Cidanau merupakan cagar alam dan tempat konservasi air.
- 12 -
Gambar 7. Dataran danau mendominasi pembagian morfologi daerah penelitian dan dikelilingi oleh pegunungan komplek. Beberapa mataair panas muncul di
kaki pegunungan dan beberapa kolam air panas muncul di dataran danau. Lokasi Cilurah, di barat daya daerah penelitian.
- 13 -
Gambar 8. Gunung Rangkong merupakan kubah lava yang muncul diantara dataran danau di bagian selatan daerah penelitian.
- 14 -
Gambar 9. Bagian barat daerah penelitian didominasi oleh dataran pantai yang memanjang dari Anyer hingga Labuan. Di beberapa lokasi merupakan tempat
wisata yang menarik, seperti Pantai Marbella dan Carita.
- 15 -
III.2. GEOLOGI
III.2.1. Fisiografi
Menurut van Bemmelen (1949) fisiografi daerah penelitian termasuk dalam zona yang
dipengaruhi oleh gunung api Kuarter, dalam hal ini adalah Gunung Karang (Gambar 10).
Batuan dasar di daerah penelitian termasuk dalam peralihan antara Zona Bandung, Bogor
dan Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa.
III.2.2. Stratigrafi
Gambar 11 menunjukkan, bahwa geologi permukaan di daerah penelitian didominasi oleh
batuan hasil dari kegiatan gunungapi berumur Kuarter, seperti lava, breksi, tufa dan
batuan piroklastik lainnya (Santosa, 1991).
Batuan volkanik tertua di daerah penelitian merupakan hasil gunung api basalt yang
terbentuk selama aktivitas pra-kaldera berumur Pliosen Akhir (http://www.vsi.esdm.go.id/
pbumi/java/dndanutxt.html). Batuan ini tidak tersingkap di daerah penelitian. Pada
Pleistosen Awal terjadi erupsi besar dan menghasilkan lava andesit dan andesit basaltik,
serta piroklastik (http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/dndanutxt.html). Lava ini
meliputi dasit di Gunung Gede-Tukung di utara dan diorit (Qdi) di Gunung Rangkong di
barat daya. Diorit Rangkong sendiri berkomposisi intermediet hingga asam (Santosa,
1991), meskipun BEICIP (1979) menyebutkan, bahwa komposisi diorot Rangkong sangat
asam dengan kandungan SiO2 mencapai 74,5%.
Erupsi yang membentuk komplek volkanik yang besar tersebut kemudian diikuti oleh
erupsi eksplosif yang disertai runtuhnya struktur volkanik yang telah ada
(http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/dndanutxt.html). Aktivitas ini membentuk kaldera
Cidanau yang dikelilingi oleh kubah-kubah lava yang tertutupi oleh endapan piroklastik
aliran berbatuapung. Batuan ini diuraikan oleh Santosa (1991) sebagai Batuan Gunungapi
Danau Tua (Qpd) dan Batuan Gunungapi Danau Muda (Qvd) yang terdiri dari lava andesit
hingga basalt, breksi gunung api dan tufa; Tufa Banten Bawah (Qptb) yang terdiri dari
tufa breksi, anglomerat, tufa berbatu apung, tufa lapili dan tufa pasiran; dan Tufa Banten
Atas (Qvtb) yang terdiri dari tufa berbatuapung, tufa pasiran, tufa kristal, tufa lapili, tufa
gelas dan sisipan tufa lempungan (Gambar 11).
- 16 -
Gambar 10. Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah penelitian terletak di zona dengan batuan gunungapi Kuarter dengan Gunung Karang
sebagai puncaknya.
- 17 -
Aktivitas volkanik selanjutnya terjadi di selatan Cidanau, yaitu dengan terjadinya erupsi
berkomposisi andesit basaltik di Gunung Parakasa. Erupsi selanjutnya terjadi di Gunung
Aseupan, Pulosari dan Karang yang membentuk gunung api strato berkomposisi andesit
hingga andesit basaltik (http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/dndanutxt.html). Di
daerah penelitian, Santosa (1991) menyebutkan batuan ini sebagai Batuan gunungapi
muda (Qhv) yang terdiri dari breksi gunungapi, lava, tufa, aliran lahar dan hasil erupsi
gunungapi lainnya (Gambar 11).
Selanjutnya Santosa (1991) menyebutkan, bahwa endapan paling muda yang terdapat di
daerah penelitian merupakan endapan rawa pantai (Qr) yang hadir di Padarincang hingga
Cidanau dan endapan pantai (Qa) yang tersebar di sekitar garis pantai Selat Sunda.
Endapan-endapan ini terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lempung, lumpur dan kerakal
batuapung. Koluvium (Qk) merupakan reruntuhan, talus, rombakan dan urugan yang
berasal dari batuan gunungapi yang tersebar di antara morfologi pegunungan dan
dataran danau (Gambar 11).
- 18 -
Gambar 11. Peta geologi daerah penelitian (modifikasi dari Santosa, 1991).
- 19 -
Sesar berarah utara - selatan juga teramati di bagian utara daerah penelitian, yaitu di
Gunung Tukung dan Sarengean. Sesar ini diduga terbentuk sebagai akibat dari
pembentukan sesar barat laut - tenggara Gunung Tukung. Di bagian lain di daerah
penelitian, tren utara - selatan ini hanya teramati melalui foto udara dan merupakan
sesar-sesar berumur muda (Gambar 11).
III.3. HIDROGEOLOGI
Daerah penelitian didominasi oleh akuifer dengan aliran air tanah antar butir dan rekahan.
Gambar 12 menunjukkan, bahwa daerah penelitian terbagi menjadi 4 satuan hidrogeologi
(Suryaman, 1999), yaitu akuifer pada endapan tufa Banten atas dan endapan volkanik
muda, akuifer pada endapan gunungapi muda, akuifer pada endapan aluvial pantai dan
danau, dan non akuifer (Gambar 12).
Akuifer pada endapan tufa Banten dan endapan volkanik muda mendominasi daerah
penelitian. Pada akuifer ini terdapat beberapa lapisan akuifer dengan ketebalan 5 hingga
25 m dengan muka air tanah statis yang umumnya berada 5 hingga 27 m di bawah muka
tanah setempat. Sumur-sumur air tanah pada akuifer ini mempunyai debit aliran yang
rendah, yaitu 5 L/detik (Suryaman, 1999).
Akuifer pada endapan gunungapi muda terletak di bagian selatan daerah penelitian, yaitu
di Padarincang dan sekitarnya (Gambar 12). Akuifer ini terdiri dari beberapa lapisan
akuifer dengan ketebalan antara 5 hingga 50 m. Muka air tanah pada akuifer ini bersifat
statis dan berada pada kedalaman lebih dari 1 m. Debit air tanah yang keluar dari sumur-
sumur di daerah ini sangat tinggi, yaitu antara 10 hingga 25 L/detik (Suryaman, 1999).
- 20 -
Gambar 12. Peta hidrogeologi daerah penelitian (modifikasi dari Suryaman, 1999).
- 21 -
Akuifer dengan sistem aliran melalui ruang antar butir dan rekahan dijumpai pada
endapan aluvial danau dan pantai dan endapan gunungapi muda. Akuifer ini terdapat di
Cidanau dan sekitarnya, dan Pantai Anyer (Gambar 12). Akuifer ini terdiri dari beberapa
lapisan akuifer yang mempunyai ketebalan antara 5 dan 25 m. Muka air tanah pad akuifer
ini umumnya kurang dari 2 m di bawah muka tanah setempat, bahkan di beberapa lokasi
berada 1 m di atas muka tanah dengan debit aliran 5 hingga 10 L/detik (Suryaman, 1999).
Daerah di sekitar puncak Gunung Gede, Tukung, Rangkong, Tangkuang dan Parakasa
merupakan daerah yang tidak permeabel. Suryaman (1999) menyebutkan, bahwa daerah
ini tidak mempunyai akuifer yang mengandung air tanah yang berarti.
Manifestasi panasbumi lain di sekitar Cidanau adalah di Gunung Karang dan Pulosari,
Banten yang terletak lebih dari 10 km selatan Cidanau (http://www.vsi.esdm.go.id/
pbumi/).
- 22 -
BAB IV
MANIFESTASI PANASBUMI DI PERMUKAAN
IV.1. ANYER
Aliran air hangat bertemperatur 40°C dengan pH 7,5 dan debit sekitar 5 L/menit. Menurut
penduduk disalurkan dari pemboran lepas pantai di Selat Sunda. Saat ini air panas ini
digunakan sebagai tempat pemandian umum. Tidak terlihat adanya alterasi permukaan,
hanya air yang mengalir meninggalkan bekas berwarna putih dan kuning-orange di
dinding bak (Gambar 14).
IV.2. KAREOS
BEICIP (1979) menyebutkan, bahwa mataair Kareos muncul akibat adanya sesar berarah
barat laut - tenggara. Manifestasi ini berupa kolam air hangat dengan dimensi 3 x 2 m2
dan kedalaman 50 cm. Manifestasi ini muncul di punggungan batugamping di tengah
areal persawahan yang didominasi oleh aluvial danau (Gambar 15). BEICIP (1979)
menyebutkan kehadiran travertin (CaCO3) di sekitar mataair panas ini, tetapi hal ini masih
diperdebatkan.
Gambar 15 menunjukkan, bahwa kolam air hangat Kareos mempunyai air yang jernih dan
terdapat gelembung-gelembung gas. Debit air yang keluar sekitar 5 L/menit. Temperatur
air panas hanya 40-42°C dan pH air sekitar 6,4. Endapan berwarna putih kekuningan
terbentuk di permukaan batuan di sekitar kolam dan bercampur dengan material organik.
- 23 -
Gambar 13. Lokasi manifestasi panasbumi di permukaan.
- 24 -
Tabel 1. Lokasi pengambilan sampel air panas, tipe manifestasi menurut klasifikasi Hochstein (1994) dan hasil pengukuran langsung temperatur, pH dan nilai
konduktivitas. Sampel AY-007 dan 008 merupakan sampel air dingin, dan sampel AY-011 adalah sampel air laut.
- 25 -
Tabel 1. (Lanjutan)
- 26 -
Tabel 1. (Lanjutan)
- 27 -
Selat Sunda
Gambar 14. Air panas Anyer dialirkan dan dipergunakan langsung sebagai pemandian umum.
Sumber air panas tidak diketahui, tetapi beberapa penduduk menyebutkan sumber dari
pemboran di lepas pantai Selat Sunda.
- 28 -
Mata air panas
Gambar 15. Mataair Kareos terletak di tinggian di sekitar areal persawahan. Air panas ini
dimanfaatkan langsung sebagai pemandian umum.
- 29 -
IV.3. BATUKUWUNG
Di Batukuwung terdapat beberapa titik mataair. BEICIP (1979) menyebutkan, bahwa
Batukuwung merupakan mataair dengan debit terbesar dan temperatur tertinggi di
daerah Cidanau. Kini mataair tersebut telah dimanfaatkan sebagai obyek wisata
pemandian umum (Gambar 16). Air panas ditampung dalam bak dengan dimensi 4 x 4 m2
dan kedalaman 1,5 m. Karakteristik air panas tersebut adalah jernih, terdapat gelembung-
gelembung gas, dan membentuk endapan berwarna kuning kemerahan bercampur
dengan organik pada dinding bak. Debitnya sangat besar, yaitu mencapai 240 L/menit.
Temperatur air adalah sekitar 60°C dan pH terukur di lapangan adalah 6,4.
BEICIP (1979) menyebutkan, bahwa travertin dan sinter silika muncul di Batukuwung.
Sinter silika umumnya sangat dominan dan berupa blok dan lembaran. Di beberapa
tempat sinter ini telah merupakan fosil sinter. Travertin umumnya muncul bercampur
dengan silika dan merupakan hasil aktivitas air panas yang lebih muda (BEICIP, 1979).
Mataair panas muncul di sekitar 100 m dari Pemandian Batukuwung. Kolam air panas ini
mempunyai dimensi 30 x 40 cm2 dan kedalaman 80 cm. Airnya jernih, bertemperatur
sekitar 58°C dan pH sekitar 6,3. Terdapat endapan berwarna putih bercampur dengan
material organik pada batuan sekitar (Gambar 17). Sekitar 10 m dari mataair ini terdapat
mataair dingin (Gambar 18).
Kaipohan merupakan tempat keluarnya gas panasbumi, tetapi tidak menunjukkan anomali
termal. Kaipohan dijumpai di Batukuwung, 200 m dari Pemandian Batukuwung ke arah
bukit. Lokasi ini ditandai dengan terciumnya gas belerang yang kuat, tanah yang tidak
dapat ditanami apapun dan batuan yang telah teralterasi argilik yang kuat (Gambar 19).
IV.4. CILENGE
Kolam air panas berukuran 1 x 3 m2 dengan kedalaman 30 cm. Mataair ini mengalir ke
sungai dan bercampur dengan air sungai (Gambar 20). Di sepanjang aliran air panas
terdapat endapan berwarna kuning bercampur dengan material organik. Air panas ini
bertemperatur 54°C, mempunyai pH sekitar 6 dan debit sekitar 20 L/menit.
- 30 -
Gambar 16. Mataair panas Batukuwung (AY-003) mempunyai debit air yang paling besar di
antara mataair panas lain di daerah penelitian. Air panas ini dimanfaatkan langsung sebagai
kolam pemandian umum.
- 31 -
Gambar 17. Air panas Batukuwung (AY-004) terletak sekitar 100 m dari Pemandian
Batukuwung. Air panas ini belum dimanfaatkan.
Gambar 18. Mataair dingin di daerah Batukuwung yang terletak sekitar 10 m dari AY-004.
- 32 -
Gambar 19. Kaipohan di daerah Batukuwung (AY-005) merupakan daerah keluarnya gas
bertemperatur rendah (t = 36°C). Tanah di sekitarnya merupakan tanah yang tidak subur dan
ditandai dengan pola alterasi yang khas. Pola alterasi ini akan dibahas lebih lengkap pada Bab
Alterasi Batuan di Permukaan.
- 33 -
Di Cilenge banyak terdapat mataair dingin bertemperatur 26 hingga 32°C dan pH sekitar 6.
Salah satu mataair mempunyai rasa asam, meskipun tidak berbau dan jernih. Sekitar 400
m dari Cilenge, terdapat mataair Cacaban yang mempunyai debit yang tinggi, yaitu 60
L/menit (Gambar 21). Air yang keluar telah dimanfaatkan oleh penduduk dan digunakan
sebagai bahan baku air mineral kemasan.
IV.5. SADATANI
Di Sadatani terdapat 5 kolam air hangat yang berada di tengah areal persawahan. Kolam
yang paling panas menunjukkan temperatur sekitar 40°C dan pH netral. Kolam ini
mempunyai dimensi 5 x 2 m2 dengan kedalaman 1 m (Gambar 22). Air yang keluar
bercampur dengan material aluvial dan debit air yang keluar adalah sekitar 10 L/menit.
Tidak ada alterasi permukaan yang teramati di sekitar mataair ini.
IV.6. CILURAH
Air panas hasil pemboran pada kedalaman sekitar 72 m. Di permukaan air panas ini
bertemperatur sekitar 50°C dan pH 7,2. Debit air panas yang keluar sekitar 20 L/menit.
Air panas ini telah dimanfaatkan sebagai tempat wisata dengan menampungnya dalam
kolam berukuran 6 x 15 m2 dan kedalaman 1m. Tidak ada endapan yang dihasilkan dari
air panas ini di permukaan, hanya di sambungan pipa terdapat endapan sinter silika
berwarna putih (Gambar 23).
IV.7. KAJAROAN
Manifestasi panasbumi berupa kolam air hangat berukuran 3 x 3 m2 dengan kedalaman
1,5 m (Gambar 24). Air panasnya bertemperatur sekitar 45°C, mempunyai pH 7,3, telah
bercampur dengan material aluvial dan organik, dan mempunyai debit sekitar 60 L/menit.
Tidak ada alterasi batuan yang teramati di sekitar kolam air panas (Gambar 24).
- 34 -
Mata air panas
Gambar 20. Mataair panas Cilenge yang keluar dengan debit rendah. Tidak dimanfaatkan oleh
penduduk sekitar, karena kurang lebih 50 m terdapat mataair dingin yang telah dibuat sumur
dan dipergunakan sebagai pemandian umum, meskipun rasa air tersebut adalah asam.
Gambar 21. Mataair Cacaban merupakan mataair dingin yang mempunyai debit paling besar di
daerah Batukuwung. Mataair ini telah dipergunakan sebagai pemandian umum dan bahan bahu
air mineral.
- 35 -
Gambar 22. Kolam air panas Sadatani terletak di areal persawahan. Di sekitar lokasi ini
terdapat 3 kolam air panas lainnya.
- 36 -
Gambar 23. Di Cilurah, di sekitar Karang Bolong, air panas keluar dari pemboran dan dialirkan
ke kolam pemandian umum.
- 37 -
Gambar 24. Kolam air panas Kajaroan terdapat di sekitar areal persawahan. Belum
dimanfaatkan oleh penduduk setempat.
- 38 -
IV.8. CIPANAS HILIR
Mataair panas Cipanas Hilir bertemperatur 43oC dan pH 6,5 keluar di tengah-tengah areal
persawahan (Gambar 25). Air panas tersebut ditampung pada bak berukuran 2 x 3 m2
dan kedalaman 1,5 m. Air jernih, tidak berasa, dan mengeluarkan gelembung-gelembung
gas. Tidak terlihat adanya alterasi di sekitarnya, hanya endapan tipis yang menempel
pada dinding bak berwarna kuning kemerahan bercampur dengan organik. Air dengan
debit 5 L/menit tersebut ditampung dan digunakan sebagai tempat pemandian oleh
penduduk setempat.
Air panas di Gunung Tangkuang muncul sebagai kolam air panas berukuran 1 x 1 m2 yang
keluar dari rekahan di antara bongkah-bongkah batuan di Sungai Cileunyep. Air panas ini
berwarna coklat keruh, bertemperatur 49,5oC dan pH sekitar 6, serta mengeluarkan
gelembung-gelembung gas. Di sekitar mataair panas ini terdapat endapan travertin yang
menggantung membentuk teras dan perlapisan (Gambar 27).
Solfatara muncul di lereng selatan Gunung Karang dengan steam vent bertemperatur
94°C dan kolam lumpur bersifat asam dan bertemperatur 84 hingga 94°C
(http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/karangtxt.html). Mataair panas muncul di Ciboek
dan Citaman yang mengikuti struktur sesar berarah barat laut - tenggara. Air panas
Ciboek adalah air bikarbonat yang bersifat netral, mempunyai debit kecil dan
bertemperatur hanya 38°C, sedangkan mataair panas Citaman bersifat asam hingga
- 39 -
Gambar 25. Mataair panas Cipanas Hilir yang muncul di tengah areal persawahan dan telah
ditampung pada bak berukuran 2 x 3 m2.
Gambar 26. Mataair dingin Ciasem yang muncul di Gunung Tangkuang. Di sekitar mataair
terdapat endapan berwarna putih dan orange.
- 40 -
Gambar 27. Mataair panas Cileunyep yang muncul di Gunung Tangkuang. Di sekitar mataair
panas dijumpai endapan travertin yang membentuk dinding sungai.
- 41 -
netral, mempunyai debit aliran 2 L/detik dan mempunyai temperatur 59 hingga 67°C
(http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/karangtxt.html). Mataair panas Citaman
merupakan manifestasi panasbumi yang penting di daerah Banten; salah satu mataairnya
mempunyai devit sangat besar, yaitu 42 L/detik yang setara dengan heat flow sebesar
6,7 MW (http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/karangtxt.html). Mataair panas ini juga
mempunyai endapan sinter silika dan travertin.
Manifestasi panasbumi di Gunung Karang berhubungan dengan zona sesar aktif berarah
barat laut - tenggara dan berasosiasi dengan sumber panas Gunung Karang yang
berkomposisi intermediate atau asam yang berhubungan dengan kaldera Cidanau atau
keduanya. Berdasarkan manifestasi panasbumi di permukaan, Gunung Karang
mempunyai heat flow sebesar 8 MW (http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/
karangtxt.html).
- 42 -
BAB V
KOMPOSISI KIMIA AIR PANAS
Analisa kimia dilakukan terhadap 13 sampel air, meliputi air panas dan air dingin. Analisa
dilakukan untuk mengetahui pH air pada suhu 25°C, jumlah padatan terlarut (TDS=Total
Dissolved Solid), Daya Hantar Listrik (DHL), nilai kesadahan (CaCO3) dan 16 unsur yang
meliputi anion utama Cl-, SO42- dan HCO3-, dan kation seperti Ca2+, Na+, K+ dan Mg2+.
Analisa juga dilakukan terhadap unsur-unsur netral, seperti SiO2, NH3 dan F, dan unsur
kontaminan yang umum dijumpai pada sistem panasbumi, seperti As3+ dan B. Hasil
analisa kimia ditunjukkan pada Tabel 2 dan 3.
Hasil pengukuran TDS dan DHL di laboratorium menunjukkan nilai yang secara berurutan
berkisar antara 720 hingga 4050 mg/L dan 1030 hingga 5790 μS/cm (Tabel 2). Nilai TDS
dan DHL saling berhubungan, yaitu nilai TDS akan naik bila nilai DHL naik, dan sebaliknya,
nilai TDS akan turun seiring dengan penurunan nilai DHL. Berdasarkan Klasifikasi Freeze
dan Cherry (1979), air panas di Koreos, Cilenge, Cilurah, Kajaroan dan Cileunyep
merupakan air payau, karena mempunyai TDS melebihi 1000 mg/L.
Analisa kimia pada Tabel 3 menunjukkan, bahwa air panas di daerah penelitian
mempunyai ion balance antara 1 hingga 16% (Tabel 4). Analisa kimia air panas Anyer,
Batukuwung dan Kajaroan mempunyai ion balance kurang dari 5%; analisa ini dapat
dikatakan layak. Namun, tidak berarti, bahwa hasil analisa air panas lain yang mempunyai
ion balance di atas 5% tidak layak digunakan dalam interpretasi; ion balance yang tinggi
dipengaruhi juga oleh tipe dan proses yang dialami air panas.
- 43 -
Kelayakan analisa kimia air juga dapat ditentukan berdasarkan kesetimbangan massa
yang ditentukan dengan membandingkan nilai TDS dan konsentrasi total seluruh unsur
terlarut (TDS/ΣCsolute). Tabel 4 menunjukkan, bahwa nilai rasio TDS/ΣCsolute air panas di
daerah penelitian berkisar antara 0,97 dan 2,00. Hal ini menunjukkan, bahwa komposisi
kimia air panas di daerah penelitian menunjukkan kesetimbangan massa dan hasil analisa
kimia air panas yang diperoleh adalah layak digunakan untuk interpretasi lebih lanjut.
Tabel 2. Hasil analisa pH, TDS, DHL dan kesadahan (CaCO3) sampel air panas. Sampel AY-
005 merupakan gas discharge dan tidak diambil sampelnya, sampel AY-007 dan 008
merupakan sampel air dingin, dan sampel AY-011 adalah sampel air laut yang tidak dianalisa.
- 44 -
Tabel 3. Hasil analisa kimia air. Sampel AY-005 merupakan gas discharge dan tidak diambil sampelnya, sampel AY-007 dan 008 merupakan sampel air dingin,
dan sampel AY-011 adalah sampel air laut yang tidak dianalisa.
Konsentrasi (mg/L)
No. Lokasi No. Sampel
Ca2+ Mg2+ Cl- F SO42- Na+ K+ Fe Mn B NH4 SiO2 CO32- HCO3- As3+ Li+
1 Anyer AY - 001 20.33 8.90 172.60 0.291 26.51 150.16 45.67 0.093 0.00 0.000 0.167 19.52 10.42 270.03 0.0060 0.090
2 Kareos AY - 002 68.82 3.98 493.14 1.033 268.04 1022.59 77.33 0.144 0.00 0.000 0.475 12.22 65.10 1416.36 0.0327 0.947
3 Batukuwung AY - 003 31.28 23.97 73.97 0.681 190.08 126.58 50.68 0.073 0.00 0.218 0.273 22.63 26.04 275.33 0.0010 0.051
4 Batukuwung AY - 004 37.54 18.76 123.29 0.604 35.21 85.03 46.13 0.398 0.00 0.000 0.186 21.35 16.93 312.39 0.0015 0.035
5 Batukuwung AY - 005 - - - - - - - - - - - - - - - -
6 Cilenge AY - 006 51.61 26.27 542.46 0.585 9.14 456.03 83.71 0.351 0.00 0.159 0.508 20.86 6.51 418.29 0.0158 0.630
7 Cilenge AY - 007 58.65 25.30 123.29 0.269 23.26 26.49 11.03 0.073 0.00 0.000 0.197 11.70 6.51 264.74 0.0002 0.009
8 Cacaban AY - 008 6.26 3.05 2.47 0.246 0.21 10.15 6.04 0.063 0.00 0.000 0.193 5.65 28.64 1416.36 0.0002 0.005
9 Sadatani AY - 009 31.28 17.36 197.20 0.357 0.21 136.16 54.77 0.571 0.00 0.017 0.159 11.70 10.42 389.17 0.0002 0.033
10 Cilurah AY - 010 54.61 38.53 1380.80 1.033 0.21 1199.45 72.70 0.340 0.00 0.312 1.087 7.61 9.11 309.75 0.0022 0.943
11 Pantai Anyer AY - 011 - - - - - - - - - - - - - - - -
12 Kajaroan AY - 012 40.67 35.74 320.54 0.442 0.21 251.68 52.68 0.446 0.00 0.039 2.474 13.82 19.53 532.13 0.0002 0.226
13 Cipanas Hilir AY - 013 7.94 11.38 9.58 0.224 3.29 19.06 9.76 0.000 0.01 0.003 0.138 35.43 0.40 124.40 0.0008 0.006
14 Ciasem AY - 014 57.14 20.91 19.24 1.340 244.00 12.02 2.98 1.690 0.51 0.006 0.264 2.82 - - 0.0002 0.002
15 Cileunyep AY - 015 71.43 45.79 38.48 0.570 269.15 93.42 35.67 22.270 0.41 0.010 0.635 25.28 42.12 237.90 0.0005 0.050
- 45 -
Tabel 4. Jumlah anion dan katian untuk analisa ion balance, dan perbandingan beberapa unsur untuk interpretasi geokimia air panas. Sampel AY-005 dan 011
tidak dianalisa dan sampel AY-007 dan 008 merupakan sampel air dingin.
Perbandingan*
Δanion-kation
No. Lokasi No. Sampel ΣAnion ΣKation
(%) TDS/ΣCsolute Cl/1000As Na/K Cl/Mg Cl/SO4 Ca/Mg Na/Mg Na/Ca Mg/Ca NH4/B
1 Anyer AY - 001 9.85 9.45 2.07 1.16 60.8 5.58 13.11 17.61 1.37 17.61 12.85 0.73 -
2 Kareos AY - 002 42.70 50.22 8.09 0.98 31.9 22.42 83.77 4.98 10.37 268.11 25.84 0.10 -
3 Batukuwung AY - 003 10.56 10.33 1.06 0.97 156.3 4.24 2.09 1.05 0.78 5.51 7.04 1.28 0.77
4 Batukuwung AY - 004 9.33 8.29 5.88 1.04 173.7 3.13 4.44 9.47 1.20 4.73 3.94 0.83 -
5 Batukuwung AY - 005 - - - - - - - - - - - - -
6 Cilenge AY - 006 22.35 26.71 8.90 1.13 72.5 9.24 13.96 160.44 1.18 18.11 15.37 0.85 1.95
7 Cilenge AY - 007 8.30 6.44 12.60 1.02 1,302.4 4.07 3.29 14.34 1.39 1.09 0.79 0.72 -
8 Cacaban AY - 008 23.29 1.16 90.52 0.06 26.1 2.85 0.55 31.81 1.23 3.47 2.82 0.81 -
9 Sadatani AY - 009 11.94 10.31 7.33 1.05 2,083.1 4.22 7.68 2491.93 1.08 8.18 7.57 0.92 5.72
10 Cilurah AY - 010 44.03 59.93 15.29 1.32 1,326.0 27.98 24.23 17448.57 0.85 32.48 38.20 1.18 2.13
11 Pantai Anyer AY - 011 - - - - - - - - - - - - -
12 Kajaroan AY - 012 17.77 17.26 1.43 1.12 3,386.0 8.10 6.06 4127.68 0.68 7.35 10.76 1.46 38.77
13 Cipanas Hilir AY - 013 2.38 2.25 2.83 0.34 25.3 3.31 1.58 7.87 0.51 4.86 4.17 0.86 28.11
14 Ciasem AY - 014 5.62 5.17 4.19 0.56 203.2 6.84 1.43 0.21 1.64 1.37 0.37 0.27 26.89
15 Cileunyep AY - 015 10.59 12.31 7.51 2.00 150.5 4.44 1.30 0.39 0.94 4.88 2.27 0.47 40.42
* Perbandingan atomik atau molekular yang dihitung dari konsentrasi terlarut dan berat atom/molekul (BA) unsur terlarut, eg. rasio Cl/As = CCl(mg/kg)/CAs(mg/kg) x (BAAs/BACl), kecuali
perbandingan TDS//ΣCsolute yang dihitung dalam satuan mg/kg atau mg/L.
- 46 -
Kandungan Cl air panas terlihat sebanding dengan nilai TDS dan DHL air panas; hal ini
berati, bahwa semakin tinggi nilai TDS dan DHL air panas, akan sematin tinggi pula
kandungan anion Cl dalam air panas. Hubungan ini tidak terlihat antara Cl dan SiO2 dan
antara Cl dan SO4 yang banyak dijumpai oleh peneliti lain (eg. Salvania dan Nicholson,
1990 dan Veldeman et at., 1990). Kandungan SiO2 dalam air panas juga tidak
berhubungan dengan kandungan SO4 seperti yang ditulis oleh Veldeman et at. (1990) dan
Herdianita dan Priadi (2005).
Kandungan alkali dan alkali tanah dalam air panas adalah 7 hingga 72 mg/L Ca, 19
hingga 1200 mg/L Na dan 9 hingga 36 mg/L K. Kandungan Mg adalah tinggi, yaitu kurang
dari 46 mg/L, sedangkan Fe adalah rendah, yaitu kurang dari 2 mg/L, kecuali di Cileunyep.
Unsur-unsur lain yang sangat sedikit hadir di air panas adalah Mn, F, B, As, Li dan NH4.
Air panas lain di daerah penelitian merupakan air panas bikarbonat (HCO3) yang
mengalami sedikit pencampuran dengan air Cl, seperti pada air panas Anyer, Kareos,
Batukuwung, Sadatani dan Kajaroan (Gambar 28). Air panas Batukuwung dan Cileunyep
sendiri juga mengalami pencampuran dengan air panas sulfat (SO4). Berbeda dengan air
Cl, air HCO3 dan SO4 bukan air reservoar panasbumi, tetapi terbentuk di dekat permukaan
akibat kondensasi uap ke dalam air tanah atau air permukaan. Air SO4 juga terbentuk
akibat oksidasi gas H2S di dekat permukaan membentuk larutan asam H2SO4. Meskipun
air panas tersebut dipengaruhi oleh asam karbonat dan sulfat, derajat keasaman air
panas di daerah penelitian menunjukkan pH sekitar netral.
- 47 -
Gambar 28. Kandungan relatif Cl - SO4 - HCO3 (dalam mg/L) air panas di daerah penelitian.
Nomer dan lokasi sampel serta tipe manifestasi panasbumi mengikuti Tabel 1. Sampel AY-007
dan 008 (diarsir kuning) adalah sampel air dingin.
Gambar 29. Kandungan relatif Cl - Li - B, dalam mg/L, air panas di daerah penelitian. Nomer
dan lokasi sampel serta tipe manifestasi panasbumi mengikuti Tabel 1. Sampel AY-007 dan
008 (diarsir kuning) adalah sampel air dingin.
- 48 -
V.3. RESERVOAR DAN ASAL AIR PANAS
Kandungan relatif Cl, Li dan B pada Gambar 29 menunjukkan, bahwa air panas di daerah
penelitian mengandung Cl yang relatif sangat tinggi dibanding unsur Li dan B. Hal ini
menunjukkan, bahwa air panas di Cidanau dan sekitarnya berasal dari aktivitas volkano-
magmatif. Hal ini didukung oleh kandungan F yang tinggi, yaitu mencapai 1 mg/L di
beberapa tempat (Tabel 3). Hal ini berarti, bahwa gas-gas volkanik, seperti HCl, HF dan
H2S, mempengaruhi komposisi kimia air panas di bawah permukaan.
Air panas Cidanau mempunyai 2 variasi rasio Cl/1000As, yaitu kurang dari 200 dan di atas
1.300 (Tabel 4). Hal ini menunjukkan, bahwa air panas di daerah penelitian berasal dari 2
reservoar yang berbeda; satu adalah reservoar yang mempengaruhi air panas Anyer,
Kareos, Batukuwung, Cilenge, Cipanas Hilir dan Cileunyep, dan yang lain adalah reservoar
untuk air panas Sadatani, Cilurah dan Kajaroan; atau dapat dikatakan secara berurutan
adalah reservoar bagian utara dan selatan daerah penelitian. Gambar 29 menunjukkan,
bahwa rasio B/Cl air panas di daerah penelitian adalah sama dan mempunyai nilai sangat
rendah, yaitu kurang dari 0,01. Hal ini menunjukkan, bahwa 2 reservoar di daerah
penelitian adalah mirip, tidak dapat dibedakan dengan jelas, dan dipengaruhi oleh
aktivitas volkano-magmatik.
Ellis (1979) melihat hubungan antara komposisi batuan reservoar dan kimia air panas.
Berdasarkan nilai kandungan Li yang kurang dari 1 mg/L, batuan yang berpengaruh di
daerah reservoar utara adalah basalt, sedangkan reservoar selatan lebih dipengaruhi oleh
batuan berkomposisi andesit dan riolit, karena mempunyai kandungan Li lebih dari 1 mg/L
(Tabel 3). Di utara, mataair Kareos lebih dipengaruhi oleh interaksi dengan batuan
samping berkomposisi andesit. Di daerah penelitian batuan sedimen tidak mempengaruhi
kondisi reservoar di bawah permukaan, hal ini ditunjukkan oleh kandungan B yang rendah,
yaitu kurang dari 0,3 mg/L (Tabel 3).
Relatif tingginya kandungan Mg dibanding kandungan K dan Na, seperti terlihat pada
Gambar 30, menunjukkan, bahawa air panas di daerah penelitian dipengaruhi oleh
pelarutan dengan air tanah (Nicholson, 1993). Hal ini terutama terjadi di Batukuwung
yang didukung dengan nilai Cl dan rasio Na/K yang rendah (Tabel 4). Pengaruh air tanah
dan permukaan sebenarnya juga terlihat dari tipe air panas yang kebanyakan berupa air
HCO3 (Gambar 28).
- 49 -
Gambar 30. Kandungan relatif Na - K - Mg mataair panas di daerah penelitian. Diagram
segitiga ini juga menunjukkan kontur temperatur bawah permukaan hasil perhitungan
geotermometer K-Na (tKNa) dan K-Mg (tKMg, Giggenbach, 1988). Nomer dan lokasi sampel serta
tipe manifestasi panasbumi mengikuti Tabel 1. Sampel AY-007 dan 008 (diarsir kuning) adalah
sampel air dingin.
Di Anyer diduga telah terjadi pelarutan dengan air laut; hal ini ditunjukkan oleh nilai
perbandingan Cl/Mg yang berkisar 10 dan Cl/SO4 yang berkisar pada nilai 20 (Nicholson,
1993, Tabel 4). Meskipun demikian, melihat rasio Ca/Mg yang terlalu tinggi, yaitu melebihi
0,3 (Nicholson, 1993), pengaruh air laut di Anyer sedikit diragukan. Hal ini selanjutnya
akan dibahas saat pembahasan tentang isotop stabil δD dan δ18O.
Nilai Na/K di atas 15 yang diperlihatkan oleh air panas Kareos dan Cilurah menunjukkan,
bahwa daerah Kareos dan Cilurah merupakan daerah dengan aliran air ke atas reservoar
(upflow). Di kedua daerah ini air panas akan mencapai permukaan dengan cepat dan
umumnya merupakan daerah dengan permeabilitas yang baik. Hal ini juga didukung oleh
- 50 -
nilai rasio Na/Mg, Na/Ca dan Cl/Mg yang lebih tinggi dan rasio Mg/Ca yang lebih rendah
dibanding daerah mataair lainnya (Tabel 4), seperti dikemukakan oleh Nicholson (1993).
Mataair panas Anyer, Batukuwung, Cilenge, Sadatani, Kajaroan, Cipanas Hilir dan
Cileunyep merupakan lateral flow atau outflow dan merupakan daerah marginal dari
suatu sistem panasbumi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai perbandingan Na/K yang rendah,
yaitu di bawah 15, rasio Na/Mg dan Na/Ca yang rendah, dan rasio Mg/Ca yang tinggi
(Nicholson, 1993, Tabel 4). Di daerah ini umumnya terjadi reaksi antara air panas, air
tanah dan batuan sekitar di dekat permukaan. Pendinginan secara konduksi
mempengaruhi daerah-daerah di sekitar mataair tersebut. Di Sadatani, Kajaroan, Cipanas
Hilir dan Cileunyep terjadi peningkatan uap yang terbentuk dari air panas; hal ini
ditunjukkan oleh nilai NH4/B yang tinggi (Nicholson, 1993, Tabel 4). Kandungan Cl yang
tinggi di Sadatani dan Kajaroan menunjukkan kemungkinan, bahwa gas volkano-
magmatik telah bercampur dengan uap air panas tersebut.
Tabel 2 dan 3 menunjukkan, bahwa air tanah di daerah penelitian mempunyai kesadahan
antara 28 dan 250 mg/L dengan kandungan kation Ca adalah 6 hingga 60 mg/L. Air
dingin Cilenge dan Cacaban mengandung anion utama HCO3, yaitu hadir antara 260
hingga 1420 mg/L dan CO2 terlarut antara 6 hingga 30 mg/L. Dibanding anion lain,
seperti Cl dan SO4, anion CO3 dan HCO3 termasuk yang paling dominan hadir dalam air
tanah Cacaban dan Cilenge (Tabel 3 dan Gambar 28). Berbeda dengan air dingin Ciasem,
karena pH air ini yang asam, anion utama air dingin Ciasem adalah SO4 yang hadir
mencapai 244 mg/L (Tabel 3 dan Gambar 28).
- 51 -
Hasil analisa kimia pada Tabel 3 menunjukkan, bahwa air tanah Cilenge, Cacaban dan
Ciasem juga mengandung 10 hingga 30 mg/L Na dan 2 hingga 12 mg/L K. Kandungan Mg
air tanah jauh lebih tinggi dibanding nilai Fe; kandungan Mg mencapai 25 mg/L,
sedangkan kandungan Fe tidak lebih dari 2 mg/L. Kehadiran Mn, B dan As tidak terdeteksi
dalam air tanah, tetapi F bisa hadir sekitar 1,3 mg/L (Tabel 3). Berdasarkan komposisi
kimianya, air tanah Cilenge termasuk dalam Fasies HCO3 - Ca, air tanah Cacaban
termasuk dalam Fasies HCO3 - Na – K, dan air tanah Ciasem merupakan Fasies SO4 – Ca
(Tabel 3).
- 52 -
BAB VI
KOMPOSISI ISOTOP STABIL
Kandungan isotop stabil Oksigen-18 (δ18O) dan Hidrogem-2 (Deuterim=δD) dalam air
panas dapat digunakan untuk mengetahui asal air panas dan proses yang berlangsung di
bawah permukaan. Asal air panas meliputi air meteorik dan magmatik dan proses bawah
permukaan meliputi boiling, konduksi, pencampuran, evaporasi dan lain-lain.
Craig (1963) op. cit. Nicholson (1993) menyebutkan, bahwa kandungan δD dalam air
panas umumnya sama dengan kandungannya dalam air meteorik lokal, sedangkan
kandungan δ18O dalam air panas umumnya lebih positif dibanding air meteorik. Meskipun
demikian, adanya pencampuran dengan air magmatik, proses boiling dan proses lainnya
dapat mengakibatkan kandungan isotop stabil δD dan δ18O berubah dan tidak seperti
yang disebutkan oleh Craig (1963) op. cit. Nicholson (1993).
Untuk memahami hal tersebut, sebelas sampel air yang terdiri dari 8 sampel air panas, 2
sampel air dingin dan 1 sampel air laut dianalisa untuk mengetahui kandungan isotop
stabil δ18O dan δD. Hasil analisa diberikan pada Tabel 5 dan diplot pada Gambar 31.
VI.1. KANDUNGAN ISOTOP δ18O DAN δD AIR PANAS DAN AIR DINGIN
Air panas yang muncul di bagian utara daerah penelitian, yaitu diwakili oleh air panas
Anyer, Kareos dan Kajaroan, mempunyai kisaran kandungan isotop stabil δ18O antara
-5,98 dan -6,46‰ dan isotop stabil δD antara -35,1 dan -42,3‰ (Tabel 5). Mataair
panas di Kajaroan mempunyai kandungan isotop stabil δ18O dan δD terendah, yaitu,
secara berurutan, -5,98 dan -35,1‰.
Air panas yang muncul di bagian selatan daerah penelitian, yaitu di Batukuwung, Cilenge,
Sadatani dan Cilurah, mempunyai kandungan isotop stabil δ18O dan δD yang lebih tinggi
dibanding kandungan isotop di daerah utara. Kandungan isotop stabil tersebut berkisar
antara -5,84 dan -7,07‰ δ18O dan -37,2 hingga -42,6‰ δD (Tabel 5). Kandungan isotop
terendah dijumpai di Sadatani, yaitu mengandung -5,84‰ δ18O dan -37,2‰ δD,
sedangkan kandungan isotop tertinggi dijumpai di Batukuwung, yaitu mengandung
-7,07‰ δ18O dan -42,6‰ δD.
- 53 -
Air meteorik lokal diambil di mataair Cilenge dan Cacaban yang mempunyai kandungan
isotop stabil δ18O dan δD yang sedikit bergeser dibanding air meteorik global (Gambar 31).
Kandungan isotop stabil air meteorik di daerah penelitian berkisar antara -5,40 dan
-6,87‰ δ18O dan -37,6 hingga -40,3‰ δD (Tabel 5).
Demikian halnya dengan air laut lokal yang diambil di Pantai Anyer mengandung
δ18O sebesar -0,76‰ dan δD sebesar -9,2‰ (Tabel 5). Seperti terlihat pada Gambar 31,
kandungan isotop stabil air laut di Pantai Anyer ini lebih rendah dibanding dengan
kandungan isotop air laut standar (SMOW=Standard Mean Oceanic Water).
Tabel 5. Komposisi isotop stabil δ18O dan δD. Sampel AY-005 merupakan gas discharge yang
tidak diambil sampelnya, sampel AY-007 dan 008 merupakan air dingin, AY-011 adalah sampel
air laut, dan sampel AY-013 hingga 015 tidak dianalisa.
- 54 -
Gambar 31. Grafik yang menunjukkan hubungan antara isotop stabil δ18O dan δD air panas di
daerah penelitian. Sebagai pembanding, kandungan isotop stabil air dingin dan air laut lokal
juga diberikan. Garis air meteorik global (MWL = meteoric water line) merupakan rata-rata
kandungan isotop air meteorik (air hujan, air tanah, air permukaan) dan didapatkan dari
persamaan Craig (1961) op. cit. Brownlow (1996). SMOW (Standard Mean Ocean Water)
adalah komposisi air laut, yaitu δD=0,00 dan δ18O=0,00. Fluida magmatik adalah kisaran
kandungan isotop stabil fluida magmatik menurut White (1974), yaitu δ18O +6 hingga +9‰ dan
δD -40 hingga -80‰.
- 55 -
VI.2. ASAL AIR PANAS
Gambar 31 menunjukkan, bahwa air panas di daerah penelitian mempunyai kandungan
isotop stabil δ18O dan δD yang menyerupai kandungan isotop stabil air meteorik. Hal ini
mempunyai arti, bahwa air panas di daerah penelitian berasal dari air meteorik.
Pergeseran kandungan isotop δ18O antara air meteorik dan air panas yang sedikit seperti
terlihat pada Gambar 31 menunjukkan, bahwa sistem panasbumi di daerah penelitian
sudah sangat tua, sehingga batuan dasar telah berinteraksi sangat intensif dengan fluida
panasbumi dan mencapai kesetimbangan. Hal seperti ini juga ditunjukkan oleh Nicholson
(1993) terjadi di Wairakei, Selandia Baru.
Insert pada Gambar 31 juga menunjukkan, bahwa air panas di daerah penelitian tidak
dipengaruhi oleh air laut. Pencampuran air tanah dengan air laut tidak terjadi baik di
bagian utara maupun di bagian selatan daerah penelitian. Demikian halnya dengan
pencampuran dengan fluida magmatik, Gambar 31 menunjukkan, bahwa air panas di
daerah penelitian tidak dipengaruhi oleh pencampuran dengan fluida magmatik yang
kisarannya diberikan oleh White (1974).
- 56 -
BAB VII
ALTERASI BATUAN DI PERMUKAAN
Di beberapa manifestasi air panas di daerah penelitian terdapat alterasi batuan yang
terbentuk di permukaan di sekitar mataair panas. Alterasi batuan ini dapat menunjukkan
karakteristik air panasbumi yang pernah berinteraksi dengan batuan sekitar. Dengan
menggabungkan manifestasi yang aktif, yaitu air panas dan keluaran lain, dan manifestasi
sisa, yaitu alterasi batuan, sejarah dan evolusi suatu sistem panasbumi dapat diketahui.
Untuk mengetahui pola dan karakteristik alterasi batuan, deskripsi lapangan dan
pengambilan sampel dilakukan. Selanjutnya mineralogi penyusun batuan ubahan
dideskripsi dengan menggunakan analisis petrografi, yaitu analisis sayatan tipis yang
didukung dengan analisis X-ray diffraction (XRD). Karakteristik alterasi batuan yang
diamati di lapangan disarikan pada Tabel 1 dan secara detil diberikan di sini.
IV.1. KAREOS
Sampel batuan diambil dari sekitar mataair panas Kareos yang masih aktif (Gambar 15).
Sampel sangat kompak, keras dengan porositas yang buruk. Secara megaskopis, sampel
ini sulit dibedakan antara batuan teralterasi, batugamping atau endapan alterasi
permukaan yang berumur tua.
- 57 -
Melalui analisa petrografi, sampel diidentifikasi sebagai endapan sinter travertin yang
didominasi oleh kehadiran mineral kalsium karbonat (CaCO3) atau kalsit. Analisa sayatan
petrografi pada Gambar 32 menunjukkan, bahwa kalsit amorf yang semula menyusun
endapan sinter travertin telah berubah menjadi kalsit mikrokristalin yang berukuran
kurang dari 0,01 mm. Rekahan dan rongga terbentuk dengan diameter kurang dari
0,3 mm; beberapa rongga terisi oleh kalsit berukuran sekitar 0,1 mm. Berdasarkan
klasifikasi endapan travertin dari Sant’Anna et al. (2004), endapan ini bertipe micritic
travertine yang masif dan terdiri dari kalsit berkristal halus hingga kriptokristaline.
Sinter travertin tersebut juga mengandung beberapa mineral lain yang teramati melalui
sayatan petrografi, yaitu anhidrit, oksida besi dan fragmen kuarsa. Anhidrit umumnya
berukuran kurang dari 0,2 mm dan hadir sebanyak kurang dari 5%. Mineral ini dapat
dibedakan dari kalsit berdasarkan relief dan perpendicular cleavage-nya. Oksida besi hadir
5%, mempunyai bentuk euhedral, empat persegi dan bergerombol, dan diperkirakan
sebagai pirit. Kuarsa berukuran kurang dari 1,5 mm, anhedral dan hadir kurang dari 5%
(Gambar 31). Mineral penyerta di atas sangat umum dijumpai pada endapan impure
micritic travertine seperti yang disebutkan oleh Sant’Anna et al. (2004).
IV.2. BATUKUWUNG
Sampel batuan diambil di sekitar mataair panas Batukuwung AY-004 (Gambar 17).
Sampel batuan agak lunak, mudah diremas dan sangat poros. Analisa petrografi pada
Gambar 33 memperlihatkan, bahwa sampel batuan mempunyai tekstur palisade
microfacies yang terdiri dari sekitar 0,2 mm struktur micro-pillar yang tidak menerus
tetapi bersifat kompak (eg. Campbell et al., 2001). Struktur micro-pillar terbentuk vertikal,
- 58 -
1 mm
1 mm
Gambar 32. Sayatan tipis sample AY-002. Hasil analisa petrografi menunjukkan, bahwa
endapan permukaan di sekitar mataair panas Kareos merupakan endapan travertin (CaCO3).
Nikol paralel.
- 59 -
1 mm
1 mm
Gambar 33. Sayatan tipis sampel AY-004 (Batukuwung). Analisa petrografi menunjukkan,
bahwa alterasi permukaan di lokasi ini didominasi oleh silika amorf (opal-A) dengan tekstur
palisade microfacies yang sangat umum terbentuk pada endapan sinter silika. Nikol paralel.
- 60 -
yaitu tegak lurus terhadap arah pembentukkan atau pengendapan; struktur ini terkadang
bergelombang dan diselimuti oleh aglomerat silika atau diselingi oleh rim silika amorf.
Mineral alterasi di Batukuwung didominasi oleh silika amorf atau opal dengan material
pencampur berupa kalsit yang hadir kurang dari 5%.
Palisade microfacies, seperti halnya dengan facies mikro lainnya, merupakan tekstur
biofacies dan lithofacies yang diperlihatkan oleh endapan di sekitar mataair panas (eg.
geyserite dan sinter silika). Campbell et al. (2001) menyebutkan, bahwa tekstur palisade
merupakan indikasi awal terjadinya proses silisifikasi; dalam hal ini merupakan perubahan
komposisi mineral dari silika amorf ke opal CT dan/atau opal C. Herdianita et al. (2000)
menyebutkan, bahwa perubahan mineralogi tersebut terjadi antara 10 hingga 50 ribu
tahun.
Pola XRD yang ditunjukkan oleh endapan permukaan di sekitar AY-004 menunjukkan pola
amorf, yaitu pola bergelombang dengan 2 puncak di 4,09 dan 8,70-8,56 Å (Gambar 34).
Puncak pertama menunjukkan, bahwa endapan permukaan ini didominasi oleh opal-A
yang sedikit mengalami kristalisasi menjadi opal-CT. Puncak kedua di sekitar 8,6 Å
menunjukkan kehadiran mineral lempung smektit.
Opal-A merupakan mineral silika yang tidak memiliki struktur kristal. Mineral ini terbentuk
akibat pendinginan yang sangat cepat fluida panasbumi yang kaya akan SiO2. Mineral ini
sangat umum terbentuk sebagai sinter silika atau scaling pada pipa pemboran. Opal-A
selanjutnya dapat mengalami kristalisasi menuju opal-CT, kristobalit dan tridimit, dan
akhirnya kuarsa dengan bertambahnya umur endapan. Mineral lempung tidak umum
terbentuk bersamaan dengan pembentukkan sinter silika. Karena itu, kehadiran smektit
pada endapan ini diduga adalah sebagai pengotor. Hal ini juga didukung oleh pola XRD
pada sampel yang disiapkan untuk analisa mineral lempung tidak menunjukkan pola yang
berarti (insert pada Gambar 34).
- 61 -
1000 300
8.41 Å
4.09 Å (opal-A) 200
800
8.56 Å (sme)
100
3.2 Å (opal-A
Intensitas (Counts/ detik)
7.13 Å (sme)
8.70 Å (sme)
3.0 Å (opal-A
600 0
0 5 10 15 20
2.6 Å (opal-A
400
200
0
0 10 20 30 40 50 60
Derajat 2-theta
Gambar 34. Pola XRD sampel AY-004 (Batukuwung). Analisa XRD dilakukan dari 3 hingga 60°2θ dengan kecepatan goniometer 2°2θ/menit dan tahap
pencatatan 0.2°2θ. Insert adalah pola XRD pada sampel yang sama yang telah dipreparasi sebagai mineral lempung; analisa dilakukan dari 3 hingga 20°2θ
(dengan kecepatan goniometer 1°2θ/menit dan tahap pencatatan 0.01 °2θ.
- 62 -
Batukuwung AY-005 merupakan lokasi munculnya kaipohan (Gambar 19). Analisa
mineralogi terhadap endapan permukaan di sekitar kaipohan ini dilakukan berdasarkan
metoda XRD. Seperti halnya dengan sampel AY-004, pola XRD sampel AY-005 juga
menunjukkan pola bergelombang dengan puncak di 4,04 dan 9,25 Å (Gambar 35).
Pola XRD sampel AY-005 di atas menunjukkan, bahwa endapan permukaan di sekitar
kaipohan didominasi oleh mineral lempung smektit yang berasosiasi dengan berbagai
mineral silika mikrokristalin, yaitu kristobalit, tridimit dan opal-CT (Gambar 35). Pola XRD
pada sampel yang telah dipreparasi sebagai mineral lempung tidak menunjukkan pola
XRD untuk mineral smektit yang tajam. Hal ini menunjukkan, bahwa smektit yang
terbentuk tidak mempunyai struktur kristal dan berumur sangat muda atau masih aktif.
IV.3. CILENGE
Alterasi permukaan tidak ditemukan di Cilenge, tetapi batuan sekitar menunjukkan gejala
alterasi akibat interaksi dengan fluida panasbumi (Gambar 20). Hasil analisa petrografi
pada sayatan batuan yang tersingkap di sekitar mataair panas Cilenge (Gambar 36)
menunjukkan, bahwa andesit piroksen yang merupakan lava dari Satuan Batuan
Gunungapi Muda telah mengalami ubahan dengan intensitas alterasi sangat rendah
(sekitar 10%). Plagioklas, berukuran 1 hingga 2 mm, telah terubah sebagian menjadi
klorit dan smektit di sepanjang rekahan; sebagian augit yang berukuran kurang dari
1 mm juga telah terubah menjadi klorit dan smektit. Beberapa augit masih dalam
keadaan segar atau belum mengalami ubahan, tetapi hipersten yang berukuran kurang
dari 0,2 mm telah mengalami ubahan total menjadi klorit, smektit dan mineral opak
hingga membentuk pseudomorf. Plagioklas dan augit juga hadir sebagai masadasar
berukuran kurang dari 0.05 mm dan belum mengalami ubahan.
- 63 -
1000 300
9.20 Å
200
4.04 Å (kri)
800
9.25 Å (sme)
3.53 Å (opal-CT?)
3.85 Å (tri)
3.45 Å (opal-CT?)
100
Intensitas (Counts/ detik)
0
600
0 5 10 15 20
3.2 Å (kri)
2.6 Å (opal-A)
2.8 Å (kri)
2.2 Å (opal-CT?)
400
2.5 Å (kri)
200
0
0 10 20 30 40 50 60
Derajat 2-theta
Gambar 35. Pola XRD sampel alterasi permukaan di sekitar kaipohan di Batukuwung AY-005. Analisa XRD dilakukan dari 3 hingga 60°2θ dengan kecepatan
goniometer 2°2θ/menit dan tahap pencatatan 0.2°2θ. Insert adalah pola XRD pada sampel yang sama yang telah dipreparasi sebagai mineral lempung; analisa
dilakukan dari 3 hingga 20°2θ (dengan kecepatan goniometer 1°2θ/menit dan tahap pencatatan 0.01 °2θ.
- 64 -
2 mm
2 mm
Gambar 36. Sayatan tipis sample AY-006 yang diambil di sekitar mataair panas Cilenge.
Analisa petrografi menunjukkan, bahwa batuan dasar lava telah mengalami ubahan dengan
intensitas sangat rendah, membentuk mineral alterasi klorit dan smektit. Foto atas adalah posisi
nikol paralel, sedangkan foto bawah adalah nikol bersilang.
- 65 -
2 mm
2 mm
Gambar 37. Sayatan tipis sample AY-014 yang diambil di sekitar mataair Ciasem di Gunung
Tangkuang. Analisa petrografi menunjukkan kehadiran kuarsa mikrokristalin yang dominan dan
berasosiasi dengan smektit dan oksida besi. Nikol paralel.
- 66 -
Intensitas (Counts/ detik)
0
400
800
1200
1600
2000
10
7.16 Å (kao)
4.44 Å (sme)
4.35 Å (sme)
20
4.11 Å (kao) 4.25 Å (kua)
3.95 Å (kao)
3.78 Å (kao)
3.57 Å (kao)
- 67 -
3.34 Å (kua)
3.06 Å (kao)
30
2.55 Å (kao)
2.50 Å (kao)
2.45 Å (kua)
2.38 Å (kao)
2.32 Å (kao)
2.28 Å (kua)
40
2.23 Å (kua)
2.13 Å (kua)
1.97 Å (kua)
50
1.82 Å (kua)
1.67 Å (kao)
1.66 Å (kua)
1.64 Å (kao)
60
Gambar 38. Pola XRD sampel AY-014 dari Ciasem, Gunung Tangkuang. Analisa XRD dilakukan dari 3 hingga 60°2θ dengan kecepatan goniometer 2°2θ/menit
Pola XRD sampel dari Ciasem menunjukkan, bahwa endapan permukaan ini didominasi
oleh mineral kaolinit dan kuarsa (Gambar 38). Smektit kemungkinan berasosiasi dengan
kaolinit yang ditunjukkan oleh kehadiran hump di 8,76 hingga 10,07 Å.
Di sekitar mataair panas Cileunyep terdapat endapan sinter travertin yang masif di
dinding sungai (Gambar 27). Hasil analisa petrografi pada Gambar 39 menunjukkan
kehadiran endapan travertin dengan tekstur khas dendritik yang terdiri dari agregat mikrit
dan spar berbentuk seperti semak (herbage-shaped, shrub atau small bush-like growth).
Atabey (2002) dan Özkul et al. (2002) yang mengamati berbagai tipe endapan travertin
menyebutkan, bahwa endapan dengan tekstur seperti di atas umumnya berkembang di
teras-teras kolam pada permukaan horisontal hingga subhorisontal di kedua sisi tempat
keluarnya mataair panas. Sebagian mikrit telah membentuk euhedral mikrokristalin kalsit
berukuran 0,2 mm.
Di Gunung Pulosari, tidak dilapornya adanya endapan permukaan, hanya endapan sulfur
yang dilaporkan terbentuk di sekitar solfatara dan mataair asam sulfat (http://www.vsi.
esdm.go.id/pbumi/java/pulosaritxt.html).
- 68 -
2 mm
1 mm
Gambar 39. Sayatan tipis sample AY-015 dari sekitar mataair panas Cileunyep, Gunung
Tangkuang. Analisa petrografi menunjukkan kehadiran kalsit mikrokristalin bertekstur herbage-
shaped, shrub atau small bush-like growth. Nikol paralel.
- 69 -
BAB VIII
GEOTERMOMETER
- 70 -
Tabel 6. Hasil perhitungan temperatur reservoar berdasarkan geotermometer silika (kuarsa), Na-K, K-Mg, Na-K-Ca dan isotop stabil δD. Perhitungan tidak
dilakukan terhadap sampel AY-005, 007, 008 dan 011 karena sampel bukan merupakan air panas.
- 71 -
Geotermometer ini baik digunakan pada air panas yang mengalami pencampuran dengan
air dingin atau pada sampel yang kurang baik. Selanjutnya, Giggenbach (1988)
menggabungkan geotermometer K-Na dan K-Mg menjadi geotermometer Na-K-Mg seperti
yang terlihat pada Gambar 30.
Mataair panas Kareos yang berdasarkan komposisi kimianya merupakan zona upflow,
ternyata mempunyai temperatur reservoar yang terendah di daerah utara, yaitu 180 -
210°C. Temperatur ini mendekati kenyataan, karena air panas Kareos merupakan air
panas yang setimbang sebagian (partial equilibrium) berdasarkan kandungan relatif Na, K
dan Mg (Gambar 30).
Air panas Anyer dan Kajaroan menunjukkan kehadiran reservoar bertemperatur di atas
200°C, bahkan mencapai 340°C (Tabel 26). Karena air panas ini bersifat immature dan
bukan merupakan discharge air reservoar (Gambar 28 dan 27), temperatur reservoar
yang tinggi tersebut diragukan kebenarannya.
Berdasarkan sebaran mataair panas dan nilai temperatur reservoar yang ditunjukkan oleh
geotermometer unsur-unsur terlarut, dapat disimpulkan bahwa reservoar panasbumi di
bagian utara daerah penelitian mempunyai temperatur sekitar 180 dan 200°C. Semakin
ke arah timur dan selatan, temperatur reservoar diduga semakin tinggi hingga mencapai
230 - 250°C.
- 72 -
VIII.2. BAGIAN SELATAN DAERAH PENELITIAN
Bagian selatan daerah penelitian meliputi mataair panas dan hangat Batukuwung, Cilenge,
Sadatani, Cilurah, Cipanas Hilir dan Cileunyep. Temperatur reservoar air panas ini diwakili
oleh perhitungan geotermometer air panas Cilenge dan Cilurah, karena kedua air panas
ini bertipe klorida yang merupakan keluaran langsung secara vertikal (upflow) air
reservoar; temperatur reservoar di bagian selatan daerah penelitian menunjukkan nilai
antara 180 dan 220°C dan kemungkinan dapat mencapai 280°C (Tabel 26).
Temperatur yang tinggi ditunjukkan oleh reservoar yang mengalirkan air panas di
Batukuwung; temperatur tersebut mencapai 260 - 270°C. Geotermometer Na-K
menunjukkan, bahwa temperatur reservoar Batukuwung adalah di atas 370°C. Meskipun
demikian, dengan melihat ketidakseimbangan Na-K-Mg air panas ini (Gambar 30),
temperatur tinggi ini tidak dapat digunakan. Demikian halnya dengan air panas Sadatani
yang menunjukkan temperatur bawah permukaan yang tinggi, tetapi tidak mencerminkan
kondisi reservoar (Tabel 26 dan Gambar 30).
- 73 -
BAB IX
POLA HIDROGEOKIMIA
Bagian utara dan selatan daerah penelitian diduga mempunyai reservoar air panas yang
berbeda (Gambar 40). Hal ini terlihat dari kandungan kimia air panas yang muncul
sebagai manifestasi permukaan, meskipun hal ini tidak didukung oleh data kandungan
isotop stabil δD dan δ18O air panas yang muncul. Kedua reservoir ini mempunyai
temperatur yang relatif sama, yaitu berkisar antara 180 dan 280°C. Meskipun demikian,
reservoar air panas di daerah utara mempunyai temperatur yang sedikit lebih rendah
dibanding reservoar di bagian selatan. Hal ini sesuai dengan kenyataan, bahwa aktivitas
magmatik di daerah penelitian bergeser ke arah selatan, yaitu dari Gunung Tangkuang ke
arah Gunung Karang.
Fluida panasbumi bertipe klorida (Cl) yang berasal dari reservoar akan mengalir ke atas
sebagai upflow di daerah Cilenge dan Cilurah. Di bagian lain di daerah penelitian, air Cl
mengalir secara lateral dan bercampur dengan air HCO3 dan SO4 (Gambar 40). Air HCO3
dan SO4 tersebut terbentuk di dekat permukaan karena proses steam heating, yaitu
kondensasi uap air panas dengan air tanah. Karena muka air tanah di daerah selatan jauh
lebih dangkal dibanding muka air tanah di daerah utara, di selatan proses kondensasi
- 74 -
Gambar 40. Model umum sistem panasbumi di daerah Cidanau dan sekitarnya digambarkan sebagai sketsa penampang utara – selatan tanpa skala melewati
puncak Gunung Pabeasan, Tukung dan Gede di utara, serta Gunung Tangkuang dan Parakasak di selatan. Nomer dan tipe mataair panas sesuai Tabel 1 dan
Gambar 28 (1=Anyer, 2=Kareos, 3 dan 4=Batukuwung, dan 12=Kajaroan).
- 75 -
terjadi sangat dekat dengan permukaan. Hal ini mengakibatkan air SO4 (dan HCO3) dan
sisa uap air dapat muncul di permukaan sebagai mataair SO4 yang bersifat asam dan
fumarol yang disertai dengan tanah beruap (Gambar 40). Manifestasi ini dapat dijumpai di
daerah selatan, yaitu di Cileunyep (Gunung Tangkuang), Parakasak dan Pulosari, tetapi
tidak dijumpai di Gunung Pabeasan, Tukung dan Gede di daerah utara. Di daerah selatan,
uap air yang telah mendingin muncul sebagai kaipohan di sekitar Batukuwung.
- 76 -
BAB X
KEHILANGAN PANAS ALAMIAH (NATURAL HEAT LOSS)
dengan :
Q = hilang panas (kJ/detik atau kW)
m = debit air panas yang keluar (kg/detik atau L/detik)
hfT, hfT0 = entalpi fluida (kJ/kg)
c = kapasitas panas spesifik (kJ/kg K)
T = temperatur mataair panas
T0 = temperatur udara rata-rata tahunan
Perhitungan kehilangan panas secara alamiah dihitung sesuai dengan tipe manifestasi
panasbuminya. Rumus di atas dapat digunakan untuk keluaran langsung, yaitu mataair
panas atau hangat, aliran air panas, fumarol dan steam yang keluar dari rekahan. Untuk
kolam air panas atau hangat, perhitungan kehilangan panas harus memperhitungkan
proses evaporasi. Untuk kolam-kolam yang mempunyai dimensi kurang dari 1000 m2,
umumnya digunakan pendekatan empiris dengan nilai hilang panas alamiah yang sesuai
dengan temperatur kolam, seperti yang diberikan oleh Hochstein (1994). Lain halnya
dengan fumarol dan steaming ground, kaipohan bukan merupakan kenampakan termal,
sehingga kehilangan panasnya tidak dapat ditentukan.
Tabel 7 adalah hasil perhitungan kehilangan panas alamiah semua mataair panas di
daerah penelitian. Tabel tersebut menunjukkan, bahwa daerah Cidanau dan sekitarnya
mempunyai potensi panasbumi sekitar 850 kW yang ditunjukkan oleh nilai kehilangan
panas alamiah manifestasi panasbumi di permukaan. Kehilangan panas tersebut adalah
- 77 -
Tabel 7. Kehilangan panas alamiah yang dihitung berdasarkan persamaan yang diberikan oleh Hochstein (1994). Perhitungan tidak dilakukan terhadap sampel
AY-005, 007, 008 dan 011 karena bukan merupakan manifestasi panasbumi di permukaan.
Jumlah M = Debit T = tmataair T0 = tudara rata-rata A = Luas Kolam Q = Hilang Panas (kW)
No Lokasi No Sampel
Mataair (L/menit) (°C) (°C) (m )
2
Keluaran Langsung Evaporasi
1 Anyer AY - 001 1 5 40.0 23 - 6.0 -
2 Kareos AY - 002 1 5 41.5 20 - 7.5 -
3 Batukuwung AY - 003 1 240 60.7 22 - 650.2 -
4 Batukuwung AY - 004 1 - 58.1 22 0.12 - 0.4
5 Batukuwung AY - 005 - - - - - - -
6 Cilenge AY - 006 1 20 54.0 20 - 47.6 -
7 Cilenge AY - 007 - - - - - - -
8 Cacaban AY - 008 - - - - - - -
9 Sadatani AY - 009 5 10 40.8 20 10 - 65.0
10 Cilurah AY - 010 1 20 49.3 20 - 41.0 -
11 Pantai Anyer AY - 011 - - - - - - -
12 Kajaroan AY - 012 2 60 44.8 20 9 - 23.4
13 Cipanas Hilir AY - 013 1 5 43.1 20 - 8.1 -
14 Ciasem AY - 014 - - - - - - -
15 Cileunyep AY - 015 1 1 49.5 20 1 2.1 -
TOTAL 762.4 88.8
- 78 -
760 kW hilang secara langsung dan 90 kW panas hilang melalui proses evaporasi. Bagian
utara daerah penelitian mempunyai hilang panas alamiah yang jauh lebih rendah
dibanding bagian selatan. Daerah utara menunjukkan panas yang hilang sebesar
40 hingga 50 kW, sedangkan di bagian selatan terjadi kehilangan panas alamiah sekitar
810 kW yang sebagian besar hilang bersama keluarnya air panas di Batukuwung
(Tabel 7).
Nilai perkiraan aliran panas dari manifestasi permukaan di Cidanau di atas jauh lebih kecil
dibandingkan nilai hilang panas yang dihitung berdasarkan manifestasi panasbumi di
permukaan di Gunung Karang. Di Gunung Karang sendiri kehilangan panas diperkirakan
8 MW (http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/karangtxt.html).
X.2. UTILISASI
Meskipun daerah Cidanau, baik bagian utara maupun selatan daerah penelitian,
mempunyai reservoar bertemperatur tinggi, yaitu mencapai di atas 240°C, kedua daerah
penelitian ini mempunyai karakteristik sistem panasbumi yang berbeda. Hal ini telah
dibahas sebelumnya.
Jika potensi panasbumi di daerah ini akan dikembangkan secara tidak langsung, yaitu
untik keperluan kelistrikan, daerah selatan merupakan daerah yang lebih baik untuk
dikembangkan dibanding daerah utara. Hal ini disebabkan, karena, disamping daerah
selatan mempunyai temperatur reservoar yang tinggi, batuan di bagian ini juga
mempunyai porositas dan permeabilitas yang baik. Sementara itu, potensi panasbumi di
bagian utara daerah penelitian lebih tepat dikembangkan secara langsung, misalnya untuk
pariwisata dan pemanas.
Meskipun demikian masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
hubungan antara reservoar di bagian utara dan selatan daerah penelitian, yaitu di bawah
Cidanau. Penelitian lainnya adalah menyangkut ketebalan steam heated zone di sekitar
Gunung Parakasak dan Tangkuang.
- 79 -
BAB XI
KESIMPULAN
Daerah penelitian termasuk dalam peralihan antara Zona Bandung, Bogor dan Dataran
Aluvial Pantai Utara Jawa, dan didominasi oleh Satuan Dataran Danau yang merupakan
bentukan kaldera Cidanau yang diakibatkan oleh depresi volkano-tektonik. Kubah-kubah
lava dijumpai di sekeliling dataran danau. Satuan Dataran Pantai memanjang di pantai
Selat Sunda dari Anyer hingga Labuan. Gunung api strato Gunung Aseupan, Pulosari dan
Karang berada di selatan dan tenggara daerah penelitian.
Geologi permukaan di daerah penelitian didominasi oleh batuan hasil dari kegiatan
gunungapi berumur Plio-Kuarter, seperti lava, breksi, tufa dan batuan piroklastik lainnya,
yang menindih secara tidak selaras batuan sedimen dan volkanik berumur Tersier, seperti
batugamping, piroklastik dan batuan sedimen laut dan darat lainnya. Struktur geologi di
daerah penelitian didominasi oleh sesar berarah barat laut - tenggara dan barat - timur
yang berpola radial mengikuti bentuk kaldera Cidanau. Sesar-sesar berarah barat laut -
tenggara dan barat - timur ini juga mengontrol kemunculan beberapa air panas di daerah
penelitian.
Studi geokimia air panasbumi menunjukkan, bahwa air panas yang muncul di bagian
utara berasal dari reservoar yang berbeda dengan air panas yang muncul di bagian
selatan daerah penelitian. Meskipun demikian, kedua reservoar ini berasal dari proses
yang sama, yaitu volkano-magmatik. Asal air panas adalah air meteorik yang mengalami
pemanasan, tanpa proses pencampuran dengan fluida magmatik atau air laut. Upflow air
reservoar hanya dijumpai di daerah selatan, yaitu di Cilenge dan Cilurah. Di bagian lain,
air panasbumi merupakan aliran ke samping dan telah mengalami pencampuran sehingga
membentuk air Cl - HCO3 - SO4.
- 80 -
Identifikasi alterasi panasbumi di permukaan memperlihatkan kehadiran sinter travertin
dan silika. Beberapa sinter merupakan fosil yang berumur 10 hingga 50 ribu tahun.
Manifestasi panasbumi kaipohan muncul di Batukuwung yang didominasi oleh kehadiran
mineral alterasi smektit yang berasosiasi dengan kristobalit, tridimit dan opal-CT.
Kehilangan panas secara alamiah yang dihitung berdasarkan tipe manifestasi panasbumi
menunjukkan, bahwa daerah penelitian mempunyai potensi panasbumi sekitar 850 kW.
Daerah selatan mempunyai potensi panasbumi yang lebih besar dibanding daerah utara.
- 81 -
DAFTAR PUSTAKA
Atabey, E., 2002. The formation of fissure ridge type laminated travertine-tufa deposits
microscopical characteristics and diagenesis, Kırşehir Cntral Anatolia. Mineral
Resources Exploration Bulletin, 123-124, hal. 59-65.
van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia. Vol.1A. The Hague, Goverment
Printing Office, 732 hal.
Browne, P.R.L., 1978. Hydrothermal alteration in active geothermal fields. Annual Reviews
in Earth Planet Science, v.6, hal. 229-250.
Brownlow, A.H., 1996. Geochemistry. 2nd Edition, Prentice-Hall, Inc., New Jersey, USA,
580 hal.
Campbell, K.A., Sannazzaro, K., Rodgers, K.A., Herdianita, N.R. dan Browne, P.R.L., 2001.
Sedimentary facies and mineralogy of the Late Pleistocene Umukuri Silica Sinter,
Taupo Volcanic Zone, New Zealand. Journal of Sedimentary Research, 71, 5, hal.
727-746.
Ellis, A.J., 1979. Chemical geothermometry in geothermal system. Geothermics, 25, hal.
219-226.
Ellis, A.J. dan Mahon, W.A.J., 1977. Chemistry and geothermal systems. Academic Press,
New York, 392 hal.
Fournier, R.O., 1979. A revised equation for the Na/K geothermometer. Geothermal
Resources Council Transactions, 3, hal. 221-224.
- 82 -
Freeze, R.A. dan Cherry, 1979. Groundwater. Prentice Hall, New York, USA, 604 hal.
Herdianita, N.R., Browne, P.R.L., Rodgers, K.A. dan Campbell, K.A., 2000. Mineralogical
and textural changes accompanying ageing of silica sinter. Mineralium Deposita,
35, hal. 48-62.
Herdianita, N.R. dan Priadi, B., 2005. Manifestasi Permukaan Sistem Panasbumi Gunung
Kendang – Angkasa, Garut – Pamengpeuk, Jawa Barat. Laporan Penelitian Riset
ITB 2005, II, tidak Dipublikasikan, 38 hal.
Hochstein, M.P. dan Browne, P.R.L., 2000. Surface manifestation of geothermal systems
with volcanic heat sources. In Encyclopedia of Volcanoes, H. Sigurdsson, B.F.
Houghton, S.R. McNutt, H. Rymer dan J. Stix (eds.), Academic Press, hal. 835-
855.
Lyon, G.L. dan Hulston, J.R., 1984. Carbon and hydrogen isotopic compositions of New
Zealand geothermal gases. Geochimica et Cosmochimica Acta, 48, hal. 1161-
1171.
Nicholson, K., 1993. Geothermal fluids. Chemistry and exploration techniques. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg, 63 hal.
Özkul, M., Varol, B. dan Alçiçek, M.C., 2002. Depositional environments and petrography
of Denizli travertines. Mineral Resources Exploration Bulletin, 125, hal. 13-29.
- 83 -
Pertamina, 1982. Laporan Hasil Penelitian Pendahuluan Panasbumi Daerah Jawa Barat.
Divisi Geotermal, Pertamina Pusat, - hal.
Reyes, A.G., 2000. Petrology and Mineral Alteration in Hydrothermal System : from
Diagenesis to Volcanic Catastrophes. Lecture notes on Geothermal Training
Programme, United Nations University, Reykjavik, Iceland, 77 hal.
Salvania, N.V. dan Nicholson, K., 1990. Chemometrics applied to the fluid chemistry of
geothermal fields in the Taupo Volcanic Zone, New Zealand. Proceeding 12th NZ
Geothermal Workshop, Auckland University, hal. 157-163.
Sant’Anna, L.., Riccomini, C., Rodrigues-Francisco, B.H., Sial, A.N., Carvalho, M.D. dan
Moura, C.A.V., 2004. The Paleocene travertine system of the Itaboraí basin,
Southeastern Brazil. Journal of South American Earth Sciences, 18, hal. 11-25.
Santosa, S. 1991. Geologi Lembar Anyer, Jawa Barat. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi (P3G), Bandung, - hal.
Suryaman, M., 1999. Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Anyer. Direktorat Geologi Tata
Lingkungan (DGTL), Bandung, - hal.
Veldeman, E., Van’t dack, L., Gijbels, R. Dan Pentcheva, E.N., 1990. Thermal waters from
south Bulgaria : A multivariate approach for evaluation and interpretation of
analytical data. Geothermal Resources Council Transactions, 14, hal. 1537-1543.
White, D.E., 1974. Diverse origins of hydrothermal ore fluids. Economic Geology, 69, hal.
954-973.
- 84 -
http://www.air.bappenas.go.id
http://www.serang.go.id
http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/
http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/dndautxt.html
http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/karangtxt.html
http://www.vsi.esdm.go.id/pbumi/java/pulosaritxt.html
- 85 -