Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pancasila merupakan dasar pemkiran bansa Indonesia yang berdasarkan
Keruhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Adil dan Beradap, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan/
perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila juga merupakan pandangan hidup bangsa serta kepribadian bangsa
yang mempunyai nilai-nilai luhur. Pancasila juga merupakan suatu sistem etika dan
politik yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, menjunjung persatuan dan
kesatuan, perdamaian dunia dan permusyawaratan yang adil dan beradap. Dalam
makalah ini akan diulas tentang pancasila sebagai suatu sistem etika politik yang
mempunyai nilai-nilai universal, sertaa moralitas.
1
BAB II
ISI
A. Pancasila sebagai Etika Politik
Ada anggapan negatif dan sikap skeptik serta sinis terhadap politik. Ada
kecenderungan untuk menghindar dari politik. Namun perlu dicattat beberapa hal:
pertama, mau tidak mau kita tidak dapat lepas dari politik. Segala kegiatan kita
mengandaikan kerangka Negara dan masyarakat. Kedua, berbagai kesulitan yang
dihadapi dunia modern, seperti peningkatan kesejahteraan, lingkungan hidup,
kesenjangan sosial-ekonomi, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak dapat dipecahkan dengan meninggalkan politik, tetapi mengadakan
transformasi politik sedemikian rupa, sehingga memungkin kita membentuk dan
mengorganisir kehidupan secara efektif. Ketiga, sikap sinis dan skeptik terhadap
politik, bukan hal yang tak terhindari. Dengan membangun kredibilitas dan
kelayakan suatu model alternatif dan imaginatif institusi politik, ketidakpercayaan
akan pilitik bisa diatasi.
2
distribusi sumberdaya. Politik terlibat dalam semua relasi, institusi dan struktur yang
melekat dalam aktivitas produksi dan reproduksi dalam kehidupan masyarakat.
Politik menciptakan dan mengkondisikan semua aspek kehidupan kita. Politik
berada pada inti perkembangan permasalahan dalam masyarakat dan cara kolektif
penyelesaian masalah tersebut.
3
kebajikan. Politik adalah suatu aktivitas etis, yaitu bersangkut paut dengan masalah
bagaimana kita harus hidup dalam suatu masyarakat politik.
Michel Foucault mengatakan bahwa politik pada masa ini ditandai oleh
“pendisiplinan” dan “penundukan” yaitu pemaksaan agar manusia berperilaku
tertentu. Ini disebut “biopower”. Politik adalah pengaturan dan penguasaan hidup
dan biopower ini secara fundamental modern, yaitu manakala kehidupan manusia
dipertaruhkan oleh strategi politiknya sendiri. Dengan lain perkataan, kehidupan
manusia menjadi objek politik itu sendiri. Ini yang menjadi ciri dari politik modern,
berbeda dari politik di masa lalu.
Ini menarik perhatian kita pada apa yang dikatakan oleh Aristoteles
mengenai bahasa dalam Politics 1.2.16: Agar menjadi benar-benar manusiawi orang
harus menjadi anggota polis, karena hanya dengan begitu, ia dapat berbicara.
“Mengeluarkan suara berfungsi untuk menunjukkan kesenangan atau kesakitan,
dan ini suatu kemampuan yang dimiliki hewan pada umumnya….. Tetapi bahasa
berfungsi untuk…..menyatakan apa yang adil dan tidak adil”. Disini kehidupan di
lihat tidak hanya sebagai suatu fakta, tetapi suatu capaian. Capaian itu adalah
4
kebudayaan. Agamben menyebut kehidupan biologis semata sebagai “inklusif
eksklusif (un ‘ esclusione inclusive).
Maksud dari pernyataan itu ialah bahwa kehidupan yang baik (eu zen) bukan
kehidupan biologis semata, namun kehidupan yang baik juga merupakan
perkembangan dari kehidupan biologis semata. Politik seolah-olah merupakan
tempat dimana kehidupan harus mengalami transformasi menjadi kehidupan yang
baik. Tetapi ini bukan suatu capaian dari Aufhebung dari kehidupan biologis semata.
Aufhebung politik tidak pernah tercapai, identitas tak pernah selesai’.Dengan
ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara, kehidupan politik memiliki dimensi
etis, bukan sesuatu yang netral. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
mendorong warganegara untuk berperilaku etis dalam politik.
5
1. Etika dan Moralitas
Etika tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat
untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar
kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika
agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi. Hal ini disebabkan
empat alasan sebagai berikut:
6
4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri
pada argumentasi rasional semata-mata sedangkan agama pada wahyunya
sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya terbuka pada mereka yang
mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dari semua agama
dan pandangan dunia.
Politik berasal dari bahasa Yunani Polis yang artinya kota atau negara, yang
kemudian muncul kata-kata polities yang artinya warga negara dan kata politikos
yang artinya kewarganegaraan. Politik adalah seni tentang kenegaraan yang
dijabarkan dalam praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan bagaimana
Imbungan antar manusia (penduduk) yang tinggal di suatu tempat (wilayah) yang
meskipun memiliki perbedaan pendapat dan kepentingannya, tetap mengakui adanya
kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.
Penyelenggaraan kekuasaan negara dipercayakan kepada suatu badan/ lembaga yaitu
pemerintah.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu
antara lain:
7
• Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara
• Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
• Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan publik.
Teori politik Taoisme didasarkan pada ajaran utama tentang Tao. Orang
Taios memandang bahwa semua perubahan di alam adalah manifestasi-manifestasi
proses dinamis saling mempengaruhi antara oposisi-oposisi kutub Yin dan Yang.
Oleh sebab itu, mereka percaya bahwa setiap pasangan yang berlawanan memiliki
hubungan polar, dimana masing-masing kutub terkait secara dinamis satu sama lain.
Maka, kapanpun kita ingin mencapai apapun, kita mesti memulainya dengan
lawannya. Di sisi lain, kapanpun kita ingin mempertahankan apapun, kita harus
membiarkan di dalamnya ada lawannya. Inilah jalan hidup orang bijak yang telah
mencapai sudut pandang lebih tinggi, suatu perspektif dimana relativitas dan
hubungan polar dari semua hal yang berlawanan dapat dipersepsi dengan jelas.
Tindakan-tindakan orang bijak Taois muncul dari kebijakan intuitifnya, secara
spontan dan dalam keselarasan dengan lingkungannya. Ia tidak perlu memaksakan
dirinya sendiri, atau apapun di sekitarnya, namun sekedar menyesuaikan
tindakannya dengan gerakan Tao. Inilah yang disebut Wu-Wei. Wu Wei berarti non-
aksi (berbuat tidak berbuat). Arti dari ungkapan ini adalah alam dan segala isinya
telah memiliki irama geraknya sendiri-sendiri. Manusia dalam menghadapi alam dan
hidup sehari-hari tidak perlu banyak campur tangan, biarkan alam dalam peristiwa
berkembang menurut iramanya masing-masing. Manusia jangan memaksakan
8
kehendaknya sendiri dan ingin bertindak, karena dengan demikian merusak irama
alam dan hasilnya justru keserakahan, kemarahan dan malapetaka.
Dengan demikian, politik adalah sistem tata hidup bersama dalam polis
tunduk pada dan mengandaikan etika kebaikan sekaligus merupakan puncak
kesempurnaan cetusan etika. Etika adalah pendasaran dari politik.
Bagi Aristoteles, manusia adalah zoon politicon, makhluk sosial, makhluk hidup
yang membentuk masyarakat. Demi keberadaannya dan demi penyempurnaan
dirinya, diperlukan persekutuan dengan orang lain. Untuk itu diperlukan negara.
Negara bertujuan untuk memungkinkan hidup dengan baik, seperti halnya dengan
segala lembaga yang lain.
Negara memiliki beberapa bentuk. Tidak semua bentuk adalah baik. Bentuk
negara yang buruk adalah tirani, yaitu pemerintahan seorang lalim. Selain itu ada
bentuk negara oligarkhi, pemerintahan sekelompok kecil orang, dan demokrasi,
yaitu pemerintahan seluruh rakyat, kaya, miskin, berpendidikan atau tidak. Negara
yang demikian tidak mungkin mencapai tujuannya. Sebaliknya, susunan negara yang
tergolong ideal adalah monarki, yaitu pemerintahan oleh seorang raja, aristokrasi,
9
pemerintahan kaum ningrat dan politeia, yaitu pemerintahan banyak orang.
Menurut Arototeles, dalam prakteknya, pemerintahan yang paling baik adalah
politeia yang bersifat demokratis-moderat, atau demokrasi dengan undang-undang
dasar, sebab hak memilih dan hak dipilih bukan ada pada semua orang, melainkan
pada golongan tengah, yang memiliki senjata dan yang telah biasa berperang.
Bentuk pemerintahan ini memberi jaminan yang terkuat, bahwa pemerintahan akan
bertahan lama dan akan dihindarkan dari perbuatan-perbuatan yang berlebih-lebihan.
C. MORAL
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti
adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila.
Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang
tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula
berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak
bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku
perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral
menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.
Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki
perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai
perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio,
sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma
yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.
10
D. NORMA
Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau
siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita
dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi
norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah
ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu
perbuatan.
Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi
brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak
ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah
norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat
normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat
praktis
11
E. PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI
1. PENGERTIAN NILAI
12
2. CIRI-CIRI NILAI
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang
bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek
yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah
nilai, tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra
adalah kejujuran itu.
b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita,
dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das sollen). Nilai
diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.
Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan
berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah
pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang
diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua
orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
3. MACAM-MACAM NILAI
13
mengatakan siswa itu buruk karena jawabanya salah. Buruk adalah nilai moral
sehingga bukan pada tempatnya kita mengatakan demikian.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani
kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi
tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau
tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku
kehidupan kita sehari-hari.
a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
a. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
b. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan
(emotion) manusia.
c. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa,
Will) manusia.
14
Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
15
lain. Dengan demikian perbedaannya bukan terletak pada sikap ramah tamah, gotong
royong dan lain-lain tetapi terletak pada pengamalan atau penerapan nilai-nilai
Pancasila tersebut. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka
dari pada itu penerapannya ditumbuhkan dan dikembangkan tanpa paksaan
melainkan atas kesadaran diri, merupakan panggilan hati nurani (ditimbulkan dari
dalam).
16
maupun dari luar tidak mungkin terkendali, karena perubahan-perubahan
tersebut. Oleh sebab itu, perlu adanya semacam jaringan nilai-nilai untuk
menyaring nilai-nilai yang tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa.
Keadaan seperti itu disebut sebagai era globalisasi, keterbukaan atau transportasi
akan melanda kehidupan masyarakat dimana pun.
c. Memberikan Kendali kepada Manusia
Mengendalikan diri untuk mewujudkan keseimbangan, keserasian dan
keselarasan dalam hidup, perilaku dan tingkah laku dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Masyarakt itu sementara berubah (dinamis), yang kita
cari bukan dinamikanya, akan tetapi keseimbangan, keselarasan dan keserasian
untuk mencapai kebahagiaan.
d. Sebagai Pengarah (Orientasi) pada Manusia
Ia memberikan kekuatan kehidupan dan membimbing ke arah yang lebih
baik.
e. Sebagai Pendorong (Motivasi) bagi Manusia
Memberikan semangat dan dorongan yang lebih kreatif, positif sehingga
akan lebih berdayaguna, efisien, dan efektif.
6. Nilai Laten
Seperti diungkapakan bahwa pandangan hidup bangsa adalah kristalisasi
nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan bermaksud menerapkannya dalam hidup
dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Apabila kita kaji sebenarnya nilai-nilai Pancasila tidak terbatas, dan apabila
bekum terungkap dalam kehidupan secara nasional, maka kewajiban kita untuk
mengungkapkannya dalam permukaan, sehingga nilai-nilai tersebut tidak laten
sifatnya. Nilai-nilai Pancasila yang belum terungkap jumlahnya tak terbatas.
Penerapan nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam kandungan dari setiap
sila adalah sebagai berikut:
Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa
17
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradap.
3. Mengemangkan sifat hormat menghormati dan bekerjasama antar apemeluk
agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
4. Mengembangkan kerukunan hidup diantara sesama umat bergama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
yang dipercayai dan diyakininya.
6. Menembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
18
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
1. mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama diatas
kepentingan pribadi atau golongan
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa apabila diperlukan.
3. mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. menembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan social.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
19
9. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayakan ungtuk
melaksanakan permusyawaratan.
20
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
Pancasila adalah dasar Negara yang menjadi tolok ukur pemikiran bangsa
Indonesia yang mengandung nilai-nilai yang universal dan terkristalilasi dalam sila-
silanya. yang dikembangkan dan berkembang dalam diri pribadi manusia sesuai
dengan kodratnya, sebagai makhluk pribadi dan sosial. Didalam tubuh pancasila
telah terukir berbagai aspek pemikiran bangsa yang mengandung asas moralitas,
politik, sosial, agama, kemusyawaratan, persatuan dan kesatuan.
21
Daftar pustaka
22