Professional Documents
Culture Documents
Alhamdulillah, dengan izin dan pertolongan dari Allah SWT yang telah
memberikan nikmat serta karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai waktu yang disediakan. Selain itu, penyusun juga berterima
kasih kepada Bapak Ade Jamaruddin, M.Ag selaku dosen mata kuliah Hadist
dan pihak-pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga
makalah ini, dapat berguna bagi pembaca dan penyusun sendiri.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................. 2
BAB I ............................................................................................................ 3
BAB II ........................................................................................................... 4
Pertentangan Politik………………………………………….. 5
2
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hadîst Maudhû ini sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai sebuah
hadis, karena ia sudah jelas bukan sebuah hadis yang bisa disandarkan pada Nabi
SAW. Lain halnya dengan hadis dha’îf yang diperkirakan masih ada
kemungkinan ittishâl pada Nabi. Hadîst Maudhû ini berbeda dengan hadis
dha’îf. Hadîst Maudhû sudah ada kejelasan atas kepalsuannya. Sementara hadis
dha’îf belum jelas, hanya samar samar. Sehingga karena kesamarannya ini, hadis
tersebut disebut dengan dha’îf.
Berbagai hadîst maudhû dan dha’îf ini, sebagai mana hadis sahih telah
banyak tersebar dan beredar dalam masyarakat, dan diakui sebagai sebuah hadis
yang berasal dari Nabi. Disinilah kemudian hadîst maudhû perlu dimasukkan ke
dalam kelompok kajian ilmu hadis ini, meskipun sebenarnya ia bukanlah sebuah
hadis.
3
BAB II
ISI
Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadîst maudhû ialah:
Jadi hadîst maudhû itu adalah bukan hadis yang bersumber dari rasul atau
dengan kata lain bukan hadis rasul, akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan
seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu alasan kemudian dinisbatkan
kepada rasul.
1
Ajjâj Al-Khatîb, ‘Ushûl Al-Hadîst, Ulûmuhu wa Mushthalahuhu, (Beirut: Dâr Al-Fikr, 1981),
Cet. Ke-4 hlm. 415)
4
1. Pertentangan Politik2
Perpecahan umat islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada
masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap
perpecahan umat kedalam beberapa golongan dan kemunculan hadis-hadis
palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan
mempengaruhi orang-orang dengan membawa-bawa Al-Quran dan sunnah.
Konflik-konflik politik telah menyeret permasalahan keagamaan masuk ke
dalam arena perpolitikan dan membawa pengaruh juga pada madzhab-
madzhab keagamaan. Pada akhirnya masing-masing kelompok berusaha
mencari dalilnya ke dalam Al-Quran dan Sunnah, dalam rangka
mengunggulkan madzhabnya masing-masing. Ketika tidak ditemuinya, maka
mereka mulai membuat pernyataan-pernyataan yang disandarkan pada Nabi
Muhammad. Dimulailah perkembangan hadis palsu pada masa ini. Contoh
hadis palsu yang dibuat oleh kaum Syi’ah antara lain:
“Wahai Ali sesungguhnya Allah SWT telah mengampunimu,
keturunanmu, kedua orangtuamu, keluargamu,(golongan) Syi’ahmu, dan
orang yang mencintai (golongan) Syi’ahmu”.
2
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2008), hlm. 181
5
Contohnya dapat dilihat pada hadis yang dibuat oleh orang Arab yang fanatic
terhadap bahasanya, yaitu:
Dan dapat di lihat pula pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam At-
Targhib
“Tiadalah orang mukmin itu sejak dulu hingga hari kiamat melainkan dia
pastimempunyai tetangga yang mengganggunya”3
3
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Hadits Dha’If dan Maudhu’, (Jakarta: Gema Insani,
2001), hlm. 181
6
b) Jibril menjadi Imamku dalam shalat di Ka’bah, ia (Jibril) membaca
basmalah dengan nyaring.
c) Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali.
d) Semua yang ada di bumi dan langit serta di antara keduanya adalah
makhluk, kecuali Allah dan Al-Quran. Dan kelak akan ada di antara
umatku yang menyatakan “Al-Quran itu makhluk”. Barang siapa yang
menyatakan demikian, niscaya ia telah kufur kepada Allah Yang Maha
Agung dan saat itu pula jatuhlah pula talak kepadanya istrinya.
Dari beberapa motif hadis di atas, pembuatan hadis palsu dapat kita
kelompokkan kepada empat jenis, yaitu:
Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa tujuan membuat hadis
palsu ada yang untuk tujuan positif dan negatif. Walaupun demikian apapun
alasannya, membuat hadis palsu tetaplah suatu perbuatan menyesatkan dan tidak
terpuji.
7
KAIDAH - KAIDAH UNTUK MENGETAHUI HADIS MAUDHU’
Dalam Sanad
1. Atas dasar pengakuan pembuat hadis palsu, sebagaimana pengakuan
Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia telah membuat hadis
tentang Fadhilah membaca al-Quran, surat demi surat, Ghiyas bin
Ibrahim, dan lain-lain.
2. Adanya qarinah (dalil) yang menunjukan kebohongannya, seperti
menurut pengakuannya ia meriwayatkan dari seorang syeikh, tapi
ternyata ia belum pernah bertemu secara langsung, atau pernah
menerima hadis di suatu daerah, tapi ia sendiri belum pernah
melakukan rihlah (perjalanan) ke daerah tersebut, atau pernah
menerima hadis dari syeikh tapi syeikh tersebut diketahui telah
meninggal ketika ia masih kecil, dan lain sebagainya.
3. Meriwayatkan hadis sendirian, sementara diri rawi dikenal sebagai
pembohong. Sementara itu tidak ditemukan dalam riwayat lain.
Maka yang demikian ini ditetapkan sebagai hadis maudhu’.
Dalam Matan
1. Buruknya redaksi hadis, dari redaksi yang jelek ini akan berpengaruh
kepada makna ataupun maksud dari hadis Nabi SAW. Kecuali bila si
perawi menjelaskan bahwa itu benar-benar menunjukkan datang dari
Nabi SAW.
2. Maknanya rusak. Ibnu Hajar menerangkan bahwa kejelasan lafadz
ini dititikberatkan pada kerusakan arti, sebab dalam sejarah tercatat
“periwayatan hadis tidak mesti bi al-lafdz akan tetapi ada yang bi al-
ma’na” tekecuali bila dikatakan bahwa lafalnya dari Nabi, baru
dikatakan hadis palsu.
3. Matannya bertentangan dengan akal, kenyataan, atau bertentangan
dengan al-Quran. Contohnya seperti hadis yang menyebutkan bahwa
umur dunia 7000 tahun. Hadis ini bertentangan dengan QS Al-A’râf
(7): 187, yang intinya bahwa umur dunia hanya diketahui oleh Allah.
8
4. Matannya menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang
kecil atau ancaman yang sangat besar atas perkara kecil. Seperti
hadis yang menyatakan bahwa anak hasil perzinahan tidak masuk
surga hingga tujuh turunan. Ini menyalahi QS. Al-An-‘âm (6): 164
yang menyatakan bahwa :
Tidaklah seseorang (yang bersalah) memikul dosa orang lain.
9
orang yang dikenal suka bohong, baik di dalam kehidupan umumnya, suka
berbuat bid’ah, mengikuti hawa nafsunya, dan lain-lain.
Menyusun kaidah-kaidah umum untuk meneliti hadis-hadis tersebut.
Misalnya saja dengan mengetahui batasan-batasan sahih.
Mulai saat itu perkembangan ilmu hadis melaju begitu cepat, demi
menyelamatkan hadis-hadis Rasul ini. Jadi pada akhirnya, tujuan penyusunan
kaidah-kaidah tersebut untuk mengetahui keadaan matan hadis. Maka disusunlah
kaidah-kaidah kesahihan sanad hadis beserta matannya.
BAB III
10
PENUTUP
KESIMPULAN
Penyebaran hadist hadist dha’if, maudhu’, bahkan palsu di dunia islam telah
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap penyimpangan akidah dan ibadah di
kalangan umat islam. Yang dilatar belakangi oleh berbagai macam aspek seperti
politik, kaum zindik yang ingin merusak islam, kefanatikan, dan yang lainnya.
Oleh sebab itu dibutuhkan kepedulian dari diri kita sebagai muslim untuk
menyelasaikan masalah diatas. Banyak cara yang dapat kita lakukan, seperti: meneliti
hadis tersebut, memilih perawi-perawi hadis yang telah terpercaya, dan lain sebagainya.
SARAN
Atas berkat rahmat Allah SWT, makalah ini dapat diselesaikan dengan
sebaik mungkin. Meskipun makalah ini telah tersusun dengan sistematisnya.
Namun bukan berarti makalah ini tidak mempunyai kekurangan. Penulis
memohon maaf jika terdapat kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya
membangun.
DAFTAR PUSTAKA
11
Suparta, Munzier. 2008 Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
12