You are on page 1of 12

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat-Nya kepada hamba-Nya dan shalawat beserta salam semoga dilimpahkan
kepada Rasullah SAW, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti
petunjuknya sampai hari kiamat.

Alhamdulillah, dengan izin dan pertolongan dari Allah SWT yang telah
memberikan nikmat serta karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai waktu yang disediakan. Selain itu, penyusun juga berterima
kasih kepada Bapak Ade Jamaruddin, M.Ag selaku dosen mata kuliah Hadist
dan pihak-pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga
makalah ini, dapat berguna bagi pembaca dan penyusun sendiri.

Penyusun menyadari pasti banyak kekurangan dan kelemahan yang


terdapat di dalam makalah ini. Untuk itu, penyusun terbuka terhadap kritik dan
saran pembaca.

Pekanbaru, 04 November 2010

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 1

DAFTAR ISI.................................................................................................. 2

BAB I ............................................................................................................ 3

Latar Belakang ..................................................................................... 3

BAB II ........................................................................................................... 4

Pengertian Hadist Maudhu’ ................................................................. 4

Latar Belakang Munculnya Hadist Maudhu’ ...................................... 4

 Pertentangan Politik………………………………………….. 5

 Usaha Kaum Zindik …………………………………….…… 5


 Fanatik Terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa,
dan Pimpinan ............................................................................ 5
 Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah
dan Nasehat …………………….…………………….……… 6
 Perselisihan Madzhab dan Ilmu Kalam …………………….... 6
 Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa Mengerti
Apa Yang Dilakukan ................................................................. 7

Kaedah – kaedah untuk mengetahui Hadist Maudhu’ …………...….. 8

Upaya penyelamatan Hadist ………………………………..…..……. 9

BAB III ......................................................................................................... 10


Kesimpulan .......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11

2
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kesenjangan waktu antara sepeninggal rasulullah SAW. dengan waktu


pembukuan hadis (hampir 1 abad) merupakan kesempatan yang baik bagi orang-
orang atau kelompok tertentu untuk memulai aksinya membuat dan mengatakan
sesuatu yang kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah SAW dengan alasan yang
dibuat-buat. Penisbatan sesuatu kepada Rasulullah SAW. seperti inilah yang
selanjutnya dikenal dengan hadis palsu atau Hadîst Maudhû.

Hadîst Maudhû ini sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai sebuah
hadis, karena ia sudah jelas bukan sebuah hadis yang bisa disandarkan pada Nabi
SAW. Lain halnya dengan hadis dha’îf yang diperkirakan masih ada
kemungkinan ittishâl pada Nabi. Hadîst Maudhû ini berbeda dengan hadis
dha’îf. Hadîst Maudhû sudah ada kejelasan atas kepalsuannya. Sementara hadis
dha’îf belum jelas, hanya samar samar. Sehingga karena kesamarannya ini, hadis
tersebut disebut dengan dha’îf.

Berbagai hadîst maudhû dan dha’îf ini, sebagai mana hadis sahih telah
banyak tersebar dan beredar dalam masyarakat, dan diakui sebagai sebuah hadis
yang berasal dari Nabi. Disinilah kemudian hadîst maudhû perlu dimasukkan ke
dalam kelompok kajian ilmu hadis ini, meskipun sebenarnya ia bukanlah sebuah
hadis.

3
BAB II

ISI

A. PENGERTIAN HADIST MAUDHU’


AL-Maudhû’ adalah isim maf’ul dari wa-dha-‘a, ya-dha- u’, wadh- ‘an,
yang mempunyai arti al-isqâth (meletakkan atau menyimpan); al-iftira wa al-
ikhtilâq (mengada-ada atau membuat-buat); dan al-tarku (ditinggal). Sedangkan
pengertian hadîst maudhû menurut istilah adalah :
“Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. secara dibuat-buat
dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun
menetapkannya.”1

Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadîst maudhû ialah:

“Hadis yang dibuat-buat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan ini


dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta baik sengaja
maupun tidak”.

Jadi hadîst maudhû itu adalah bukan hadis yang bersumber dari rasul atau
dengan kata lain bukan hadis rasul, akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan
seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu alasan kemudian dinisbatkan
kepada rasul.

B. LATAR BELAKANG MUNCULNYA HADIST MAUDHU’


Berdasarkan data sejarah yang ada, pemalsuan hadis tidak hanya
dilakukan oleh orang-orang islam, akan tetapi juga dilakukan oleh orang-orang
non-islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadis palsu,
antara lain :

1
Ajjâj Al-Khatîb, ‘Ushûl Al-Hadîst, Ulûmuhu wa Mushthalahuhu, (Beirut: Dâr Al-Fikr, 1981),
Cet. Ke-4 hlm. 415)

4
1. Pertentangan Politik2
Perpecahan umat islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada
masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap
perpecahan umat kedalam beberapa golongan dan kemunculan hadis-hadis
palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan
mempengaruhi orang-orang dengan membawa-bawa Al-Quran dan sunnah.
Konflik-konflik politik telah menyeret permasalahan keagamaan masuk ke
dalam arena perpolitikan dan membawa pengaruh juga pada madzhab-
madzhab keagamaan. Pada akhirnya masing-masing kelompok berusaha
mencari dalilnya ke dalam Al-Quran dan Sunnah, dalam rangka
mengunggulkan madzhabnya masing-masing. Ketika tidak ditemuinya, maka
mereka mulai membuat pernyataan-pernyataan yang disandarkan pada Nabi
Muhammad. Dimulailah perkembangan hadis palsu pada masa ini. Contoh
hadis palsu yang dibuat oleh kaum Syi’ah antara lain:
“Wahai Ali sesungguhnya Allah SWT telah mengampunimu,
keturunanmu, kedua orangtuamu, keluargamu,(golongan) Syi’ahmu, dan
orang yang mencintai (golongan) Syi’ahmu”.

2. Usaha Kaum Zindik


Kaum Zindik termasuk golongan yang membenci Islam, baik Islam
sebagai Agama atau sebagai dasar pemerintahan. Mereka tidak bisa
melampiaskan kebencian mereka melalui pemalsuan Al-Quran. Maka mereka
memilih cara lain, yaitu dengan pemalsuan hadis, dengan tujuan untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Contoh hadis yang dibuat oleh golongan
Zindik antara lain:

“Melihat wajah cantik termasuk ibadah”.

3. Fanatik Terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa, dan Pimpinan


Mereka membuat hadis palsu karena didorong oleh sikap egois dan
fanatik juga ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, atau yang lain.

2
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2008), hlm. 181

5
Contohnya dapat dilihat pada hadis yang dibuat oleh orang Arab yang fanatic
terhadap bahasanya, yaitu:

“Apabila Allah murka, menurunkan wahyu dengan bahasa persi dan


apabila senang menurunkannya dengan bahasa Arab”.

4. Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasehat


Mereka melakukan pemalsuan hadis ini guna memperoleh simpatik
dari pendengarnya dan agar mereka kagum melihat kemampuannya. Hadis
yang mereka katakana terlalu berlebih-lebihandan tidak masuk akal.
Contohnya dapat dilihat pada hadis berikut ini:

“Barangsiapa yang mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan


seekor burung (sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri
dari emas dan bulunya dari marjan”.

Dan dapat di lihat pula pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam At-
Targhib

“Tiadalah orang mukmin itu sejak dulu hingga hari kiamat melainkan dia
pastimempunyai tetangga yang mengganggunya”3

5. Perselisihan Madzhab dan Ilmu Kalam


Hadis-hadis palsu yang timbul pada masalah fiqih dan ilmu kalam ini
bersumber dari para pengikut madzhab. Mereka berani melakukan pemalsuan
hadis karena didorong sifat fanatic dan ingin menguatkan madzhabnya
masing-masing. Diantara hadis-hadis palsu tentang masalah ini adalah:
a) Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya
tidak sah.

3
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Hadits Dha’If dan Maudhu’, (Jakarta: Gema Insani,
2001), hlm. 181

6
b) Jibril menjadi Imamku dalam shalat di Ka’bah, ia (Jibril) membaca
basmalah dengan nyaring.
c) Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali.
d) Semua yang ada di bumi dan langit serta di antara keduanya adalah
makhluk, kecuali Allah dan Al-Quran. Dan kelak akan ada di antara
umatku yang menyatakan “Al-Quran itu makhluk”. Barang siapa yang
menyatakan demikian, niscaya ia telah kufur kepada Allah Yang Maha
Agung dan saat itu pula jatuhlah pula talak kepadanya istrinya.

6. Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa Mengerti Apa Yang Dilakukan


Banyak para ‘Ulama yang membuat hadis palsu dan bahkan
menganggap usaha yang dilaksanakannya itu benar dan merupakan upaya
pendekatan diri kepada Allah, serta menjujnjung tinggi agama-Nya. Mereka
mengatakan “kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi nama
rasulullah dan bukan yang sebaliknya”. Dalam kitab Tafsir Al-Tsa’laby,
Zamakhsyari dan Baidhawy terdapat banyak hadis palsu. Demikian pula pada
kitab Ihyâ’ ‘Ulûm Al-Dîn.

Dari beberapa motif hadis di atas, pembuatan hadis palsu dapat kita
kelompokkan kepada empat jenis, yaitu:

i. Ada kerena disengaja


ii. Ada yang tidak sengaja merusak agama
iii. Ada karena keyakinannya bahwa membuat hadis palsu
diperbolehkan
iv. Ada yang karena tidak tahu bahwa dirinya membuat hadis palsu.

Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa tujuan membuat hadis
palsu ada yang untuk tujuan positif dan negatif. Walaupun demikian apapun
alasannya, membuat hadis palsu tetaplah suatu perbuatan menyesatkan dan tidak
terpuji.

7
KAIDAH - KAIDAH UNTUK MENGETAHUI HADIS MAUDHU’

Ada beberapa patokan yang bisa dijadikan alat untuk mengidentifikasi


bahwa hadis itu palsu atau sahih, di antaranya :

 Dalam Sanad
1. Atas dasar pengakuan pembuat hadis palsu, sebagaimana pengakuan
Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia telah membuat hadis
tentang Fadhilah membaca al-Quran, surat demi surat, Ghiyas bin
Ibrahim, dan lain-lain.
2. Adanya qarinah (dalil) yang menunjukan kebohongannya, seperti
menurut pengakuannya ia meriwayatkan dari seorang syeikh, tapi
ternyata ia belum pernah bertemu secara langsung, atau pernah
menerima hadis di suatu daerah, tapi ia sendiri belum pernah
melakukan rihlah (perjalanan) ke daerah tersebut, atau pernah
menerima hadis dari syeikh tapi syeikh tersebut diketahui telah
meninggal ketika ia masih kecil, dan lain sebagainya.
3. Meriwayatkan hadis sendirian, sementara diri rawi dikenal sebagai
pembohong. Sementara itu tidak ditemukan dalam riwayat lain.
Maka yang demikian ini ditetapkan sebagai hadis maudhu’.
 Dalam Matan
1. Buruknya redaksi hadis, dari redaksi yang jelek ini akan berpengaruh
kepada makna ataupun maksud dari hadis Nabi SAW. Kecuali bila si
perawi menjelaskan bahwa itu benar-benar menunjukkan datang dari
Nabi SAW.
2. Maknanya rusak. Ibnu Hajar menerangkan bahwa kejelasan lafadz
ini dititikberatkan pada kerusakan arti, sebab dalam sejarah tercatat
“periwayatan hadis tidak mesti bi al-lafdz akan tetapi ada yang bi al-
ma’na” tekecuali bila dikatakan bahwa lafalnya dari Nabi, baru
dikatakan hadis palsu.
3. Matannya bertentangan dengan akal, kenyataan, atau bertentangan
dengan al-Quran. Contohnya seperti hadis yang menyebutkan bahwa
umur dunia 7000 tahun. Hadis ini bertentangan dengan QS Al-A’râf
(7): 187, yang intinya bahwa umur dunia hanya diketahui oleh Allah.

8
4. Matannya menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang
kecil atau ancaman yang sangat besar atas perkara kecil. Seperti
hadis yang menyatakan bahwa anak hasil perzinahan tidak masuk
surga hingga tujuh turunan. Ini menyalahi QS. Al-An-‘âm (6): 164
yang menyatakan bahwa :
     
Tidaklah seseorang (yang bersalah) memikul dosa orang lain.

5. Hadis yang bertentangan dengan kenyataan sejarah yang benar-benar


terjadi pada masa Rasulullah SAW dan jelas tampak
kebohongannya.
6. Hadis yang terlalu melebih-lebihkan salah satu sahabat, seperti hadis
:
Bahwasanya Nabi SAW memegang tangan Ali ibn Abi Thalib di suatu Majlis di
antara para sahabat yang lain.
Kemudian Nabi bersabda : “Inilah wasiatku dan Saudaraku, dan Khalifah
setelahku..” kemudian sahabat lainnya sepakat. Hadis tersebut jelas
kepalsuannya.

UPAYA PENYELAMATAN HADIST


Untuk menyelamatkan hadis Nabi SAW di tengah-tengah gencarnya
pembuatan hadis palsu, ulama hadis menyusun berbagai kaidah penelitian hadis.
Berikut langkah-langkah yang di tempuh, yaitu :
 Meneliti sistem penyandaran hadis. Pada masa sahabat memang hampir tidak
ada penyelewengan dalam periwayatan hadis, sehingga ketika mereka
mendapatkan dari sahabat lain mereka tidak akan menanyakan dari mana
hadis ini didapat. Tapi semenjak terjadinya fitnat al-kubra4 mereka mulai
menyeleksi hadis-hadis yang didapat dari orang lain.
 Memilih perawi-perawi hadis yang terpercaya.
 Studi kritik rawi, yang lebih dikonsentrasikan pada sifat kejujuran dan
kebohongannya. Oleh karena itu, mereka tidak akan mengambil dari orang-
4
Yang diawali dengan terbunuhnya Utsman ibn Affan, kemudian perang jamal antara A’isyah
dengan Ali ibn Abi Thalib, yang terus berlanjut dengan perang Shiffin. Abu Al-Fari ‘Abd Al-
Rahmân bin Al-Jauzi (508-597 H)

9
orang yang dikenal suka bohong, baik di dalam kehidupan umumnya, suka
berbuat bid’ah, mengikuti hawa nafsunya, dan lain-lain.
 Menyusun kaidah-kaidah umum untuk meneliti hadis-hadis tersebut.
Misalnya saja dengan mengetahui batasan-batasan sahih.

Mulai saat itu perkembangan ilmu hadis melaju begitu cepat, demi
menyelamatkan hadis-hadis Rasul ini. Jadi pada akhirnya, tujuan penyusunan
kaidah-kaidah tersebut untuk mengetahui keadaan matan hadis. Maka disusunlah
kaidah-kaidah kesahihan sanad hadis beserta matannya.

BAB III

10
PENUTUP

KESIMPULAN

Penyebaran hadist hadist dha’if, maudhu’, bahkan palsu di dunia islam telah
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap penyimpangan akidah dan ibadah di
kalangan umat islam. Yang dilatar belakangi oleh berbagai macam aspek seperti
politik, kaum zindik yang ingin merusak islam, kefanatikan, dan yang lainnya.

Oleh sebab itu dibutuhkan kepedulian dari diri kita sebagai muslim untuk
menyelasaikan masalah diatas. Banyak cara yang dapat kita lakukan, seperti: meneliti
hadis tersebut, memilih perawi-perawi hadis yang telah terpercaya, dan lain sebagainya.

SARAN

Atas berkat rahmat Allah SWT, makalah ini dapat diselesaikan dengan
sebaik mungkin. Meskipun makalah ini telah tersusun dengan sistematisnya.
Namun bukan berarti makalah ini tidak mempunyai kekurangan. Penulis
memohon maaf jika terdapat kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya
membangun.

DAFTAR PUSTAKA

11
Suparta, Munzier. 2008 Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ajjâj Al-Khatîb. 1981 ‘Ushûl Al-Hadîst, Ulûmuhu wa Mushthalahuhu. Beirut:


Dâr Al-Fikr.

Nashiruddin Al-Albani, Muhammad. 2001 Silsilah Hadist Dha’if dan Maudhu’.


Jakarta: Gema Insani.

12

You might also like