You are on page 1of 6

TABEL

APBN 2003 DAN 2004 (MILIAR RUPIAH)


% %
URAIAN 2003 PDB 2004 PDB
(1) (2) (3) (4) (5)
A. Pendapatan Negara dan Hibah 344,097.0 16.5 349,933.7 17.5
I. Penerimaan Dalam Negeri 336,155.5 16.5 349,299.5 17.5
1. Penerimaan Perpajakan 254,140.2 6.6 272,175.1 13.6
a. Pajak dalam negeri 241,742.4 7.2 260,223.9 13.0
I. Pajak Penghasilan 120,924.8 10.1 133,957.6 5.7
1. Migas 14,775.8 -16.5 13,132.6 0.7
2. Nonmigas 106,149.0 13.8 120,535.0 6.0
II. Pajak Pertambahan Nilai 80,789.9 6.8 85,272.7 4.3
III. PBB 7,523.6 6.7 8,030.7 0.4
IV. BPHTB 2,401.7 11.1 2,667.9 0.1
V. Cukai 27,945.6 -1.9 27,671.0 1.4
VI. Pajak lainnya 2,156.8 -25.2 1,514.0 0.1
b. Pajak Perdagangan internasional 12,397.8 -4.3 11,951.2 0.6
I. Bea masuk 11,960.3 -3.4 11,535.0 0.6
II. Pajak pungutan ekspor 437.5 -28.0 315.2 0.0
2. Penerimaan bukan pajak 82,015.3 -11.9 77,124.4 3.9
a. Penerimaan SDA 59,395.5 -24.5 47,240.5 2.4
I. Migas 56,195.0 -39.4 44,002.2 2.2
II. Nonmigas 3,200.5 -6.8 3,238.3 0.2
b. Bagian laba BUMN 10,414.2 -3.0 11,454.2 0.6
c. PNBP lainnya 12,205.6 41.6 18,429.8 0.9
II. Hibah 7,941.5 -7.0 634.2 0.0
B. Belanja Negara 354,008.8 20.4 374,351.3 18.7
I. Belanja Pemerintah Pusat 188,584.3 -1.5 255,308.1 12.8
1. Belanja Pegawai 50,240.6 13.2 57,235.2 2.9
2. Belanja Barang 15,427.1 15.2 35,639.9 1.8
3. Belanja Modal 90,876.5 8.6 39,775.1 2.0
4. Pembayaran bunga hutang 81,975.2 (16,4) 65,651.0 3.3
a. Utang dalam negeri 55,180.2 (20,5) 41,275.9 2.1
b. Utang luar negeri 26,795.0 (8,0) 24,375.1 1.2
5. Subsidi 25,465.3 (8,5) 25,638.1 1.3
a. Perusahaan Negara 25,406.4   25,589.5 1.3
I. Lembaga Keuangan 2,976.8 0.0 852.4 0.0
II. Lembaga Non Keuangan 22,429.6   25,736.1 1.3
b. Perusahaan Swasta 58.9 0.0 48.6 0.0
6. Belanja Hibah - - - -
7. Bantuan Sosial 74,548.0 4.9 14,293.3 0.7

1
8. Belanja lain-lain 15,476.1 25.4 16,076.5 0.8

II. Belanja Daerah 108,346.3 5.2 119,042.3 6.0


1. Dana Perimbangan 104,531.8 5.6 112,186.9 5.5
a. Dana Bagi Hasil 25,600.4 1.5 26,927.8 1.3
b. Dana Alokasi Umum 79,114.1 4.1 82,130.9 4.1
c. Dana Alokasi Khusus 917.3 0.0 3,128.1 0.2
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 4,437.0 0.2 6,855.4 0.3
a. Dana Otonomi Khusus 1,765.4 0.1 1,842.5 0.1
b. Dana Penyesuaian 2,671.6   5,212.6 0.3
C. Keseimbangan Primer 45,365.4 2.8 41,233.4 2.1
D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B) (41,134..5) -2.5 (24,417.6) (1.2)
E. Pembiayaan 34,436.3 -27.6 24,417.6 1.2
I. Pembiayaan Dalam Negeri 22,450.1 77.5 40,556.3 2.0
1. Perbankan Dalam Negerl 8,500.0 209.9 19,198.6 1.0
2. Non-perbankan Dalam Negeri 13,950.1 -3.2 21,357.7 1.1
a. Privatisasi & Penj. Aset Program        
Restrukturisasi Perbankan 26,000.0 -40.5 10,000.0 0.5
b. Surat Utang Negara (netto) -12,049.9 -129.1 11,237.7 0.6
II. Pembiayaan Luar Negeri (netto) 11,986.2 -224.5 (16,138.7) (0.8)
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (bruto) 29,250.0 2.5 28,237.0 1.4
a. Pinjaman Program 10,350.0 -37.0 8,500.0 0.4
b. Pinjaman Proyek 18,900.0 5.6 19,737.0 1.0
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN. -17,263.8 160.0 (44,375.7) (2.2)

Sesuai dengan arah kebijakan di bidang ekonomi dalam Garis-Garis Besar

Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999-2004, kebijakan fiskal diarahkan untuk

menyehatkan anggaran pendapatan dan belanja negara dengan mengurangi defisit

anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan

pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif

yang adil dan jujur, serta penghematan pengeluaran. Dalam upaya menciptakan

kesehatan fiskal dimaksud, terdapat dua langkah strategis yang harus dipenuhi.

Pertama, menurunkan secara bertahap defisit APBN menuju seimbang atau

surplus. Kedua, mengusahakan penurunan jumlah (stock) utang publik dan

2
rasionya terhadap PDB. Strategi penurunan defisit anggaran pada dasarnya harus

ditempuh melalui dua langkah pokok, yaitu (a) peningkatan penerimaan negara,

terutama yang berasal dari sektor perpajakan, dan (b) pengendalian dan

penajaman prioritas alokasi belanja negara. Sementara itu, penurunan rasio utang

publik terhadap PDB dapat dilakukan antara lain melalui strategi pengelolaan

utang dan pemilihan alternatif kebijakan pembiayaan yang tepat, dalam rangka

penurunan rasio utang, dan meningkatkan pendapatan nasional. Besaran-besaran

APBN 2004 sangat dipengaruhi oleh asumsi makro yang mendasarinya, yaitu

pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga SBI-3

bulan, harga minyak internasional, dan tingkat produksi minyak indonesia.

Prospek ekonomi Indonesia dalam tahun 2004 diperkirakan akan semakin

membaik dengan pertumbuhan ekonomi akan mencapai sebesar 4,5 persen, laju

inflasi sekitar 7 persen, nilai tukar rupiah rata-rata sebesar Rp8.700/US$ dan

tingkat suku bunga SBI-3 sekitar 9 persen per tahun. Sementara itu, harga minyak

internasional dan tingkat produksi minyak Indonesia diperkirakan masing-masing

sebesar US$21 per barel dan 1,15 juta barel per hari. Dengan perkiraan asumsi

tersebut di atas, maka pendapatan negara dan hibah dalam APBN 2004 mencapai

sebesar Rp340.697,7 miliar (17 persen PDB). Sementara itu, belanja negara

mencapai Rp363.149,0 miliar (18,1persen PDB) sehingga defisit anggaran

diperkirakan sebesar Rp46.501,7 (1,1 persen PDB). Defisit tersebut akan dibiayai

dari sumber dalam negeri sebesar neto Rp39.372,6 miliar (2,0 persen PDB) dan

sumber luar negeri sebesar neto Rp16.921,2 miliar (0,8 persen PDB).

Perekonomian Indonesia saat ini menunjukkan perkembangan yang membaik

3
ditengah gangguan keamanan di dalam negeri, tingginnya suhu politik dan

keamanan di berbagai kawasan dunia, dan berlanjutnya kecenderungan

melemahnya perekonomian global. Ekonomi Indonesia tahun 2002 tumbuh 3,7

persen, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2001 sebesar 3,4 persen. Dalam tahun

2003 pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 4,0 persen. Perbaikan

managemen makroekonomi juga sangat berarti, yang ditandai dengan

membaiknya indikator makro moneter seperti nilai tukar, inflasi, dan tingkat

bunga. Selain itu, defisit anggaran dapat dikendalikan dan mempunyai

kecenderungan menurun. Dalam tahun 2004, kinerja ekonomi Indonesia

diperkirakan semakin membaik. Hal ini didukung oleh membaiknya lingkungan

baik di sisi eksternal maupun internal. Menurut perkiraan World economic

Outlook edisi April 2003, kinerja perekonomian dunia diperkirakan akan

mengalami pemulihan cukup berarti setelah mengalami sedikit perlambatan akibat

terjadinya Perang AS-Irak dan wabah SARS serta lambatnya pemulihan ekonomi

yang terjadi di negara-negara industri utama (Jepang, AS, dan Jerman). Sementara

itu, kebijakan ekonomi makro Indonesia pada tahun 2004 akan diarahkan kepada

tiga sasaran utama, yakni memelihara stabilitas ekonomi makro, memantapkan

sektor keuangan, dan memelihara iklim usaha dan iklim investasi, termasuk

penciptaan lapangan kerja. Dari sisi pendapatan negara, khususnya di bidang

perpajakan, melalui langkah-langkah ekstensifikasi dan intensifikasi, rasio

perpajakan terhadap PDB cenderung meningkat dari sekitar 12,8 persen tahun

2001 menjadi 13,1 persen tahun 2002 dan dalam APBN 2003. Demikian pula,

sejalan dengan ditempuhnya langkah-langkah efisiensi dan efentivitas dalam

4
pengalokasian anggaran negara, rasio anggaran negara terhadap PDB cenderung

menurun dari 23,6 persen tahun 2001 menjadi 20,3 persen tahun 2002 dan 19,1

persen dalam APBN 2003. Penurunan ini terkait erat dengan program

pengurangan subsidi BBM. Dengan langkah-langkah peningkatan kapasitas

pendapatan negara dan pengendalian belanja negara, defisit anggaran negara dapat

diturunkan dalam beberapa tahun terakhir. Defisit anggaran tahun 2001 dapat

ditekan sebesar 2,7 persen PDB dan menurun menjadi 1,7 persen PDB tahun

2002. Kebutuhan stimulus fiskal yang cukup tinggi tahun 2003 menyebabkan

defisit sedikit meningkat namun tetap dapat dikendalikan pada tingkat 1,8 persen

dalam APBN 2003.

Perbandingan yang dapat dilakukan terhadap besaran nilai APBN 2003

dengan APBN 2004 adalah sebagai berikut:

Terdapat peningakatan maupun penurunan besaran nilai pos-pos masing-

masing anggaran. Pada pos penerimaan negara, terdapat peningkatan besaran nilai

dari APBN 2003 ke 2004. Peningkatan tersebut berada pada pos-pos pendapatan

negara dan hibah. Sektor penerimaan pajak terdapat kenaikan terhadap pajak

dalam negeri. Sedangkan untuk pajak luar negeri dianggarkan menurun.

Penurunan pajak luar negeri merupakan salah satu implementasi kebijakan

pemerintah terhadap deregulasi kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan

aktivitas perdagangan luar negeri. Dengan adanya kebijakan perdagangan luar

negeri yang lebih efisien, terutama dengan penghapusan beberapa bea yang

dibebankan untuk aktivitas ekspor impor, diharapkan perdagangan luar negeri

Indonesia akan semakin meningkat. Penerimaan SDA juga dianggarkan menurun.

5
Berdasarkan proyeksi pemerintah, terjadi penurunan kemampuan SDA Indonesia

dalam beberapa tahun ke depan. Untuk itu, pemerintah segera mengantisipasinya

dengan melakukan penurunan anggaran terhadap penerimaan dari pos ini.

Peningkatan pendapatan diharapkan dapat terjadi pada penerimaan laba BUMN.

Hal ini disebabkan karena pemikiran pemerintah bahwa berbagai kebijakan

restrukturisasi perusahaan-perusahaan milik negara tersebut mencapai hasil yang

maksimal.

Pembangunan di segala bidang yang diterapkan pemerintah membutuhkan

pendanaan yang cukup besar. Untuk itu, pemerintah menganggarkan pengeluaran

terhadap pos pembiayaan dalam negeri mengalami peningkatan. Sedangkan

pengeluaran luar negeri mengalami penurunan nilai anggaran. Pemerintah

memproyeksikan bahwa dari tahun anggaran 2003 ke tahun anggaran 2004

tersebut terdapat penurunan nilai defisit anggaran, dengan asumsi semakin

meningkatnya kinerja perekonomian nasional secara keseluruhan maupun

dukungan ekonomi global yang semakin membaik.

You might also like