You are on page 1of 49

Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji, puja serta syukur kita panjatkan ke hadirat Illahi
Rabbi, yang senantiasa memberikan curahan kasih rahmat-Nya kepada hamba-
Nya, yang benar-benar ingin mencari ridha serta inayah-Nya. Tidak lupa rahmat
serta keselamatan semoga tercurah limpah kepada paduka alam, uswah kehidupan
muslim serta penutup para Nabi dan Rasul Allah, yakni Nabi Muhammad Saw.
Akhirnya atas izin Allah SWT makalah ini dapat diselesaikan.

Makalah ini penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Sosiantropologi


Pendidikan sebagai salah satu tugas mata kuliah tersebut. Tidak lupa saya ucapkan
terima kasih kepada Ibu dosen yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada
penulis.

Penulis memohon kepada dosen khusunya, umumnya para pembaca barang


kali menemukan kesalahan atau kekurangan dalam karya tulis ini baik dari segi
bahasan maupun isinya harap maklum. Selain itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya karya-
karya tulis yang akan datang.

Gorontalo, Oktober 2010

Penulis

Kelompok V | 1
Daftar Isi

Kata
Pengantar…………………………………………………………………………….
.1

Daftar
Isi…………………………………………………………………………………….
2

BAB I -PENDAHULAN

A. Latar Belakang
Masalah……………………………………………………….4

B. Rumusan
Masalah………………………………………………………………4

C. Metode Pemecahan
Masalah………………………………………………….4

PEMBAHASAN

BAB II -LANDASAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

A. Pengertian Landasan
Sosiologi……………………………………………….6

B.Latar Belakang Historis Sosiologi


Pendidikan…………………………….6

C.Landasan Sosiologi
Pendidikan………………………………………………6

D.Ruang Lingkup Dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan………………6

E.Masyarakat Indonesia Sebagai Landasan Sosiologis  Sistem Pendidikan


Nasional……………………………………………………………………
……..6

BAB III -SISTIM NILAI BUDAYA


Kelompok V | 2
A. Konsep Nilai, Sistem Nilai Dan Orientasi
Nilai……………………………16

B. Sistem nilai di
masyarakat……………………………………………………16

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai budaya……….16


.
D. Perbedaan nilai dan
moral…………………………………………………..16

E. Pandangan dari nilai masyarakat terhadap individu, keluarga dan


masyarakat…………………………………………………………………
……16
BAB IV -PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP MASYARAKAT

A. Pengertian
Lingkungan……………………………………………………….35

B. Lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar………………35

C. Macam-Macam
Lingkungan…………………………………………………35

BAB V -IMPLIKASI PENDIDIKAN YANG BERDASARKAN ANTROPOLOGI


DI INDONESIA

A.Landasan Historis
Pendidikan………………………………………………...40

B.Landasan Yuridis
Pendidikan…………………………………………………40

C.Landasan Sosiologis Dan Antropologis


Pendidikan……………………….40

BAB III –
PENUTUP………………………………………………………………………46

Kelompok V | 3
Daftar
Pustaka……………………………………………………………………………..4
7

BAB I
PENDAHULAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan,
setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja
potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal
dalam menjalani hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki
oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan
membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan.

Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia,


maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dilain

Kelompok V | 4
pihak manusia juga memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda
dengan makhluk yang lain. Sedangkan pendidikan itu adalah usaha yang disengaja
dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan manusia
agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya.

Secara sosiologi pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi


kegenerasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu
tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling
dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak
terlepas dari unsur sosial budaya.\

Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi
banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi.
Dan pada kenyataannya masyarakat mengalami perubahan sosial yang begitu
cepat, maju dan memperlihatkan gejala desintegratif yang meliputi berbagai sendi
kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya dirasakan oleh dunia pendidikan.
Tak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia
pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara
hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan.
Dengan mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia
pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak.

B. Rumusan Masalah

Dari rumusan masalah diatas yang bersifat umum, dapat dijabarkan beberapa
pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa pengertian Sosiologi Pendidikan ?


2. Sosiologi dan Pendidikan ?
Kelompok V | 5
3. Kebudayaan dan Pendidikan ?
4. Apa fungsi sosial budaya terhadap pendidikan ?
5. Apa dampak dari konsep pendidikan ?

C. Metode Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah yaitu langkah-langkah yang ditempuh dalam


menyelesaikan permasalahan yang dituangkan dalam rumusan masalah, sedangkan
langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab permasalahan dalam makalah
ini adalah Metode Copy Paste dari Internet yang berhubungan dengan
permasalahan yang dibahas dalam makalah ini.

BAB II

Landasan Antropologi Pendidikan

A.Pengertian Landasan Sosiologi

Manusia selalu hidup berkelompok, sesuatu yang juga  terdapat pada


makhluk hidup lainnya yakni hewan. Meskipun demikian, pengelompokan
manusia jauh lebih rumit dari pengelompokan hewan. Pada hewan, hidup
berkelompok memiliki ciri-ciri (Wayan Ardhana, 1968)  sebagai berikut: (a) ada
pembagian kerja, (b) ada ketergantungan antar anggota, (c) ada kerjasama antar
anggota, (d) ada komunikasi antar anggota, (e) ada diskriminasi antar individu
yang hidup dalam kelompok lain.

Ciri-ciri hewan tersebut dapat pula ditemukan pada manusia. Kehidupan


sosial manusia tersebut dipelajari oleh filsafat, yang berusaha mencari hakekat
masyarakat yang sebenarnya. Filsafat sosial sering membedakan manusia sebagai
individu dan manusia sebagai anggota masyarakat. Pandangan aliran-aliran filsafat

Kelompok V | 6
tentang realitas sosial itu berbeda-beda, sehingga dapat ditemukan bermacam-
macam aliran filsafat sosial.

Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan


tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh.
Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh
filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-
1857) pada tahun 1839, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang
memepelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang
menjelma dalam realitas sosial. Mengingat banyaknya realitas social, maka lahirlah
berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi,
sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, dan lain-lain.

Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu,


bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan
diri. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan
sengaja di bentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada pendidikan semakin
intensif. Dengan meningkatnya perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan
tersebut maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.

B.Latar Belakang Historis Sosiologi Pendidikan

Ketika diangkat menjadi Presiden American Sosiological Association pada


tahun 1883, Lester Frank Ward, yang berpandangan demokratis, menyampaikan
pidato pengukuhan dengan menekankan bahwa sumber utama perbedaan kelas
sosial dalam masyarakat Amerika adalah perbedaan dalam memiliki kesempatan,
khususnya kesempatan dalam memperoleh pendidikan. Orang berpendidikan lebih
tinggi memiliki peluang lebih besar untuk maju dan memiliki kehidupan yang lebih

Kelompok V | 7
bermutu. Pendidikan dipandang sebagai faktor pembeda antara kelas-kelas sosial
yang cukup merisaukan. Untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan tersebut ia
mendesak pemerintahnya agar menyelenggarakan wajib belajar. Usulan itu
dikabulkan, dan wajib belajar di USA berlangsung 11 tahun, sampai tamat Senior
High School (Rochman Natawidjaja, et. al., 2007:  78).

Buah pikiran Ward dijadikan landasan untuk lahirnya Educational


Sociology sebagai cabang ilmu yang baru dalam sosiologi pada awal abad ke-20. Ia
sering dijuluki sebagai “Bapak Sosiologi Pendidikan”(Rochman Natawidjaja, et.
Al., 2007: 79). Fokus kajian Educational Sociology adalah penggunaan pendidikan
pendidikan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan social dan sekaligus
memberikan rekomendasi untuk mendukung perkembangan pendidikan itu sendiri.
Kelahiran cabang ilmu baru ini mendapat sambutan luas dikalangan universitas di
USA. Hal itu terbukti dari adanya 14 universitas yang menyelenggarakan
perkuliahan Educational Sociology, pada tahun 1914. Selanjutnya, pada tahun
1923 dibentuk organisasi professional bernama National Society for the Study of
Educational Sociology dan menerbitkan Journal of educational Sociology. Pada
tahun 1948, organisasi progesional yang mandiri itu bergabung ke dalam seksi
pendidikan dari American Sociological Society.

Pada tahun 1928 Robert Angel mengeritik Educational Sociology dan


memperkenalkan nama baru yaitu Sociology of Education dengan focus perhatian
pada penelitian dan publikasi hasilnya, sehingga Sociology of Education bisa
menjadi sumber data dan informasi ilmiah, serta studi akademis yang bertujuan
mengembangkan teori dan ilmu sendiri.

Dengan dukungan dana penelitian yang memadai, berhembuslah angin segar


dan menarik para sosiolog untuk melakukan penelitian dalam bidang pendidikan.

Kelompok V | 8
Maka diubahlah nama Educational Sociology menjadi Sociology of Education dan
Journal of Educational Sociology menjadi Journal of the Sociology of Education
(1963). Serta seksi Educational Sociology dalam American Sociological Society
pun berubah menjadi seksi Sociology of Education yang berlaku sampai sekarang.
Penelitian dan publikasi hasilnya menandai kehidupan Sociology of Education
sejak pasca Perang Dunia II.

Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa karena pergeseran pandangan


tentang masyarakat sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh.
Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857)
pada tahun 1839 (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 96). Di Prancis, pelopor
sosiologi pendidikan yang terkemuka adalah Durkheim (1858-1917), merupakan
Guru Besar Sosiologi dan Pendidikan pada Universitas Sorbonne.

Di Jerman, Max Weber (1864-1920) menyoroti keadaan dan


penyelenggaraan pendidikan pada masyarakat dengan latar belakang sosial budaya
serta tingkat kemajuan berbeda. Sedang di Inggris, perhatian sosiologi pada
pendidikan pada awalnya kurang berkembang karena pelopor sosiologi-nya, yaitu
Herbert Spencer (1820-1903) justru merupakan Darwinisme Sosial. Namun
belakangan, di Inggris muncul aliran sosiologi yang memfokuskan perhatiannya
akan analisis pendidikan pada level mikro, yaitu mengenai interaksi social yang
terjadi dalam ruang belajar. Berstein, misalnya, berusaha dengan jalan menyajikan
lukisan tentang kenyataan dan permasalahan yang terdapat dalam sistem
persekolahan dengan tujuan agar para pengambil keputusan menentukan langkah-
langkah perbaikan yang tepat. Pendekatan Berstein ini oleh Karabel dijuluki
sebagai atheoretical, pragmatic, descriptive, and policy focused (Rochman
Natawidjaja, et. Al., 2007: 80).

Kelompok V | 9
Di Indonesia, perhatian akan peran pendidikan dalam pengembangan
masyarakat, dimulai sekitar tahun 1900, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Para
pendukung politis etis di Negeri Belanda saat itu melihat adanya keterpurukan
kehidupan orang Indonesia. Mereka mendesak agar pemerintah jajahan melakukan
politik balas budi untuk memerangi ketidakadilan melalui edukasi, irigasi, dan
emigrasi. Meskipun pada mulanya program pendidkan itu amat elitis, lama
kelamaan meluas dan meningkat ke arah yang makin populis sampai
penyelenggaraan wajib belajar dewasa ini. Pelopor pendidikan pada saat itu antara
lain: Van Deventer, R.A.Kartini, dan R.Dewi Sartika.

C.Landasan Sosiologi Pendidikan

Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber


dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk
memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan
perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyrakat
tersebut. Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai,
terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma
social yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-
masing anggota masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut


oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3)
paham integralistik.

Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan
hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya,
asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. 

Kelompok V | 10
Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih
mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam
masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,  antara anggota
masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan
dampak yang kuat. 

Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada


masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah
sebagai alat bagi masyarakatnya.

Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing


anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis
merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak
secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi
dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan
diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.

Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik


yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong
royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama
menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan
(4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan
di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang
melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

D.Ruang Lingkup Dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan

Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai dengan
namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational
Kelompok V | 11
Sociology) adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya diperlukan oleh
professional dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir pendidikan)
dan para mahasisiwa serta professional sosiologi.

Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan


adanya empat pokok bahasan berikut: (1) Hubungan sistem pendidikan dengan
sistem social lain, (2) Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar, (3) Hubungan
antar manusia dalam sistem pendidikan, (4) Pengaruh sekolah terhadap perilaku
anak didik (Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 81). 

Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi


mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses
pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut
kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal.

Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang


sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata
pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan
komunitas sekitar, interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan,
dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik  (Rochman Natawidjaja, et.
Al., 2007: 82).

Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, Sosiologi Pendidikan


dituntut melakukan tiga fungsi pokok.

Pertama, fungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman


tentang fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk
diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak
generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan
Kelompok V | 12
informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari lingkungan
sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan
tantangan yang dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan akurat, komunikan
akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik dan akan dapat
menafsirkan fenomena-fenomena yang dihadapi secara akurat. Penjelasan-
penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media komunikasi.

Kedua, fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan


yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan  itu,
tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor
internal dan eksternal yang masuk ke dalam masyarakat melalui berbagai media
komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam perencanaan
pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.

Ketiga, fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang


dihadapi dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan
pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang
memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan
sendiri.

Jadi, secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan


fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan
utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan
pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional
dalam kehidupan masyarakat.

Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan


informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam

Kelompok V | 13
institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik, tentang hubungan antara
lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang hubungan antara
pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

E.Masyarakat Indonesia Sebagai Landasan Sosiologis  Sistem Pendidikan Nasional

Masyarakat selalu mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar


sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi
bersama, pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan adakalanya
mereka memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama.

Masyarakat dapat merupakan suatu kesatuan hidup dalam arti luas ataupun
dalam arti sempit. Masyarakat dalam arti luas pada umumnya lebih abstrak
misalnya masyarakat bangsa, sedang dalam arti sempit lebih konkrit misalnya
marga atau suku.

Masyarakat  sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama, antara lain: (1) ada
interaksi antara warga-warganya, (2)  pola tingkah laku warganya diatur oleh adapt
istiadat, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan khas, (3) ada rasa identitas kuat
yang mengikat para warganya. Kesatuan wilayah, kesatuan adat- istiadat, rasa
identitas, dan rasa loyalitas terhadap kelompoknya merupakan pangkal dari
perasaan bangga sebagai patriotisme, nasionalisme, jiwa korps, dan
kesetiakawanan sosial (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 100).

Masyarakat Indonesia mempnyai perjalanan sejarah yang panjang. Dari dulu


hingga kini, ciri yang menonjol dari masyarakat Indonesia adalah sebagai
masyarakat majemuk yang tersebar di ribuan pulau di nusantara. Melalui
perjalanan panjang, masyarakat yang bhineka tersebut akhirnya mencapai satu

Kelompok V | 14
kesatuan politik untuk mendirikan satu negara serta berusaha mewujudkan satu
masyarakat Indonesia sebagaiu masyarakat yang bhinneka tunggal ika.

Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih ditandai oleh dua ciri yang
unik, yakni (1) secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan social
atau komunitas berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan kedaerahan,
dan (2) secara vertical ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara
lapisan atas, menengah, dan lapisan bawah.

Pada zaman penjajahan, sifat dasar masyarakat Indonesia yang menonjol


adalah (1) terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok social atau golongan
social jajahan yang seringkali memiliki sub-kebudayaan sendiri, (2) memiliki
struktur social yang terbagi-bagi, (3) seringkali anggota masyarakat atau kelompok
tidak mengembangkan consensus di antara mereka terhadap nilai-nilai yang
bersifat mendasar, (4) diantara kelompok relative seringkali mengalami konflik, (5)
terdapat saling ketergantungan di bidang ekonomi, (6) adanya dominasi politiuk
oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok social yang lain, dan (7) secara
relative integrasi social sukar dapat tumbuh (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/70).

Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman


pemerintahan Orde Baru, telah banyak mengalami perubahan. Sebagai masyarakat
majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik, baik secara horizontal maupun
secara vertical, masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan sifat-sifat
dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya.

Namun niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia
serta kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan, maka sisi ketunggalan dari
“bhinneka tunggal ika” makin mencuat. Berbagai upaya dilakukan, baik melalui

Kelompok V | 15
kegiatan jalur sekolah maupun jalur luar sekolah, telah menumbuhkan benih-benih
persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh.

Berbagai upaya telah dilakukan dengan tidak mengabaikan kenyataan


tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin
mendapat perhatian yang semestinya dengan antara lain dimasukkannya muatan
lokal (mulok) di dalam kurikulum sekolah.

Perlu ditegaskan bahwa muatan local di dalam kurikulum tidak


dimaksudkan sebagai upaya membentuk “manusia lokal”, akan tetapi haruslah
dirancang dan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan “manusia Indonesia” di
suatu lokal tertentu. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia
dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi yang memahami dan
menyatu dengan lingkungan (alam, sosial, dan budaya) de sekitarnya.

Kelompok V | 16
Bab III
Sistem Nilai Budaya

A. Konsep Nilai, Sistem Nilai Dan Orientasi Nilai.


Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat. Suatu
system nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar dari warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka
anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya
berfungsi sebagai pedoman tertinggi, bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata
kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus,
hukum dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya
itu.

Konsepsi-kosepsi tentang nilai yang hidup dalam pikiran sebagian besar


warga masyarakat membentuk sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya demikian
kuat meresap dalam jiwa warga masyarakat sehingga sukar diganti dengan nilai
budaya dan dalam waktu yang singkat.

B. Sistem nilai di masyarakat

Kelompok V | 17
Menilai berarti memberi pertimbangan untuk menentukan apakah sesuatu itu
bermanfaat/berguna atau tidak, baik atau buruk, benar atau salah. Hasil penilian
diebut nilai (value).

Manusia selalu lebih menghendaki nilai kemanfaatan/kegunaan dari pada


kerugian, nilai kebaikan dari pada keburukan dan nilai kebenaran dari pada
kesalahan. Alasannya adalah nilai kerugian, keburukan dan kesalahan itu nol atau
kosong, tidak berarti apa-apa, bahkan dapat menjadi sumber kehancuran,
kemiskinan dan kebodohan atau kesalahan dia dianggap telah melakukan
penyimpangan karena salah arah serta salah jalan. Manusia ini perlu disadarkan
dan diselamatkan, sehingga dia kembali ke jalan yang benar, baik dan
bermanfaat/berguna bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat.

Sistem nilai budaya yang sudah berpola meliputi segala aspek nilai
kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat adalah pola kehidupan yang
berkelompok dalam bentuk-bentuk tertentu karena :
1. ikatan perkawinan dan keturunan darah, seperti keluarga.
2. Kesatuan geografis, seperti desa dan marga.
3. Kesamaan asal usul seperti etnis Melayu, Cina dan Sunda
4. Kesamaan kepentingan dan tujuan, seperti subak, organisasi pemuda dan
lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta
5. Kesamaan keahlian dan ketrampilan seperti profesi keilmuan.

Sistem nilai budaya yang sudah berpola merupakan gambaran sikap, pikiran,
dan tingkah laku anggota/warga yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan
perbuatan dalam hidup bermasyarakat. Setiap anggota / warga masyarakat
menyesuaikan diri dengan sistem nilai budaya mereka yang sudah berpola itu.
Kelompok V | 18
Sistem nilai budaya tersebut adalah produk budaya hasil pengalaman hidup yang
berlangsung terus menerus, terbiasa yang akhirnya disepakati bersama sebagai
pedoman hidup mereka dan sebagai identitas kelompok masyrarkat.

Sistem nilai budaya yang sudah berpola itu antara lain mengenai :
1. struktur kelompok masyarakat
2. bentuk rumah dan anggota penghuninya.
3. perkawinan dan proses pelangsungannya
4. etika dan tata krama dalam pergaulan hidup
5. bahasa dan tutur kata dalam komunikasi
6. bentuk dan cara berpakaian serta penggunaannya dan
7. tata tertib makan dan minum (jenis, cara, dan penyajiannya).

Pengalaman nyata yang mereka peroleh dalam hubungan dan interaksi


sesame anggota masyararkat mengandung nilai-nilai yang menyatukan dan
memperkuat kesatuan mereka dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai
hidup tersebut terus menjadi kenangan yang tidak terlupakan, harapan menatap
masa depan yang lebih cerah.

Belajar dari pengalaman menempuh tahap-tahap perekembangan dan konflik


yang telah dialami oleh anggota keluarga, kemudian ditujukan pula kepada leluhur
dan menjadi acuan pula bagi generasi. Seperti dikatakan oleh Paul Pearsall (1997),
pada beberapa pola pertumbuhan keluarga yang berkembang, anggota keluarga
yang memiliki perspektif dan kepedulian terhadap fase dan pola pertumbuhan
keluarga, adalah cara utama menyadarkan diri siapa mereka, sanggup mengatasi
krisis keluarga, tabah dan mempertahankan pandangan hidup keluarga. Pandangan
hidup yang dimaksud adalah sistem nilai budaya.
Kelompok V | 19
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai budaya.

Menurut Munandar Sulaiman (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi


perubahan perkembangan nilai budaya adalah :

1. Jarak komunikasi antara kelompok etnis.


Masih terdapat jarak komunikasi antara kelompok etnis, hal yang sering
menimbulkan konflik budaya seseorang yang bergerak dari satu kelompiok etnis
ke kelompok etnis yang lain.

Contoh migdrasi ke kelompok etnis yang berbeda mungkin menimbulkan


pergeseran sistem nilai budaya yang sudah ada di daerah kelompok etnis penduduk
asli, misalnya menganggap rendah status etnis pendatang (negatif), tetapi mungkin
juga etnis pendatang menjadi penggerak pembangunan di daerah kelompok etnis
penduduk asli (positif).

2. pelaksanaan pembangunan,
Pelaksanaan pembangunan yang terus menerus akan dapat merubah sistem
nilai ke arah yang positif dan negatif.. Pergeseran sistem nilai yang mengarah ke
perbaikan antara lain :
a. Pola hidup tradisional, dan bertaraf lokal yang berbau mistis, berubah menjadi
pola hidup modern bertaraf nasional-internasional yang berbasis ilmu pengetahuan
dan teklnologi.

Kelompok V | 20
b. Pola hidup sederhana yang hanya bergantung pada alam lingkungan, meningkat
menjadi pola hidup modern yang mampu menguasai alam lingkungan dengan
dukungan prasarana dan sarana serta teknologi.

c. Pola hidup makmur yang hanya kecukupan sandang, pangan, dan perumahan
meningkat menjadi pola hidup makmur dan juga sehat, teratur, bersih dan senang
serta aman sesuai dengan standar menurut ilmu pengetahuan dan teknologi.

d. Kemampuan kerja yang hanya berbasis kekuatan fisik dan pengalaman,


meningkat menjadi kemampuan kerja berbasis keahlian, dan ketrampilan yang
didukung teknologi.

Pergeseran sitem nilai yang mengarah negatif antara lain :


a. Penggusuran hak milik seseorang untuk kepentingan pembangunan tanpa
prosedur hukum yang pasti dan tanpa ganti kerugian yang layak, bahkan tanpa
ganti kerugian sama sekali.

b. Mengurangi atau meniadakan arti kemanusiaan seseorang memandang manusia


sebagai obyek sasaran yang selalu dikenai penertiban, serta hak asasinya tidak
dihargai.

c. Tindakan sewenang-wenang dan tidak ada kepastian hukum dalam hubungan


antara penguasa / pejabat / majikan dengan rakyat bawahan / buruh.

3. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menimbulkan konflik
dengan tata nilai budaya yang sudah ada, perubahan kondisi kehidupan manusia,
Kelompok V | 21
sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yang telah diciptakan. Hal
ini merupakan akibat sifat ambivalen teknologi yang selain memiliki segi positif,
juga memiliki segi negatif.Sebagai dampak negatif teknologi, manusia menjadi
resah.
Keresahan manusia muncul akibat adanya benturan nilai teknologi modern
dengan nilai-nilai tradisional (konvensional). Ilmu pengetahuan dan teklnologi
berpihjak pada suatu kerangka budaya. Kontak budaya yang ada dengan budaya
ssing menimbulkan perubahan orientasi budaya yang mengakibatkan perubahan
sistem nilai budaya.

D. Perbedaan nilai dan moral


Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap
sesuatu hal mengenai baik-buruk, benar-salah, patut-tidak patut, mulia-hina,
maupun pentingatau tidak penting.

Dalam kenyataannya orang dapat saja mengembangkan perasaannya sendiri


yang mungkin saja berbeda dengan perasaan sebagian besar warga masyarakat.
Kenyataan ini melahirkan adanya nilai individual, yakni nilai-nilai yang dianut
oleh individu sebagai sebagai orang perorangan yang mungkin saja selaras dengan
nilai- nilai yang dianut oleh orang lain, tetapi dapat pula berbeda atau bahkan
bertentangan.

Adapun nilai-nilai yang dianut oleh sebagian warga masyarakat dina-


makan nilai sosial.

Berikut dikemukakan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
nilai sosial :
Kelompok V | 22
1. Kimball Young, nilai sosial adalah asumsi abstrak dan sering tidak disadari
tentang apa yang benar dan apa yang penting.

2. A. W. Green : nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung


disertai emosi terhadap obyek.
3. Woods: nilai sosial merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah
berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan
sehari- hari.
Jenis-jenis nilai
Notonegoro membedakan nilai menjadi tiga macam, yaitu sebagai gerikut :
1. Nilai material, yakni meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu
yangberguna bagi jasmani manusia.

2. Nilai vital, yaitu meliputi bergai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu
yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas.

3. Nilai kerohanian, yaitu meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala
sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia seperti :
a. nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta);
b. nilai keindahan, yakni nilai yang bersumber pada unsur perasaan (estetika);
c. nilai moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa) dan
d. nilai keagamaan, (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi
(wahyu) dari Tuhan.

Ciri-ciri nilai sosial


Untuk lebih mengenal nilai sosial, berikut dikemukakan beberapa ciri
tentang nilai sesuai yang dikemukakan oleh Huky:
Kelompok V | 23
1. Nilai merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi di antara
para anggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial bukan secara biologis ataupun
bawaan lahir.

2. Nilai sosial diimbaskan. Nilai dapat diteruskan dan diimbaskan dari satu orang
atau kelompok ke orang atau kelompok lain melalui berbagai macam prosessosial
seperti kontak sosial, komunikasi interaksi, difusi, adaptasi, adopsi, akulturasi
maupun asimilasi.
3. Nilai dipelajari. Nilai diperoleh, dicapai dan dijadikan milik diri melalui proses
be- lajar, yakni sosialisasi yang berlangsung sejak masa kanak-kanak dalam
keluarga.

4. Nilai memuaskan manusia dan mengambil bagian dalam usaha pemenuhan


kebutuhan-kebutuhan sosial. Nilai yang disetujui dan yang telah diterima secara
sosial itu menjadi dasar bagi tindakan dan tingkah laku, baik secara pribadi,
kelompok maupun masyarakat secara keseluruhan.

5. Nilai merupakan asumsi-asumsi abstrak dimana terdapat konsensus sosial ten-


tang harga relatif dari obyek dalam masyarakat. Nilai-nilai sosial secara konsep-
tual merupakan abstraksi dari unsur-unsur nilai bermacam-macam obyek di dalam
masyarakat.

6. Nilai-nilai cenderung berkaitan satu dengan yang lain dan membentuk pola pola
dan sistem nilai dalam masyarakat. Dalam hal ini apabila tidak terjadi keharmo-
nisan jalinan integral dari nilai-nilai akan timbul problema sosial dalam
masyarakat.

Kelompok V | 24
7. Sistem-sistem nilai beragam bentuknya antara kebudayaan yang satu dengan
kebudayaan yang lain, sesuai dengan penilian yang diperlihatkan oleh setiap
kebudayaan terhadap bentuk-bentuk kegiatan tertentu dalam masyarakat yang
bersangkutan. Dengan kata lain, keanekaragaman kebudayaan dengan bentuk dan
fungsi yang saling berbeda, menghasilkan sistem nilai yang berbeda pula.

8. Nilai selalu memberikan pilihan dari sistem-sistem nilai yang ada, sesuai dengan
tingkatan kepentingannya.

9. Masing-masing nilai dapat mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap orang


perorangan dan masyarakat sebagai keseluruhan.

10. Nilai-nilai juga melibatkan emosi dan perasaan.

11. Nilai-nilai dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dalam masyarakat


secara positif maupun negatif.

Fungsi nilai social


Fungsi sosial antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan
dengan cita-cita atau harapan.

2. Sebagai petunjuk arah: cara berpikir, berperasaan, dan bertindak, serta panduan
menentukan pilihan, sarana untuk menimbang penilaian masyarakat, penentu
dalam memenuhi peran sosial, dan pengumpulan orang dalam suatu kelompok
sosial.

Kelompok V | 25
3. Nilai dapat berfungsi sebagai alat pengawas dengan daya tekan dan pengikat
tertentu. Nilai mendorong, menuntun, dan kadang-kadang menekan para individu
untuk berbuat dan bertindak sesuai dengan nilai yang bersangkutan. Nilai
menimbulkan perasaan bersalah dan menyiksa bagi pelanggarnya.

4. Nilai dapat berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan kelompok atau


masyarakat.

5. Nilai dapat berfungsi sebagai benteng perlindungan atau penjaga stabilitas


budaya kelompok atau masyarakat.

Pengertian Norma Sosial


Nilai dan norma selalu berkaitan, walaupun demikian keduanya dapat
dibedakan. Untuk melihat kejelasan hubungan antara nilai dengan norma, dapat
dinyatakan bahwa norma pada dasarnya adalah juga nilai tetapi disertai dengan
sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.

Nilai merupakan sikap dan peerasaan-perasaan yang diperlihatkan oleh


orang perorangan, kelompok ataupun masyarakat secara keseluruhan tentang baik-
buruk, benar-salah, suka-tidak suka, dan sebagainya terhadap obyek, baik material
maupun non material.

Norma merupakan aturan- aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan


untuk mendorong bahkan menekan orang-perorang, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial. Dengan kata lain, nilai dan
norma sosial bergandengan dalam mendorong dan menekan anggota masyarakat
untuk memenuhi atau mencapai hal- hal yang dianggap baik dalam masyarakat.
Kelompok V | 26
Norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat apakah tindakan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang merupakan tindakan yang
wajar dan dapat diterima karena sesuai dengan harapan sebagian besar warga
masyarakat ataukah merupakan tindakan yang menyimpang karena tidak sesuai
dengan harapan sebagian besar masyarakat. Norma dibangun di atas nilai sosial,
dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial.
Macam-macam norma sosial
Dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat beberapa
macam norma.
1. Tata cara (usage) tata cara merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk
perbuatan dengan sanksi yang sangat ringan terhadap pelanggarnya, misalnya
aturan memegang garpu atau sendok ketika makan, cara memegang gelas ketika
minum, serta mencuci tangan sebelum makan. Suatu pelanggaran atau
penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi
hanya sekadar celaan atau dinyatakan tidak sopan oleh orang lain.

2. Kebiasaan (folkways) Kebiasaan atau folksways merupakan cara-cara bertindak


yang digemari masya- rakat sehingga dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang.
Folksways mempu- nyai kekuatan mengikat lebih besar dari pada tata cara.
Misalnya mengucapkan salam ketika bertemu, membungkukkan badan sebagai
tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua, serta membuang sampah pada
tempatnya. Apabila perbuatan tersebut tidak dilakukan, maka dianggap sebagai
penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat dan setiap orang akan
menyalah- kannya. Sanksinya dapat berupa teguran, sindiran atau dipergunjingkan.

Kelompok V | 27
3. Tata kelakuan (mores) Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada
filsafat, ajaran agama atau ideologi yang dianut oleh masyarakat. Pelanggarnya
disebut jahat. Contoh : larangan berzina, berjudi, minum minuman keras,
penggunaan narkotika dan zat-zat aditif (obat-obatan terlarang), dan mencuri.
Menurut Mac Iver dan Page, apabila kebiasaan (folkways) tidak hanya dianggap
sebagai cara berperilaku, tetapi juga diterima sebagai norma pengatur, maka
kebiasaan tadi pun menjadi mores. Ia mencerminkan sifat-sifat yang hidup dan
secara sadar atau tidak digunakan sebagai alat pengawas oleh masyarakat terhadap
warganya.

Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak
melarang suatu perbuatan, sehingga secara langsung merupakan suatu alat
pengendalian sosial agar anggota masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakan dan
perbuat- an-perbuatannya dengan tata kelakuan itu.

Tata kelakuan sangat penting dalam masyarakat, karena berfungsi:


a. memberi batas-batas kepada kelakuan-kelakuan individu. Setiap masyarakat
mempunyai tata kelakuan masing-masing yang sering kali berbeda antara yang
satu dengan yang lain. Suatu masyarkat dengan tegas malarang pergaulan bebas
antara pemuda dengan pemudi, sebaliknya larangan tersebut dapat saja tidak jelas
pada masyarakat yang lain. Namun juga terdaoat perilaku-perilaku yang secara
umum atau universal ditentang atau dilarang oleh tata kelakuan yang berlaku di
berbagai masyarakat dari berbagai suku bangsa di dunia.

b. Tata kelakuan mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya. Di satu pi-


hak tata kelakuan memaksa agar individu menyesuaikan tindakan-tindakan- nya
dengan tata kelakuan yang berlaku, dan di lain pihak memaksa masyara- kat untuk
Kelompok V | 28
menerima individu berdasarkan kesanggupannya menyesuaikan dirinya dengan
tata kelakuan yang berlaku. Bahkan, tata kelakuan dapat masyarakat memberikan
penghargaan kepada para warganya yang dapat dianggap sebagai teladan dalam
bertindak dan bertingkah laku.

c. Tata kelakuan menjaga solidaritas antara anggota-anggota masyarakat sehingga


mengukuhkan ikatan dan mendorong tercapainya integrasi social yang kuat.

4. Adat ( customs) Adat merupakan norma yang tidak tertulis namun sangat kuat
mengikat sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan
menderita, karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung
dikenakan. Misalnya pada masyarakat yang melarang terjadinya perceeraian,
apabila terjadisuatu perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang
mendapatkan sanksi atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan
masyarakatnya. Sanksi atas pelanggaran terhadap adat istiadat dapat
berupapengucilan, dikeluarkan dari masyarakat atau harus memenuhi persyaratan
tertentu, misalnya melakukan upacara tertentu sebagai media rehabilitasi dirinya.

5. Hukum (laws) Hukum merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan
tertulis. Ketentuan sanksi terhadap pelanggar paling tegas apabila dibandingkan
dengan norma-norma yang disebut terdahulu. Hukum adalah suatu rangkaian
aturan yang ditujukan kepada anggota masyarakat yang berisi ketentuan-ketentuan,
perintah, kewajiban ataupun larangan, agar dalam masyarakat tercipta suatu
ketertiban dan keadilan. Ketentuan-ketentuan dalam norma hukum lazimnya
diindikasikan dalam bentuk kitab undang-undang atau konvensi-konvensi.

Kelompok V | 29
Disamping norma-norma yang tersebut di atas, dalam masyarakat masih
terdapat pula norma yang mengatur tentang tindakan-tindakan yang berkaitan
dengan estetika, seperti tari-tarian, pakaian, musik, arsitektur rumah, dan interior
mobil. Mirip dengan estetika adalah mode atau fashion. Mode atau fashion
merupakan cara atau gaya dalam melakukan atau membuat sesuatu yang sering
berubah-ubah dan diikuti oleh banyak orang. Salah satu ciri khas mode adalah
sifatnya yang massal dan tiba- tiba dalam waktu yang relatif singkat.

Norma yang bserlaku dalam masyarakat dapat pula dibedakan berdasarkan jenis
atau sumbernya yaitu sebagai berikut :
1. Norma agama, yakni ketentuan-ketentuan hidup bermasyarakat yang bersumber
pada ajaran agama (wahyu atau revelasi).
2. Norma kesopanan atau etika, yakni ketentuan-ketentuan hidup yang berlaku
dalam hubungan atau interaksi sosial antar manusia dalam masyarakat.

3. Norma kesusilaan, yakni ketentuan-ketentuan yang bersumber pada hati nurani,


moral atau filsafat hidup.

4. Norma hukum, yakni ketentuan-ketenteuan tertulis yang berlaku dalam


bersumber pada kitab undang-undang suatu negara tertentu.

E. Pandangan dari nilai masyarakat terhadap individu, keluarga dan


masyarakat.

Sebagai bagian dari adat istiadat dan wujud ideal dari kebudayaan, sistem
nilai budaya seolah-olah berada di luar dan di atas diri para individu yang menjadi
warga masyarakat yang bersangkutan. Para individu itu sejak kecil telah diresapi
Kelompok V | 30
dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga konsepsi-
konsepsi itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Itulah sebabnya
nilai-nilai budaya adi sukar diganti dengan nilai-nilai budaya lain dalam waktu
singkat Keluarga juga berfungsi sebagai sumber budaya dan nilai budaya.
Dikatakan sum- ber budaya karena keluarga adalah pusat interaksi sosial pertama
suami dan isteri kemudian ditambah anak yang lahir dari hubungan suami dan
isteri.

Dengan demiki- an, interaksi sosial yang membentuk budaya keluarga


adalah interaksi ayah dan i- bu, interaksi antara ayah-ibu dan anak mereka. Karena
interaksi tersebut berlang- sung lama dan terus menerus, maka terbentuklah sistem
nilai budaya yang bersifat normatif dalam lingkungan keluarga, yang menjadi
pedoman hidup anggota keluar- ga. Sistem nilai ini akhirnya membudaya. Fungsi
keluarga ini disebut juga fungsi sosial budaya.

Perkembangan budaya dapat mengakibatkan terjadi perubahan sistem nilai


dalam kehidupan keluarga. Karena keluarga itu awal dari kehidupan bermasyrakat,
maka perubahan sistem nilai akan terjadi pula dialam lingkungan masyarakat yang
lebih luas. Faktor internal yang mempengaruhi kehidupan keluarga terutama
berasal dari kelakuan ayah dalam membimbing keluarga.

Faktor internal tersebut antara lain :


1. kemauan kerja keras menghidupi keluarga.
2. melindungi anggota keluarga.
3. memberi contoh berbuat baik kepada keluarga dan lingkungan hidupnya.
4. kemampuan menciptakan norma moral bagi kehidupan keluarga.

Kelompok V | 31
Ayah sebagai kepala keluaraga menjadi panutan keluarga. Artinya, apabila
terjadi perubahan sistem nilai pada ayah selaku kepala keluarga, akan diikuti pula
oleh anggota sekeluarga. Apabila perubahan sistem nilai itu positif dalam arti
bermanfaat menuju pada kebaikan dan kesejahteraan hal ini menjadi faktor
pendorong ke arah perkembabngan budaya yang lebih maju dan sehat. Kehidupan
keluarga tersebut dapat menjadi contoh bagi masyarakat luas.

Contoh perubahan sistem nilai positif itu antara lain sbabgai berikut:
1. budaya malas dan pasif berubah menjadi budaya aktif kreatif dan produktif.
2. budaya komuniasi kurang terbuka dalam keluarga berubah menjadi budaya kasih
sayang, ramah, serta suka memperhatikan dan menghargai pendapat anggota
keluarga.

Sebaliknya, apabila perubahan sistem nilai yang dicontohkan oleh ayah


selaku kapala keluarga itu negatif (akbiat pengaruh faktor eksternal), artinya
merusak tata kehidupan keluarga yang sudah baik, hal ini akan menimbulkan
dampak yang merugikan nilai-nilai kehidupan keluarga. Dampak merugikan
terseebut dapat berbentuk peniruan mentah-mentah oleh anggota keluarga terhadap
kelakuan yang dicontohkan ayah sebagai kepala keluarga, bahkan mungkin akan
ditiru juga oleh anggota masyakat di lingkungannya.

Beberapa contoh perubahan sistem nilai negarif, antara lain adalah:


1. Peniruan budaya Barat tanpa menghiraukan aspek keburukannya.
2. Budaya paguyuban berubah menjadi budaya pamrih (komersial).
3. kemauan kerja keras yang produktif berubah menjadi suka bersantai dan
konsumtif.
4. Tutur, bahasa halus berubah menjadi kasar dalam pergaulan keluarga.
Kelompok V | 32
5. Pergaulan santun berubah menjadi bebas dan mengabaikan etika.
6. Busana tertutup berubah menjadi mode terbuka dan merangsang. Anggota
keluarga atau anggota masyarakat yang lain yang tidak setuju dengan perubahan
sistem nilai negatif akan memberikan reaksi dan sikap oposisi.
Bentuk bentuk reaksi dan sikap oposisi itu antara lain tercermin pada keadaan
berikut ini:
1. Pembangkangan, kebencian, ataupun permusuhan dalam keluarga.
2. Interaksi dan komunikasi dalam keluarga semakin berkurang dan tidak berarti.
3. Rasa hormat, saling menghargai, dan kasih sayang dalam keluarga makin pudar
dan menjadi kurang bermakna.
4.. Keadaan norma kehidupan keluarga mulai kendur dan cenderung dilanggar.
5. Pergi dari dan datang ke rumah tidak pernah lagi terdengar ucapan salam santun.
Faktor eksternal dapat mengubah sistem nilai keluarga menuju ke arah perbaikan
dan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik daripada keadaan sebelumnya
(perubahan sistem nilai positif).

Faktor eksterenal tersebut antara lain adalah yang berikut ini:


1. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan. Faktor ini membekali keluarga dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan guna menjadi hidup berkualitas.

2. Kegiatan keagamaan Faktor ini membekali keluarga dengan iman dan takwa
yang menjadi pedoman kehidupan etis dan berguna sebagai pencegah perbuatan
mungkar yang merugikan diri sendiri dan keluarga.

3. Pergaulan dan komunikasi Faktor ini membekali keluarga dengan pengalaman


hidup yang bermanfaat bagi perbaikan nasib dan menjadi sumber keberhasilan.

Kelompok V | 33
4. Pembauran dalam kelompok masyrakat Faktor ini membekali keluarga dengan
pengalaman sistem nilai yang diperolehnya dari hubungan dan cara hidup
masysdrakat setempat.
5. Adaptasi budaya setempat dan budaya pendatang Faktor ini membekali keluarga
dengan sitem nilai baru yang lebih baik dari keadaan sebelumnya karena
perpaduan dan penyesuaian unsur-unsur positif dari kedua budaya yang berlainan.

Kelompok V | 34
Bab IV

Pengaruh Lingkungan Terhadap Masyarakat

A. Pengertian Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan disini ialah, segala sesuatu yang terdapat
disekitar, baik makhluk hidup maupun benda mati. Yang dimaksud dengan
lingkungan dalam pembahasan ini menitik beratkan pada lingkungan dimana
terjadi proses interaksi, baik lingkungan inforaml (keluarga), atau non formal
(Masyarakat), atau lingkungan formal sekolah itu sendiri.

Jadi tegasnya yang dimaksud dengan lingkungan ialah : “Kawasan wilayah


dan segala sesuatu yang terdapat didalamnya, golongan, kalangan”

1.Pengaruh
Pengaruh ialah : “Daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda, dsb)
yang berkuasa atau yang berkekuatan (ghaib dsb)”

2.Dalam hubungannya dengan judul makalah ini, yang dimaksud dengan pengaruh
yaitu suatu kekuatan yang timbul dari luar individu yang menjadi sebab terhadap
prestasi belajar pada anak.

Pendidikan
Menurut Carted V Good : pendidikan adalah sejumlah dari pada proses yang cukup
lama untuk membina kemampuan pembawaan dan beberapa bentuk dari pada
tingkah laku kepada nilai yang lebih baik dimasyarakat dimana ia tinggal.

Kelompok V | 35
Dari pengertian diatas, dapat kita kemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu
proses yang terjadi di samping kehidupan guna mewujudkan aneka pembedaan
dalam rangka membentuk dan mengembangkan segala potensi yang bersifat
pembawaan, intelektual dan emosional bagi manusia itu sendiri atau bimbingan
orang dewasa terhadap anak didik dalam perkembangannua menuju arah
kedewasaan.

Perlu diketahui bahwa pendidikan terjadi di mana saja dan kapan saja
asalkan berbeda dalam suatu hubungan yang dapat menimbulkan pengaruh-
pengaruh atau perubahan-perubahan yang positif.

Prestasi Belajar

Prestasi belajar ialah hasil yang dicapai, dilakukan atau dikerjakan. Yang
dimaksud penulis ialah daya mampu anak atau siswa dalam menyerap pelajaran
yang diberikan oleh guru terhadap materi pelajaran atau bidang studi yang
diwujudkan, misalnya dalam bentuk nilai Raport atau Hasil Ujian.

B. Lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar

Sebagaimana telah disebutkan diatas, istilah lingkungan itu menjadi jelas


dan terarah pada sasaran yang dituju.

Lingkungan adalah merupakan salah satu faktor dalam pendidikan yang


tidak kalah pentingnya dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan
yang digolongkan salah satu faktor disamping faktor-faktor lainnya. Kendati
demikian, sebagian para ahli ada juga yang menolak keterlibatan faktor lingkungan
tersebut.

Kelompok V | 36
Mengenai pengertian linkungan, disamping yang telah dikemukakan diatas,
penulis kutipkan kembali pengertian lingkungan menurut para ahli, antara lain :

Drs. H.M. Hafiz Anshari Lingkungan ialah : “segala sesuatu yang ada
disekitar anak baik berupa benda-benda, peristiwa-peristiwa yang terjadi maupun
kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada anak
yaitu lingkungan dimana proses pendidikan berlangsung dan lingkungan mana
anak bergaul sehari-hari”.

Drs. Amir Daein Lingkungan ialah : “ segala sesuatu yang berada diluar diri
anak yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak”.

Ali Saifullah, MA Lingkungan ialah : “segala sesuatu yang terdapat disekitar


anak yang bersifat kebendaan dan karena itu bukan pribadi atau pergaulan yang
bersifat pribadi”.

Dari beberapa pendapat para ahli yang penulis sebutkan diatas, dapatlah kita
simpukan, bahwa pada prinsipnya pendapat para sarjana tersebut sama dalam
mengambil pengertian tentang lingkungan, yaitu segala sesuatu yang ada disekitar
anak dan dapat memberikan pengaruh terhadap anak dalam perkembangannya,
sehingga tidak bisa dipungkiri akan berpengaruh pula terhadap prestasi belajar
pada anak.

C. Macam-Macam Lingkungan

Macam-macam lingkungan disini maksudnya ialah macam-macam


lingkungan yang berwujud tempat dan bentuk lingkungan yang mempunyai
Kelompok V | 37
peranan penting dan dapat memberikan pengaruh terhadap anak didik. oleh karena
itu penulis membahas mengenai lingkungan ini meninjau dari dua segi :

Ditinjau dari sudut tempat dimana lembaga penmdidikan itu dikembangkan.


Jika pembicaraan tentang lingkungan dimana pendidikan itu dikembangan atau
pusat pendidikan.

Pada garis besarnya Ki Hajar Diwantoro menyebutkan ada 3 (tiga) lingkungan


pendidikan :

Lingkungan Keluarga
Lingkungan Sekolah
Lingkungan Masyarakat

Adapun pembawaan dari ketiga lingkungan tersebut, secara panjang lebar


akan penulis paparkan pada pembahasa yang akan datang.

Kalau kita meninjau dari sudut dalam hubungan dengan manusia, maka
dapat dikelompokkan :

Lingkungan yang tidak dapat dirubah

Lingkungan yang tidak dapat dirubah terdapat diluar kemampuan manusia


untuk merubahnya, misalnya iklim, keadaan alam, dan sebagainya.

Lingkungan yang dapat dirubah

Lingkungan yang dapat dirubah atau dipengaruhi, seperti bahan makanan,


cara memasak, cara mengolah dan sebagainya. Sebab dalam kenyataannya,
makanan yang bergizi baik akan dapat meningkatkn prestasi belajar pada anak.

Kelompok V | 38
Lingkungan buatan manusia
Milleu yang secara sadar dan sengaja diadakan, adalah segala lingkungan
yang diadakan dengan tujuan untuk mencapai tujuan tertentu, mislanya sebagai
contoh permainan anak-anak, bahan kepustakaan termasuk komplek lembaga
pendidikan/sekolah dan lembaga sosial lainnya yang bergerak dibidang
pendidikan.

Kelompok V | 39
Bab V
Iplikasi Pendidikan Yang Berdasarkan
Antropologi Di Indonesia

A.Landasan Historis Pendidikan

Implikasi Adalah Dampak/Pengaruh

Pengaruh bangsa Portugis dalam bidang pendidikan utamanya berkenan


dengan penyebaran agama Katholik. Demi kepentingan tersebut, tahun 1536
mereka mendirikan sekolah (Seminarie) di Ternate, selain itu didirikan pula di
Solo. Kurikulum pendidikannya berisi pendidikan agama Katholik, ditambah
pelajaran membaca menulis dan berhitung.

Pendidikan oleh kaum pergerakan Kebangsaan (pergerakan Nasional)


sebagai Sarana Perjuangan Kemerdekaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Nasional. Bagi bangsa Indonesia berbagai kondisi yang sangat merugikan akibat
kebijakan dan praktek-praktek penjajahan telah menimbulkan rasa senasib
sepenanggungan sebagai bangsa yang dijajah sehingga muncul rasa
kebangsaan/nasionalisme.

Sejak Kebangkitan Nasional (1908) sifat perjuangan rakyat Indonesia


dilakukan melalui berbagai partai dan organisasi, baik melalui jalur politik praktis,
jalur ekonomi, social budaya, dan khususnya melalui jalur pendidikan. Sifat
perjuangan bangsa kita saat itu tidak lagi hanya menitik beratkan pada perjuangan

Kelompok V | 40
fisik. Mengingat cirri-ciri pendidikan yang diselenggarakan pemerintah Kolonial
Belanda yang tidak memungkinkan bangsa Indonesia untuk menjadi cerdas, bebas,
bersatu, dan merdeka, maka kaum pergerakan semakin menyadari bahwa
pendidikan yang bersifat nasional harus segera dimasukan ke dalam program
perjuangannya.

Implikasi kekuasaan pemerintahan pendudukan militer Jepang dalam bidang


pendidikan di Indonesia yaitu :

1) Tujuan dan isi pendidikan diarahkan demi kepentingan perang Asia Timur
Raya.

2) Hilangnya Sistem Dualisme dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang bersifat


dualistis membedakan dua jenis sekolah untuk anak-anak bangsa Belanda dan
anak-anak Bumi Putera dihapuskan pada zaman Jepang. Sekolah Desa masih tetap
ada dan namanya diganti menjadi Sekolah Pertama. Susunan jenjenag sekolah
menjadi :

a) Sekolah Rakyat 6 tahun (termasuk sekolah pertama).


b) Sekolah Menengah 3 tahun
c) Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun
d) Perguruan Tinggi
3) Sistem Pendidikan menjadi lebih merakyat (populis)

Tujuan pendidikan Nasional. Sesuai dengan Tap MPRS No.


XXVI/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, maka
dirumuskan bahwa Tujuan Pendidikan adalah untuk membentuk manusia Pancasila
sejati berdasarkan Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.

Kelompok V | 41
Selanjutnya dalam UU No. 2 Tahun 1989 ditegaskan lagi bahwa pendidikan
nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

B.Landasan Yuridis Pendidikan

Apabila Anda mengkaji alinea keempat Pembukaan UUD 1945, disana


tersurat dan tersirat cita-cita nasional dibidang pendidikan, yaitu untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehubungan dengan ini, Pasal 31 ayat (3) UUD
1945 mengamanatkan atar ‘Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang.

Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional meliputi :


1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia
2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
3. Prose pembelajaran yang mendidik dan dialogis
4. Evaluasi, akreditas, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan
5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan
6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik
7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan
8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata
9. Pelaksanaan wajib belajar
10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
11. Pemberdayaan peran masyarakat

Kelompok V | 42
12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat, dan
13. Pelaksanaan pengawsan dalam sistem pendidikan nasional

C.Landasan Sosiologis Dan Antropologis Pendidikan

I. Individu, Masyarakat, dan Kebuayaan

Individu adalah manusia perseorangan sebagai kesatuan yang tak dapat


dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, serta
bebas mengambil keputusan atau tindakan lainnya sehingga bersifat unik, serta
bebas mengambil keputusan atau tindakan atas pilihan dan tanggung jawabnya.
(otonom).

Adapun masyarakat didefinisikan oleh Ralp Linton sebagai berikut‘setiap


kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga
mereka dapat mengatur diri mereka dan menggangp diri mereka sebagai satu
kesatuan social dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”.

Dari dua definisi tersebut, dapat diidentifikasi adanya empat unsur di dalam
masyarakat yaitu :

1) Manusia (individu-individu) yang hidup bersama


2) Melakukan mempunyai social dalam waktu yang cukup lama
3) Mereka mempunyai kesadaran sebagai satu kesatuan
4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan,
sehingga setiap individu di dalamnya merasa terikat satu dengan yang lainnya.

II. Pendidikan Sosial dan Enkulturasi

Sebagaimana kita maklumi, manusia berbeda dengan hewan yang seluruh


perilakunya dikendalikan oleh naluri yang diperoleh sejak kelahirannya. Saat

Kelompok V | 43
kelahirannya, manusia dalam keadaan tak berdaya, karena naluri yang dibawa
ketika kelahirannya relative tidak lengkap. Ia belum memiliki sistem nilai, norma,
pengetahuan, adat kebiasaan, serta belum mengetahui dan belum dapat
menggunakan dengan tepat berbagai benda sebagai hasil karya masyarakatnya.
Anak manusia harus belajar dalam waktu yang relative lebih panjang untuk mampu
melaksanakan berbagai peranan sesuai statusnya dan sesuai kebudayaan
masyarakatnya.

III. Pendidikan sebagai Pranata Sosial

Pranata Sosial. Theodorson G.A mendefinisikan pranata social sebagai ‘an


interrelated system of social roles and norms organized about the satisfaction of an
important social need or function” (Sudardja Adiwikarta, 1998).

Pranata social adalah suatu sistem peran dan norma social yang saling
berhubungan dan terorganisasi disekitar pemenuhan kebutuhan atau fungsi social
yang penting.

Pendidikan Formal (Sekola). Pendidikan formal adalah pendidikan yang


terstrukutr dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. (Pasal 1 ayat 11 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Fungsi pendidikan Sekolah. Pendidikan sekolah dapat dikemukakan fungsi-fungsi
sebagai berikut>

1) Fungsi transmisi kebudayaan masayarakat


2) Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan social)
3) Fungsi integrasi social
4) Fungsi mengembangkan kepribadian individu/anak

Kelompok V | 44
5) Fungsi mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
6) Fungsi inovasi/men-transformasi masyarakat dan kebudayaan

Pendidikan Informal yaitu pendidikan yang berlangsung/terselenggara


secara wajar atau secara alamiah di dalam lingkungan hidup sehari-hari.
Pendidikan informal antara lain berlangsung di dalam keluarga, pergaulan anak.

 Definisi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan pendidikan di luar


pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (pasal
1 ayat (12) UU RI No. 20 Tahun 2003).

 Fungsi. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik


dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.

 Lingkup. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup,


pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaran, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.

 Satuan Pendidikan. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus,


pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim,
serta satuan pendidikan yang sejenis.

Kelompok V | 45
BAB III
PENUTUP

Simpulan Dari hasil hasil pembahasan yang telah disajikan pada bab II, secara
umum dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. sosiologi merupakan ilmu yang membahas atau mempelajari interaksi dan


pergaulan antara manusia dalam kelompok dan struktur sosial.

2. kebudayaan adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan,


kepercayaan, seni, hukum, moral, adat dan kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat.

3. sosiologi pendidikan, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang


hubungan dan interaksi manusia, baik itu individu atau kelompok dengan
peresekolahan sehingga terjalin kerja sama yang sinergi dan berkesinambungan
antara manusia dengan pendidikan.

4. bahwa pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah


maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat
mengubah kebudayaan.

5. Hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dapat dianalogikan


sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-motif atau pola-pola gambarnya
adalah lembaga pendidikan dan kain latarnya adalah masyarakat. Antara lembaga
pendidikan dengan masyarakat terjadi hubungan timbal balik simbiosis

Kelompok V | 46
mutualisme. Pendidikan atau sekolah memberi manfaat untuk meningkatkan
peranan mereka sebagai warga masyrakat.

Daftar Pustaka

Made, Pidarta. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak


Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2000

Ruswandi, Uus. Hermawan Heris, A. Nurhamzah. Landasan Pendidikan. Bandung:


CV. Insan Mandiri, 2008.

Sutikno Sobry, M. Landasan Pendidikan. Bandung: Prospect, 2008.

Tim Sosiologi. Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Yudhistira,


2003.

www.newyouth.com/archives
www.re-searchengines.com

http://defauzan.wordpress.com/2009/04/18/makalah-landasan-sosial-
budaya-pendidikan/

http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:C6mgzm9dnnwJ:www.unik-
kediri.ac.id/unik/images/Ditat_Agribisnis/isbdpertanian2009.pdf?
PHPSESSID
%3D627e3e83afbc9b243e360aaa94a39a4b+implikasi+pendidikan+sosio
logi,abu+ahmadi&hl=id&gl=id

http://naniwijayantiloma.blogspot.Com 2009/9.

http://ahmadazhar.wordpress.com/2009/09/14/lingkungan-dan
pengaruhnya/#more-328

Kelompok V | 47
http://yandiyulio.wordpress.com/2009/05/25/landasan-pendidikan/

SOSIANTROPOLOGI PENDIDIKAN
LANDASAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN
Tugas ini Di Buat Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah
Sosiantropologi Pendidikan

Disusun Oleh :

KELOMPOK V

FERRI BUSRA
FADLUN RAHMAN
FATMAWATI MADINA
IRNAWATI PAKAYA
ISMIRANTI S. HARMAIN
(Kelas A.1.1)

Kelompok V | 48
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGRI GORONTALO
T.P 2010/2011

Kelompok V | 49

You might also like