Professional Documents
Culture Documents
ASMA BRONKIAL
Oleh :
Kelompok IV(B2)
Fasilitator:dr.Yanti Fitri Yasa.SpTHT
Anggota Kelompok:
Devi Allif Pratiwi (08-209)
Domu Partahian Rambe (08-010)
Iin Rahmawati (08-020)
Ilham Bakri (08-089)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Shalawat beriring salam penulis kirimkan kepada junjungan alam yakni Nabi
Muhammad S.A.W yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Melalui makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang telah
membimbing dr.Yanti Fitri Yasa.SpTHT penulis dalam peyelesaian makalah ini, dengan
judul ”ASMA BROKIAL”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu baik secara moril dan materil dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Dan semua saran serta kritik
sifatnya membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Trigger
Ibuk Ratna seorang ibu rumah tangga berumur 47 th datang ke poliklinik paru RSI
Sitirahmah, pasien datang ke RS pada tanggal 18 juni 2010 dengan keluhan nafas sesak.Sesak
nafas dirasakan pasien terutama jika pasien sedang membersihkan ruangan berdebu, sedang
pilek dan bila sedang banyak pikiran. Pasien merasa sesak berkurang jika pasien duduk atau
istirahat. Selain sesak nafas pasien juga mengeluh nyeri dada jika serangan sesak
berlangsung. Sehari sebelum sesak pasien merasa demam yang tidak menggigil selama
sehari dan di sertai batuk yang berkurang setelah pasien minum obat. Setelah dokter
melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik,pasien diduga menderita asma bronkial,untuk
lebih pastinya pasian dianjurkan tes laboratorium dan tes penunjang lainnya.
1. Obtruksi saluran nafas yang bersifat reversible baik secara spontan maunpun secara
farmakologis.
Karakteristik ini menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma seperti batuk, mengi dan sesak
nafas. Obstruksi saluran nafas ini berlangsung secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan
menetap selama pengobatan, pada suatu ketika dapat pula menjada akut atau mendadak
sehingga menimbulkan kesulitan bernafas. Berat ringannya obstruksi saluran nafas
tergantung pada diameter lumen saluran nafas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus,
produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Hipotesis dianggap akibat
peningkatan respon terhadap berbagai rangsang didasari oleh inflamasi saluran pernafasan.
Status asmatikus adalah episode serangan asma yang tidak membaik dengan terapi
bronkodilator.
1.3Definisi
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The
American Thoracic Society).
Definisi asma yang saat ini banyak dipakai di indonesia yaitu Asma adalah penyakit paru
dengan karakteristik :
1. Obtruksi saluran nafas yang bersifat reversible baik secara spontan maunpun secara
farmakologis.
2. Inflamasi saluran pernafasan bersifat kronis
3. peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan.
1.4 Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
2. Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
b. Perubahan cuaca
c. Stress
d. Lingkungan kerja
1.5 Klasifikasi
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.
1.6 Epidemiologi
Insiden terjadinya asma dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : jenis kelamin,
umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada negara maju
seperti Amerika dan Inggris insiden 2
terjadinya asma adalah 5 % dari populasi, ini merupakan jumlah yang cukup banyak. Untuk
kanada, Australia dan Spanyol, kunjungan pasien dengan asma bronkiale meliputi 1-12%9.
Jumlah ini tidak mutlak karena tiap negara mempunyai karakteristik multi faktor yang tidak
sama sehingga insiden terjadinya asma pun menjadi berbeda. Untuk indonesia antara 5 s/d 7
%. Perbandingan antara anak perempuan dan anak laki-laki 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa
perbandingan ini sama dan pada fase menopause perbandingan antara perempuan dan laki-
laki relatif tidak jauh berbeda saat anak. Prevalensi terjadinya asma lebih banyak pada anak
kecil dari pada orang dewasa.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( wheezing ),
batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut
tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,tachicardi
dan pernafasan cepat dangkal .
1.8 Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-
benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada
sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik
dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Gambar 3. Penyempitan saluran nafas
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
BAB II
e.Riwayat pribadi
Untuk mengetahui apakah ada hubungannya penyakit asma yang diderita pasien debgan
kebiasaan pasien,seperti:apakah pasien menyukai binatang periaraan yg memunyai bulu?
apakah pasien punya kebiasaan memakai kipas angin?...atau suka dengan bunga?hal-hal ini di
tanyakan untuk mengetahui faktor dan hal-hal yang memicu terjadinya sesak nafas.
2.2 Pemeriksaaan Fisik
Pada penderira yang diduga mengidap asma bronkial,pemeriksaan fisik dilakukan di daerah
dada,baik dada bagian posterior maupun dada bagian anterior ,pemeriksaan meliputi:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. auskultasi
1.INSPEKSI
Perhatikan pasien
• Tampak gelisah? Sesak? Susah bernafas?
• Posisi penderita
• Gerakan dada
• Bentuk dada
• Tipe pernafasan
• Frekwensi nafas – dangkal/dalam
• Pernafasan cuping hidung
• Sianosis
Teknik Inspeksi,yaitu:
a) Inspeksi ekspresi wajah
Apakah pasien dalam keadaan menderita akut?apakah cuping hidung mengembang?atau
bernafas dengan bibir dikerutkan?apakah ada tanda-tanda pernafasan yg bisa didengar,seperti
stridor dn wheezing ?berkaitan dengan obstruksi aliran udara.
apakah ada sianosis?
b) Inspeksi sikap tubuh
Pasien dengan obstruksi saluran pernafasan cendrung memilih posisi dimana mereka dapat
menyokong lengan mereka dan memfiksasi otot-otot bahu dan leher untuk membantu
respirasi.Suatu teknik yang lazim pasien dengan obstruksi bronkus cendrung memegang sisi-
sisi tempat tidur dan mengunakan m. Latimus dorsi untuk membantu mengatasi
meningkatnya tahanan terhadap aliran keluar selama ekspirasi.
c) Inspeksi leher
Perhatikan apakah pernafasan pasien dibantu oleh kerja otot-otot tambahan?pemakaian otot-
otot tambahan adalah salah satu tanda paling dini adanya obstruksi salurn nafas seperti yg
terjadi pada asma.
2.PALPASI
Palpasi adalah “meletekkan tangan”(meraba),palpasi dipakai untuk pemeriksaan dada
meliputi:
Teknik pemeriksaanya:
Letakkan sisi ulnar tangan kanan pada dinding dada,dan minta pasien mengatakan
77,fremitus taktil digerakkan dan tangan pemeriksa digerakka ke posisi yang sama pada sisi
yang berlawanan,dengan itu pemeriksa dapat menilai perbedaan penghantaran suara
didinding dada.meminta pasien untuk berbicara lebih keras akan meningkatkan sensasi taktil.
3.PERKUSI
Prinsip Perkusi
Prinsip perkusi adalah mengetuk pada permukaan untuk menentukan struktur
dibawahnya.
• Perkusi di atas organ padat ,seperti hati,menimbulkan bunyi redup,berlangsung
singkat,dan amplitudo rendah tanpa resonansi.
• Perkusi diatas struktur yang mengandung udara dan jaringan ,seperti paru-
paru,menghasilkan bunyi sonor dengan ampliudo tinggi dan tinggi nada lebih rendah.
• Perkusi diatas struktur berlubang dan berisi udara,seperti lambung,menghasilkan
bunyi timpani,dengan nada tinggi,dan bergaung.
• Perkusi diatas masa oto besar ,seperti paha menimbulkan bunyi pekak,dengan nada
tinggi.
SUARA NADA WAKTU DENSITAS
Teknik perkusi
Perkusi dada memakai jari tengah yang diletakkan dengan kuat pada dinding dada sejajar
dengan iga pada sela iga dengan telapak tangan tangan dan jari lain tidak menyentuh dada
tersebut.ujung jari tengah tangan kanan mengetuk dengan cepat dan tajam pada falang
terminal jari kiri terletak diatas dinding dada.gerakan jari pengetuk harus berasal dari
pergelangan tangan,bukan dari siku.
4.AUSKULTASI
Prinsip auskultasi
Auskultasi adalah teknik mendengarkan bunyi yang dihasilkan didalam tubuh,auskultasi
dada digunakan untuk mengenali bunyi paru-paru,biasanya alat yang digunakan adalah
stetoskop. Stetoskop mempunyai 2 bagian yaitu:bel dan diaphragma,dimana bel dipakai
untuk menditeksi bunyi dengan tinggi nada rendah,sedangkan diaphragma untuk
menditeksi bunyi dengan tinggi nada lebih tinggi.bel harus ditempelkan secar longgar pada
kulit,sebalikny diaphragma ditempalkan lebih kuat pada kulit.
Jenis-jenis bunyi pernafasan,yaitu:
1) Trakeal
Bunyi yang sangat keras,kasar,dan dengan tinggi nada tinggi,yang
terdengar pada bagian trakea ekstratoraks.
2) Bronkial
Bunyi yang keras dengan tinggi nada tinggi.
3) Bronkovikuler
Bunyi campuran antara bunyi bronkial dan vesikular.
4) Vesikular
Bunyi lemah dengan tinggi nada rendah yang terdengar kebanyakan diatas
lapangan paru.
Teknik auskultasi
a. Auskultasi dada posterior
Pemeriksaan harus dilakukan dari sisi kesisi,dari atas ke bawah ,dengan membandingkan
satu sisi dengan sisi lainnya.
b. Auskultasi dada anterior
Pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk,,setelah itu pasien di seuruh berbaring.
BAB III
DIAGNOSIS
3.1Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
· Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
· Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
· Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
· Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
· Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
· Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
· Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
· Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
3.2Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:
• Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
• Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
• Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
• Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
• Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-
paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
• perubahan aksi jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
• Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
( Right bundle branch block).
• Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
• Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
BAB IV
PENATALAKSANAAN
4.1 Penatalaksanaan
4.2TERAPI
Terapi medikasi asma dibagi menjadi 2 kategori,yaitu:
1. Quick relief :
- mengatasi eksaserbasi akut asma
- Beta agonis aksi pendek, antikolinergik dan kortikosteroid
sistemik.
- Pemulihan cepat dari eksaserbasi akut
2. Medikasi kontrol jangka panjang :
- kortikosteroid inhalasi
- cromolyn sodium
- nedocromil
- beta agonis jangka panjang
- methylxantine
- leukotrien antagonis
S
DAFTAR PUSAKA
Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : FK UI.
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta :
Hipocrates.
Crompton, G. (1980) “Diagnosis and Management of Respiratory Disease”, Blacwell
Scientific Publication.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta :
EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”,
Jakarta : EGC.
Pullen, R. L. (1995) “Pulmonary Disease”, Philadelpia : Lea & Febiger.
Rab, T. (1996) “Ilmu Penyakit Paru”, Jakarta : Hipokrates.
Rab, T. (1998) “Agenda Gawat Darurat”, Jakarta : Hipokrates.
Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) “Keperawatan Medikal Bedah”, Buku
Satu, Jakarta : Salemba Medika.
Staff Pengajar FK UI (1997) “Ilmu Kesehatan Anak”, Jakarta : Info Medika.
Sundaru, H. (1995) “Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson.1994. Patofisiologi konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 4.Jakarta: EGC.
Kumar, Abbas, Fausto. 2005. Robin and Cotran Pathologic Basics of Disease
7th Edition : Elseiver Saunders
Kasper Dennis L. et.al. 2004. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th
Edition: McGraw-Hill Professional