You are on page 1of 10

PERJALANAN KONSEP DESAIN JEMBATAN SELAT MADURA

DITINJAU DARI DISIPLIN PROFESIONALITAS

Oleh:
Ir. Iwan Zarkasi, MEngSc.
Monang S. Pasaribu, ST

Abstrak

Pembangunan jembatan Suramadu yang akan menghubungkan Pulau Jawa


dengan Pulau Madura, bertujuan untuk memperluas kawasan pembangunan Kota
Surabaya. Jembatan ini akan melintasi Selat Madura dengan panjang total 5.438
meter dan dengan rata-rata kedalaman muka air laut kurang lebih 20 meter.
Perencanaan awal jembatan dilakukan oleh BPPT pada tahun 1993
menggunakan konstruksi precast prestressed concrete girder simply supported
pada bagian causeway dengan bentangan 40 meter dan segmental box girder
pada bagian jalur navigasi dengan bentangan 150 meter menerus di atas empat
tumpuan.
Melalui serangkaian kajian lebih lanjut, perlu dilakukan modifikasi terhadap lebar
opening dan tinggi ruang bebas sehingga diperlukan perencanaan ulang dengan
perbaikan vertical alignment. Untuk maksud tersebut dalam detail desain jembatan
yang dilakukan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah telah
menetapkan “jembatan utama” pada jalur navigasi menggunakan sistem
konstruksi jembatan cable stayed dengan lebar bentang utama 434 meter dengan
bentang sisi simetris 192 meter sehingga panjang total jembatan cable stayed
adalah 818 meter. Modifikasi juga dilakukan pada lebar jembatan yang semula
23,5 meter menjadi 30 meter untuk mengantisipasi kebutuhan lalu lintas ringan
antar ke dua pulau.
Dalam makalah ini akan dijelaskan perjalanan konsep desain jembatan Suramadu
termasuk jembatan utama cable stayed.
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas

1. PENDAHULUAN
Gagasan alm. Prof. Sediyatmo untuk membangun jembatan antar pulau yang
menghubungkan pulau Sumatera – Jawa – Bali atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Tri Nusa Bima Sakti akan menjadi kenyataan. Jembatan Selat Madura
yang menghubungkan pulau Jawa dan Madura akan menjadi jembatan pertama
dari gagasan yang dibangun.
Realisasi pelaksanaan pembangunan jembatan Suramadu ini melalui proses
waktu yang cukup panjang yaitu selama 17 tahun. Dimulai pada tahun 1986,
Presiden menugaskan Menteri Negara Riset dan Teknologi/BPPT untuk mengkaji
kemungkinan hubungan langsung antara pulau Sumatera – Jawa – Bali atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Tri Nusa Bima Sakti. Kemudian pada tahun 1989,
dicapai Nota kesepakatan (MoU) antara BPPT, Departemen Pekerjaan Umum dan
Bappenas tentang studi “Tri Nusa Bima Sakti” yang kemudian diperluas menjadi
“Proyek Tri Nusa Bima Sakti dan Penyeberangan Utama” dengan tindak lanjut
melaksanakan studi-studi pendahuluan untuk hubungan Sumatera – Jawa –
Madura/Bali. Dari berbagai hasil kajian tersebut menunjukan bahwa Jembatan
Suramadu adalah yang mungkin dilaksanakan terlebih dahulu. Hubungan Jawa -
Madura memang merupakan lintasan paling layak diselesaikan terlebih dahulu
dipandang dari segi keterbatasan-keterbatasan yang ada baik pendanaan maupun
kemampuan dan pengalaman engineering.
Perencanaan teknis jembatan Surabaya – Madura (Suramadu) telah selesai
dilakukan pada tahun 1994 oleh konsultan perencana Parson Polytech Inc.
Namun akibat mundurnya waktu pembangunan selama kurang lebih 9 tahun,
maka telah terjadi perkembangan situasi di lokasi jembatan dan meningkatnya
kebutuhan pemanfaatan jembatan akibat meningkatnya arus lalu lintas. Sehingga
untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan tinjauan kembali terhadap hasil
perencanaan teknis yang ada. Review desain jembatan Suramadu telah dilakukan
pada tahun 2002, dengan berbagai perubahan antara lain meliputi geometrik
jembatan, geometrik jalan pendekat, kepala jembatan, drainage, perkerasan dan
bangunan pelengkap jembatan termasuk tipe konstruksi jembatan.

2. PERUBAHAN KONSEP DESAIN


Pada awal perencanaan teknis, struktur jembatan yang digunakan adalah Pre-cast
Girder U-type bentang 40 meter, Cast in Place Concrete Box Girder bentang 70
meter, dan Cast in Place Concrete Box Girder bentang 110 – 150 – 110 meter.
Dari bentang utama 150 meter tersebut, setelah dikurangi lebar poer pilar dan
buffer struktur (fender) maka ruang bebas horisontal untuk jalur navigasi adalah
110 meter. Namun dengan mempertimbangkan kondisi saat ini dan akan datang,
ruang bebas tersebut perlu disesuaikan kembali. Dari hasil koordinasi dengan PT.
Pelindo, Departemen Perhubungan serta Angkatan Laut maka untuk jenis kapal
yang akan memasuki pelabuhan tanpa gangguan dari bangunan jembatan
memerlukan ruang bebas horisontal setidaknya 225 meter. Mengingat hal tersebut
di atas, perencanaan teknis jembatan Suramadu perlu di tinjau kembali dengan
memberi bentangan utama yang lebih panjang. Setidaknya diperlukan kebutuhan
bentang yang lebih besar dari 300 meter pada saat tinggi air pasang dan ombak
maksimum.

1
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas

Pemilihan tipe struktur bangunan atas yang cocok untuk mengantisipasi


kebutuhan jalur navigasi tersebut diperoleh berdasarkan teori bentang ekonomis
(lihat Gambar 1), di mana untuk bentangan utama antara 200 – 1000 meter akan
lebih ekonomis jika menggunakan jembatan tipe cable stayed.

Gambar 1. Grafik bentang ekonomis untuk menentukan tipe jembatan

Rencana Semula Konstruksi Diusulkan


1 Pre-cast Girder U Type Pre-cast Girder I Type
(bentang 40 m) (bentang 40 m)
2 Cast in Place Concrete Box Girder Concrete Box Girder
(bentang 70 m) (bentang 80 m)
3 Cast in Place Concrete Box Girder Cable stayed
(bentang 110 + 150 + 110 m) (bentang 192 + 434 + 192 m)
Tabel 1. Perubahan bentang utama jembatan

Gambar 2. Desain lama dan baru jembatan Suramadu

2
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas

Spesifikasi teknik dan dimensi hasil review desain jembatan mengubah tipe
struktur segmental kantilever box girder menjadi jembatan cable stayed. Jembatan
cable stayed yang dipilih mempunyai bentangan 192 – 434 – 193 meter.
Pemilihan konfigurasi bentangan demikian atas dasar pertimbangan sesedikit
mungkin dilakukan modifikasi pada bagian-bagian lain. Namun demikian akibat
adanya perubahan alinyemen vertikal pada bagian di luar cable-stayed tidak urung
juga diperlukan perubahan pada ketinggian pilar. Melalui kajian jenis bangunan
atas yang intensif, diharapkan penambahan tinggi pilar tersebut tidak banyak
mempengaruhi jumlah fondasi.
Untuk mengantisipasi kebutuhan akan lalu lintas ringan antara kedua pulau, perlu
juga dilakukan perubahan terhadap lebar jembatan. Perubahan ini dilakukan
dengan menambah jalur pada kiri dan kanan jalur yang ada sehingga total lebar
jembatan yang semula 23,5 meter menjadi 30 meter.
Dimensi dan material jembatan cable stayed yang diusulkan adalah
Konfigurasi bentang : 192 + 434 + 192 meter (818 meter)
Tinggi tower di atas lantai : 100 meter
Tinggi lantai dari muka air : 35 meter pada posisi tower
Konfigurasi kabel : Radial dengan life-end pada bagian tower
Stayed-Cable : PSC-Strand 0,6” HDPE
Jarak antar kabel : @10 meter pada sidespan dan @11 pada main span
Girder jembatan : Steel box girder dengan lantai komposit baja-beton
Tower : Steel box girder

3. PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN CABLE STAYED


3.1 Umum
Konsep dan aplikasi jembatan cable stayed telah mulai digunakan pada abad ke-
17, ketika seorang ahli Venesia bernama Verantius membangun jembatan dengan
beberapa gantungan diagonal berupa rantai. Sebenarnya jauh berabad-abad
sebelumnya, gagasan ini telah muncul di Mesir yang menggunakan kabel-kabel
penggantung pada tiang kapal laut, serta di daerah tropis (termasuk Indonesia)
yang mengaplikasikannya pada jembatan gantung yang memakai bambu.
Jembatan cable stayed modern merupakan jembatan yang struktur atasnya
(superstructure) terbuat dari baja atau beton yang ditumpu pada satu atau
beberapa tempat dengan kabel yang terikat pada menara (pylon). Konsep ini
sangat menarik bagi para ahli selama beberapa abad sampai dengan
pengembangan jembatan cable stayed modern pada tahun 1950 di Jerman.
Setelah perang dunia II, Jerman mengalami masalah dengan hancurnya sekitar
15.000 jembatan yang harus segera diperbaiki. Keadaan ini merupakan
kesempatan bagi para ahli teknik dan kontraktor negara tersebut untuk
mengaplikasikan konsep desain dan pelaksanaan jembatan baru seperti jembatan
cable stayed. Dalam periode yang relatif singkat, yaitu sekitar tahun 1955 sampai
tahun 1974, di dunia telah dibangun sekitar 60 jembatan cable stayed untuk lalu
lintas jalan raya, dengan sepertiga dari jumlah tersebut dibangun di Jerman.
Pertumbuhan yang amat pesat ini menunjukkan bahwa jembatan ini mempunyai

3
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas

beberapa kelebihan, diantaranya adalah ekonomis, mudah dalam pelaksanaan


pembangunan dan memiliki nilai estetika. Perkembangan teknologi bahan dan
metode pelaksanaan pembangunan pada masa sekarang, telah memungkinkan
untuk mendesain dan membangun struktur cable stayed yang lebih fleksibel.
Di Indonesia, walaupun berbagai jenis jembatan telah direncanakan dan
dibangun, jembatan cable stayed dengan segala permasalahannya masih
tergolong langka. Dengan perkembangan teknologi saat ini, terutama
pembangunan material dan sarana pelaksanaannya, mendorong kita untuk
membangun jembatan cable stayed dengan berbagai keunggulannya.

3.2 Perilaku Kabel Jembatan


Untuk dapat mendukung beban yang bekerja pada lantai jembatan khususnya
pada jembatan sistem cable-stayed, maka kabel penggantung harus diberi gaya
pratekan. Untuk memberikan gaya pratekan pada kabel, maka perlu dihitung
panjang kabel yang diperlukan sehingga didapatkan gaya pratekan yang
diinginkan. Rumus catenary dibawah ini dapat digunakan untuk menentukan
panjang kabel yang diperlukan untuk mendapatkan gaya pratekan yang
diinginkan.

L⎡ ⎛ 4 h ⎞ ⎤⎥
2
⎢ ⎛ 4h ⎞ L (1)
ζ = 1+ ⎜ ⎟ + sinh −1
⎜ ⎟
2 ⎢ ⎝ L ⎠ 4h ⎝ L ⎠ ⎥⎦

ωL2
P= (2)
8h
dimana:
ζ = panjang kabel
L = jarak lurus kabel
h = sag kabel
ω = berat sendiri kabel
P = gaya axial pada kabel
Dalam aplikasi perencanaan jembatan dengan sistem cable-stayed, dimana
umumnya gaya axial kabel (P), berat sendiri kabel (ω), dan jarak lurus kabel
diketahui, dengan menggunakan rumus-rumus catenary di atas, maka panjang
kabel yang diperlukan dapat ditentukan.
Rumus lain yang dapat dipakai untuk menentukan panjang kabel adalah
⎡ 2
8 ⎛ h ⎞ 32 ⎛ h ⎞
4

ζ = L ⎢ 1 + ⎜ ⎟ − ⎜ ⎟ + L⎥ (3)
⎣⎢ 3⎝ L⎠ 5 ⎝L⎠ ⎦⎥
Panjang kabel yang dihitung dengan rumus [3] ini, akan sama dengan yang
dihitung dengan rumus [1] di atas.
3.3 Konsep Analisa
Prinsip dasar dari jembatan cable stayed adalah penggunaan kabel-kabel
berkekuatan tinggi sebagai perletakan elastis pada gelagar sehingga jembatan

4
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas

dapat mempunyai bentang yang panjang. Dalam desain jembatan cable stayed,
prinsip dasar ini telah berkembang dimulai dari prinsip (1) Pier & deck kaku,
kemudian (2) Pylon kaku & deck flexible, dan (3) Pylon & deck flexible
menggunakan back stayed cable (lihat Gambar 3).

Gambar 3. Perkembangan pemodelan jembatan cable stayed

Dalam perencanaan teknis jembatan cable stayed, setiap tahapan konstruksi


jembatan, besarnya gaya-gaya dalam, tidak boleh melampaui kapasitas
penampang dan pada tahap akhir pembebanan, perpindahan titik puncak tower
dan lendutan lantai jembatan harus memenuhi yang disyaratkan.
Pada jembatan cable stayed, lantai akan melendut pada tahap akhir pembebanan
(beban konstruksi). Kabel sebagai penyangga beban lantai perlu diberi gaya
pratekan (gaya aksial) dengan cara penarikan kabel sedemikian sehingga tidak
terjadi lendutan pada lantai jembatan. Dengan dicapainya lendutan pada posisi
“kabel” yang kecil, bidang momen dari lantai jembatan menjadi optimum dan
bahkan dapat dicapai kondisi momen positif hampir sama dengan momen negatif
pada setiap peralihan antar tumpuan stay. Demikian pula pada pylon yang
menerima beban dari kabel, harus mengalami displacement sekecil mungkin
dalam batas toleransi. Proses iterasi perlu dilakukan dengan cara penarikan kabel
sehingga didapat dimensi-dimensi penampang kabel, gelagar dan pylon yang
memenuhi kondisi tersebut di atas (lihat gambar 4).
Secara garis besar, proses iterasi penarikan kabel dapat dilihat pada Gambar 5.
Tahapan yang dilakukan adalah dengan penarikan kabel pada main span dan side
span secara bergantian.

5
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas

Gambar 4. Proses desain jembatan cable stayed

3.4 Konsep Desain


Pada analisa struktur jembatan sistem cable stayed, metode konstruksi akan
menentukan tahapan analisa. Metode konstruksi jembatan ditentukan dengan
sistem kantilever dengan menggunakan traveller. Analisa 2-D digunakan untuk
menentukan gaya pratekan pada kabel untuk mendukung berat sendiri konstruksi
dan perkiraan beban lalu lintas yang akan bekerja serta beban akibat peralatan
konstruksi. Pada tahapan analisa 2-D ini, akibat berat sendiri dan beban
tambahan, profil stayed cable ditentukan sehingga demikian lantai jembatan tidak
mengalami sag (diukur dari kondisi awal analisa) dan tower jembatan tidak
mengalami overstress, yang umumnya diukur dimana puncak tower dikontrol
sehingga pada saat awal service tidak mengalami perpindahan (offset) dari
kondisi awal analisa atau sebelum beban lantai bekerja. Untuk mendapatkan
kondisi demikian, maka gaya pratekan pada masing-masing kabel harus
ditentukan secara iterasi, agar didapatkan kondisi yang optimum. Proses iterasi
untuk mendapatkan profil kabel yang optimum dapat lebih mudah dan mengurangi
waktu kerja dengan memanfaatkan kondisi simetris jembatan.

6
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas

Setelah profil kabel ditentukan, analisa 3-D diperlukan untuk mendapatkan


perilaku konstruksi terhadap konfigurasi beban lalu-lintas. Perilaku jembatan
terhadap beban angin, gempa juga akan ditentukan dari analisa 3-D. Namun
demikian dalam tahap analisa 2-D beban-beban tersebut harus juga
dipertimbangkan mengingat selama pelaksanaan jembatan, pengaruh beban
tersebut tidak bisa diabaikan.

Gambar 5. Prosedur penarikan kabel

4. SPESIFIKASI PERENCANAAN
4.1 Peraturan Perencanaan
Peraturan perencanaan jembatan Bina Marga (BMS ’92) merupakan pegangan
dalam perencanaan jembatan di Indonesia. Peraturan ini memberikan saran
perencanaan jembatan yang dapat menjamin tingkat keamanan, kegunaan dan
tingkat penghematan yang masih dapat diterima dalam perencanaan struktur
jembatan atau dengan kata lain merupakan standar minimum yang menjamin
keamanan, kegunaan dan penghematan dalam perencanaan jembatan (yang
masih dapat diterima).
Peraturan Bina Marga ini, mencakup perencanaan jembatan jalan raya dan
pejalan kaki. Untuk jembatan bentang panjang (lebih dari 100 meter) dan
penggunaan struktur yang tidak umum atau yang menggunakan material dan
metode baru harus diperlakukan sebagai jembatan khusus.

7
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas

Prinsip umum perencanaan yang diatur dalam peraturan ini, harus didasarkan
pada prosedur yang memberikan kemungkinan-kemungkinan yang dapat diterima,
untuk mencapai suatu kondisi batas selama umur rencana jembatan. Dengan
asumsi jembatan dibangun memenuhi persyaratan perencanaan dan dipelihara
dengan baik selama umur rencana (umur rencana peraturan ini adalah 50 tahun).
4.2 Umur Rencana Jembatan
Umur rencana jembatan diasumsikan 50 tahun (peraturan Bina Marga), kecuali
untuk jembatan sementara dan moduler dapat diambil lebih kecil yaitu 20 tahun.
Sedangkan untuk jembatan yang memiliki nilai stategis dan ekonomi yang
dikategorikan sebagai jembatan khusus (yang ditetapkan oleh yang berwenang),
harus direncanakan dengan umur rencana 100 tahun atau lebih. Jembatan
SURAMADU termasuk kelompok jembatan khusus oleh karenanya harus
memenuhi kriteria tersebut.
Perkiraan umur rencana tidak berarti jembatan tidak dapat berfungsi lagi pada
akhir umur rencana. Dan tidak juga berarti bahwa jembatan masih bisa dipakai
selama umur rencana tanpa dilakukan pemeriksaan dan perbaikan yang cukup.
Dengan umur rencana 50 tahun, periode ulang pada prinsip perencanaan ULS
adalah 1000 tahun, mengingat kemungkinan terjadinya aksi dengan periode ulang
tersebut, dibatasi sebesar 5%. Sedangkan pada perencanaan SLS, periode ulang
aksi adalah 20 tahun.
Periode ulang kejadian untuk prinsip perencanaan ULS untuk umur rencana
jembatan 100 tahun yang dihitung dengan rumus [1] di atas adalah 2000 tahun.
4.3 Spesifikasi Pembebanan
Mengingat peraturan perencanaan yang berlaku (Bina Marga) untuk umur rencana
50 tahun, maka perlu dilakukan koreksi atas peraturan ini, agar dapat digunakan
pada perencanaan Jembatan SURAMADU. Faktor koreksi umur tersebut hanya
digunakan pada perencanaan Ultimate Limit States.
Faktor koreksi ini dapat ditentukan dengan asumsi bahwa frekuensi terjadi
kejadian acak mengikuti distribusi eksponensial dan ini dianggap cukup tepat
untuk kasus banjir, angin topan dan temperatur (tinggi). Distribusi ini diasumsikan
juga cukup akurat untuk beban lalu-lintas (ekstrim), tetapi tidak dapat dipakai
untuk pengaruh gempa.
Dengan menggunakan distribusi eksponensial, maka hubungan antara besarnya
aksi dan periode ulang rata-ratanya dapat ditentukan sebagai berikut:
M 1 Ln ( Ri )
= (4)
M 0 Ln( R0 )
dimana:
Mo = besaran yang diketahui
Ro = periode ulang dari Mo
M1 = besaran dari periode ulang R1
R1 = periode ulang dari M1
Dari rumus [4] di atas faktor koreksi umur rencana jembatan 100 tahun dari umur
rencana 50 tahun adalah 1.1x, atau dengan kata lain besar aksi yang ada pada

8
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas

peraturan perencanaan Bina Marga harus dikalikan dengan faktor sebesar 1.1,
terutama untuk beban lalu-lintas, angin, temperatur dan banjir.

5. PENUTUP
Suramadu akan menjadi penghubung tetap menghubungkan Pulau Jawa dan
Madura sebagai landmark kedua pulau tersebut. Jembatan Suramadu akan
menjadi tonggak sejarah bagi engineer-engineer Indonesia. Proyek ini
menunjukan kemampuan dari engineer Indonesia. Realisasi proyek ini merupakan
tantangan berikutnya bagi engineer Indonesia akan memberi nilai pengetahuan
bagi proyek-proyek jembatan bentang panjang yang akan datang seperti jembatan
selat sunda, selat bali dan lain-lain.

Referensi:
1. DR. Ir. Mustazir, Perkembangan Jembatan di Indonesia, seminar Unbraw,
1998.
2. DR. Ir. Mustazir dan Ir. Herry Vaza, Jembatan Bentang Panjang, Konsep dan
Kebijakan Perencanaan, Jakarta.
3. Rene Walther, Cable Stayed Bridges, Thomas Telford Ltd, London, 1988.
4. Parsons, Polytech Inc., Final Report Study Detailed Engineering Design
Surabaya – Madura Bridge, March 1993.
5. PT. Virama Karya, Perencanaan Teknis Jembatan Cable Stayed (818 m)
Modifikasi Jembatan Jawa – Madura, 2003.

You might also like