You are on page 1of 13

ENERGI MATAHARI: ENERGI ALTERNATIF PALING

POTENSIAL SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK

Makalah Ilmiah
Mata Kuliah Kecakapan Komunikasi 2009

Oleh:
NADHILA ANDANIS ZAFHIRA (0806316070)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK , 2009
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan


rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ilmiah singkat yang berjudul “...”.

Makalah ini membahas masalah kebutuhan energi di Indonesia, dan


teknologi tepat untuk mengatasinya, yaitu teknologi pemanfaatan energi matahari.
Makalah ini disusun berdasarkan materi yang telah diberikan dalam mata kuliah
Kecakapan Komunikasi.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:


1. Ibu Dianursanti dan Ibu Tania Surya Utami, sebagai dosen mata kuliah
Kecakapan Komunikasi Departemen Teknik Kimia Universitas
Indonesia, yang telah membimbing penulis dalam belajar sehingga
dapat memberikan yang terbaik dalam penulisan makalah ini.
2. Orang tua penulis atas doa dan dukungan moril yang selalu diberikan.
3. Matahari Indonesia, sahabat penulis, atas inspirasi dan motivasi yang
selalu diberikan.
4. Semua pihak yang telah membantu penyusunan karya tulis ini.

Tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca untuk perbaikan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Depok, Mei 2009

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Segala bentuk kehidupan di alam semesta selalu membutuhkan energi. Begitu


pula dengan manusia. Bahkan, kenyataannya, kehidupan manusia lah yang paling
banyak mengkonsumsi energi di bumi, khususnya energi listrik. Kebutuhan energi
di dunia, khususnya di Indonesia, terus meningkat. Diperkirakan bahwa
kebutuhan energi global dalam tiga puluh tahun ke depan akan meningkat
sebanyak dua kali lipat per tahunnya. Dalam empat puluh tahun berikutnya,
kebutuhan energi akan meningkat kembali hingga menjadi tiga kali lipat atau
setara dengan energi dua puluh miliar ton minyak bumi 1 . Padahal, selama ini,
kebutuhan pemakaian energi masih tergantung pada bahan bakar fosil seperti
minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Energy Information Administration (EIA)
memperkirakan bahwa ketergantungan pada bahan bakar fosil ini akan terus
berlanjut hingga tahun 2025 2 . Sedangkan, menurut data Departemen ESDM,
cadangan minyak bumi di Indonesia hanya cukup untuk delapan belas tahun ke
depan. Sedangkan cadangan gas bumi masih bisa mencukupi hingga enam puluh
satu tahun ke depan, dan cadangan batu bara diperkirakan akan habis dalam waktu
seratus empat puluh tujuh tahun ke depan.

Untuk mengatasi masalah kebutuhan energi tersebut, tentunya diperlukan


suatu energi alternatif sebagai pengganti energi berbahan bakar fosil. Kita
memerlukan suatu sumber energi yang dapat menghasilkan energi dalam jumlah
besar, mudah diperoleh, serta biaya operasionalnya cenderung murah. Dari sekian
banyak sumber energi alternatif, penulis mengusulkan energi matahari sebagai
energi alternatif untuk pembangkit listrik. Seperti yang telah kita ketahui,
Indonesia terletak di garis khatulistiwa bumi, sehingga negeri ini mendapatkan
energi sinar matahari yang berlimpah. Negeri beriklim tropis ini disinari matahari
hampir sepanjang tahun. Hal ini membuat energi matahari memiliki potensi yang
1
Teguh Priambodo, “Pembangkit Listrik Tenaga Surya: Memecah Kebuntuan Energi Nasional
dan Dampak Pencemaran Lingkungan”, dari http://www.chem-is-try.org/
2
“Annual Energy Outlook 2009 with Projections to 2030” http://www.eia.doe.gov/
sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik di Indonesia. Adapun
anggapan bahwa teknologi pemanfaatan energi matahari memerlukan biaya tinggi
perlu dipertanyakan kembali, karena kini telah ditemukan teknologi sel surya
berbahan alam, yang biayanya lebih murah. Selain itu, biaya operasionalnya
terbilang murah daripada pemanfaatan energi gas bumi maupun batubara.
Apalagi, energi matahari sebagai bahan bakunya, tidak akan pernah habis dan
dapat diperoleh dengan gratis.

Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih lanjut tentang potensi
pemanfaatan energi matahari sebagai pembangkit listrik, keuntungannya
dibandingkan sumber energi lainnya, hubungannya dengan kebutuhan energi di
Indonesia, serta teknologi-teknologi pemanfaatan energi matahari yang telah
ditemukan. Tak lupa pula, penulis juga akan menjabarkan prinsip kerja
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa masalah yang dihadapi dunia saat ini berkaitan dengan sumber daya
energi?

2. Apa keunggulan PLTS dibandingkan pembangkit listrik lainnya?

3. Bagaimana prinsip kerja PLTS?

I.3 Tujuan Penulisan

Tujuan umum penulisan karya tulis ini adalah untuk menginformasikan


tentang permasalahan kebutuhan energi dan teknologi pemanfaatan energi
matahari sebagai pembangkit listrik di Indonesia. Adapun tujuan khusus penulisan
makalah ini adalah untuk melengkapi tugas makalah ilmiah singkat untuk mata
kuliah Kecakapan Komunikasi Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.

I.4 Manfaat

Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi sejumlah pihak untuk :


1. Memberikan informasi mengenai teknologi pemanfaatan energi matahari
sebagai pembangkit listrik.

2. Memperkenalkan dan membuka wawasan masyarakat akan teknologi


pemanfaatan energi matahari sebagai teknologi yang lebih efisien.

3. Mendorong masyarakat untuk lebih memanfaatkan teknologi yang


mendayagunakan energi matahari sebagai teknologi yang lebih efisien.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Peran Energi Matahari dalam Memenuhi Kebutuhan Energi di


Indonesia

Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi,


dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan, serta merupakan pendukung
bagi kegiatan ekonomi nasional. Kebutuhan energi di Indonesia meningkat pesat
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Oleh karena
itu, akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan pra-syarat utama untuk
meningkatkan standar hidup masyarakat. Sedangkan, ada kenyataan yang sulit
dibantah; setengah dari dua ratus dua puluh juta jiwa penduduk negeri ini belum
menikmati penerangan listrik 3 . Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa
kemungkinan sebab, di antaranya yaitu ketidakmampuan pemerintah
menyediakan jaringan listrik di daerah tertentu, biaya pemasangan dan pemakaian
listrik yang tinggi sehingga sulit dijangkau oleh warga, serta sebab-sebab lainnya.
Adapun sistem penerangan paling murah yang mungkin dimiliki masyarakat
daerah terpencil adalah lampu berbahan bakar minyak tanah.

Mengingat cadangan bahan bakar minyak yang selama ini digantungkan


sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan listrik sangat terbatas dan terus
berkurang, maka semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus
meningkat, apalagi untuk menyalurkan listrik bagi daerah yang belum
mendapatkannya. Untuk itu, salah satu langkah konkret PLN adalah dengan
membangun proyek PLTU 10.000 MW. Solusi tersebut mungkin dipilih karena
cadangan batu bara di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, sebanyak 30%
kebutuhan listrik negara selama ini juga disumbangkan oleh PLTU Suralaya yang
berbahan baku batubara. Penggunaan batu bara untuk PLTU pada mulanya
memang murah, akan tetapi, pembangkit listrik bertenaga batu bara adalah sumber
utama penghasil emisi karbondioksida secara global. Setiap 1.000 megawatt yang
dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan

3
“Sinar Matahari, Sumber Energi Tak Terbatas” , [Pikiran Rakyat, September 2005]
5.600.000 ton karbondioksida per tahun, di mana karbondioksida adalah salah
satu gas rumah kaca penyebab global warming4. Selain itu, walaupun cadangan
batu bara di Indonesia masih cukup banyak, lama kelamaan bahan bakar ini pun
akan mengalami kelangkaan, seperti halnya minyak bumi. Sedangkan apabila kita
menggunakan bahan bakar gas, memang relatif murah dan ramah lingkungan,
namun keberadaannya sangat terbatas seperti minyak bumi.

Selain bahan bakar dari sumber energi yang terbatas tersebut, ada pula energi-
energi terbarukan yang merupakan turunan dari energi matahari, di antaranya
yaitu energi angin, energi air, serta energi gelombang laut. Namun, energi-energi
tersebut belum dapat dimaksimalkan sebagai pembangkit listrik. Misalnya energi
air, yang dianggap paling murah dan aman untuk dimanfaatkan, namun sangat
tergantung pada curah hujan dan memerlukan lahan yang luas untuk menampung
air, sehingga hanya tempat-tempat tertentu saja yang dapat menggunakannya.
Apalagi lahan yang ada sekarang semakin sempit saja, sehingga pembangkit
listrik tenaga air tidak dapat dikembangkan atau diperbanyak sesuai kebutuhan.
Untuk energi angin, dibutuhkan tenaga angin yang cukup besar untuk
menggerakkan turbin pembangkit listrik, sehingga energi ini hanya dapat
dimanfaatkan di daerah-daerah berangin kencang.

Ada juga pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) sebagai alternatif


yang murah dan ramah lingkungan. Akan tetapi, pemanfaatan energi panas bumi
di Indonesia belum maksimal, karena sulitnya memperoleh lokasi, dan teknologi
untuk mengelolanya masih relatif mahal.

Lalu bagaimana dengan teknologi nuklir? Mungkin secara teknologi,


Indonesia sudah bisa mampu. Hanya saja, mungkin sosialisasi untuk teknologi ini
perlu waktu yang cukup lama, karena mungkin masyarakat masih belum familiar
dengan teknologi ini, khususnya masyarakat daerah-daerah terpencil. Teknologi
nuklir ini tentunya membutuhkan tingkat pengamanan yang ekstra tinggi,
sehingga pengelolaannya membutuhkan ketelitian dan disiplin yang tinggi. Hal ini
relatif sulit dilakukan di Indonesia, mengingat tingkat kedisiplinan masyarakat
4
Kadek Fendy Sutrisna dan Ardha Pradikta Rahardjo,
“Pembangkit Listrik Masa Depan Indonesia”, http://konversi.wordpress.com
masih kurang. Dengan demikian, teknologi nuklir di Indonesia belum benar-benar
matang untuk digunakan.

Salah satu solusi dari masalah kebutuhan energi di atas yaitu energi matahari
atau tenaga surya. Matahari memancarkan energi yang sangat besar. Energi
matahari yang dipancarkan ke planet bumi 15.000 kali lebih besar daripada
penggunaan energi global dan 100 kali lebih besar dibandingkan dengan cadangan
batubara, gas, dan minyak bumi 5. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai
potensi energi matahari yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari
yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat
diklasifikasikan untuk kawasan barat dan timur Indonesia. Distribusi penyinaran
di kawasan barat Indonesia sekitar 4,5 kWh/m2 setiap harinya, dengan variasi
bulanan sekitar 10%. Sedangkan untuk kawasan timur Indonesia, distribusi
penyinaran matahari sekitar 5,1 kWh/m2 setiap harinya, dengan variasi bulanan
sekitar 9%6. Dengan potensi energi yang sedemikian besarnya, energi matahari
sangat efisien untuk dimanfaatkan sebagai tenaga pembangkit listrik di Indonesia.
Apalagi jika mengingat kondisi geografis Indonesia, yang terdiri atas pulau-pulau
yang tersebar dan daerah-daerah yang terpencil, sehingga menyebabkan sulitnya
jangkauan jaringan listrik yang bersifat terpusat. Energi matahari dapat
menjangkau seluruh daerah di Indonesia, sehingga dengan pembangkit listrik
tenaga surya, daerah-daerah terpencil pun dapat mendapatkan suplai listrik.

II.2 Prinsip Kerja PLTS

Ada beberapa cara untuk mengkonversi energi panas matahari menjadi energi
listrik. Di antaranya menggunakan konsep pemanasan atau penguapan air. Sinar
matahari diperkuat oleh suatu kolektor pada titik fokus tertentu untuk
menghasilkan energi panas yang sangat tinggi. Pipa yang berisi air dilewatkan
tepat pada titik fokus sehingga panas tersebut diserap oleh air di dalam pipa.
Energi panas yang sangat besar ini dibutuhkan untuk mengubah fase cair air di
dalam pipa menjadi uap yang bertekanan tinggi. Uap bertekanan tinggi yang di
hasilkan ini kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang kemudian

5
Gagat, “Matahari, Sumber Energi Tanpa Batas”, http://thesunpower-akira.blogspot.com/
6
“Energi Surya”, http://www.energiterbarukan.net/
akan memutar turbo generator untuk menghasilkan listrik. Prinsip kerja seperti ini
cenderung membentuk jaringan listrik yang terpusat.

Gambar 1. Prinsip Kerja PLTS dengan Konsep Pemanasan7


Selain cara pemanasan tersebut, ada pula teknologi photovoltaic, yang
umumnya dikenal dengan sebutan sel surya. Berbeda dengan cara sebelumnya
yang cenderung bersifat terpusat, sel surya ini dapat digunakan secara individual,
dan dapat dipasang langsung di rumah-rumah. Sel surya inilah yang umumnya
digunakan dalam PLTS.

Sel surya dapat mengubah energi panas matahari menjadi energi listrik secara
langsung. Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah modul sel surya,
yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic, yang dihubungkan
secara seri dan paralel. Modul sel surya itu menghasilkan energi listrik yang
proporsional dengan luas permukaan panel yang terkena sinar matahari. Sistem
yang digunakan terdiri dari panel sel surya, rangkaian kontroler pengisian (charge
controller), dan aki (batere) 12 volt yang maintenance free.

Gambar 2. Model Sel Surya pada Pembangkit Listrik8

7
“Solar Cooking”, www.energiinfo.org
8
Kadek Fendy Sutrisna dan Ardha Pradikta Rahardjo, loc. cit.
Modul sel surya photovoltaic mengubah energi surya menjadi arus listrik DC.
Arus listrik DC yang dihasilkan ini akan dialirkan melalui suatu inverter
(pengatur tenaga) yang merubahnya menjadi arus listrik AC, dan juga dengan
otomatis akan mengatur seluruh sistem. Listrik AC akan didistribusikan melalui
suatu panel yang akan mengalirkan listrik sesuai yang dibutuhkan peralatan
listrik. Listrik ini juga dapat disimpan dalam baterai, sehingga tetap dapat
mengalirkan listrik saat tidak ada sinar matahari.

Cara kerja sel surya ini identik dengan piranti semi-konduktor dioda. Ketika
cahaya bersentuhan dengan sel surya dan diserap oleh bahan semi-konduktor,
terjadi pelepasan elektron. Apabila elektron tersebut bisa menempuh perjalanan
menuju bahan semi-konduktor pada lapisan yang berbeda, terjadi perubahan
jumlah gaya-gaya pada bahan. Gaya tolakan antar bahan semi-konduktor
menyebabkan aliran medan listrik dan menyebabkan elektron dapat disalurkan ke
saluran awal dan akhir untuk digunakan pada peralatan listrik.

Gambar 3. Proses Konversi Panas Matahari ke Energi Listrik Pada Sel Surya 9

II.3 Keunggulan Energi Matahari untuk Alternatif Pembangkit Listrik

Dalam memilih energi alternatif, tentunya perlu dipertimbangkan


kelebihan dan kekurangannya, sehingga dapat diketahui apakah energi tersebut
dapat menjadi solusi yang tepat, efektif, dan efisien. Berikut ini adalah kelebihan-
kelebihan energi matahari yang membuatnya menjadi solusi energi alternatif yang
efektif dan efisien untuk pembangkit listrik di Indonesia. Yang pertama, energi
matahari adalah energi alam yang paling dasar, yang menunjang segala bentuk

9
Ibid.
kehidupan. Energi matahari mudah diperoleh secara cuma-cuma. Pemanfaatan
energi matahari dalam teknologi sel surya pun ramah lingkungan dan tidak
menimbulkan polusi. Perangkatnya pun tidak memerlukan lahan yang terlalu luas.

Energi yang dihasilkan matahari pun sangat besar. Supply energi surya
dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi mencapai 3 x 1024 joule
per tahun. Energi ini setara dengan 2 x 1017 Watt, sebanding dengan 10.000 kali
konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Pada tengah hari yang cerah, radiasi
sinar matahari mampu mencapai 1.000 Watt/m2. Jika sebuah device semi-
konduktor seluas 1 m2 memiliki efisiensi 10 % maka modul solar sel ini mampu
memberikan tenaga listrik sebesar 100 Watt. Saat ini efisiensi modul solar sel
komersial berkisar antara 5 – 15 % tergantung material penyusunnya.Dengan kata
lain, dengan menutup 0,1% saja dari permukaan bumi dengan device sel surya
yang memiliki efisiensi 10 %, sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di
seluruh dunia saat ini.10

Akan tetapi, banyak yang beranggapan bahwa untuk memproduksi panel surya
cukup sulit dan membutuhkan biaya yang sangat tinggi, karena bahan-bahannya
perlu mengimpor dari luar negeri. Ternyata hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan
lagi. Kini, telah dapat dibuat sel surya dari bahan alami. Di antaranya yaitu sel
surya yang menggunakan sari buah sebagai salah satu komponennya. Teknologi
ini ditemukan oleh Prof. Dr. Syafsir Akhlus M.Sc, seorang staf pengajar
Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh November 11 . Selain itu, telah
dikembangkan pula sel surya organik, yang dibuat dari material organik yang
ringan, fleksibel, berkinerja tinggi, dan lebih murah dari silikon. Namun, ternyata
pembuatan sel surya tidak terbatas manufaktur pada skala laboratorium yang
berteknologi saja. Bahkan, seorang guru SMK dari Magelang yang bernama Budi
Haryono, berhasil membuat sel surya sendiri12. Segala kebutuhan listrik di SMK
tempatnya mengajar, dapat dipenuhi oleh sel surya hasil buatannya itu. Hal-hal
tersebut menunjukkan bahwa teknologi pemanfaatan sel surya tak lagi mahal,

10
Ibid.
11
“Sel Surya „Rasa‟ Temulawak”, [Kompas, April 2007]
12
“Guru SMK Magelang Kembangkan Energi Listrik dari Sinar Matahari”, [Media Indonesia, Maret 2008]
sehingga energi matahari menjadi solusi energi alternatif untuk pembangkit listrik
yang nyaris tidak ada kekurangannya.
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
1. Energi matahari merupakan solusi energi alternatif yang paling tepat,
efektif, dan efisien untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik dalam
usaha memenuhi kebutuhan energi di Indonesia.
2. Dalam pemanfaatannya untuk pembangkit listrik, energi matahari
memiliki banyak keunggulan dibandingkan energi alternatif lainnya, dan
nyaris tidak memiliki kekurangan.
3. Teknologi pemanfaatan energi matahari yang paling umum dipakai untuk
pembangkit listrik adalah sel surya photovoltaic.
4. Keunggulan energi matahari untuk pembangkit listrik di Indonesia:
a. Energi matahari mudah diperoleh dan gratis.
b. Merupakan sumber energi utama di bumi.
c. Energi yang dipancarkan matahari sangat besar.
d. Indonesia adalah negara tropis yang intensitas penyinaran
mataharinya tinggi.
e. Ramah lingkungan, aman, dan tidak menimbulkan polusi.
f. Teknologinya kini mudah dan murah.

III.2 Saran
1. Pemerintah hendaknya lebih menaruh perhatian kepada pengembangan
lebih lanjut untuk pemanfaatan energi matahari sebagai pembangkit listrik
ini, agar teknologinya (sel surya) dapat diproduksi lebih luas dan lebih
murah.
2. Sosialisasi mengenai teknologi pemanfaatan energi matahari kepada
masyarakat perlu ditingkatkan, khususnya masyarakat daerah terpencil,
karena teknologi ini paling cocok digunakan di sana.

You might also like