You are on page 1of 24

Parallel Session IIID : Trade III (Growth & FDI)

13 Desember 2007, Jam 09.00-11.30


Wisma Makara, Kampus UI – Depok

KAJIAN HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI, PERDAGANGAN INTERNASIONAL


DAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT

Josef Krisharianto
Departemen Perdagangan
Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi - FEUI

Djoni Hartono
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Paper ini bertujuan untuk melihat pola hubungan antara pertumbuhan ekonomi,
perdagangan internasional dan foreign direct investment (FDI) di Indonesia. Pola hubungan antara
ketiganya menjadi penting, mengingat bahwa Indonesia setelah keterpurukan ekonominya berusaha
bangkit untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimal. Dengan diketahuinya pola
hubungan tersebut maka akan didapatkan masukan bagi penentuan strategi kebijakan yang akan di
ambil untuk pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
Di dalam konteks perekonomian yang terbuka, perdagangan internasional, dalam hal ini
adalah ekspor dan impor, dan aliran dana antar negara menjadi sesuatu yang tidak dapat dinafikan
perannya dalam pemberian kontribusi bagi pertumbuhan. Bagi Indonesia, strategi export
promotion telah dipilih dan dimulai pada awal tahun 1980-an, sedangkan untuk investasi, yang
dalam tesis ini lebih ditekankan pada foreign direct investment, pada beberapa tahun terakhir ini
menjadi prioritas penting. Hal ini dapat dilihat dengan adanya berbagai kebijakan mengenai
investasi dan telah disahkannya undang-undang tentang penanaman modal.
Teknik analisa yang digunakan dalam tesis ini adalah dengan menggunakan ekonometrika.
Secara lebih terinci, teknik yang digunakan adalah dengan Vector autoregression (VAR) dan atau
Vector Error Correction Model (VECM) dan Granger Causality. Dengan teknik atau metode ini, akan
dapat dilihat bagaimana pola hubungan antara variabel pertumbuhan ekonomi, perdagangan
internasional dan FDI. Bentuk pola hubungan ini akan bersifat kausalitas dengan pola satu arah, dua
arah atau tidak ada kausalitas. Pola hubungan yang dimaksud adalah, pertama apakah hubungan
antara pertumbuhan ekonomi dan ekspor bersifat export led growth (ELG) atau growth driven
export (GDE); kedua, apakah pertumbuhan ekonomi menyebabkan impor atau sebaliknya; ketiga,
bagaimana pola hubungan antara FDI dengan perdagangan internasional; keempat, apakah FDI
menyebabkan pertumbuhan. Selain itu juga akan dilihat bagaimana respon dan kemampuan suatu
variabel memberikan penjelasan terhadap variabel lainnya.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara ekspor
dan pertumbuhan ekonomi adalah bi-directional causation yaitu growth driven export dan export led
growth; antara FDI dan perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi adalah bahwa
pertumbuhan ekonomi, perdagangan internasional menyebabkan atau mempengaruhi FDI, hal ini
menunjukkan bahwa dari sisi ekonomi peningkatan FDI ke Indonesia sangat dimungkinkan; untuk
impor dan pertumbuhan ekonomi hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi menyebabkan impor.

1
Klasifikasi JEL : F17, F29, F43
Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Perdagangan Internasional, FDI, Granger Causality,
VAR / VECM
I . PENDAHULUAN
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah
mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi
atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan
lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara
karena dapat menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa
tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Bagi sebuah bangsa atau negara, pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi seperti yang
direncanakan atau diperkirakan, keberhasilan mengurangi angka pengangguran dan menciptakan
stabilisasi inflasi merupakan suatu ukuran keberhasilan kebijakan dalam perekonomian negara
tersebut. Oleh karena hal tersebut, maka negara-negara berusaha untuk mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang optimal dengan cara melakukan berbagai kebijakan dalam
perekonomian. Dalam rangka pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan tentunya
akan ada sektor-sektor yang akan menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi.
Ada beberapa hal atau komponen pembentuk Gross Domestic Product (GDP) yang dapat
menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi atau peningkatan GDP. Oleh karena itu
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah suatu negara tentunya diupayakan untuk
menciptakan situasi dan kondisi yang mampu membuat beberapa hal atau komponen, yang diyakini
dapat menjadi motor penggerak bagi peningkatan GDP, mencapai kondisi optimal sehingga
pertumbuhan ekonomi yang diinginkan dapat dicapai.
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah
perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi
pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional
adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat
menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-
an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan
tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal
antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan
adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang
berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi.
Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis
barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di
negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di
negara eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika barang
tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya
transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan memindahkan
lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004). Perpindahan lokasi produksi ini akan
berkaitan dengan foreign direct investment yang terjadi di negara importir.

2
Untuk Indonesia, terdapat beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pertumbuhan
ekonomi, perdagangan internasional dan foreign direct investment (FDI). Jika mempelajari
mengenai ketiga hal tersebut maka permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan GDP,
perdagangan internasional dan FDI juga harus dipelajari. Dengan demikian diharapkan ada solusi
yang konkrit untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Permasalahan yang berkaitan dengan GDP Indonesia dapat diawali dengan mencermati
pembentukan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia dari tahun ke tahun. Dari pencermatan
yang dilakukan dapat dilihat bagaimana peran ekspor yang dijadikan sebagai motor penggerak bagi
pertumbuhan mengalami peningkatan dalam kontribusinya pada pertumbuhan. Pada tahun 2005,
peran kontribusi ekspor pada pembentukan GDP mencapai persentase sebesar 42,24 %. Tetapi
nilai ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan porsi konsumsi rumah tangga pada
pembentukan GDP. Konsumsi rumah tangga yang menempati urutan pertama dalam pembentukan
GDP pada tahun 2005, mempunyai persentase sebesar 59,66%. Dengan demikian, ekspor
menempati urutan kedua pada pembentukan GDP Indonesia, khususnya untuk tahun 2005.
ADB (2005) menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2002 sampai
dengan 2004 sebesar 3-4%. Di mana pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh kenaikan
permintaan dan tidak menciptakan lapangan kerja yang baru. Tingkat pertumbuhan yang rendah ini
juga tidak dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan. Jika
Indonesia mencanangkan tingkat pertumbuhan sebesar 7%, maka Indonesia akan menghadapi
tantangan yang berat. Salah satu kunci untuk mencapai tingkat pertumbuhan tersebut dengan
memperbaiki iklim investasi.
Bank Indonesia juga menyatakan bahwa daya saing dunia usaha Indonesia relatif lebih
rendah dibandingkan dengan beberapa negara di Asia (BI, 2006). Dampak dari daya saing yang
rendah ini berupa tidak kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Dengan demikian minat penanaman
modal di Indonesia menjadi berkurang. Penanaman modal, oleh Indonesia diharapkan dapat
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, karena dapat menciptakan lapangan kerja baru.
Bank Indonesia (2006) mencatat beberapa permasalahan yang berkaitan dengan iklim
investasi di Indonesia. Meskipun beberapa permasalahan bersifat non-ekonomi, tetapi dapat
berdampak pada tingkat efisiensi usaha. Permasalahan tersebut antara lain pertama, efisiensi
birokrasi. Survey yang dilakukan Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa efisiensi birokrasi
dalam mendukung peningkatan investasi di Indonesia masih relatif rendah. Hal ini terkait dengan
pungutan tak resmi, kegiatan memulai usaha, dan perijinan yang banyak mengakibatkan terjadinya
biaya tinggi. Kedua, regulasi ketenagakerjaan dan kepailitan. Dari sisi regulasi ketenagakerjaan,
kendala banyak berkaitan dengan tingginya risiko pemutusan hubungan kerja. Risiko pemutusan
hubungan kerja ini juga mencakup risiko konflik yang terjadi antara pengusaha dan buruh yang
dapat meningkatkan biaya penanaman modal. Ketiga, permasalahan perpajakan. Permasalahan
perpajakan yang ada di Indonesia berpotensi meningkatkan biaya produksi. permasalahan ini lebih
terkait dengan aktifitas perdagangan internasional, yaitu berupa permasalahan tarif dan non tarif
dan hal ini secara dominan akan mempengaruhi ekspansi produksi. Keempat, adalah kesiapan
infrastruktur. Bank Indonesia menyatakan bahwa kesiapan infrastruktur belum cukup mengimbangi
ekspansi perekonomian yang sedang terjadi.
Dari sisi ekspor, dapat dilihat bahwa ekspor Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
mengesankan. Peningkatan ekspor ini ternyata merupakan peningkatan dari sisi nilai. Nilai ekspor
Indonesia mengalami peningkatan tetapi tidak dengan volumenya (BI, 2005). Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa kapasitas produksi dari barang dan jasa untuk ekspor tidak mengalami
peningkatan yang cukup berarti. Hal yang seharusnya mendapatkan perhatian adalah peningkatan

3
ekspor, baik barang atau jasa, dari sisi peningkatan volumenya. Dengan peningkatan volume ekspor
diharapkan dapat memberikan dampak yang lebih baik bagi kondisi perekonomian Indonesia.
Permasalahan lain yang muncul pada ekspor Indonesia adalah penurunan term of trade
(TOT). Bank Indonesia menyatakan bahwa TOT barang ekspor Indonesia mengalami penurunan (BI,
2006). Penurunan TOT ini terjadi pada barang-barang ekspor non migas Indonesia. Sementara itu,
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD, 2002) menyatakan bahwa TOT
Indonesia mengalami penurunan sebesar 46% pada tahun 2000 jika dibandingkan dengan TOT
Indonesia pada tahun 1980. Jika TOT Indonesia pada tahun 2000 dibandingkan dengan TOT
Indonesia pada tahun 1997, maka terjadi penurunan sebesar 5%.

Sumber: BI

Gambar 1 Term Of Trade

TOT merupakan salah satu indikator dari daya saing barang ekspor (BI, 2006). Dengan
terjadinya penurunan TOT terutama untuk barang ekspor non migas, menunjukkan bahwa daya
saing barang-barang ekspor Indonesia mengalami penurunan. Penurunan daya saing ini pada
akhirnya akan berdampak pada ekspor Indonesia.
Sementara itu, permasalahan yang muncul dari sisi impor Indonesia ada pada struktur
impor Indonesia. Struktur impor Indonesia menunjukkan bahwa impor Indonesia didominasi oleh
impor bahan baku dan penolong. Struktur impor seperti ini menunjukkan bahwa industri pendukung
di Indonesia belum berkembang (Tambunan, 2006). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
industri di Indonesia masih sangat tergantung pada industri luar negeri, utamanya untuk penyediaan
bahan baku dan penolong bagi industri di Indonesia.
Melihat dan mencermati berbagai permasalahan yang ada menunjukkan bahwa ada
persoalan-persoalan yang harus diselesaikan untuk dapat memperbaiki kondisi perekonomian
Indonesia. Oleh karena pemahaman yang baik mengenai hubungan antar faktor-faktor yang diduga
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi sendiri menjadi sangat
penting.
Dalam upayanya memperbaiki kinerja perekonomian, Indonesia sebagai sebuah negara
yang berdaulat, baik dalam konteks politik maupun ekonomi memerlukan jawaban mengenai pola
hubungan antara pertumbuhan ekonomi, perdagangan internasional dan foreign direct investment.
Jawaban dari pertanyaan ini menjadi penting mengingat bahwa setelah didera krisis yang cukup
parah pada tahun 1997-1998, Indonesia berusaha bangkit untuk memulihkan kondisi perekonomian
Indonesia. Pilihan kebijakan yang tepat akan memberikan akselerasi bagi pertumbuhan ekonomi
Indonesia.

4
Paper ini diupayakan untuk mencari jawab atas pertanyaan di atas. Dengan melakukan
penelitian atau mencermati perilaku-perilaku dari pertumbuhan ekonomi dan faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada pertumbuhan ekonomi, diharapkan dapat dilihat bagaimana pola
hubungan tersebut. Dengan dapat didefinisikannya pola hubungan itu, maka diharapkan akan ada
kebijakan yang tepat yang dapat memberikan kondisi cukup bagi pencapaian tingkat pertumbuhan
yang diinginkan.

II. STUDI LITERATUR

Pola hubungan antara pertumbuhan ekonomi, perdagangan internasional dan foreign direct
investment ternyata merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Berbagai penelitian mengenai hal ini
telah dilakukan di berbagai negara dan oleh banyak peneliti. Bagian ini akan memberikan
gambaran hasil mengenai penelitian yang sudah dilakukan mengenai pola hubungan tersebut.
Penelitian tersebut dilakukan oleh (i) Borenztein, Gregorio, Lee (1995), (ii) Henriques dan Sadorsky
(1996), (iii) Khrisna, Ataman dan Swanson (1998), (iv) Konya (2000), (v) Carlin dan Mayer (2002),
(vi) Effendi dan Sumantri (2003) dan (vii) Abou-Stait (2005). Secara ringkas, metode, variabel dan
hasil dari penelitian tersebut sebagai berikut :
Pertama, Borenzstein, Gregorio, Lee pada tahun 1995 mengadakan penelitian dengan
menggunakan model panel data tentang bagaimana FDI dapat mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Dengan menggunakan variabel seperti FDI yang diukur sebagai proporsi dari GDP, GDP,
pengeluaran pemerintah, human capital stock, mereka mendapatkan hasil bahwa FDI mempunyai
dampak yang positif pada pertumbuhan ekonomi meskipun dampak tersebut tergantung pada
human capital stock yang terdapat pada negara tujuan investasi.
Kedua, Henriques dan Sadorsky mengadakan penelitian pada tahun 1996 dengan
menggunakan Vector Autoregression (VAR) sebagai alat analisa untuk melakukan penelitian untuk
melihat hubungan antara ekspor riil Canada, GDP riil Canada dan term of trade riil Canada. Dan
sebagai hasilnya ekspor riil, GDP riil dan term of trade riil terkointegrasi dalam jangka panjang.
Kedua, untuk kasus Canada, GDP causes export.
Ketiga, Khrisna, Ataman dan Swanson melakukan penelitian pada tahun 1998,
mengadakan penelitian mengenai kausalitas antara income, ekspor, impor dan investasi di 25
negara berkembang. Dengan menggunakan panel-VAR, penelitian tersebut menghasilkan bahwa
sekitar 70% dari negara yang diteliti mempunyai hubungan kausalitas yang bersifat uni-directional
causality.
Keempat, Konya, Laszlo melakukan penelitian pada tahun 2000 pada negara-negara
anggota OECD untuk melihat hubungan antara ekspor riil dan GDP riil. Dengan menggunakan
Granger causalities sebagai alat analisa didapatkan berbagai bentuk kausalitas. Pertama adalah
apa yang disebut no causalities antara ekspor riil dan GDP riil yang terdapat pada negara-negara
seperti Belanda, Perancis dan Yunani. Kedua, terdapat juga hasil bahwa export causes growth,
yang terdapat pada negara-negara seperti Belgia, Australia, Denmark, Irlandia, Spanyol dan Swiss.
Ketiga, growth causes export yang terdapat pada negara-negara seperti Canada, Jepang, Finlandia
dan Korea. Bentuk kausalitas yang terakhir adalah two way causalities untuk negara-negara seperti
Swedia dan Luxemburg.
Kelima, Carlin dan Mayer, tahun 2002, mengadakan penelitian mengenai hubungan antara
struktur kelembagaan di beberapa negara anggota OECD dengan pertumbuhan dan investasi dari
27 jenis industri di berbagai negara tersebut selama tahun 1970 sampai dengan 1995. hasil yang
didapatkan dari penelitian tersebut adalah bahwa struktur sistem keuangan, karakteristik industri
serta investasi mempunyai hubungan yang kuat dan saling mempengaruhi.

5
Keenam, Effendi dan Sumantri pada tahun 2003 mengadakan penelitian dengan
menggunakan panel data mengadakan penelitian mengenai hubungan antara foreign direct
investment dan pertumbuhan ekonomi regional. Data yang digunakan adalah data dari propinsi-
propinsi yang ada di Indonesia dan sebagai hasilnya didapatkan bahwa secara umum, FDI
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan dalam jangka pendek tetapi tidak dalam jangka
panjang..
Ketujuh, Abou-Stait, Fouad, pada tahun 2005 mengadakan penelitian mengenai paradigma
export led growth (ELG) untuk Mesir. Variabel yang digunakan Abou-Stait dalam penelitiannya
adalah real gross domestic product, real GDP without export, net export, real export, real import, real
gross capital formation. Metodologi yang digunakan adalah dengan menggunakan Granger causality
dan vector auto regression (VAR). Dari penelitiannya Abou-Stait menyimpulkan bahwa ekspor Mesir
Granger cause pertumbuhan GDP Mesir dan tidak terdapat kausalitas Granger antara ekspor dan
capital formation. Hasil yang diperoleh dari impulse res[onse functions (IRF) menunjukkan bahwa
GDP memberikan respon positif pada perubahan ekspor.
Tabel berikut akan memberikan ringkasan mengenai studi terdahulu yang berkaitan
dengan topik bahasan dalam tesis.

6
Tabel 1 Ringkasan Studi Terdahulu
NO PENELITI TAHUN VARIABEL TUJUAN PENELITIAN METODE HASIL
1 Borenzstein, 1995 FDI, GDP, Human Mengetahui efek dari FDI Panel data FDI merupakan kendaraan penting untuk
Gregorio, Lee Capital Stock, pada pertumbuhan transfer teknologi; kontribusi FDI pada
Pengeluaran ekonomi pada 69 negara pertumbuhan ekonomi lebih besar dari pada
Pemerintah berkembang investasi domestik; efek positif dari FDI
tergantung pada Human Capital Stocks
2 Henriques, 1996 Ekspor riil, term of Membuktikan Export Led VAR Growth driven export
Sadorsky trade, GDP Canada Growth di Canada
3 Khrisna, 1998 Ekspor, impor, Meneliti kausalitas di 25 Panel, VAR, 16 dari 25 negara bersifat unidirectional; 9
Ataman, investasi, income negara berkembang Granger negara bersifat bidirectional a.l Bolivia, Chile,
Swanson Causalities Ghana dll
4 Carlin dan 2002 Struktur mempelajari hubungan Panel struktur sistem keuangan, karakteristik industri
Mayer kelembagaan, antara struktur dan investasi mempunyai hubungan yang kuat
pertumbuhan, kelembagaan, dan saling mempengaruhi
investasi pertumbuhan dan
investasi
5 Konya 2000 ekspor, GDP melihat kausalitas antara Granger NC pada negara Belanda, Perancis, Yunani;
GDP dan ekspor di causalities ELG pada negara Belgia, Australia, Denmark,
negara anggota OECD dll; GDE pada negara Canada, Jepang,
Finlandia; bidirectional pada negara Swedia
dan Luxemburg
6 Effendi, 2003 GDP regional, FDI, melihat hubungan antara Panel data Secara umum, FDI mempunyai pengaruh
Sumantri Human Capital pertumbuhan regional dan positif dan signifikan dalam jangka pendek
FDI tetapi tidak menunjukkan hasil yang sama
dalam jangka panjang

7
7 Abou-Stait 2005 Membuktikan Export Led Granger ekspor Mesir Granger cause pertumbuhan
real gross domestic Growth di Mesir causalities, VAR GDP Mesir dan tidak terdapat kausalitas
product, real GDP Granger antara ekspor dan capital formation.
without export, net Hasil yang diperoleh dari impulse response
export, real export, functions (IRF) menunjukkan bahwa GDP
real import, real gross memberikan respon positif pada perubahan
capital formation ekspor.

8
Dalam paper ini yang akan dipelajari adalah pola hubungan antara GDP Indonesia, ekspor,
impor dan FDI. Pada beberapa penelitian sebelumnya, variabel yang menggambarkan investasi,
selain investasi itu sendiri juga gross capital formation dan lain sebagainya. Hal yang berbeda
dalam kaitannya dengan investasi, dalam paper ini lebih memfokuskan pada variabel FDI yang
masuk ke Indonesia. Dasar pemikirannya, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
FDI dapat terjadi sebagai dampak dari adanya perdagangan internasional.

III. METODOLOGI

Model yang digunakan untuk menganalisa pola hubungan antara variabel-variabel dalam
paper ini mengacu pada model yang digunakan oleh Khrisna, Ataman dan Swanson dalam
meneliti pola hubungan kausalitas dari income, export, import dan investasi pada 25 negara
berkembang (Khrisna.et.al, 1998). Untuk penulisan paper ini, maka variabel yang digunakan
adalah GDP Indonesia, ekspor Indonesia, impor Indonesia, foreign direct investment (FDI) ke
Indonesia, dan sebagai proksi dari kondisi perekonomian global digunakan variabel GDP Amerika
Serikat. Sehingga model yang akan dipergunakan mempunyai bentuk sebagai berikut: :
Xt = β 0 + βnXt − n + et ( 1)
Di mana Xt adalah elemen vektor dari ( GDP Indonesia, Ekspor Indonesia, Impor
Indonesia, FDI Indonesia, GDP Amerika Serikat), adalah vektor konstanta n x 1. n adalah
koefisien dari Xt dan n adalah panjang lag. Sedangkan et adalah vektor dari shock masing-masing
variabel.
Penelitian yang dilakukan akan menggunakan dua metode, yaitu Granger Causality dan
Vector Autoregressions (VAR) atau Vector Error Correction Model (VECM). Metode yang pertama
dipergunakan untuk melihat kausalitas hubungan antar variabel yang diteliti, dan metode yang
kedua dipergunakan untuk melihat respon dan kemampuan memberikan penjelasan dari suatu
variabel pada variabel lainnya.
Penggunaan metode VAR ini didasari bahwa sebuah variabel bukan saja dapat berlaku
sebagai variabel endogen tetapi juga dapat berlaku sebagai variabel eksogen. Hal ini dapat terjadi
karena dengan menggunakan pendekatan struktural atas pemodelan persamaan simultan
biasanya menerapkan teori ekonomi di dalam usahanya untuk mendeskripsikan hubungan antar
variabel yang ingin diuji, akan tetapi sering ditemukan bahwa teori ekonomi saja ternyata tidak
cukup kaya di dalam menyediakan spesifikasi yang ketat dan tepat atas hubungan dinamis antar
variabel. Terkadang proses estimasi dan inferensi bahkan menjadi lebih rumit karena keberadaan
variabel endogen di kedua sisi persamaan (endogenitas variabel di sisi dependen dan
independen). Metode VAR yang pertama kali dikemukakan oleh Sims (1980) yang kemudian
muncul sebagai jalan keluar atas permasalahan ini melalui pendekatan non-struktural.
Dengan menggunakan model estimasi yang lain, dapat dilihat bahwa suatu variabel
dianggap hanya sebagai variabel independen atau sebagai variabel eksogen dan atau hanya
sebagai variabel endogen saja. Namun pada kenyataannya suatu variabel tersebut dapat bertindak
sebagai endogen atau eksogen dari suatu variabel yang lainnya.
Untuk metode kedua, prosedur estimasi yang akan dilakukan selain untuk mendapatkan
hasil akhir berupa Impulse Respons Fuction (IRF) dan Variance Decomposition, akan dilakukan
juga untuk mengetahui apakah estimasi yang dilakukan akan menggunkan VAR in level atau
dengan menggunakan VECM. Untuk dapat mengetahui apakah estimasi yang dilakukan akan
menggunkan metode VAR atau VECM, akan dilakukan terlebih dahulu uji stasioneritas data dan
selanjutnya uji kointegrasi dengan metode Johansen.
Dari hasil uji stasioneritas dan kointegrasi dapat menjadi alat untuk menentukan apakah
estimasi akan dilakukan dengan VAR in level atau dengan menggunakan vector error corretion
model (VECM). Jika dari hasil uji stasioneritas data dan kointegrasi menunjukkan bahwa data tidak

9
stasioner tetapi terkointegrasi, maka metode yang digunakan adalah VECM.
VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan
karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM kemudian
memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Karena itulah
VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series nonstasioner yang memiliki hubungan
kointegrasi.
Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar
konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi
jangka pendek. Istilah kointegrasi dikenal juga sebagai istilah error, karena deviasi terhadap
ekuilibium jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka
pendek.
Granger mendefinisikan jika beberapa variabel yang secara individual dipengaruhi oleh
permanent shocks sehingga terintegrasi tetapi mempunyai linear kombinasi sehingga terjadi mean
reversion, dimana mean reversion ini dipengaruhi oleh transitory shocks, maka terjadi kointegrasi
antara variabel-variabel tersebut. Granger kemudian menunjukkannya dalam Granger
Representaition Theorm yang menyatakan bahwa variabel-variabel yang secara individual di
pengaruhi oleh permanent shocks akan terkointegrasi jika dan hanya jika ada vector error
correction dari series data-data tersebut (Hoffman et.al, 1997).
Hoffman & Rasche (1997) menyatakan ada beberapa asumsi yang diperlukan sehubungan
dengan permanent shocks dan transitory shocks. Asumsi pertama adalah dari dua tipe yang
berbeda dari kedua jenis shocks ini, diasumsikan bahwa keduanya tidak memiliki ketergantungan
satu sama lain. Asumsi kedua adalah permanent dan transitory shocks tidak saling berkorelasi.
Yang ketiga, diasumsikan bahwa permanent shocks adalah random walk.
Persamaan VECM untuk Xt adalah
k
∆Xt = µ + αβ ' Xt − 1 + ∑ Γj∆Xt − j + εt (2)
j =1

di mana j adalah koefisien matrik n x n, adalah vektor konstanta n x 1 dimana di dalamnya


terdapat komponen deterministik dari sistem tersebut.  adalah matrik n x r dan r adalah jumlah
kombinasi linear dari Xt yang dipengaruhi hanya oleh transitory shocks. 'Xt-1 adalah error correction
term matrik, sedangkan  adalah koefisien error correction.

IV. DATA
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari World Bank dalam World
Development Indicator, Pusat Data Departemen Perdagangan dan Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM). Periode amatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1990:1-2006:4. Jadi
data yang digunakan dalam bentuk time series.

Tabel 2
Sumber Data dan Pengumpulan Data

10
DATA SATUAN SUMBER DATA PENGUMPULAN DATA
Gross Domestic Product Juta $US World Bank Tidak Langsung
(GDP) Indonesia (Yind)
Ekspor Indonesia (Xp) Juta kg Pusdata Departemen Tidak Langsung
Perdagangan
Impor Indonesia (Mp) Juta kg Pusdata Departemen Tidak Langsung
Perdagangan
Foreign Direct Investment Juta $US BKPM Tidak Langsung
(FDI)
Gross Domestic Product Juta $US World Bank Tidak Langsung
Amerika Serikat (Yus)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bagian ini akan memberikan gambaran atau jawaban atas pertanyaan penelitian
pada bagian sebelumnya sesuai dengan hasil pengolahan data. Pengolahan data dimaksud
dilakukan dengan software E-Views.

V.1 Uji Kausalitas Granger


Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa uji kausalitas Granger ini bertujuan
untuk melihat bagaimana pola hubungan antar variabel. Sesuai dengan pertanyaan penelitian
dalam tesis ini maka pola hubungan yang dianalisa dibatasi pada pola hubungan antara
pertumbuhan ekonomi yang dinotasikan dengan GDP, perdagangan internasional, yaitu ekspor
dan impor, serta foreign direct investment (FDI).
Tabel 3 berikut merangkum pola hubungan antar variabel dimaksud (hasil selengkapnya
terdapat pada lampiran ). Hasil uji kausalitas Granger untuk variabel GDP dan ekspor menunjukkan
bahwa hubungan antara keduanya bersifat dua arah yaitu bahwa GDP Granger cause ekspor atau
Growth driven export (GDE) dan ekspor Granger cause GDP atau export led growth (ELG).
Secara teori, fenomena ini dapat dijelaskan sebagai berikut: yang pertama, dari sisi
produksi, ketika pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami peningkatan, maka kemampuan
negara tersebut untuk memproduksi berbagai kombinasi jenis barang, yang direpresentasikan
dengan production possibilities frontier (PPF), meningkat.

Tabel. 3
Rangkuman Hasil Uji Kausalitas Granger
F-
Null Hypothesis: Probability Keterangan
Statistic

Export does not Granger Cause


GDP 5,66618 0,02049 H0 ditolak Hubungan 2 arah
GDP does not Granger Cause Export 7,38945 0,00856 H0 ditolak

Import does not Granger Cause GDP 1,76591 0,18892 H0 diterima Hubungan 1 arah
dari GDP ke
GDP does not Granger Cause Import 17,5414 9,40E-05 H0 ditolak Impor

FDI does not Granger Cause GDP 0,00031 0,98594 H0 diterima Hubungan 1 arah

11
GDP does not Granger Cause FDI 12,0519 0,00093 H0 ditolak dari GDP ke FDI

FDI does not Granger Cause Export 0,03999 0,84218 H0 diterima Hubungan 1 arah
dari ekspor ke
Export does not Granger Cause FDI 18,3009 6,90E-05 H0 ditolak FDI

FDI does not Granger Cause Import 2,71065 0,10491 H0 diterima Hubungan 1 arah
Import does not Granger Cause FDI 11,2112 0,00141 H0 ditolak dari Impor ke FDI
Sumber : Lampiran
Peningkatan PPF ini menimbulkan berbagai kemungkinan kombinasi produksi yang baru.
Jika kombinasi produksi, diasumsikan hanya ada dua jenis barang yaitu barang ekspor dan barang
impor, maka pilihan kombinasi tersebut akan berpengaruh pada produksi kedua jenis barang
tersebut. Jika pilihan kombinasinya adalah peningkatan produksi barang ekspor relatif lebih besar
dibandingkan barang impor, maka ini disebut protrade production effect. Dari hasil pengujian
kausalitas Granger, dimungkinkan bahwa pilihan produksi di Indonesia berorientasi ekspor dan
digolongkan pada protrade production effect.
Kedua, dari sisi konsumsi, ketika pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat ditingkatkan,
maka negara tersebut mempunyai pilihan untuk melakukan kombinasi konsumsi bagi barang-
barang yang ada di negara tersebut. Dengan asumsi, bahwa hanya ada dua jenis barang, maka
ketika pilihan konsumsinya adalah konsumsi barang impor lebih besar, secara relatif, dibandingkan
dengan barang ekspor, maka efek ini disebut protrade consumption effect. Sehingga dapat
dijelaskan secara teori, fenomena growth driven export untuk Indonesia dari sisi konsumsi adalah
protrade consumption effect.
Fenomena export led growth dimungkinkan terjadi karena melihat kontribusi ekspor yang
meningkat dari tahun ke tahun pada pembentukan GDP. Hal kedua yang mungkin bisa
menjelaskan hal tersebut berkaitan dengan kebijakan export promotion. Tampaknya kebijakan ini
memberikan hasil yang menunjukkan bahwa ekspor dapat dijadikan sebagai motor penggerak bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Uji kausalitas Granger yang kedua adalah variabel GDP dan impor Indonesia. Hasilnya
adalah terjadi hubungan satu arah dari GDP ke impor atau GDP Granger cause impor. Fenomena
ini dapat dijelaskan sebagai berikut, ketika terjadi kenaikan output di negara lain, akan terjadi
kenaikan permintaan barang di luar negeri. Kenaikan permintaan ini akan direspon oleh produksi
dalam negeri. Mekanisme transmisinya jelas yaitu : peningkatan output luar negeri menyebabkan
meningkatnya ekspor barang domestik (Blanchard, 2003 ). Jika penjelasan tadi digunakan untuk
Indonesia, maka Indonesia dapat dianggap sebagai negara asing, dan negara lain sebagai
domestic country. Hal ini berarti, jika output Indonesia meningkat, maka permintaan barang luar
negeri atau impor juga akan meningkat.
Sementara itu hubungan antara FDI dengan variabel lain seperti GDP, ekspor dan impor
memberikan hasil yang sama, yaitu bahwa hubungan yang terjadi adalah hubungan satu arah dari
GDP, ekspor dan impor ke FDI. Untuk fenomena bahwa GDP Indonesia Granger cause FDI dapat
dijelaskan berdasarkan determinan FDI sebagaimana dinyatakan oleh Appleyard (Appleyard, et.al,
2006). Dua hal yang dikemukakan oleh Appleyard mengenai determinan FDI yang berkaitan
dengan GDP adalah pertumbuhan total GDP dan GDP per kapita. Appleyard menyatakan semakin
tinggi GDP per kapita mengindikasikan semakin besarnya kemampuan untuk membeli dan
mengkonsumsi barang. Melihat data pertumbuhan GDP perkapita Indonesia, tercatat bahwa pada
tahun 2003 GDP per kapita Indonesia sebesar Rp. 7.391.000,- dan tumbuh menjadi Rp.
7.985.000,- pada tahun 2005 (BI, 2006). Berkaitan dengan pertumbuhan GDP Indonesia, Bank
Indonesia mencatat pada tahun 2003 pertumbuhan GDP sebesar 4,7% dan pada tahun 2005
sebesar 5,6% (BI, 2006). Semakin meningkatnya pertumbuhan GDP mengindikasikan semakin

12
besarnya potensi pasar di masa depan, sehingga hal ini menarik minat investor asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
Hasil dari uji kausalitas Granger yang menyatakan bahwa ekspor Indonesia menyebabkan
FDI dapat dijelaskan bahwa investor asing menanamkan modalnya ke negara lain untuk menjaga
pasokan kebutuhan bahan baku bagi industrinya (Salvatore, 2004). Pada tahun 2006, lima besar
negara tujuan ekspor Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, Singapore, China dan Korea
Selatan ( Yayasan Lembaga Pendidikan Tata Manajemen Dagang Indonesia, 2007). Sedangkan
Laporan Perekonomian Bank Indonesia 2005 mencatat bahwa pada beberapa negara tujuan
ekspor yang utama didominasi oleh komoditi ekspor yang mempunyai nilai tambah rendah atau
merupakan bahan baku industri (BI, 2006). Untuk negara Jepang, komoditi ekspor Indonesia yang
dominan adalah bijih logam dan sisa-sisa logam; batu bara, kokas dan briket; barang-barang kayu
dan gabus. Komoditi eskpor Indonesia yang dominan di Amerika Serikat adalah pakaian; alat
telekomunikasi; karet mentah, sintetis dan pugaran; ikan, kerang-kerangan, moluska dan
olahannya. Sedangkan untuk negara tujuan ekspor China, komoditi ekspor Indonesia yang
dominan adalah minyak dan lemak nabati; mesin kantor dan pengolahan data; kertas, kertas karton
dan olahannya; kopi, teh, coklat, rempah-rempah. Data dari BPS, menunjukkan lima besar komoditi
ekspor Indonesia didominasi oleh komoditi yang bernilai tambah rendah, yaitu batubara tidak
diaglomerasi, minyak nabati lainnya cair atau kecil, bijih tembaga dan pekatannya, getah karet
alam, karet alam lainnya, kertas dan kertas karton (Yayasan Lembaga Pendidikan Tata
Manajemen Dagang Indonesia, 2007).
Untuk penjelasan mengenai hubungan antara impor Indonesia dan FDI yang bersifat satu
arah, yaitu impor menyebabkan FDI dapat dimulai dengan teori yang dikembangkan oleh Vernon.
Teori Vernon, yaitu product cycle theory pada tahap kedua. Tahap kedua dari teori tersebut adalah
maturing product stage. Ketika suatu produk diproduksi secara massal dan pasar dalam negeri
sudah dapat dipenuhi akan muncul foreign demand (Appleyard et.al, 2006). Perdagangan
internasional pun terjadi antara negara tersebut. Pada perkembangan berikutnya dengan semakin
meningkatnya permintaan maka produsen akan mempertimbangkan untuk memproduksi di negara
tujuan ekspornya. Jika biaya produksi di negara asal ditambah dengan biaya transportasi untuk
pengiriman produk lebih besar jika diproduksi di negara tujuan ekspor maka produsen komoditi
tersebut akan mendirikan pabrik di negara tujuan ekspornya. Maka ada aliran dana dari negara
pengekspor ke negara importir. Untuk Indonesia, terlihat bahwa nilai impor Indonesia mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan impor ditambah dengan peningkatan GDP Indonesia
yang juga mengalami peningkatan, maka kondisi Indonesia mengindikasikan potensi pasar yang
semakin besar. Appleyard juga menyatakan bahwa salah satu determinan bagi FDI untuk negara
tujuan investasi adalah semakin besarnya market size (Appleyard, 2006). Potensi pasar yang
semakin besar inilah yang dapat mengakibatkan impor Indonesia menyebabkan FDI.

V.2 HASIL ESTIMASI VAR/VECM


Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa metode kedua yang
dipergunakan dalam tesis ini adalah metode VAR. Bagian ini akan memberikan penjelasan dan
pembahasan mengenai hasil yang diperoleh dari estimasi yang telah dijalankan.

V.2.1 Uji Stasioneritas Data


Dalam tesis ini dilakukan uji dengan menggunakan metode Phillip-Peron untuk uji
stasioneritas data. Hasilnya dapat dilihat dari tabel 4. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa
variabel FDI stasioner pada level. Sedangkan variabel yang lain dapat dinyatakan bahwa variabel-
variabel tersebut mengandung unit root yang berarti bahwa data dari variabel-variabel tersebut
tidak stasioner.
Tabel. 4
Ringkasan Uji Stasioneritas dengan Phillip-Peron

13
Phillip – Peron test
Level First Difference
Variabel
PP adj.
Stat Probability Keterangan PP adj. stat Probabiltiy Keterangan
LYIND -1,592386 0,4809 Tidak stasioner -3,714336 0,0060 stasioner
LFDI -3,834784 0,0042 Stasioner - - -
LXP -2,386159 0,1497 Tidak stasioner -11,6142 0,0000 Stasioner
LMP -2,102924 0,2443 Tidak stasioner -19,91864 0,0001 Stasioner
LYUS 1,041126 0,9966 Tidak stasioner -4,056858 0,0021 stasioner
Test critical values: 1% level -3.531592
5% level -2.905519
10% level -2.590262

Dari tabel ringkasan uji stasioneritas dengan Phillip – Peron, juga didapatkan hasil dari
uji yang dilakukan pada first difference. Dari tabel 4 (hasil lengkap pada lampiran) tersebut, uji pada
first difference dapat dinyatakan bahwa variabel GDP Indonesia, GDP Amerika Serikat, ekspor
Indonesia dan impor Indonesia stasioner.

V.2.2 Uji Kointegrasi


Setelah mengetahui karakteristik masing-masing data yang akan digunakan dalam
penelitian, maka selanjutnya dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui hubungan jangka panjang
dari variabel-variabel tersebut. Untuk mengetahui adanya kointegrasi antar variabel digunakan uji
kointegrasi Johansen.
Uji kointegrasi dalam model VAR merupakan hal yang penting, karena hasil dari uji ini
akan menentukan apakah estimasi akan dilakukan dengan model VAR ataukah ada restriksi untuk
uji estimasinya. Jika hasil dari uji kointegrasi adalah variabel-variabel tersebut tidak terkointegrasi
maka yang digunakan untuk melakukan estimasi adalah model VAR in level. Jika hasilnya adalah
bahwa variabel-variabel tersebut terkointegrasi maka estimasi yang digunakan adalah restricted
VAR. Dengan demikian, hipotesa nol untuk variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bahwa variabel-variabel tersebut tidak terkointegrasi. Hipotesa alternatifnya adalah bahwa
variabel-variabel tersebut terkointegrasi.
Untuk menentukan apakah estimasinya menggunakan VAR in level ataukah dengan
menggunakan restricted VAR dapat dilihat dari tabel 5 berikut (hasil lengkap pada lampiran ) :

Tabel. 5
Ringkasan Hasil Uji Kointegrasi Johansen
Hipotesa Trace 5 Percent 1 Percent
Eigenvalue
H0 ; r H1 ; r Statistic Critical Value Critical Value

R=0 R>0 0,668224 166,6276 87,31 96,58


R<1 R>1 0,498012 97,11997 62,99 70,05
R<2 R>2 0,371235 53,70165 42,44 48,45
R<3 R>3 0,196756 24,4698 25,32 30,45
R<4 R>4 0,155755 10,66672 12,25 16,26

Dari tabel dapat dilihat bahwa untuk hipotesa pertama (H0; r = 0) menunjukkan bahwa nilai
trace statistic-nya lebih besar dari critical value-nya baik dalam level 5% ataupun 1% (166,63 >

14
87,31 dan 96,58), dengan demikian H0 ditolak. Untuk hipotesa kedua (H0; r < 1), uji kointegrasi
menyatakan bahwa H0 ditolak, karena trace statistic-nya lebih besar dari critical value baik untuk
level 5% maupun 1%. Pada uji hipotesa ketiga (H0; r < 1) memperlihatkan bahwa pada level 5%
dan 1% nilai trace statistic-nya lebih besar dari critical value-nya. Jadi pada hipotesa ketiga ini H0
ditolak pada level 5% level 1%. Hipotesa selanjutnya, H0; r < 2, memperlihatkan hasil bahwa nilai
trace statistic-nya lebih besar dari critical valuenya, baik untuk level 5% dan 1%, sehingga H0
ditolak. Untuk hipotesa selanjutnya (hipotesa ke empat dan seterusnya) tabel di atas
memperlihatkan bahwa nilai trace statistic-nya lebih kecil dari nilai critical value-nya baik pada level
5% maupun 1%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil uji kointegrasi dengan menggunakan
metode Johansen didapatkan hasil sebagai berikut: pada uji dengan level 5% terdapat 3
persamaan kointegrasi, sedangkan untuk uji dengan level 1% didapatkan hasil adanya 3
persamaan kointegrasi.
Melihat hasil dari uji kointegrasi di atas maka estimasi yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah estimasi dengan restricted VAR, dalam hal ini penulis akan menggunakan
model Vector Error Correction Model (VECM).

V.2.3 Hasil Estimasi dengan Metode VECM


Bagian ini akan memberikan penjelasan mengenai hasil dan pembahasan yang berkaitan
dengan estimasi menggunakan metode VECM. Sebagaimana telah diketahui dari hasil uji
stasioneritas data dan kointegrasi menunjukkan bahwa data tidak stasioner tetapi terkointegrasi.
Dengan demikian metode yang digunakan adalah VECM.
Tabel berikut akan memberikan gambaran secara ringkas prosedur yang telah dilakukan
untuk estimasi dengan menggunakan metode VECM. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran.

Tabel 6. Ringkasan Uji Metode VECM

15
HASIL ESTIMASI VECM

UJI HASIL KETERANGAN


1, Yang digunakan kriteria
Penentuan Panjang Lag Lag optimal 2 pada kriteria FPE, AIC, HQ SC
Lag optimal 1 pada kriteria SC

Lag optimal 5 pada kriteria LR


2. Stabilitas model Inverse akar karakteristik berada dalam unit circle model stabil
3. Urutan Variabel nilai korelasi residual antar variabel secara mayoritas urutan variabel tidak
kurang dari 0,2 menjadi masalah

4. Asumsi - asumsi Klasik


a. serial correlation dengan alpha 1%, nilai probabilitas kurang dari alpha; tidak terdapat serial
H0 diterima correlation

b. heteroscedasticity dengan alpha 1%, nilai probabilitas kurang dari alpha; tidak terdapat
H0 diterima heteroscedasticity

17

V.2.3.3 Impulse Response Function (IRF)


Impulse response function ini digunakan untuk melihat pengaruh perubahan dari satu
variabel pada variabel itu sendiri atau variabel lainnya. Estimasi yang dilakukan untuk IRF ini
dititikberatkan pada respon suatu variabel pada perubahan satu standard deviasi dari variabel itu
sendiri maupun dari variabel lainnya yang terdapat dalam model. Untuk analisa IRF, yang akan
dianalisa ditekankan pada hubungan variabel sebagaimana hasil dari uji kausalitas Granger. Hasil
dari estimasi IRF dengan menggunakan E-Views dapat dilihat pada grafik di bawah.

V.2.3.1.1 Respon variabel LYIND (GDP) pada perubahan variabel lain


Pada gambar 2 berikut memperlihatkan respon yang diberikan oleh variabel LYIND atau
GDP Indonesia pada perubahan satu standar deviasi dari variabel lainnya. Respon yang diberikan
oleh variabel GDP Indonesia pada perubahan satu standar deviasi variabel itu sendiri bernilai
positif. Pada periode 1, respon yang diberikan oleh GDP Indonesia sebesar 1,19%. Pada periode
selanjutnya nilainya semakin bertambah besar. Respon terbesar tercatat pada periode ke 4 dan 5
sebesar 2,23%. Periode selanjutnya responya stabil di kisaran 1,9% sampai dengan 2%.

16
Gambar 2 Respon Variabel LGDP

Dari gambar 2 dapat dilihat respon dari GDP pada perubahan satu standar deviasi dari
variabel LXP atau ekspor Indonesia adalah sebagai berikut, pada periode satu sampai dengan
periode 4, respon dari GDP Indonesia dapat dikatakan tidak memberikan respon, karena nilai
responnya hanya sebesar 0% sampai - 0,08%. Pada periode berikutnya GDP memberikan respon
yang positif, dengan nilai tertinggi pada periode ke 12, yaitu sebesar 1,46%. Setelah itu respon
berkisar pada nilai 1,4% pada setiap perubahan satu standar deviasi. Respon dari GDP pada
perubahan satu standar deviasi dari variabel ekspor Indonesia sesuai dengan hasil yang diberikan
oleh uji kausalitas Granger.
Respon yang diberikan oleh GDP atas perubahan satu standard deviasi dari impor
Indonesia menunjukkan bahwa sampai dengan periode ke tujuh bernilai positif dan setelah periode
ke tujuh bernilai negatif. Nilai positif tertinggi tercatat pada periode ke tiga sebesar 0,19%
sedangkan respon negatif terendah tercatat pada periode ke enam belas sebesar -0,19%.
Respon yang hampir sama ditunjukkan oleh GDP atas perubahan satu standar deviasi FDI
Indonesia. Sampai dengan periode ke tujuh, respon GDP bernilai positif dan kemudian bernilai
negatif pada periode berikutnya.

V.2.3.1.2 Respon variabel LXP (ekspor) pada perubahan variabel lain


Sesuai dengan hasil dari uji kausalitas Granger maka yang akan dibahas adalah respon
dari ekspor Indonesia pada perubahan satu standar deviasi dari variabel itu sendiri dan juga
variabel GDP dan variabel lainnya. Respon yang diberikan oleh ekspor Indonesia pada perubahan
satu standar deviasi dari variabel itu sendiri menunjukkan bahwa pada jangka pendek responnya
mengalami penurunan sampai dengan periode 5. Pada periode 1, respon yang diberikan sebesar
11% dan terus menurun sampai dengan sebesar 6,7%. Setelah itu respon yang diberikan
meningkat seiring dengan bertambahnya periode. Pada jangka panjang responya berkisar di angka
8,4%.

17
Gambar 3 Respon Variabel LXP
Sedangkan respon yang berikan oleh ekspor Indonesia pada perubahan satu standar
deviasi dari GDP Indonesia menunjukkan nilai yang positif periode kedua dan seterusnya serta
menunjukkan ada peningkatan dari satu periode ke periode berikutnya. Nilai tertinggi yang tercatat
adalah sebesar 3,75% pada periode ke 6. Pada periode selanjutnya nilai responnya berada di
kisaran 2,8% sampai dengan 2,9%.
Atas perubahan satu standard deviasi dari impor Indonesia, ekspor Indonesia memberikan
respon negatif pada periode ke dua dan selanjutnya menunjukkan respon positif. Ekspor Indonesia
memberikan respon yang negatif pada periode ke dua dan selanjutnya bernilai positif atas
perubahan yang terjadi pada FDI Indonesia meskipun nilai respon yang positif berfluktuasi.

V.2.3.1.3 Respon Variabel LMP (Impor) pada perubahan Variabel Lain


Hasil uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa GDP Indonesia menyebabkan impor
Indonesia. Hasil dari IRF menunjukkan bahwa respon yang diberikan oleh impor Indonesia pada
perubahan satu standar deviasi pada variabel GDP Indonesia menunjukkan nilai yang positif. Pada
periode ke 2, respon yang terjadi menunjukkan peningkatan yang tinggi dibanding periode
sebelumnya, yaitu sebesar 5,1%, tetapi pada periode berikutnya respon yang diberikan terlihat
mengalami penurunan. Respon yang stabil ditunjukkan pada periode 8 dan seterusnya yang
berada pada level sekitar 1%.
Untuk respon yang diberikan oleh impor Indonesia atas perubahan satu standar deviasi
dari perubahan itu sendiri hanya terjadi pada jangka pendek, yaitu pada periode 1. Respon pada
periode 1 sebesar 9% dan pada periode berikutnya hanya sebesar 0,45% dan semakin kecil .
Dari gambar 4, respon dari impor Indonesia atas perubahan ekspor Indonesia dan FDI
menunjukkan pola yang sama yaitu responnya bernilai positif meskipun dengan besaran yang
berbeda.

18
19
Gambar 5 Respon dari FDI

Untuk hasil dari IRF variabel FDI pada perubahan satu standar deviasi variabel itu sendiri
menunjukkn nilai yang positif. Pada periode 1, respon yang diberikan tercatat sampai dengan
53,88% tetapi pada periode berikutnya menurun tajam dan hanya sebesar 0,27%. Setelah itu
respon yang diberikan berfluktuasi dan akhirnya stabil pada kisaran sekitar 7%.

V. 2.3.2 Variance Decomposition


Variance decomposition ini bertujuan untuk mengukur perkiraan varians error suatu
variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara sebelum dan sesudah shocks, baik yang berasal
dari variabel itu sendiri maupun dari variabel lain. Adapun hasil dari pengolahan data dengan
menggunakan E-Views adalah sebagai berikut:

V.2.3.2.1 Variance Decomposition dari GDP Indonesia


Dalam kerangka hasil uji kausalitas Granger, hubungan antara GDP Indonesia dan ekspor
Indonesia bersifat bi-directional atau dua arah dimana terjadi hubungan growth driven export dan
export led growth. Hasil dari variance decomposition untuk growth driven export menunjukkan
bahwa GDP bersifat inertia dimana penjelas terbesar dari variabel adalah variabel itu sendiri. Dari
tabel, dapat dilihat bahwa dalam periode 1 sebesar 100% dan selanjutnya pengaruhnya menurun
pada jangka panjang.
Pada jangka pendek variabel LXP atau ekspor Indonesia mempunyai pengaruh pada
perkiraan error variance dari LYIND atau GDP Indonesia sebesar 0,11% pada periode 1. Nilai
pengaruh tersebut meningkat secara lambat sampai periode ke 4, sebesar 0,58%. Pada periode
yang lebih panjang, kemampuan variabel LXP untuk menjelaskan variabilitas dari LYIND semakin
meningkat, pada periode 20 besarnya mencapai 12,09%.

Tabel. 7
Variance Decomposition of LYIND:
Period S.E. LYIND LXP LMP LFDI

20
1 0,0119 99,7591 0,1129 0,0000 0,1280
2 0,0218 97,3838 0,6095 0,1945 0,5980
3 0,0309 94,1562 0,3487 0,3346 1,6811
4 0,0391 91,0853 0,3662 0,3383 1,9666
5 0,0468 86,5675 0,9922 0,2969 2,0561
6 0,0542 80,9564 2,2212 0,2372 1,9587
8 0,0689 68,6349 5,5230 0,1486 1,5132
10 0,0837 58,1160 8,4332 0,1178 1,0850
12 0,0980 50,7490 10,2985 0,1154 0,7964
14 0,1113 46,0442 11,3026 0,1187 0,6179
16 0,1235 43,1366 11,7852 0,1200 0,5039
18 0,1345 41,3255 11,9994 0,1191 0,4259
20 0,1447 40,1463 12,0926 0,1169 0,3691

Untuk kemampuan impor Indonesia memberikan penjelasan hanya mampu memberikan


penjelasan pada variabilitas GDP Indonesia sebesar 0,33% pada periode ke empat dan pada
periode selanjutnya nilainya semakin turun. Kemampuan FDI dalam memberikan penjelasan pada
variabilitas mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan dengan impor Indonesia. Nilai terbesar
tercatat pada periode ke lima sebesar 2,0%.

V.2.3.2.2 Variance Decomposition dari Ekspor Indonesia


Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, menunjukkan bahwa penjelas dari variabel
ekspor Indonesia adalah variabel GDP Indonesia. Selain dijelaskan oleh GDP Indonesia, ekspor
Indonesia bersifat inertia. Tabel 8 menunjukkan bahwa pada jangka pendek nilainya mendekati
100% dan selanjutnya pengaruh perubahan variabel ekspor Indonesia pada dirinya sendiri semakin
turun pada jangka panjang. Penurunnya dapat digolongkan lambat karena pada periode ke 20,
pengaruhnya masih sebesar 68,14%.
Kemampuan perubahan dari variabel LYIND atau GDP Indonesia untuk memberikan
penjelasan pada variabilitas variabel LXP atau ekspor Indonesia mempunyai nilai yang semakin
tinggi sampai dengan periode ke 10 sebesar 13,16%, dengan semakin panjangnya periode
pengaruhnya terlihat mengalami penurunan. Untuk periode 20 tercatat kemampuan variabel LYIND
untuk memberikan pengaruh pada error variance dari variabel LXP atau ekspor sebesar 11,84%.
Kemampuan impor Indonesia memberikan penjelasan pada variabilitas ekspor Indonesia
sangat kecil, yaitu hanya sebesar 1,8% pada periode ke dua. Hal yang lebih baik diberikan oleh
FDI dalam menjelaskan variabilitas ekspor Indonesia, nilai tertinggi tercatat sebesar 18,24% pada
periode ke dua belas.

Tabel. 8
Variance Decomposition of LXP:
Period S.E. LYIND LXP LMP LFDI

1 0,1101 0,0000 96,1485 0,0000 3,8515


2 0,1348 2,1114 93,1719 1,8708 2,6000
3 0,1565 3,0852 85,8171 1,3920 8,6815
4 0,1740 5,8681 81,8947 1,1297 10,2780
5 0,1908 8,3580 77,3876 0,9833 12,5797
6 0,2073 10,4523 73,6328 0,8625 14,4666
8 0,2393 12,6837 69,2518 0,6925 16,9167
10 0,2699 13,1696 67,7330 0,5617 18,0196
12 0,2994 12,9228 67,5426 0,4610 18,2493

21
14 0,3273 12,5164 67,7459 0,3863 18,0697
16 0,3535 12,1782 67,9619 0,3312 17,7744
18 0,3779 11,9582 68,0919 0,2898 17,4979
20 0,4007 11,8358 68,1419 0,2578 17,2805

V.2.3.2.3 Variance Decomposition dari Impor Indonesia


Hasil uji kausalitas Granger untuk hubungan antara impor Indonesia dengan dengan
variabel lain menghasilkan kausalitas hanya dengan GDP Indonesia. Hubungan kedua variabel
tersebut menunjukkan hubungan satu arah di mana GDP menyebabkan impor Indonesia. Seperti
variabel lain dalam tesis ini, variabel impor Indonesia juga bersifat inertia. Pada jangka pendek nilai
pengaruh perubahan impor Indonesia pada dirinya sendiri mendekati 100% dan nilai pengaruh
tersebut semakin menurun dengan semakin panjangnya periode.
Untuk variabilitas dari variabel LMP atau impor Indonesia, penjelasan yang diberikan oleh
inovasi yang terjadi pada variabel LYIND atau GDP Indonesia cukup besar dan berfluktuasi. Pada
periode ke 1 pengaruh yang diberikan oleh GDP Indonesia hanya sebesar 0,03%, tetapi pada
periode ke 2, pengaruhnya melonjak menjadi sebesar 21,5%.
Setelah itu mengalami peningkatan sampai dengan periode ke 4 menjadi sebesar 29,64%.
Kemudian pengaruhnya menurun seiring dengan semakin panjangnya periode dan pada periode
ke 20, pengaruhnya berkurang menjadi 19,23%.

Tabel. 9
Variance Decomposition of LMP:
Period S.E. LYIND LXP LMP LFDI

1 0,0944 0,0304 4,9549 91,4648 3,5500


2 0,1088 21,5032 3,7378 68,7981 5,9018
3 0,1171 27,9826 4,4060 59,4566 8,0763
4 0,1224 29,6470 6,4908 54,4952 9,2820
5 0,1274 29,5256 9,2928 50,3610 10,7071
6 0,1322 28,7298 12,7658 46,7560 11,5410
8 0,1418 26,3102 20,0002 40,6167 12,3304
10 0,1511 24,0420 26,1800 35,7678 12,5077
12 0,1597 22,3483 30,8819 32,0497 12,5416
14 0,1674 21,1769 34,3925 29,1684 12,6100
16 0,1744 20,3587 37,0935 26,8568 12,7432
18 0,1810 19,7441 39,2759 24,9314 12,9194
20 0,1873 19,2375 41,1248 23,2803 13,1092

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa variabel ekspor Indonesia memberikan penjelasan yang
lebih baik dibandingkan dengan GDP Indonesia dan FDI. Jika FDI hanya mampu memberikan
penjelasan sebesar 13,1%, maka variabel ekspor mampu memberikan penjelasan sebesar 41,23%.

V.2.3.2.4 Variance Decomposition dari FDI


Tabel berikut menunjukkan berbagai pengaruh dari berbagai variabel dalam sistem
terhadap perkiraan error variance dari variabel LFDI atau FDI. Sifat inertia juga diperlihatkan oleh
variabel FDI. Perubahan pada variabel FDI memberikan penjelasan yang sangat besar pada
dirinya sendiri. Sebagaimana variabel lain dalam tesis ini, pengaruh yang diberikan dalam jangka
pendek mendekati nilai 100%. Seperti juga variabel yang lain, maka pengaruhnya semakin
menurun sejalan dengan bertambah panjangnya periode.

22
Pengaruh terhadap perkiraan error variance pada variabel LFDI atau FDI yang diberikan
oleh variabel LYIND atau GDP Indonesia menunjukkan bahwa pengaruh terbesar yang diberikan
oleh variabel ini adalah 1,25% pada periode ke 10 dan kemudian pengaruhnya semakin menurun.
Nilai pada periode ke 20 hanya sebesar 1,14%. Untuk variabel LXP atau ekspor Indonesia,
variabel ini mampu memberikan penjelasan yang sangat baik terhadap variabilitas variabel LFDI.
Nilainya semakin membaik seiring dengan semakin panjangnya periode. Pada periode ke 20
tercatat nilainya sebesar 43,11%.

Tabel. 10
Variance Decomposition of LFDI:
Period S.E. LYIND LXP LMP LFDI

1 0,5558 0,0000 0,0000 0,0000 100,0000


2 0,6440 0,3417 6,8477 0,5567 74,9678
3 0,6909 0,3820 9,9583 0,9866 71,1395
4 0,7351 0,3943 14,5998 0,8719 66,8442
5 0,7747 0,5778 19,5086 0,7880 62,4726
6 0,8117 0,8227 23,7577 0,7189 59,0162
8 0,8760 1,1405 30,4759 0,6173 53,6422
10 0,9295 1,2462 34,9251 0,5485 50,1097
12 0,9762 1,2338 37,8087 0,4997 47,7133
14 1,0196 1,1820 39,7240 0,4641 45,9518
16 1,0614 1,1251 41,0930 0,4369 44,5458
18 1,1021 1,0752 42,1776 0,4143 43,3557
20 1,1419 1,0354 43,1145 0,3946 42,3146

Pada variabel yang lain, yaitu variabel LMP atau impor Indonesia, kemampuannya untuk
menjelaskan variabilitas dari variabel LFDI hanya sebesar 0,98% pada periode 3. kemampuan
variabel ini untuk memberikan penjelasan semakin menurun ketika periodenya bertambah panjang.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


VI. 1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Berdasarkan hasil Granger Causality, menunjukkan bahwa pola hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan ekspor adalah bahwa pertumbuhan ekonomi menyebabkan
ekspor atau growth driven export (GDE) dan ekspor Indonesia menyebabkan GDP atau
export led growth. Pola hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan impor
menunjukkan hasil bahwa pertumbuhan ekonomi menyebabkan impor. Untuk pola
hubungan antara FDI dan variabel lainnya menunjukkan bahwa GDP Indonesia, ekspor
Indonesia dan impor Indonesia menyebabkan FDI.
b. Kesimpulan dari impulse respon function adalah sebagai berikut: respon dari pertumbuhan
ekonomi pada perubahan satu standard deviasi dari ekspor bernilai positif, respon
pertumbuhan ekonomi pada perubahan ekspor bernilai negatif sampai periode kedua dan
selanjutnya positif; sedangkan untuk perubahan impor dan FDI, respon pertumbuhan
ekonomi positif sampai periode ke tujuh dan selanjutnya negatif. Untuk respon ekspor

23
Indonesia atas berbagai perubahan variabel bernilai positif tetapi respon pada perubahan
impor dan FDI bernilai negatif pada periode ketiga dan selanjutnya positif. Respon yang
positif ditunjukkan oleh variabel impor pada perubahan variabel lainnya. Sedangkan
respon dari FDI terhadap perubahan satu standar deviasi pada variabel GDP Indonesia,
ekspor Indonesia dan impor Indonesia terlihat bervariasi. Respon FDI pada perubahan
ekspor dan impor Indonesia menunjukkan hasil yang positif, sedangkan respon FDI pada
perubahan GDP Indonesia pada jangka pendek bernilai positif dan kemudian menjadi
negatif pada periode yang lebih panjang.
c. Berdasarkan variance decomposition, ekspor mampu memberikan penjelasan terhadap
perumbuhan ekonomi, sebesar 12,09%, sedangkan impor Indonesia sebesar 0,33% dan
FDI sebesar 2,05%. Pengaruh yang besar diberikan oleh pertumbuhan ekonomi pada
ekspor sebesar 13,16% setelah itu pengaruhnya menurun. Sedangkan impor Indonesia
sebesar 1,87% dan FDI sebesar 18,25%. Pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh
yang besar terhadap variabilitas impor Indonesia sebesar 29,64% dan pada periode
berikutnya mengalami penurunan, sedangkan ekspor Indonesia sebesar 41,12% dan FDI
sebesar 13,1%. Variabilitas FDI mampu dijelaskan oleh ekspor sebesar 43,11%,
sedangkan pertumbuhan ekonomi dan impor hanya mampu menjelaskan dengan
prosentase sebesar 1,25% dan 0,98%.

VI.2 Saran
Dari hasil penelitian dan kesimpulan yang dibuat, dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. Berkaitan dengan pola hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia
yang mencerminkan export led growth dan growth driven export, menunjukkan bahwa
ekspor Indonesia mampu menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Oleh karena itu
perlu diupayakan peningkatan peran ekspor dalam pembentukan GDP, karena sampai
dengan tahun 2005 ekspor hanya menempati urutan kedua dalam pembentukan GDP dan
masih di bawah konsumsi rumah tangga. Dalam peningkatan ekspor perlu diupayakan
juga peningkatan kemampuan daya saing produk ekspor Indonesia. Hal ini penting karena
adanya kecenderungan penurunan term of trade komoditi ekspor non migas Indonesia.
2. Melihat hubungan antara GDP, ekspor dan impor Indonesia yang memberikan pengaruh
pada FDI yang masuk ke Indonesia, menunjukkan bahwa dari sisi perkonomian ada
potensi bagi Indonesia sebagai negara tujuan investasi. Agar potensi ini dapat menjadi
kenyataan harus didukung juga dengan perbaikan pada sektor non ekonomi seperti
perbaikan infrastruktur, penurunan tingkat korupsi dan lainnya.
3. Mencermati struktur impor Indonesia yang didominasi pada impor bahan baku dan
penolong serta impor barang modal, merefleksikan bahwa struktur industri di Indonesia
sangat tergantung pada impor tersebut. Untuk itu perlu diupayakan penciptaan sektor
industri yang mampu memberikan pasokan untuk bahan baku dan penolong. Berkaitan
juga dengan pola hubungan antara impor Indonesia dengan FDI, maka FDI Indonesia
selain diarahkan untuk peningkatan ekspor Indonesia juga perlu diarahkan pada sektor
middlestream industry.

24

You might also like