You are on page 1of 38

Karakterisasi Limbah B3

KARAKTERISASI
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Karakterisasi limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B-3) dapat


difahami sebagai upaya mengenali sifat serta potensi bahaya yang dikandung
oleh suatu limbah B3. Kegiatan ini didasari oleh kriteria bahan berbahaya yang
meliputi sifat kedapat-nyalaan (ignitability), mudah terfakar (flammable), dapat
terbakar (combustible), eksplosif, reaktifif, korosif, dan toksik termasuk sifat
infectious.

KLASIFIKASI LIMBAH BAHAN BERBAHAYA


Bahan kimia yang digunakan secara luas memiliki sifat berbahaya
karena sifat reaktivitas kimia, mudah terbakar, toksisitas serta karakteristik lain.
Berdasarkan tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan dan hal-hal yang dapat
menjadi faktor pencetus bahaya dilakukan klasifikasi bahan berbahaya untuk
setiap sifat tersebut. Sebagai contoh sifat eksplosif. Sifat eksplosif kelas A
untuk dinamit atau black powder yang peka terhadap panas dan goncangan.
Kelas B misalnya serbuk propelan roket dimana adanya kontaminan dapat
menyebabkan ledakan. Kelas C seperti amunisi yang memerlukan detonasi
panas atau mekanis untuk terjadinya ledakan.
Beberapa jenis padatan mudah terbakar juga bersifat reaktif terhdapap
air, terbakar spontan, misalnya logam magnesium, natrium hidrida, dan calcium
karbida. Bahan oksidator misalnya litium peroksida yang dapat mensuplai
oksigen guna pembakaran material yang pada kondisi normal tidak dapat
terbakar. Bahan korosif dapat menyebabkan kerusakan logam atau perkaratan
suatu wadah logam misalnya asam sulfat pekat (oleum) dan soda kaustik.
Bahan beracun mempunyai kalsifikasi; kelas A seperti asam sianida yang
berdampak racun melalui pernafasan, pencernaan atau absorpsi melalui kulit.
Beracun kelas B seperti aniline termasuk juga bakteri antraks, botulism atau
tetanus.

Pusdiklat – Batan 1
Karakterisasi Limbah B3

A. Pengelolaan
Pengelolaan limbah B-3 meliputi : pengumpulan, penyimpanan,
pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan serta penimbunan hasil
olahan.

B. Hirarki Pengelolaan
Hirarki pengelolaan limbah B3 meliputi upaya reduksi pada sumber,
pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan,
penggunaan teknologi bersih serta pemanfaatan.
Pemanfaatan limbah B3 mencakup kegiatan daur ulang (recycling),
perolehan kembali (recovery), penggunaan kembali (reuse).

C. Jenis
Menurut sumber limbah B3 dibagai dalam :
- Limbah B3 dari sumber tidak spesifik (F-type wastes); pada umumnya
berasal bukan dari proses utama, tetapi dari kegiatan pemeliharaan alat,
pencucian, pencegahan korosi, pelarutan kerak, pengemasan. Sebagai
contoh Lumpur (sludge) dari metal heat treating dengan proses
menggunakan sianida (F012).
- Limbah B3 dari sumber spesifik (K-type wastes); berasal dari sisa
proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat
ditentukan berdasarkan kajian ilmiah. Misalnya limbah heavy end pada
distilasi etilen diklorida (K019).
- Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa (P-type wastes untuk jenis
bahan kimia sangat spesifik dan U-type wastes untuk jenis bahan kimia
yang lebih umum); meliputi tumpahan, bekas kemasan, buangan produk
yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat
dimanfaatkan kembali. Contoh limbah termasuk tipe-P misalnya fluorin
(P056), 3-kloropropana nitril (P027). Limbah tipe-U misalnya ftalat
anhidrida (U190).

Pusdiklat – Batan 2
Karakterisasi Limbah B3

D. Deskripsi Karakteristik

D.1. Mudah Meledak


Sifat mudah meledak; adalah sifat limbah yang pada “suhu dan tekanan
standar” (25 °C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan
atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang
dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.

D.2. Mudah Terbakar


- Cairan yang mengandung alkohol tidak kurang dari 24% volume atau
mempunyai titik nyala tidak lebih dari 60 °C (140 °F) akan menyala
apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain,
pada tekanan udara 760 mmHg.
- Padatan yang pada “suhu dan tekanan standar“ (25 °C, 760 mmHg)
dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan
uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar
dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus.
- Limbah yang bertekanan dan mudah terbakar.
- Limbah bahan pengoksidasi.
Kebanyakan bahan kimia mudah terbakar berupa cairan yang
menghasilkan uap yang umumnya lebih berat daripada udara sehingga
cenderung “mengenap”. Kecenderungan terbakar diukur dengan cara
memanaskan cairan pada tiap-tiap tingkat suhu sampai campuran uap dan
udara terbakar di permukaan cairan. Temperatur saat terjadinya hal
tersebut disebut titik nyala (flash point).

Berdasarkan uraian di atas material mudah terbakar dapat diklasifikasi


menjadi:
• Padatan mudah terbakar, suatu bahan yang dapat terbakar karena
gesekan atau panas yang tersisa dari pembuatannya atau dapat

Pusdiklat – Batan 3
Karakterisasi Limbah B3

menyebabkan bahaya serius bila terbakar. Bahan mudah meledak


tidak termasuk klasifikasi ini.
• Cairan mudah terbakar (flammable liquid), bahan dengan flash
point kurang dari 37,8 °C (100 °F).
• Cairan dapat terbakar (combustible liquid) mempunyai flash point
lebih tinggi dari 37,8 °C (100 °F) tetapi kurang dari 93,3 °C.
• Gas bertekanan mudah terbakar, mempunyai kriteria khusus; batas
terendah mudah terbakar (lower flammability limit) dan kisaran
mudah terbakar (flammability range)
Untuk uap mudah terbakar lower flammability limit (LFL) berarti nilai
ratio uap/udara di bawah mana penyalaan tak dapat berlangsung
karena kurangnya uap. Sedangkan upper flammability limit (UFL)
adalah nilai ratio uap/udara di atas mana penyalaan tak dapat
berlangsung karena kurangnya udara. Kisaran antara lower
flammability limit dan upper flammability limit disebut flammability
range. Sebagai contoh metanol mempunyai titik nyala 12 °C, LFL 6,0;
UFL 37% volume dalam udara.
Campuran optimal bahan dapat bakar (optimal flammable
mixture, OFM) sering diistilahkan (most explosive mixture), prosentase
bahan mudah terbakar untuk pembakaran terbaik. Misalnya untuk
asetone OFM 5%.
Hal yang lebih berbahaya dapat terjadi dengan cairan mudah terbakar
adalah pendidihan cairan yang menyebabkan ledakan uap (boiling
liquid expanding vapor explosion, BLEVE). Ini disebabkan oleh
timbulnya tekanan tinggi dengan cepat saat pemanasan cairan mudah
terbakar dalam wadah tertutup. Ledakan terjadi manakala tekanan
yang timbul cukup untuk menghancurkan dinding wadah. Dalam hal
kedapat-nyalaan, bagian partikel yang sangat halus mirip dengan uap
cairan. Sebagai contoh, semprotan kabut cairan hidrokarbon memberi

Pusdiklat – Batan 4
Karakterisasi Limbah B3

peluang terjadinya kontak partikel cairan dengan oksigen. Pada kasus


ini cairan dapat menyala pada temperatur di bawah titik nyala.
Ledakan dari debu dapat terjadi dari berbagai jenis padatan dalam
bentuk serbuk halus (finely divided state). Beberapa jenis debu metal,
khususnya magnesium dan paduannya, zirconium, titanium dan
aluminium dapat terbakar dan meledak di udara. Contoh:
4 Al (serbuk) + O2 (dari udara) → 2 Al2O3
Debu-debu polimer seperti selulosa asetat, polietilen, dan polistirena
juga dapat meledak.
Senyawa dapat terbakar adalah bahan pereduksi yang bereaksi
dengan bahan pengoksidasi dan menghasilkan panas. Oksigen
diatomik, O2, dalam udara merupakan pengoksidasi yang paling umum.
Beberapa pengoksidasi merupakan senyawaan kimia yang
mengandung oksigen dalam formulanya. Unsur-unsur kelompok
halogen dan beberapa dari senyawanya juga merupakan pengosidasi.
Beberapa contoh bahan pengoksidasi:
Nama Formula Wujud
Kalium permanganat KMnO4 padat
Bromin Br2 cairan
Ozon O3 gas
Senyawa piroforik dapat menimbulkan api secara spontan di
udara. Beberapa di antaranya seperti fosfor putih, logam-logam alkali,
serbuk magnesium, kalsium, kobal, mangan, besi, zirconium, dan
aluminium. Termasuk pula beberapa senyawa organometal seperti
etil-litium, fenil-litium, kelompok karbonil-metal seperti besi
pentakarbonil, kelompok logam dan hidrida metalloid seperti litium
hidrida, LiH; pentaboran, B5H9; arsin. AsH3. campuran dalam udara
sering menjadi faktor penyalaan spontan. Contoh:
LiH + H2O → LiOH + H2 + Q

Pusdiklat – Batan 5
Karakterisasi Limbah B3

Panas yang dibebaskan oleh reaksi cukup menimbulkan api pada


hidrida sehingga terbakar.
LiH + O2 → Li2O + H2O
Beberapa campuran pengoksidasi dan bahan dapat teroksidasi dapat
menimbulkan api spontan, sebagai contoh campuran asam nitrat dan
fenol. Campuran semacam ini disebut hipergolat.
Bahaya lain yang serius dari peristiwa pembakaran adalah
senyawaan racun yang ditimbulkannya. Contoh yang sangat umum
adalah terbentuknya karbon mono oksida CO, yang dapat
menyebabkan keracunan atau kematian karena dapat berikatan
membentuk karboksi hemoglobin sehingga darah tidak lagi dapat
mensuplai cukup oksigen ke jaringan tubuh. Pembakaran belerang,
fosfor dan senyawa organo klorida akan menimbulkan gas-gas racun
SO2, P4O10, dan HCl. Sejumlah besar senyawa organik noxious seperti
aldehida ditimbulkan sebagai hasil serta dari pembakaran.
Pembakaran dalam keadaan kurang oksigen dapat menimbulkan
hidrokarbon polisiklik aromatic, di antaranya adalah benzo(a)piren yang
bersifat prekarsinogenik.

D.3. Sifat Reaktif


- Pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan
tanpa peledakan.
- Dapat bereaksi hebat dengan air.
- Bila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan,
menghasilkan gas atau uap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
- Mudah meledak atau bereaksi pada “suhu dan takanan standar” (25 °C,
760 mmHg).
- Menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau
limbah organik peroksida yang tidak stabil pada suhu tinggi.

Pusdiklat – Batan 6
Karakterisasi Limbah B3

Panas dan temperatur merupakan faktor penting dalam hal reaktifitas.


Untuk memulai suatu reaksi tertentu dibutuhkan energi aktivasi. Biasanya
laju reaksi cenderung meningkat tajam dengan naiknya temperatur, di sisi
lain banyak reaksi yang membebaskan panas (eksotermis). Maka sekali
reaksi telah berlangsung akan mendorong reaksi berikutnya dan laju
reaksi akan meningkat eksponensial terhadap waktu dan dapat mengarah
pada keadaan yang tak terkendali. Faktor lain yang berpengaruh terhadap
laju reaksi adalah bentuk fisik reaktan, derajat pencampuran reaktan,
derajat pengenceran dengan media non reaktif seperti bahan pelarut,
adanya katalis dan tekanan.
Beberapa senyawa kimia bersifat reaktif dengan sendirinya (self-reactive)
karena mengandung pengoksidasi sekaligus pereduksi dalam senyawa
yang sama. Nitro gliserin adalah bahan eksplosif yang kuat dengan rumus
kimia C3H5(ONO2)3 dapat memecah secara spontan menjadi CO2, H2O, O2,
dan N2 dengan membebaskan energi sangat besar dalam waktu singkat.
Nitro gliserin murni sangat tidak stabil; sedikit tiupan cukup memicu
terjadinya ledakan. Trinitrotoluena, TNT juga bersifat eksplosif dengan
derajat reaktifitas tinggi. Akan tetapi relative lebih stabil sehingga perlu
peralatan detonasi tertentu untuk terjadinya ledakan.
Struktur kimia berhubungan dengan reaktivitas. Reaktivitas tinggi
dari senyawa organik disebabkan oleh ikatan tak jenuh dalam rangka
karbon khususnya bila ikatan rangkap tersusun berdampingan C=C=C
atau hanya dipisahkan oleh satu ikatan tunggal karbon-karbon C=C-C=C.
Senyawa organik tertentu yang mengandung oksigen bersifat sangat
reaktif, contoh hidroperoksida, peroksida, termasuk oksiran (etilen oksida).
Begitu pula senyawa yang mengandung nitrogen berikatan dengan karbon
dan hidrogen seperti triazen, senyawa azo dan nitril. Gugus fungsional
yang mengandung oksigen dan nitrogen cenderung mempunyai tingkat
reaktivitas sedang dibanding senyawa organik pada umumnya, misalnya
alkil nitrat, alkil nitrit, senyawa nitro dan nitroso.

Pusdiklat – Batan 7
Karakterisasi Limbah B3

Beberapa senyawa anorganik bersifat reaktif; senyawa nitrometal,


anion halo oksida, termasuk senyawa nitro halida seperti nitrogen iodida
NI3 yang sangat sensitif terhadap goncangan. Bahan eksplosif seperti
nitro gliserin dan TNT merupakan senyawa tunggal yang mengandung
sekaligus kedua fungsi; pengoksidasi dan pereduksi dalam satu molekul
yang sama sehingga disebut senyawa redoks. Beberapa senyawa redoks
mengandung oksigen melebihi yang dibutuhkan untuk reaksi pemecahan
sempurna, diistilahkan dengan positive balance seperti nitro gliserin.
Sebagian senyawa mengandung oksigen sesuai kebutuhan stoikhiometrik
(zero balance, maximum energy release) seperti ammonium dikromat dan
ada yang negative balance seperti TNT sehingga butuh oksigen dari luar
untuk proses oksidasi secara lengkap.

D.4. Sifat Beracun


• Mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau
lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius
apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
• Penentuan sifat racun dalam identifikasi limbah ini dapat menggunakan
baku mutu konsentrasi Toxicity Characteristic Leaching Procedure,
TCLP pencemar organik dan anorganik dalam limbah (lampiran II
PP85/1999). Bila konsentrasi kurang dari nilai ambang batas maka
dilakukan uji toksikologi.
Toksisitas adalah hal utama yang diperhatikan menyangkut bahan
barbahaya. Hal ini mencakup efek kronis jangka panjang akibat
pemaparan kontinyu atau periodik dari bahan toksik konsentrasi rendah
dan efek akut dari pemaparan sesaat konsentrasi tinggi.
Untuk keperluan pengawasan dan remediasi dibutuhkan suatu uji
standar yang dapat mengukur seperti apa suatu bahan toksik sampai ke
lingkungan dan menyebabkan bahaya bagi makhluk hidup. Salah satu uji
yang dipersyaratkan adalah TCLP. Uji ini dirancang untuk menentukan

Pusdiklat – Batan 8
Karakterisasi Limbah B3

mobilitas kontaminan organik maupun anorganik yang terdapat dalam


cairan, padatan dan limbah multifasa.

D.5. Sifat Penyebab Infeksi


Berupa bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh
manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya
yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Berpotensi bahaya
karena mengandung kuman penyakit ataupun kuman pirogen.

D.6. Sifat Korosif


• Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
• Menyebabkan pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan
laju korosi > 6,35 mm/tahun pada 55 °C.
• Mempunyai nilai pH ≤ 2 atau ≥ 12,5
Bahan korosif difahami sebagai bahan yang dapat melarutkan logam atau
menyebabkan oksidasi material pada bagian permukaan logam, misalnya
karat besi. Pengertian korosif yang lebih luas adalah sifat bahan yang
dapat menyebabkan kerusakan bahan, termasuk jaringan hidup yang
kontak dengan zat tersebut atau terpapari uap-nya. Pada umumnya
bahan korosif berupa; asam kuat, basa kuat, pahan pengoksidasi, dan
bahan bersifat penarik air (dehydrating agents).
Asam sulfat adalah salah satu bahan korosif, termasuk asam kuat yang
dalam kepekatan tinggi juga bersifat menarik air sekaligus pengoksidasi.
Afinitas-nya terhadap molekul air tergambar dari panas yang dibebaskan
bila asam sulfat dicampur dengan air. Menuangkan air ke dalam asam
sulfat adalah cara pencampuran yang keliru karena menyebabkan
pendidihan lokal dan dapat menyebabkan percikan yang akan melukai
pekerja. Efek kerusakan yang utama dari asam sulfat pada jaringan kulit
adalah lepasnya air disertai pembebasan panas.
Uap asam yang tehirup merusak saluran pernafasan atas dan mata.
Pemaparan jangka panjang oleh uap juga menyebabkan erosi gigi.

Pusdiklat – Batan 9
Karakterisasi Limbah B3

Reaksi dehidrasi oleh asam sulfat bisa menjadi sangat kuat, misalnya
reaksi dengan asam perklorat menghasilkan Cl2O7 yang tidak stabil dan
dapat mengakibatkan ledakan dahsyat. Reaksi dengan beberapa
senyawa menghasilkan gas-gas berbahaya; dengan asam oksalat
menghasilkan karbon mono oksida, dengan natrium bromide
menghasilkan bromine dan sulfur dioksida, dengan natrium klorat
menghasilkan klorin dioksida yang tidak stabil.
Contoh lain dari senyawa korosif adalah asam nitrat, asam klorida, asam
fluorida, alkali hidroksida, hidrogen peroksida, golongan senyawa inter-
halogen (ClF, BrF3), oksihalida (OF2, OCl2, Cl2O7), elemental klorin, fluorin,
dan bromine.

D.7. Sifat Akut


Ditentukan dengan uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respons
antara limbah dengan kematian hewan uji, untuk menetapkan nilai Lethal
Dose fifty, LD50 yaitu dosis limbah yang menghasilkan 50% respons
kematian pada populasi hewan uji. Nilai tersebut diperoleh dari analisis
data secara grafis dan atau statistik terhadap hasil uji hayati tersebut.
Metodologi dan cara penentuan nilai LD50 ditetapkan oleh instansi yang
bertanggung jawab. Bila nilai LD50 > 50 mg/kg berat badan, maka
terhadap limbah yang mengandung salah satu zat pencemar pada
lampiran III PP85/1999 dilakukan evaluasi sifat kronis.
Sifat kronis limbah (toksik, mutagenik, karsinogenik, teratogenik dan lain-
lain) ditentukan dengan cara mencocokkan zat pencemar yang ada dalam
limbah tersebut dengan lampiran III PP85/1999, bila mengandung salah
satu dan atau lebih zat pencemar yang terdapat dalam lampiran III
PP85/1999, maka limbah tersebut merupakan limbah B3 setelah
mempertimbangkan faktor-faktor :
- Sifat racun alami yang dipaparkan oleh zat pencemar.
- Konsentrasi dari zat pencemar.

Pusdiklat – Batan 10
Karakterisasi Limbah B3

- Potensi migrasi zat pencemar dari limbah ke lingkungan bilamana tidak


dikelola dengan baik.
- Sifat persisten zat pencemar atau produk degradasi racun pada zat
pencemar.
- Potensi dari zat pencemar atau turunan/degradasi produk senyawa
toksik untuk berubah menjadi tidak berbahaya.
- Tingkat dimana zat pencemar atau produk degradasi zat pencemar
mengalami bioakumulasi di ekosistem.
- Jenis limbah yang tidak dikelola sesuai ketentuan yang ada yang
berpotensi mencemari lingkungan.
- Jumlah limbah yang dihasilkan pada satu tempat atau secara regional
atau secara nasional berjumlah besar.
- Dampak kesehatan dan pencemaran/kerusakan lingkungan akibat
pembuangan limbah yang mengandung zat pencemar pada lokasi
yang tidak memenuhi persyaratan.
- Kebijakan yang diambil oleh instansi Pemerintah lainnya atau program
peraturan perundang-undangan lainnya berdasarkan dampak pada
kesehatan dan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah atau zat
pencemarnya.
- Faktor-faktor lain yang dapat dipertanggung jawabkan untuk penentuan
limbah B3.
Bila hasil pengujian tahap akhir (uji toksisitas akut maupun kronis) suatu
limbah tidak memenuhi ketentuan tersebut maka dapat dinyatakan
sebagai limbah non B-3.

E. TOKSIKOLOGI LIMBAH BERBAHAYA ANORGANIK


Ada beragam bahan berbahaya di alamseperti Ozon dan fosfor putih yang
bersifat toksik dalam bentuk elemental begitu pula logam-logam berat
merupakan kelompok unsur-unsur toksik. Beberapa senyawa anorganik
tertentu seperti sianida, karbon mono oksida, dan hydrogen sulfide

Pusdiklat – Batan 11
Karakterisasi Limbah B3

merupakan bahan toksik dalam bentuk persenyawaan. Kelompok bahan


toksik lain adalah senyawa halogen, mineral asbestos dan senyawa fosfor
termasuk senyawa organometalik dan metal karbonil konstituen.

BAHAN ANORGANIK BERSIFAT TOKSIK


Bahan toksik Efek toksik
Ozon 1 ppm ozon dalam udara; iritasi mata, system pernafasan atas,
paru, sakit kepala.
Menimbulkan radikal bebas dalam jaringan yang menyebabkan
lipid peroksidasi, oksidasi sulfhidril (-SH) grup.
Senyawa pelindung organisme dari ozon; jenis radical scavengers,
antioksidan, senyawa mengandung sulfhidril.
Fluorin Toxic, irritant; merusak kulit dan membrane mukosa mata dan
hidung.
Klorin Selaput lendir saluran nafas (10-20 ppm.
Bromin Iritasi jaringan mukosa saluran nafas, mata.
Iodin Iritasi paru.
Berilium Kerusakan kulit (ulcerated, granulomas, dermatitis), conjunctivitis,
corne laceration, beriliosis (fibrosis paru, pneumonitis) bisa sbg
efek laten.
Cadmium Gangguan tulang (painful osteomalacia), ginjal, cadmium
pneumonitis (edema), necrosis epitel paru.
Timbal Hambatan sintesis hemoglobin, system saraf pusat dan tepi,
ginjal.
Arsen Membentuk senyawa toksik (As2O3) yg diserap paru dan usus,
mengkoagulasi protein, membentuk komplek dg koenzim,
menghambat sistesis ATP dl proses metabolic.
Merkuri Mengganggu metabolic pd otak → tremor, psikopatologik; kejang,
insomnia, depresi, irritabilita, kerusakan ginjal (Hg2+) .
Sianida Efek racun cepat. LD 60-90 mg. Mengganggu fungsi enzim yang
(HCN & garam mengakibatkan metabolisme sel terhenti.
sianida)
Karbon mono Konsentrasi 10 ppm dalam udara memperlemah kesadaran dan
oksida, CO penglihatan. Pemaparan 100 ppm menyebabkan pusing, sakit

Pusdiklat – Batan 12
Karakterisasi Limbah B3

kepala, kelemahan fisik. 250 ppm hilang kesadaran.


Konsentrasi 1.000 ppm mengakibatkan kematian cepat.
Efek kronik pemaparan konsentrasi rendah diduga menyebabkan
gangguan system pernafasan dan hati. Melewati aliran darah
dalam paru, berikatan dengan hemoglobin membentuk
karboksihemoglobin yang lebih stabil daripada ikatan
oksihemoglobin sehingga suplai oksigen ke jaringan tubuh
terganggu.
Nitrogen oksida Dari kedua gas bersifat racun tsb, NO2 menyebabkan iritasi bagian
(NO & NO2 yang lebih dalam dari paru. Pemaparan yang parah → dalam 3
minggu terjadi fatal bronchiolitis fibrosa obliterans. Keadaan fatal
terjadi dg menghirup udara mengandung NO2 200-700 ppm.
Mengganggu system enzim, membentuk radikal bebas (seperti
efek dari ozon) sehingga terjadi lipid peroksidasi dalam tubuh.
Hydrogen Extreme irritant thd jaringan tubuh. Menyebabkan ulcers pada
fluoride, HF saluran nafas atas. Luka kontak sulit disembuhkan dan menjadi
gangrene.
Ion fluoride menyebabkan fluorosis (ditandai dg abnormalitas
tulang dan mottled, kelunakan gigi, akan tetapi 1 ppm fluor dalam
air minum mencegah kerusakan gigi.
Hydrogen Inhalasi uap HCl → gangguan larynx, dehidrasi jaringan saluran
klorida, HCl nafas. → dehidrasi jaringan mata.
Senyawa Sangat reaktif thd system biologi. Korosif, irritant kuat →
interhalogen mengasamkan, mengoksidasi, & dehidrasi jaringan.
Merusak mata, membrane mukosa dalam mulut, kerongkongan,
system paru.
Halogen oksida Sangat reaktif thd system biologi. Korosif, irritant kuat →
mengasamkan, mengoksidasi, & dehidrasi jaringan.
Merusak mata, membrane mukosa dalam mulut, kerongkongan,
system paru.
Hidrohalooksida Mengurai menghasilkan asam dan O (nascent/aktif) → Iritasi mata,
HClO jaringan membrane mukosa.

Pusdiklat – Batan 13
Karakterisasi Limbah B3

Halogen azida Iritasi mata, membrane mukosa dan kulit.


& nitrogen
halida
Silica Debu silica → silicosis, pulmonary fibrosis → pneumonia,
gangguan paru lainnya
asbestos Asbestosis (≈ pneumonia), mesothelioma (tumor jaringan
mesothelial yang mengalasi rongga dada yang berdekatan dengan
paru), → kanker bronchus (bronchogenic carcinoma)
Silane SiH4 Toksik (iformasi toksikologi terbatas)
Disilane
H3SiSiH3

Silicon halide Silicon tetraklorida SiCl4 & trikloro silane SiHCl3 berupa cairan
Halohidrida berasap, bereaksi dg air menghasilkan HCl → iritasi mata, nasal,
jaringan paru. Dikloro silane SiH2Cl2.
Fosfina PH3 Autoignition pd 100 °C. irritant pad system pulmonary, → depresi
system saraf pusat, lemas, muntah, sesak nafas.
Fosfor Bereaksi dg air → asam fosfat → iritasi mata, membrane mukosa
pentoksida dan kulit.
P2O5
Fosfor halide Bereaksi dg air → asam fosfat → iritasi mata, membrane mukosa
PCl5 dan kulit.
Fosfor Bereaksi dg air → HCl + H3PO4. → sangat irritant thd mata,
oksihalida membrane mukosa dan kulit.
POCl3
Hydrogen Kematian cepat pd pemaparan > 1.000 ppm krn asfiksiasi dari
sulfide H2S paralysis system pernafasan. Dosis rendah → sakit kepala,
pusing, gangguan system saraf pusat.
Sulfur dioksida Iritasi mata, membrane mukosa, saluran nafas.
SO2 Efek racun juga berakibat kelemahan fisik secara umum.
Asam sulfat Toksik, korosif, dehidrasif, menembus kulit sampai jaringan
subkutis menyebabkan necrosis jaringan dengan efek yang sama
seperti luka bakar. → erosi gigi pekerja industri asam sulfat.

Pusdiklat – Batan 14
Karakterisasi Limbah B3

Tetraetil lead Gaya tarik thd lipid sangat kuat, masuk ke dalam tubuh melalui
(P110) pernafasan, pencernaan dan absorpsi kulit.
Sangat toksik. Berpengaruh pada system saraf pusat dengan
gejala kelelahan, kegelisahan, ataxia, psikosis. Recovery kasus
keracunan TEL berlangsung lambat.
Kondisi keracunan fatal dapat menyebabkan kematian dalam
waktu 1-2 hari sejak pemaparan.
Tributiltin Cepat terserap kulit kobalt, gangguan skin. Diikat oleh group
sulfur dalam protein → pengaruh fungsi mitokondria.

Nikel Sangat toksik, volatile → masuk tubuh lewat pernafasan atau kulit.
tetrakarbonil,
kobal karbonil, Berpengaruh langsung thd jaringan, terurai menjadi CO dan metal
iron- yang menambah efek toksik.
pentakarbonil

BAHAN ORGANIK BERSIFAT TOKSIK


Alkana Metana, etana, n-butana dan isobutana sebagai asphyxiant
sederhana; udara yang mengandung konsentrasi tinggi
asphyxiant tidak mengandung cukup oksigen untuk pernafasan.
Propane konsentrasi tinggi berpengaruh thd system sarat pusat.
Penghisapan cairan volatile n-alkana dengan 5-8 atom karbon
dan alkana rantai cabang → depresi system saraf pusat ditandai
dengan rasa pusing dan kehilangan koordinasi.
Tempat kerja yang terpapari uap n-heksana (suatu pelarut yang
digunakan secara luas dan sebagai media reaksi) dapat
menyebabkan banyak gangguan terhadap system saraf
(polyneuropathy).
Pemaparan n-heksana menyebabkan hilangnya myelin (bahan
lemak pembungkus serabut saraf dan degenerasi axon (bagian sel
saraf yang berfungsi meneruskan impuls saraf ke luar sel).

Pusdiklat – Batan 15
Karakterisasi Limbah B3

Sikloheksna berperngaruh sebagai anestetik ringan. Efek toksik


yang umum terjadi akibat penggunaan cairan hidrokarbon dalah
dermatitis karena disolusi lemak pada kulit yang ditandai dengan
kulit kering dan bersisik.
Alkana lebih tinggi dari C8 (kerosene, jet fuel, diesel fuel, mineral
oil, fuel oil) tidak terlalu toksik, penghisapan bahan tersebut
menyebabkan pusing, sakit kepala dan stupor.
Pemaparan ekstrem menyebabkan koma dan kematian.
Penghisapan kabut uap cairan alkana yang lebih tinggi
menyebabkan pneumonia aspiration.

Alkena Etilena, propilena → asphyxiant, anestetik hewan, fitotoksik .


1,3 butadiena → irritant terhadap mata, system pernafasan,
membrane mukosa.
Konsentrasi tinggi → ketidaksadaran sampai kematian.
Asetilen → asphyxiant, narkotik → sakit kepala, pusing, gangguan
pencernaan.
Benzene & Benzene yang terisap segera diserap darah mencapai jaringan
hidrokarbon lemak.
aromatik Untuk senyawa yang tidak dimetabolisir maka proses reversible
dan benzene diekskresikan lewat paru.
Toksik; mengalami enzymatic epoksidasi menjadi benzene
epoksida → kerusakan sumsum tulang.
Penyebab iritasi kulit, kemerahan kulit (erythema), rasa terbakar,
akumulasi cairan (edema) dan pelepuhan.
Penghisapan udara yang mengandung 7g/m3 benzena
menyebabkan keracunan akut dalam 1 jam karena efek narkotik
terhadap system saraf pusat yang ditunjukkan dengan depresi,
kegagalan system pernafasan, dan kematian.

Pusdiklat – Batan 16
Karakterisasi Limbah B3

Pengisapan udara yang mengandung > 60 g/m3 berakibat fatal


dalam beberapa menit.
Pemaparan jangka panjang konsentrasi rendah → gejala non
spesifik; lelah, sakit kepala, hilang nafsu makan.
Keracunan kronik → abnormalita darah; defisiensi leukosit,
peningkatan limfosit, anemia, penurunan keping darah
(trombositopenia) dan kerusakan sumsum tulang. Gejala ini
disebut preleukemia, selanjutnya dapat terjadi leukemia maupun
kanker.
Toluene Moderately toxic melalui pernafasan dan penghisapan.
Low toxicity melalui pemaparan kulit.
Dapat ditolerir sampai 200 ppm dalam udara tanpa memberikan
efek negative. Konsentrasi 500 ppm → sakit kepala, mual,
gangguan system koordinasi tanpa efek fisiologis yang bisa
teramati.
Pemaparan dengan konsentrasi sangat tinggi, memberikan efek
narkotik dan dapat berakibat koma.
Naftalena Pemaparan naftalena → anemia, penurunan kadar hemoglobin,
iritasi kulit / dermatitis bagi yang peka, sakit kepala, gangguan
kesadaran.
Polisiklikk Benzo(a)pyrene dimetabolisir → [7,8-diol-9,10-epoksida]-
aromatic benzo(a)pyrene bersifat karsinogenik.
hidrokarbon Ada 2 stereoisomer metabolit zat ini yang dikertahui bersifat
mutagen dan diduga karsinogenik.
Organooksigen Epoksida (etilen oksida) → moderate-high toxicity, flammable,
explosive, mutagenic & carcinogenic thd hewan.
Menghirup konsentrasi rendah → iritasi saluran nafas, sakit kepala,
mengantuk.
Pemaparan konsentrasi tinggi → cyanosis, pulmonary edema,
kerusakan ginjal, kerusakan saraf tepi, kematian.
Propilena oksida → efek toksik lebih rendah.

Pusdiklat – Batan 17
Karakterisasi Limbah B3

1,2,3,4-butadiena epoksida (hasil oksidasi 1,3-butadiena →


carcinogenic.
Alkohol Methanol → efek fatal bila terisap.
Acidosis → pengaruh pd system saraf pusat dan saraf optic.
Pemaparan akut s/d dosis letal → mabuk ringan diikuti kehilangan
kesadaran 10-20 jam, depresi jantung dan berakhir kematian.
Pemaparan sub letal → kebutaan karena kerusakan saraf optic
dan sel ganglion retina.
Etanol mempunyai rentang efek thd sistem saraf pusat, menurut
kadar dalam darah:
0,05 % → efek ringan penurunan tanggap
0,15-0,30 % → intoksikasi
0,3-0,5 % → stupor
> 5 % → coma, kematian
n-butanol → iritasi, toksisitas dibatasi tekanan uap yang rendah.

Alil alcohol CH2CHCH2OH (unsaturated/olefinic) alcohol → iritasi


kuat thd mata, hidung dan mulut.
Fenol Gugus –NO2 dan halogen khususnya Cl yang berikatan dengan
cincin aromatic fenol sangat menentukan sifat kimia dan
toksikologi senyawa fenol.
Meski digunakan sebagai antiseptic tetapi bersifat racun bagi
protoplasma, merusak semua jenis sel.
Efek toksik akut thd system saraf pusat, kematian dapat terjadi
kurang dari setengah jam setelah pemaparan.
Efek keracunan akut → gangguan saluran cerna, malfungsi ginjal,
kegagalan system sirkulasi, edema paru.
Dosis fatal dapat diserap melalui kulit.
Organ kunci yang mengalami kerusakan; limpa, pancreas, ginjal.

Pusdiklat – Batan 18
Karakterisasi Limbah B3

Aldehida & Formaldehida, pemaparan jangka panjang → hipersensitivita


keton → iritasi membrane mukosa saluran nafas.
→ karsinogenik paru hewan percobaan.
Aldehida rendah → iritasi jagingan/lendir mata dan membrane
mukosa saluran nafas atas
Asetaldehida & propenaldehida (akrolein) → toksisitas <
formaldehida, irritant, efek narkotik thd system saraf pusat.
Pemaparan akrolein thd jaringan → nekrosis
Toksisitas keton < aldehida
Aroma keton yang segar → efek narkotik, dermatitis (melarutkan
lemak dari kulit).
Metal-etil keton diduga → gangguan neurophatik pekerja industri
sepatu.

Asam Asam format → korosif thd jaringan


karboksilat Asam asetat glacial → sangat korosif terhadap jaringan tubuh.
Asam akrilat, kontak pada kulit → kerusakan jaringan.
Eter Dietil eter → efek penenang (depressant) system saraf pusat;
bahan anestetik
Dosis rendah → efek kantuk, intoksikasi, stupor
Dosis tinggi → hilang kesadaran, kematian.
Anhidrida asam Asam asetat anhidrida → racun sistemik, korosif thd kulit, mata,
saluran nafas atas.
Kontak kulit → melepuh, terbakar dg penyembuhan yang lambat.
ester Volatile ester → asphyxiant, efek narkotik
Allyl asetat → relative toxic

Pusdiklat – Batan 19
Karakterisasi Limbah B3

Alifatik amina Metilamina → bereaksi dg air dalam jaringan, meningkatkan pH


sampai tingkat berbahaya,
→ necrosis jaringan yang kontak, bersifat korosif & racun
(khususnya pada jaringa mata yang sensitive).
Efek sistemik → necrosis hati dan ginjal, gangguan & edema paru,
gangguan system imun.
Disikloheksilamin → iritasi mata, membrane mukosa, kulit.
→ racun sistemik; mual, gelisah, mengantuk, mengganggu system
reproduksi wanita.
Etilendiamin → toxicity rating 3, sangat berpengaruh thd kulit,
merusak jaringan mata.
Karbosiklik Aniline & kelompok senyawa sejenis → kanker kandung kemih,
aromatic amina ureter dan pelvis, diduga juga thd paru, liver dan prostate.
Masuk tubuh lewat pernafasan, penghisapan & kulit.
1-naftilamin (alpha-naftilamin), 2-naftilamin (beta-naftilamin) →
terbukti penyebab kanker kandung kemih.
Masuk tubuh lewat pernafasan, penghisapan & kulit.
Piridin Moderately toxic, toxicity rating 3.
Gejala; anorexia, mual, lemas.
Keracunan kronik → depresi mental

F. Identifikasi
Merupakan langkah awal dalam pengelolaan limbah B3 untuk menentukan
apakah suatu limbah termasuk limbah B3. Dengan identifikasi akan
diperoleh kemudahan bagi berbagai pihak yang terlibat: penghasil,
pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah atau penimbun dalam
mengenali sedini mungkin.
Tahapan identifikasi sbb:

Pusdiklat – Batan 20
Karakterisasi Limbah B3

- Mencocokkan jenis limbah dengan daftar limbah B3 (lampiran 1


PP85/1999). Bahan yang termasuk dalam daftar ini diidentifikasi
sebagai limbah B3.
- Pemeriksaan karakteristik : sifat korosif, reaktif, mudah terbakar /
meledak, beracun, menyebabkan infeksi.
- Uji toksikologi.

G. KARAKTERISASI TERBATAS
Penanganan limbah B-3 bersifat spesifik sesuai dengan jenis senyawaan
yang terkandung di dalamnya. Untuk memasuki tahap pengolahan,
perlakuan pertama terhadap limbah B-3 yang tidak diketahui jenis
senyawaannnya adalah karakterisasi terbatas untuk mengetahui sifat-sifat
kimia-fisik terpenting berkaitan dengan proses pengolahan. Karakterisasi ini
meliputi; sifat kelarutan dalam air (water solubility), senyawa
organik/anorganik, pH (→ korosifitas), potensi oksidator/reduktor, sifat dapat
bakar dan reaktifitas. Untuk menentukan sifat-sifat tersebut dapat dilakukan
uji sederhana sebagai berikut:

G.1. Kelarutan Dalam Air

Ambil sejumlah volume/berat tertentu sample (5 mL/1 g), tempatkan dalam


beakerglass berisi 100 mL akuades, diaduk seksama. Perhatikan apakah
sample dapat melarut sempurna. Simpulkan sifat kelarutan sample
berdasarkan pengamatan yang dilakukan.

G.2. Organik/anorganik

Untuk senyawa yang dapat larut dalam air, lakukan pengukuran


konduktivita menggunakan konduktivitimeter; celupkan electrode ke dalam
larutan, amati pembacaan konduktivita pada display, atur tombol satuan
(mS/cm atau µ S/cm) agar pembacaan oleh instrument berlangsung baik.
Batasan nilai konduktivitas < 0,3 mS/cm diklasifikasikan sebagai senyawa
organik.

Pusdiklat – Batan 21
Karakterisasi Limbah B3

NILAI KONDUKTIVITA SENYAWA ORGANIK

KONDUKTIVITA
No. NAMA SENYAWA RUMUS KIMIA
(µ S/cm)
1. etanol C2H5OH 1,3
2. Methanol CH3OH 1,3
3. Isopropil alcohol CH3COHCH3 0,2
4. Propanon CH3COCH3 0,7
5. Kloroform CH3Cl 0,0
6. Asam format HCOOH 184,8
7. Asam asetat CH3COOH 7,1
8. Aniline C6H5NH2 0,5
9. Dioxane C6H8O2 0,0
10. Dimetil eter CH3OCH3 0,0

G.3. pH dan Sifat Korosif


• Ukur pH Larutan pada point 1 di atas, bila mempunyai nilai pH ≤ 2 atau
≥ 12,5 maka limbah tersebut digolongkan bersifat korosif.

G.4. Sifat Dapat Terbakar

Ambil sample cair menggunakan penyulut api, dekatkan perlahan-lahan


kearah api lampu spiritus. Amati apakah dapat menyala.

G.5. Potensi Oksidator/Reduktor


G.5.1. Uji sifat reduktor

Sampel cair dapat langsung dikenakan uji berikut ini, untuk sample padat
dilarutkan terlebih dulu sebanyak 1 g dalam 100 mL akuades.
Tambahkan 5 mL H2SO4 2N dan panaskan sampai ± 80 °C kemudian
teteskan KMnO4 0,1 N. Perhatikan apakah terjadi perubahan warna
lembayung menjadi bening. Hal tersebut menunjukkan sifat potensi
reduktor.

Pusdiklat – Batan 22
Karakterisasi Limbah B3

G.5.2. Uji Sifat Oksidator

Sampel cair dapat langsung dikenakan uji berikut ini, untuk sample padat
dilarutkan terlebih dulu sebanyak 1 g dalam 100 mL akuades.
Tambahkan 5 mL H2SO4 2N dan 5 mL KI 5%. Perhatikan apakah timbul
warna coklat dari iod. Hal ini menunjukkan sifat potensi oksidator.

H. PENGOLAHAN LIMBAH B-3

Setelah diketahui sifat-sifat terpenting limbah B-3 dengan prosedur


karakterisasi di atas, dapat dilakukan proses pengolahan sebagai berikut :

H.1. Netralisasi
Tempatkan limbah dalam wadah penetralan, apabila berbentuk padatan
dilarutkan dengan air. Lakukan pengadukan, celupkan elektroda pH-meter
dan amati harga pH yang ditunjukkan. Tambahkan bahan penetral yang
sesuai (asam atau basa) dalam jumlah yang tepat (hasil uji lab.) Amati
perubahan pH sampai mencapai netral atau berkisar antara pH 6-8.
Selain dengan pH-meter dapat pula digunakan larutan indikator misalnya,
merah metal atau merah netral.

H.2. Pengendapan, Koagulasi/Flokulasi

Tempatkan limbah dalam wadah pengolahan. Tambahkan asam/basa


sambil diaduk sampai diperoleh nilai pH optimal untuk proses
pengendapan. Tambahkan sejumlah berat/volum tertentu bahan bahan
pengendap atau koagulan/flokulan yang sesuai sambil terus diaduk cepat
(300 rpm) selama 5 menit, kemudian kurangi cepat pengadukan menjadi
50 rpm selama 15 menit. Pengadukan dihentikan dan biarkan endapan
mengenap sempurna (4-8 jam). Larutan jernih pada bagian atas dicuplik,
lakukan uji pengendapan apakah sudah sempurna. Pisahkan endapan
untuk diimobilisasi. Larutan jernih dicek apakah memenuhi syarat untuk
didispersi ke lingkungan.

Pusdiklat – Batan 23
Karakterisasi Limbah B3

Bahan koagulan yang dapat digunakan antara lain: tawas aluminium


Al2(SO4)3 (NH4)2SO4.24H2O, poli aluminium klorida (PAC), FeCl3, tawas
ferri Fe2(SO4)3 (NH4)2SO4.24H2O, atau dengan larutan Na2S.

H.3. Adsorpsi Dengan Karbon Aktif

Limbah cair diumpankan melalui kolom sorpsi berisi karbon aktif/granular


activated carbon (berat karbon aktif, volume dan debit limbah,
disesuaikan dengan jenis polutan yang akan diserap, berdasarkan data
dalam literature atau uji lab). Cek apakah konsentrasi polutan dalam
efluen limbah telah memenuhi persyaratan baku mutu air limbah.

H.4. Oksidasi-Reduksi

Proses ini bertujuan mengubah sifat toksik limbah dengan penambahan


bahan pengoksidasi untuk terjadinya perubahan kimia komponen-
komponen limbah. Sebagai contoh molekul organik dapat dirubah menjadi
karbon dioksida dan air atau menjadi suatu senyawa antara yang kurang
toksik dibandingkan strukturnya semula. Selanjutnya senyawa antara ini
dapat diolah lebih lanjut dengan metoda pengolahan biologi.

Lakukan karakterisasi terhadap limbah yang belum diketahui bersifat


reduktor atau oksidator sesuai prosedur karakterisasi. Tempatkan limbah
dalam wadah pengolahan dan lakukan pengadukan sambil ditambahkan
bahan pendukung agar dicapai kondisi optimal (misalnya kondisi asam
atau basa). Tambahkan bahan oksidator/reduktor yang sesuai jenis dan
jumlahnya. Bila diperlukan, lakukan penyinaran dengan lampu ultra violet
ataupun pemanasan sampai temperatur tertentu selama proses oksidasi.

Pusdiklat – Batan 24
Karakterisasi Limbah B3

Daftar Bahan Oksidator Dan Reduktor Untuk Mengolah Limbah

Oksidator Limbah
1. Klorin; Cl2, OCl- CN-, CNO-, Fe2+
2. H2O2 CN-, sulfida, sulfur
3. H2O2-UV Diklorometana
4. Ozon (O3) Fenol, sianida, alkena
5. KMnO4; Sulfida
6. O2 Formaldehida, sianida
Reduktor Limbah
1. Sulfit (SO3), Sulfur dioksida (SO2) Cr6+
2. FeSO4 Cr6+
3. Na-borohidrida TEL (tetra ethyl lead)
4. Scrap iron (Fe) Cu2+

Reaksi-reaksi oksidasi komponen limbah B-3:


Sianida; NaCN + H2O2 → NaCNO + H2O
NaCN + Cl2 → CNCl + NaCl
CNCl + 2 NaOH → NaCNO + NaCl + H2O
NaCNO + 3 Cl2 + 4 NaOH → N2 + 2 CO2 + 6NaCl + 2H2O
2CN- + O2 → 2CNO-
2CNO- + 2H+ + 2H2O2 → 2NH4+ + H2O + 2CO2
sulfida; H2S + H2O2 → S + 2 H2O
S2- + 4 H2O2 → SO42- + 4 H2O
3H2S + 4KMnO4 → 2K2SO4 + MnO2 + 3MnO + S + 3H2O
besi II; 2 Fe2+ + HOCl + 5 H2O → 2 Fe(OH)3 + Cl- + 5 H+
diklorometana; CH2Cl2 + 2H2O2 → 2HCl + 2H2O + CO2
formaldehida; CH2O + ½O2 → H2O + CO2

Pusdiklat – Batan 25
Karakterisasi Limbah B3

H.5. Pertukaran Ion


Dengan proses ini ion-ion beracun dapat diikat oleh resin untuk kemudian
diimobilisasi.
Tambahkan larutan asam/basa kedalam limbah untuk mencapai pH
optimum, kemudian limbah tersebut dilewatkan kolom resin mixed-bed
ataupun kolom resin kation dan anion yang disusun seri. Cek apakah
efluen sudah memenuhi baku mutu air limbah untuk didispersi ke
lingkungan. Amati kondisi kejenuhan resin secara berkala. Lakukan
imobilisasi resin bila telah jenuh.

I. PEMBUANGAN BAHAN-BAHAN KIMIA KHUSUS

BAHAN (CONTOH) PENANGANAN


1. Halida asam organik Campur dengan NaHCO3 dalam wadah gelas atau
(asetil klorida, benzoil plastik, tambahkan air dalam jumlah banyak sambil
klorida, asetil bromida). diaduk.
Buang ke dalam bak air diikuti banyak air.
2. Senyawa halida. Campur dengan NaHCO3 dalam wadah penguap,
semprot dengan NH4OH 6M dan aduk serta tambah
es untuk mendinginkan hasil reaksi.
Setelah habis uap NH4Cl, tambah air dan aduk.
Netralkan dengan HCl sebelum dibuang bersama-
sama air.
3. Aldehida 1. Serap dengan absorben kemudian bakar secara
(akrolein, kloral, terbuka atau dalam insenerator.
furfural, paraldehida). 2. Larutkan dalam aseton atau benzena, bakar
dalam insenerator.
4. Halida organik dan 1. Tuangkan kedalam NaHCO3 atau campuran pasir
senyawanya dan NaOH 9:1. diaduk seksama dan pindahkan
(aldrin, klordan, ke dalam insenerator.
dieldrin, lindane, tetra 2. Larutkan kedalam pelarut organik mudah
ethyl lead, vinil klorida). terbakar (aseton, benzena) kemudian bakar
dalam insenerator.
5. Asam organik 1. Tuangkan kedalam NaHCO3 berlebihan, campur
tersubstitusi dan tambahkan air. Biarkan 24 jam kemudian

Pusdiklat – Batan 26
Karakterisasi Limbah B3

(asam benzen sulfonat, buang perlahan-lahan bersama sejumlah air.


asam kloroasetat, 2. Tuangkan kedalam absorben dalam insenerator.
asam trikloroasetat, Tutup dengan sisa kayu atau kertas, siram
asam fluoroasetat). dengan alkohol bekas dan bakar.
3. Larutkan dalam pelarut mudah terbakar atau sisa
alkohol. Bakar dalam insenerator.
6. Amin aromatik 1. Serap dengan kertas, uapkan dalam lemari asap
terhalogenasi dan dan bakar.
senyawa nitro; 2. Serap dengan pasir + NaHCO3, campur dengan
diklorobenzena, potongan kertas dan bakar dalam insenerator.
dinitroanilin, endrin, 3. Dibakar langsung dalam insenerator dilengkapi
metil isotiosianat, scrubber.
nitrobenzene, 4. Campur dengan pelarut mudah terbakar (alkohol,
nitrofenol. benzena) dan bakar dalam insenerator.
7. Senyawa amin 1. Serap dengan campuran pasir dan NaOH 9:1,
aromatik aduk dan campur dengan potongan kertas
(anilin, benzidin kemudian bakar dalam insenerator.
[karsinogenik], piridin). 2. Larutkan dalam pelarut mudah terbakar (alkohol,
benzena) dan bakar dalam insenerator.
8. Fosfat organik dan 1. Campur dengan pelarut mudah terbakar (alkohol,
sejenisnya benzena) dan bakar dalam insenerator.
(malation, metil 2. Campur dengan kertas bekas dan bakar dalam
paration, paration, insenerator dilengkapi scrubber alkali.
tributil fosfat).
9. Basa alkali dan Tuangkan dalam bak dan encerkan dengan air serta
ammonia. netralkan. Buang dalam pembuangan air biasa.
10. Bahan kimia oksidator Tambahkan sejumlah pereduksi (hipo, bisulfit atau
ferosulfat yang ditambah H2SO4. biarkan reaksi
selesai dan netralkan dengan NaOH atau HCl.
Buang dengan banyak air.
11. Bahan kimia reduktor Campur dengan NaOH 1:1, tambah air sampai
membentuk slurry. Tambahkan kalsium hipoklorit dan
air, biarkan selama 2 jam. Netralkan kemudian buang
dalam saluran air.
12. Sianida dan nitril • Sianida ditambahkan ke dalam larutan basa dari

Pusdiklat – Batan 27
Karakterisasi Limbah B3

kalsium hipoklorit berlebih. Biarkan 24 jam dan


buang ke dalam pembuangan air.
• Nitril ditambahkan ke dalam campuran NaOH-
alkohol untuk membentuk sianat, biarkan 1jam.
Uapkan alkohol. Tambah kedalam residu sianat
sejumlah larutan basa kalsium hipoklorit berlebih.
Buang ke pembuangan air setelah dibiarkan 24
jam.
13. Eter Siramkan ke atas tanah terbuka, biarkan menguap
dan bakar dari jarak jauh dengan berhati-hati
14. Hidrokarbon, alkohol Campurkan bahan berupa cairan dengan pelarut
dan ester (benzena, yang lebih mudah terbakar dalam insenerator.
antrasena, fenol, Bahan padatan dicampur kertas kemudian dibakar
sikloheksan, toluene, dalam insenerator.
metil-akrilat, minyak
mentah).

15. Asam organik Bahan cairan ataupun padat dicampur dengan pelarut
organik yang mudah terbakar kemudian dibakar
dalam insenerator.
16. Asam anorganik Tambahkan kedalam sejumlah besar NaOH dan
Ca(OH)2. buang campuran ke saluran air mengalir.

Pusdiklat – Batan 28
Karakterisasi Limbah B3

DAFTAR PUSTAKA
1.Dr. Milos Nedved, Dr. Soemanto Imamkhasani, “Dasar-dasar
Keselamatan Kerja Bidang Kimia dan Pengendalian Bahaya Besar”, ILO,
Jakarta, 1991.
2.Charles A. Wentz, “Hazardous Waste Management”, Mc Graw-Hill
Publishing Company, 1989.
3.Michael D. La Grega et All, “Hazardous Waste Management”, Mc Graw-
Hill International Edition, 2001.
4.Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
5.Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
6.Stanley E. Manahan, “Hazardous Waste Chemistry, Toxicology and
Treatment”, Lewis Publishers, Inc., Michigan, 1990

Pusdiklat – Batan 29
Karakterisasi Limbah B3

Pusdiklat – Batan 30
LEVEL KODIFIKASI
SKEMA PENYORTIRAN & KODIFIKASI LIMBAH B-3

1 LIMBAH B-3

2 PADAT CAIR

TAK LARUT DL AIR (W)


3 LARUT DL AIR (W) ORGANIK UNIDENTIFIED ANORGANIK

CAMPUR DG AIR (W) TAK CAMPUR DG AIR (W) ASAM NETRAL BASA
4 ORGANIK ANORGANIK

ASAM BASA TOXIC OKSIDATOR


FLAMABLE OKSIDATOR

FLAMABLE
KOROSIF
5
TOXIC KOROSIF

TOXIC
EXPLOSIF TOXIC

EXPLOSIF
EXPLOSIF

CONTOH NOTASI KODIFIKASI: LB3POT→ Limbah B-3, padat, organik, toxic

LB3COWB → Limbah B-3, cair, organik, dp campur air, basa

LB3COWF → Limbah B-3, cair, organik, td dp campur air, flamable


Untuk limbah unidentified (U), notasi kodifikasi dapat dilanjutkan sampai level terendah sejauh memungkinkan, begitu pula untuk jenis limbah lainnya
KLASIFIKASI LIMBAH B-3 BERDASARKAN JENIS SENYAWA

LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

ORGANIK
ANORGANIK

ALIFATIK HC AROMATIK HC
UNSUR

ORGANO OKSIGEN

HAZARDOUS ELEMENTAL FORM


ORGANO NITROGEN

ORGANO HALIDA SENYAWA

ORGANO SULFUR
SENYAWA ORGANOMETAL

ORGANO FOSFOR

POLYCHLORINATED BIPHENYL
CONTOH JENIS DAN KARAKTER SENYAWA LIMBAH B3

KELOMPOK / JENIS SENYAWA SIFAT


ALIFATIK HC
2-METIL BUTANA HIGHLY FLAMMABLE
1,3-BUTADIENA HIGHLY FLAMMABLE, EXPLOSIVE
ACETILENA HIGHLY FLAMMABLE, EXPLOSIVE
BENZENA (U019) HIGHLY FLAMMABLE, IGNITABLE, TOXIC (blood abnormality → leukemia)
NAFTALENA (U165)
POLYCYCLIC AROMATIC HC, (PAHs); TOXIC-CARCINOGENIC
BENZO(a)PYRENE

ORGANOOKSIGEN
ETILENOKSIDA (U115) TOXIC-CARCINOGEN, FLAMMABLE, EXPLOSIVE
METANOL (U154) FLAMMABLE, TOXIC-BLINDNESS
FENOL TOXIC
METIL TERTIARI BUTIL ETER
ACROLEIN (P003) FLAMMABLE, REACTIVE, EXPLOSIVE (prolonged contact with O2 → peroxide),
EXTREME LACHRIMATOR, IRRITANT, TOXIC
ASETON
ASAM PROPIONAT

ORGANONITROGEN
METILAMIN HIGHLY FLAMMABLE, IRRITANT (mata, kulit, membrane mukosa)
DIMETILNITROSAMIN TOXIC-LIVER, CARCINOGENIC
TRINITROTOLUENA TOXIC-HEPATITIS/APLASTIC ANEMIA

ORGANOHALIDA
ALKIL HALIDA LOW REACTIVITY, TOXIC (pyrolyzed → HCL + hazardous product)
KLOROMETANA
DIKLOROMETANA
KARBON TETRAKLORIDA
DIKLORODIFLUOROMETANA
KLOROETANA
1,1,1-TRIKLOROETANA

ALKENILHALIDA MORE REACTIVE, TOXIC (burned → fosgen,COCl2


MONOKLOROETILENA HIGHLY FLAMMABLE, TOXIC-CARCINOGEN
1,1-DIKLOROETILENA
Cis-1,2-DIKLOROETILENA
Trans-1,2-DIKLOROETILENA
TRIKLOROETILENA
TETRAKLOROETILENA
3-KLOROPROPENA IRRITANT
1,2-DIKLOROPROPENA
2-KLORO-1,3-BUTADIENA
HEKSAKLOROBUTADIENA

ARYL HALIDA
MONOKLOROBENZENA
1,2-DIKLOROBENZENA
1,4-DIKLOROBENZENA
1,2,4-TRIKLOROBENZENA
HEKSAKLOROBENZENA
BROMOBENZENA
1-KLORO-2-METILBENZENA
PENTAKLOROFENOL

ORGANOSULFUR
METANATIOL TOXIC
ETANATIOL TOXIC
1-PROPANATIOL TOXIC
2-PROPENA-1-TIOL IRRITANT,
1-BUTANATIOL
2-BUTANATIOL
1-PENTANATIOL
ALFA-TOLUENATIOL VERY TOXIC-CARCINOGEN
SIKLOHEKSNATIOL
1-DEKANATIOL
BENZENATIOL TOXIC
DIMETIL SULFIDA MODERATELY TOXIC
TIOFENA
TIOFANA

NITROGEN-ORGANOSULFUR
TIOUREA
1-NAFTILTIOUREA TOXIC
FENILTIOUREA
METILISOTIOSIANAT IRRITANT-(mata, kulit, saluran cerna), TOXIC-(heat decomposed → SO2, HCN)
DIMETILSULFOKSIDA
DIMETILSULFON
SULFOLAN

SULFOKSIDA
DIMETILSULFOKSIDA
DIMETILSULFON
SULFOLAN

ASAM SULFONAT; SALT, ESTER


ASAM BUTANASULFONAT
ASAM BENZENASULFONAT
SODIUM-1(p-SULFOFENIL)DEKANA
METILMETANASULFONAT TOXIC-CARCINOGEN

ESTER ORGANIK DARI ASAM SULFAT


METIL-ASAMSULFAT IRRITAN (kulit, mata, jaringan mukosa)
ETIL-ASAMSULFAT IRRITAN (kulit, mata, jaringan mukosa)
SODIUM ETILSULFAT
DIMETILSULFAT PRIMARY CARCINOGEN

ORGANOFOSFOR
ALKIL & ARIL FOSFINA Pembakaran → P4O10 (CORROSIVE-IRRITANT-TOXIC)
METILFOSFINA REACTIVE GAS, HIGH TOXICITY
DIMETILFOSFINA REACTIVE LIQUID, HIGH TOXICITY
TRIMETILFOSFINA REACTIVE, SPONTANEOUSLY IGNITABLE LIQUID, HIGH TOXICITY
FENILFOSFINA REACTIVE, MODERATELY FLAMMABLE LIQUID, HIGH TOXICITY
TRIFENILFOSFINA LOW REACTIVITY, MODERATE TOXICITY

FOSFIN OKSIDA & SULFIDA TOXIC (pembakaran → fosfor oksida


TRIETILFOSFIN OKDIDA
TRIBUTILFOSFIN OKSIDA

ESTER ORGANOFOSFAT
TRIMETILFOSFAT MODERATELY TOXIC
TRIFENILFOSFAT MODERATELY TOXIC
Tri-o-CRESILFOSFAT VERY TOXIC
TETRAETILPIROFOSFAT

ESTER FOSFOROTIONAT &


FOSFORODITIONAT
PARATION
KLOROTION
MALATION
DISULFOTON

POLYHLORINATED BIPHENYLS

DIOXINS
DIBENZO-p-DIOXIN
2,3,7,8-TETRAKLORODIBENZO-
p-DIOXIN

2,4-DIKLOROFENOKSI ASAM ASETAT


LD50 0,6 µ g/kg (guinea pigs), gangguan kulit (cloracne)
HEKSAKLOROFEN

You might also like