You are on page 1of 12

Doa setelah berwudu

”asyhadu allaa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariikalahu wa asyhadu anna


Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluh, Alloohummaj’alni minat tawwabiina waj’alnii
minal mutathohhiriin” Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah
semata; yang tidak ada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya
dan utusan-Nya, Ya Allah jadikan aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikan aku
termasuk orang-orang yang suka mensucikan diri

A. DOA MANDI JUNUB / JANABAT

“Nawaitu ghuslal li rof’il hadatsil akbari minal janabati ‘an jami’il badani fardhan lillahi
ta’ala.” Saya berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari semua badan setelah junub,
yang merupakan kewajiban hanya karena Allah semata.

B. DOA MANDI SUCI MENSTRUASI

“Nawaitu ghuslal li rof’il hadatsil akbari minal haidi ‘an jami’il badani fardhan lillahi
ta’ala” Saya berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari semua badan saya setelah
menstruasi, yang merupakan kewajiban hanya karena Allah semata.

C. DOA SETELAH BERSIH NIFAS

“Nawaitu ghuslal li rof’il hadatsil akbari minan nifasi ‘an jami’il badani fardhan lillahi
ta’ala” Saya berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari semua badan saya setelah
nifas, yang merupakan kewajiban hanya karena Allah semata.

D. DOA MANDI SETELAH MELAHIRKAN

“Nawaitu ghuslal li rof’il hadatsil akbari minal wiladati ‘an jami’il badani fardhan lillahi
ta’ala” Saya berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari semua badan saya setelah
melahirkan, yang merupakan kewajiban hanya karena Allah semata”

Rukun Mandi Wajib

Rukun Mandi ada tiga perkara meliputi

 Niat dengan tujuan membezakan ibadat dan adat. Niat ini sekadar dilafazkan di dalam
hati dan tidak perlu dilafazkan secara zahir (secara lisan)
 Menghilangkan kotoran dan najis pada badan.
 Meratakan air ke seluruh anggota badan yang zahir termasuk segala lipatan-lipatan
badan. (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah)

Cara Mandi Wajib


Mandi wajib hendaklah dikerjakan menggunakan menggunakan air mutlak iaitu air yang suci
lagi menyucikan, dan tidak sah jika menggunakan air yang bukannya air mutlak.

Cara mandi wajib paling afdal sekiranya mengikut sunnah Rasulullah SAW. Berdasarkan hadis
dari Aisyah ra.,

“Dahulu, jika Rasulullah SAW hendak mandi janabah (junub), beliau membasuh kedua
tangannya. Kemudian menuangkan air dari tangan kanan ke tangan kirinya lalu membasuh
kemaluannya. Lantas berwuduk sebagaimana berwuduk untuk solat. Lalu beliau mengambil air
dan memasukkan jari-jemarinya ke pangkal rambut. Hingga beliau menganggap telah cukup,
beliau tuangkan ke atas kepalanya sebanyak 3 kali tuangan. Setelah itu beliau guyur seluruh
badannya. Kemudian beliau basuh kedua kakinya”

(HR. Al Bukhari dan Muslim)

Cara mandi wajib yang paling baik adalah mengikut cara yang diriwayatkan oleh Imam At-
Tirmizi.

1. Membaca bismillah sambil berniat untuk mengangkat hadas besar .


2. Membasuh tangan sebanyak 3 kali.
3. Membasuh alat kelamin dari kotoran dan najis.
4. Mengambil wuduk sebagaimana biasa kecuali kaki. Kaki dibasuh selepas mandi nanti.
5. Membasuh keseluruhan rambut di kepala.
6. Membasuh kepala berserta dengan telinga sebanyak 3 kali dengan 3 kali menimba air.
7. Menjirus air ke seluruh bahagian badan di sebelah lambung kanan dari atas sampai ke
bawah.
8. Menjirus lambung kiri dari atas sampai ke bawah.
9. Menggosok bahagian-bahagian yang sulit seperti pusat, ketiak, lutut dan lain-lain supaya
terkena air.
10. Membasuh kaki.

TATA CARA MANDI JUNUB BAGI WANITA

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata:

‫ َم ِن َوبِيَ ِده َْااألُ ْخ َرى ََعلَى ِشقِّهَ ْااأل ْي َس ِر‬Zَ‫ق َر ْأ َسهَا ثُ ََّم تَأْ ُخ ُذ بِيَ ِدهَا َعلَى ِشقِّهَااأْل َْْي‬ ْ ‫ت إِحْ دَانَا َجنَابَةٌأَ َخ َذ‬
َ ْ‫ت بِيَ َد ْيهَاثَاَل ثًافَو‬ َ َ‫ُكنَّاإِ َذأ‬
ْ َ‫صاب‬

“Kami ( istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air)
dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian
dia mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan
dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri.” (Hadits Shahih riwayat Bukhari: 277
dan Abu Dawud: 253)

Seorang wanita tidak wajib menguraikan (melepaskan) jalinan rambutnya ketika mandi karena
junub, berdasarkan hadits berikut:
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata:

‫ت ِم ْن َما ٍءثُ ََّم‬ٍ ‫ث َحثَيَا‬ ِ ‫ك أَ ْن تَحْ ثِ ْينَ َعلَى َر ْأ ِس‬


َ َ‫ك ثَال‬ ُ ُ‫ض ْف َر َر ْأ ِسي أَفَأ َ ْنق‬
ِ ‫الَإِنَّ َمايَ ْكفِ ْي‬:‫ضهُ لِ ُغس ِْل ْال َجنَابَ ِة؟ قَا َل‬ َ ‫ت يا َ َرسُو َل هللاِ إِنِّي ا ْم َرأَةٌ أَ ُش ُّد‬
ُ ْ‫قُا‬
ْ َ
‫ك الما َء فتَطه ُِريْن‬َ َ
ِ ‫ض ْينَ َعلى َسائِ ِر َج َسا ِد‬ ُ
ِ ‫تفِ ْي‬

Aku (Ummu Salamah) berkata: “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita, aku
menguatkan jalinan rambutku, maka apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena
junub?” Beliau bersabda: “Tidak, cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali
kemudian engkau mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau bersuci.” (Hadits Shahih
riwayat Muslim, Abu Dawud: 251, an-Nasaai: 1/131, Tirmidzi:1/176, hadits: 105 dan dia
berkata: “Hadits Hasan shahih,” Ibnu Majah: 603)

Ringkasan tentang mandi junub bagi wanita adalah:

1. Seorang wanita mengambil airnya, kemudian berwudhu dan membaguskan wudhu’nya


(dimulai dengan bagian yang kanan).
2. Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali.
3. Menggosok-gosok kepalanya sehingga air sampai pada pangkal rambutnya.
4. Mengguyurkan air ke badan dimulai dengan bagian yang kanan kemudian bagian yang
kiri.
5. Tidak wajib membuka jalinan rambut ketika mandi.
6. Menyiramkan air ke badannya.
7. Mengambil secarik kain atau kapas(atau semisalnya) lalu diberi minyak wangi kasturi
atau semisalnya kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya.

B. Rukun Khutbah 1. Memuji kepada Allah (Dengan membaca: "al-hamdulillah, atau, ahmadullah, atau
hamdan lillah, dan sesamanya") dalam setiap khutbah pertama dan kedua. 2. Membaca salawat untuk
Nabi Muhammad saw dalam setiap khutbah, satu dan dua (salawatnya: "Allahumma sholli 'ala
Muhammad, dan atau semacamnya") 3. Berwasiat untuk melakukan ketakwaan dalam setiap khutbah
(pesannya: "ittaqullah, atau athi'ullah, atau ushikum bitaqwallah, dan atau semisalnya") 4. Membaca
satu atau sebagian ayat al-Qur`an. 5. Doa untuk kebaikan dan ampunan bagi orang-orang beriman pada
khutbah kedua. Rukun di atas adalah rukun khutbah dalam Mazhab Syafi'i. Menurut mazhab ini, semua
rukun tersebut harus disampaikan dalam bahasa Arab, adapun pesan-pesan lain yang tidak termasuk
rukun bisa disampaikan dengan bahasa yang dipahami oleh jamaah.

Adapun Mazhab-mazhab lainnya adalah sebagai berikut: 1. Mazhab Hanafi, rukun khutbah adalah satu
hal, yaitu dzikir secara mutlak, baik panjang maupun pendek. Menurut Mazhab ini bahkan bacaan
tahmid, atau tasbih, atau tahlil, sudah cukup untuk menggugurkan kewajiban khutbah. Mazhab ini
berpendapat bahwa khutbah bisa disampaikan dalam bahasa apa saja, tidak harus bahasa Arab. 2.
Mazhab Maliki, rukun khutbah menurut mazhab ini adalah satu hal, yaitu ungkapan yang memuat kabar
gembira (dengan janji-janji pahala dari Tuhan) atau peringatan (bagi orang-orang yang suka melanggar
aturan Tuhan). Mazhab ini berpendapat bahwa keseluruhan khutbah harus disampaikan dalam bahasa
Arab. Jika tidak ada yang mampu menggunakan bahasa Arab maka kewajiban salat Jum'at gugur untuk
dilaksanakan. 3. Mazhab Hanbali, rukun khutbah menurut mazhab ini ada empat hal, yaitu: a. Bacaan
"alhamdulillah" dalam setiap khutbah, satu dan dua. b. Salawat atas Nabi Muhammad. c. Membaca satu
atau sebagian ayat al-Qur'an. d. Wasiat untuk melakukan ketakwaan. Mazhab ini juga berpendapat
bahwa khutbah harus disampaikan dalam bahasa Arab bagi yang mampu. Bagi yang tak bisa berbahasa
Arab maka menggunakan bahasa yang dimampui, khusus untuk ayat al-Qur`an tidak boleh digantikan
dengan bahasa lain. Demikian, rincian syarat dan rukun khutbah menurut mazhab-mazhab besar yang
banyak berlaku. Memang hampir tidak ada perbedaan antara khutbah dengan ceramah yang biasa
dilakukan para dai. Yang membedakan hanya waktu penyampaiannya. Wa 'l-Lah-u a'lam. Demikian,
semoga membantu. Salam, Shocheh Ha.

. Syarat Khutbah 1. Khutbah dilakukan sebelum salat Jum'at 2. Niat 3. Disampaikan dengan bahasa yang
bisa dipaham oleh Jamaah. 4. Antara khutbah satu dan khutbah dua dilakukan dalam satu waktu.
(antara keduanya tidak boleh dipisahkan dengan salat Jum'at ). 5. Disampaikan dengan suara yang bisa
didengar oleh jamaah, minimal sejumlah orang yang wajib dipenuhi sebagai syarat sahnya salat Jum'at,
40 orang. 6. Salat Jum'at segera dilakukan begitu khutbah usai, tidak boleh diselingi dengan hal-hal yang
tidak ada sangkut pautnya dengan pelaksanaan salat Jum'at.

Sujud syahwi adalah sujud yang dilakukan karena lalai dalam menjalankan salah satu tindakan
shalat, misalnya lupa melakukan tasyahud awal, atau ragu-ragu dalam jumlah rakaat shalat, atau .
Dalam sebuah hadist Rasulullah s.a.w. bersabda "Kalau kalian ragu dalam salat, maka ambil
yang engkau yakini, dan sempurnakanlah, kemudian lanjutkan sampai salam lalu bersujudlah
dua kali" (riwayat Ibnu Mas'ud H.R. Ashab Sunan). Dalam hadist lain dikatakan "Kalau kalian
lupa, maka bersujudlah". Riwayat Muslim mengatakan "Kalau seseorang menambahkan sesuatu
atau mengurangi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaknya ia bersujud dua kali".

Sujud syahwi dilakukan baik dalam salat berjamaah maupun sendiri, namun dalam berjamaah
ma'mum tidak boleh melakukan sujud sahwi bila imam tidak melakukannya, karena berjamaah
harus mengikuti imam.

Cara melakukan sujud syahwi adalah seperti sujud biasa, dua kali. Para ulama berbeda pendapat
mengenai tempat sujud syahwi.

Hanafi mengatakan setelah salam pertama kemudian dilanjutkan dengan membaca tasyahud lagi
baru setelah itu melakukan salam dua kali.

Syafi'ie mengatakan sujud syahwi dilakukan sebelum (menjelang) salam setelah membaca
tasyahud.

Maliki mengatakan sujud syahwi dilakukan sebelum salam bila disebabkan karena kekurangan
dalam melaksanakan amalan shalat, dan setelah salam bila disebabkan oleh kelebihan dalam
menjalankan amalan salat.

Hanbali mengatakan boleh memilih mana yang disukai antara sebelum dan sesudah salam,
namun yang lebih utama adalah sebelum salam.
Semua pendapat mempunyai landasan hadist yang kuat.

Bacaan sujud syahwi adalah "subhaana man laa yanaamu walaa yashuu".

Hukum sujud syahwi sunat menurut mayoritas ulama dan wajib menurut pendapat Hanafi.
Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan seseoranga karena ia mendapat kenikmatan atau
terbebas dari bencana dan malapetaka. Sujud ini disyariatkan sebagaimana disebutkan dalam
hadits Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu “

َ ‫ َكانَ ِإ َذا أَتَاهُ أَ ْم ٌر يَسُرُّ هُ أَوْ بُ ِّش َر بِ ِه َخ َّر َسا ِجدًا ُش ْكرًا هَّلِل ِ تَبَا َر‬ ‫ي‬
‫ك َوتَ َعالَى‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬

“Bahwasanya Nabi shalalahu a’alihi wasallam apabila mendapatkan hal yang menyenangkan
atau diberitakan kabar gembira kepadanya, beliau melakukan sujud syukur kepada Allah ta’ala”
(HR. Ibnu Majah No 1384)

Adapun caranya, Syeikh Utsaimin mengatakan: Cara sujud syukur adalah seperti melakukan
sujud tilawah diluar sholat. Sebagian ulama memandang harus dilakukan dalam keadaan wudhu
dan dengan bertakbir sekali lalu sujud dengan menghadap qiblat kemudian berdoa seperti doa
sujud biasa.

Rukun Shalat Jenazah


Shalat jenazah itu terdiri dari 8 rukun.

1. Niat

Shalat jenazah sebagaimana shalat dan ibadah lainnya tidak dianggap


sah kalau tidak diniatkan. Dan niatnya adalah untuk melakukan ibadah kepada Allah
SWT.

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam agama yang lurus , dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.(QS. Al-Bayyinah : 5).

Rasulullah SAW pun telah bersabda dalam haditsnya yang masyhur :


Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya setiap amal itu
tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai niatnya.”(HR. Muttafaq Alaihi).

Niat itu adanya di dalam hati dan intinya adalah tekad serta menyengaja di dalam hati bahwa kita
akan melakukan shalat tertentu saat ini.

2. Berdiri Bila Mampu


Shalat jenazah tidak sah bila dilakukan sambil duduk atau di atas kendaraan (hewan tunggangan)
selama seseorang mampu untuk berdiri dan tidak ada uzurnya.
3. Takbir 4 kali
Aturan ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk shalat Nabi ketika
menyolatkan jenazah.
Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan
beliau takbir 4 kali. (HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)

Najasyi dikabarkan masuk Islam setelah sebelumnya seorang pemeluk nasrani yang taat. Namun
begitu mendengar berita kerasulan Muhammad SAW, beliau akhirnya menyatakan diri masuk
Islam.

4. Membaca Surat Al-Fatihah


5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW
6. Doa Untuk Jenazah
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :

Bila kalian menyalati jenazah, maka murnikanlah doa untuknya. (HR. Abu Daud : 3199 dan
Ibnu Majah : 1947).

Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :

Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa


wassi’ madkhalahu, waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi.

Ada juga artikel lain yg menuliskan:


Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu.

7. Doa Setelah Takbir Keempat


Misalnya doa yang berbunyi :

Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana wa lahu


(maaf pren, sms-ku kemarin tidak lengkap doanya…ini yg lengkapnya…)

8. Salam

Jadi secara urutannya adalah sebagai berikut :

1. Takbiratul Ihram seperti biasa


**Membaca Al-Fatihah
2. Takbir
** Membaca Shalawat kepada Nabi SAW : Allahumma Shalli ‘Alaa Muhamad?
3. Takbir
** Membaca Doa : Allahummaghfir lahu war-hamhu . . .
4. Takbir
** Membaca Doa : Allahumma Laa Tahrimnaa Ajrahu
Mengucap Salam
Shalat Jamak adalah : Shalat yang digabungkan, yaitu mengumpulkan dua
shalat fardhu yang dilaksanakan dalam satu waktu. Misalnya, shalat dzuhur dan
Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur atau pada waktu Ashar. Shalat Maghrib dan
Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib atau pada waktu Isya’. Sedangkan Subuh tetap
pada waktunya dan tidak boleh digabungkan dengan shalat lain. Shalat Jamak ini boleh
dilaksankan karena bebrapa alasan (halangan) berikut ini:
 
a.      Dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat
b.     Apabila turun hujan lebat
c.      Karena sakit dan takut
d.     Jarak yang ditempuh cukup jauh, yakni 81 km (Begitulah yang disepakati oleh
sebagian Imam Madzhab sebagaimana disebutkan dalam kitab AL-Fikih, Ala al
Madzhabhib al Arba’ah)

            Tetapi sebagian ulama lagi berpendapat bahwa jarak perjalanan (musafir) itu
sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau dua marhalah, yaitu 16 (enam
belas) Farsah, sama dengan 138 (seratus tiga puluh delapan) km.

            Saudaraku, sidang pembaca.

Mengenai jarak perjalanan yang menyebabkan musafir diperbolehkan mengqoshar


shalat para ulama memang berbeda pendapat. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik
beserta pengikut keduanya, batas minimal jarak bepergian (safar) untuk dapat
mengqoshar shalat adalah 2 (dua) marhalah (48 mil) yaitu 16 Farsah atau 138 km.
Sedangkan menurut Imam Hanafi, mengqoshar shalat baru boleh dilakukan apabila
jarak perjalanan yang ditempuh mencapai 3 (tiga) marhalah (72 mil) yaitu 24 Farsah
atau 207 km.

 
        Shalat jamak dapat dilaksanakan dengan 2 (dua) cara:
1.      Jamak Taqdim (Jamak yang didahulukan) yaitu menjamak 2 (dua) shalat
dan melaksanakannya pada waktu shalat yang pertama. Misalnya shalat Dzuhur dan
Ashar dilaksanakan pada waktu Dzuhur atau shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan
pada waktu Maghrib.
 
        Syarat syah Jamak Taqdim ialah:
a.      Berniat menjamak shalat kedua pada shalat pertama
b.     Mendahulukan shalat pertama, baru disusul shalat kedua
c.      Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain,
kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting
 
2.      Jamak Ta’khir (jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak 2 (dua) shalat dan
melaksanakannya pada waktu shalat yang kedua. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar
dilaksanakan pada waktu Ashar atau shalat Maghrib dan shalat Isya’ dilaksanakan
pada waktu shalat Isya’
        Syarat Syah Jamak Ta’khir ialah:
a.      Niat (melafazhkan pada shalat pertama) yaitu : ”Aku ta’khirkan shalat
Dzuhurku diwaktu Ashar.”
b.     Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain,
kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting.
 

Dalam Jamak ta’khir tidak disyaratkan mendahulukan shalat pertama atau shalat
kedua. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar boleh mendahulukan Ashar baru Dzuhur atau
sebaliknya. Muadz bin Jabal menerangkan bahwasanya Nabi SAW dipeperangan
Tabuk, apabila telah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau kumpulkan
antara Dzuhur dan Ashar dan apabila beliau ta’khirkan shalat Ashar. Dalam shalat
Maghrib begitu juga, jika terbenam matahari sebelum berangkat, Nabi SAW
mengumpulkan Maghrib dengan Isya’ jika beliau berangkat sebelum terbenam matahari
beliau ta’khirkan Maghrib sehingga beliau singgah (berhenti) untuk Isya’ kemudian
beliau menjamakkan antara keduanya.

Sedangkan shalat Qashar ialah: Shalat yang dipendekkan, yaitu shalat fardhu yang 4
(empat) rakat (Dzuhur, Ashar dan Isya’) dijadikan 2 (dua) rakaat, masing-masing
dilaksanakan tetap pada waktunya. Sebagaimana menjamak shalat, mengqashar shalat
hukumnya sunnah. Dan ini merupakan rushah (keringanan) dari Allah SWT bagi
orang-orang yang memenuhi persyaratan tertentu.

 
 
  
        Adapun syarat syah shalah Qashar sama dengan shalat Jamak, hanya ditambah :
1.      Shalatnya yang 4 (empat) rakaat
2.      Tidak makmum kepada orang yang shalat sempurna
3.      Harus memahami cara melakukan
4.      Masih dalam perjalanan, bila sudah sampai dirumah harus dikerjakan
sempurna walaupun tetap jamak.
        Perhatikan Hadist Nabi SAW :

 
”Rasulullah SAW tidak bepergian, melainkan mengerjakan shalat dua raka’at saja
sehingga beliau kembali dari perjalanannya dan bahwasanya beliau telah bermukim di
Mekkah di masa Fathul Mekkah selama delapan belas malam, beliau mengerjakan
shalat dengan para Jama’ah dua raka’at kecuali shalat Maghrib. Kemudian bersabda
Rasulullah SAW: ”Wahai penduduk mekkah, bershalatlah kamu sekalian dua raka’at
lagi, kami adalah orang – orang yang dalam perjalanan.” (HR. Abu Daud)

 
        Sedangkan cara melaksanakan shalat Qashar adalah :
1.      Niat shalat qashar ketika takbiratul ihram.
2.             Mengerjakan shalat yang empat rakaat dilaksanakan dua rakaat kemudian
salam
        Firman Allah SWT

 
”Bila kamu mengadakan perjalanan dimuka bumi, tidaklah kamu berdosa jika kamu
memendekkan shalat...” (QS. An-Nisa: 101)
        Nabi SAW bersabda:

”Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: ”Shalat itu difardhukan atau diwajibkan atas lidah
Nabimu didalam hadlar (mukim) empat rakaat, didalam safar (perjalanan) dua rakaat
dan didalam khauf (keadaan takut/perang) satu rakaat.” (HR. Muslim)

 
        Sementara shalat jamak Qashar adalah:

Mengumpulkan dua shalat fardhu dalam satu waktu dan meringkas rakaatnya
yang semula empat rakaat menjadi dua rakaat.
        Perhatikan Hadist dari Ibnu Umar berikut ini:

 
”Pernah Rasulullah SAW menjamak Qashar shalat Maghrib dengan shalat Isya’, beliau
laksanakan Maghrib tiga rakat dan Isya’ dua rakaat dengan satu kali iqomah.” (HR.
Abu Daud dan Turmudzi)

Shalat Jamak Qashar dapat pula dilaksanakan secara taqdim dan ta’khir. Jika hendak
melakukan Jamak Qashar, umpamanya kita mengumpulkan Ashar dengan Dzuhur
yakni kita tarik shalat Ashar kedalam shalat Dzuhur maka hendaklah kita sesudah
Adzan dan Iqomah mengerjakan shalat Dzuhur dua rakaat, setelah selesai Dzuhur
iqomah lagi, setelah itu mengerjakan shalat Ashar dua rakaat.
            Saudaraku sesama muslim, bahwa diperbolehkannya seseorang melakukan
shalat Jamak, Qashar, maupun Jamak Qashar, merupakan rushah atau keringanan
dari Allah SWT. Maksudnya agar manusia itu tidak meninggalkan shalat fardhu walau
dalam keadaan bagaimanapun. Sesungguhnya Allah SWT tidak menghendaki
kesukaran pada hamba-hamba-Nya.
        Sesuai Firman-Nya:

 
”Allah SWT menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu...”(QS. Al-Baqarah: 185)

Setelah kita mengetahui seseorang (musafir) boleh mengerjakan shalat Jamak, Qashar
bahkan shalat Jamak Qashar sekaligus setelah memenuhi persyaratan tersebut diatas,
lantas bagaimana lafazh niat shalat-shalat tersebut?
        Berikut ini lafazh niat shalat Qashar dengan Jamak :
1.      Shalat Dzuhur Jama’ Taqdim:

 
”Aku niat shalat fardhu Dzuhur dua rakaat qashar dengan jama’ sama Ashar karena
Allah” Allahu Akbar.
2.      Shalat Ashar Jama’ Taqdim

 
”Aku niat shalat fardhu Ashar dua rakaat qashar karena Allah.” Allahu Akbar
 
 
 
             3.      Shalat Dzuhur jama’ ta’khir

”Aku niat shalat fardhu Dzuhur dua rakaat qashar karena Allah.” Allahu Akbar

4.      Shalat Ashar jama’ ta’khir

”Aku niat shalat fardhu Ashar dua rakaat qashar karena Allah.” Allahu Akbar.

5.      Shalat Maghrib jama’ taqdim

”Aku niat shalat Maghrib tiga rakaat jama’ sama Isya’ fardhu karena Allah.” Allahu
Akbar.
6.      Shalat Isya’ jama taqdim

”Aku niat shalat Isya dua rakaat qashar fardhu karena Allah.” Allahu Akbar.
7.      Shalat Maghrib jama’ ta’khir

”Aku niat shalat Maghrib tiga rakaat fardhu karena Allah.” Allahu Akbar.
 
8.      Shalat Isya jama’ ta’khir
BACAAN DO'A SESUDAH SHOLAT
Bacaan Lima
1. Syahadat (Asyhadu An Laa Ilaaha Illallaah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar

Rasuulullaah
2. Ta’audz (A’uudzu Billaahi Minasy-Syaithaanir-Rajiim)
3. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un
4. Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaahil-‘Aliyyil-Azhiim
5. Allaahu Akbar, 3x

Do’a lengkap sesudah Sholat


Syahadat
Ta'audz + Al-Fatihah
Astaghfirullaahal-‘Azhiim, Alladzii Laa Ilaaha Illaa Huwal-Hayyul-Qayyuum, Wa Atuubu Ilaiih,
3x
Laa Ilaaha Illallaahu Wahdahuu Laa Syariikalahu, Lahul Mulku, Wa Lahul-Hamdu Yuhyii Wa
Yumiitu Wa Huwa ‘Alaa Kulli Syai’in Qadiir, 3x

Subhanal Malikil Ma'budi, Subhanal Malikil Maujudi, Subhanal Malikil Hayyil Lazi, Laa Yanamu Wala Yamuttu, Wala Yafuutu
Abadan Subhun Qudusun Rabbunaa Wa Rabbul Malaikati Warruuh, Subhanallahi Walhamdulillahi Walaa Ilaaha Illallaahu
Wallaahu Akbar

Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaahil-‘Aliyyil-Azhiim


Takbir lengkap:

Allaahu Akbar, 3x, Laa Ilaaha Illallaahu Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar Walillahilhamdu, Allaahu Akbar Kabiiraw Wal-Hamdu
Lillaahi Katsiiraw Wa Subhaanallaahi Bukrataw Wa Ashiilaa. Laa Ilaaha Illallaahu Walaa Na'budu Illaa Iyyahu Mukhlishiina
Lahuddiinna Walau Karihal Kaafirun, Laa Ilaaha Illallaahu Wahdahu, Shadaqa Wa'dahu Wanashara 'Abdahu Wa-A'azzajundahu
Wahazamal Ahzaaba Wahdahu, Laa Ilaaha Illallaahu Wallaahu Akbar, Allahu Akbar Walillaahil Hamdu

Subhaanallahi,
33x
Al-Hamdu Lillahi, 33x
Laa Ilaaha Illallaahu,
33x
Allaahu Akbar,
33x
Istighfar,
33x (Astaghfirullaahal-‘Azhiim)

A’uudzu Billaahi Minasy-Syaithaanir-Rajiim. Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiim. Al-Hamdu Lillaahi Rabbil-‘Aalamiin, Hamdan


Na’iimiin, Hamdan Syakiiriin, Hamday Yuwaafii Ni’amahu Wa Yukaafii Maziidah. Yaa Rabbanaa Lakal-Hamdu, Wa Laa Ka
Syukru, Kamaa Yambaghii Li Jalaali Wajhika Kariim Wa Azhiimi Sulthaanik

Shalawat lengkap:

Allaahumma Shalli ‘Alaa Sayyidinaa Muhammadiw Wa'alaa Aali Sayyidinaa Muhammadin. Kamaa Shallaita 'Alaa Sayyidinaa
Ibraahiim Wa 'Alaa Aali Sayyidinaa Ibraahiim. Wa Baarik 'Alaa Sayyidinaa Muhammad Wa 'Alaa Aali Sayyidinaa Muhammad.
Kamaa Baarakta 'Alaa Sayyidinaa Ibraahiim Wa 'Alaa Aali Sayyidinaa Ibraahiim. Fil-'Aalamiina Innaka Hamiidum Majiid

Do'a setelah Iqamah

ALLAAHUMMARABBA HAADZIHIDDA
'WATITTAAMMAH WASH SHALAATIL QAA'IMAH. SHALLI WASALLIM 'ALAA
SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA AATIHII SU'LAHUU YAUMAL QIYAAMAH.

Artinya:
"Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, dan shalat yang didirikan! Limpahkanlah
rahmat dan kedamaian kepada junjungan kami, Nabi Muhammad dan perkenankanlah
permohonannya pada hari kiamat

You might also like