You are on page 1of 23

Guru NgeBlog

November 18, 2008


Sistem Ekskresi pada Manusia

Diarsipkan di bawah: Sistem Ekskresi — gurungeblog @ 7:07 am


Tags: ginjal, hati, Kelainan, kulit, manusia, paru-paru, pengobatan, penyakit, Sistem
Ekskresi

sistem-ekskresi-manusia

Manusia memiliki organ atau alat-alat ekskresi yang berfungsi membuang zat sisa hasil
metabolisme. Zat sisa hasil metabolisme merupakan sisa pembongkaran zat makanan,
misalnya: karbondioksida (CO2), air (H20), amonia (NH3), urea dan zat warna empedu.

Zat sisa metabolisme tersebut sudah tidak berguna lagi bagi tubuh dan harus dikeluarkan
karena bersifat racun dan dapat menimbulkan penyakit.

Organ atau alat-alat ekskresi pada manusia terdiri dari:

1. Paru-paru,

2. Hati,

3. Kulit, dan

4. Ginjal.

PARU-PARU
paru-paru

Paru-paru berada di dalam rongga dada manusia sebelah kanan dan kiri yang dilindungi
oleh tulang-tulang rusuk. Paru-paru terdiri dari dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang
memiliki tiga gelambir dan paru-paru kiri memiliki dua gelambir.

Paru-paru sebenarnya merupakan kumpulan gelembung alveolus yang terbungkus oleh


selaput yang disebut selaput pleura.

FUNGSI PARU-PARU
Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena tanpa paru-
paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem Ekskresi, paru-paru berfungsi untuk
mengeluarkan KARBONDIOKSIDA (CO2) dan UAP AIR (H2O).

Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida.
Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai
hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida
dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung

KELAINAN-KELAINAN PADA PARU-PARU


Kelainan-kelainan pada paru-paru, diantaranya adalah:

1. Asma atau sesak nafas, yaitu kelainan yang disebabkan oleh penyumbatan saluran
pernafasan yang diantaranya disebabkan oleh alergi terhadap rambut, bulu, debu atau
tekanan psikologis.

2.Kanker Paru-Paru, yaitu gangguan paru-paru yang disebabkan oleh kebiasaan merokok.
Penyebab lain adalah terlalu banyak menghirup debu asbes, kromium, produk petroleum
dan radiasi ionisasi. Kelainan ini mempengaruhi pertukaran gas di paru-paru.

3.Emphysema, adalah penyakit pembengkakan paru-paru karena pembuluh darahnya


terisi udara.

CARA MENGATASI KELAINAN PADA PARU-PARU


Upaya menghindari dan mengatasi kelainan-kelainan pada paru-paru adalah dengan
menjalankan pola hidup sehat, diantaranya:
1. Mengatur pola makan dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi secara
teratur

2. Berolah raga dengan teratur

3. Istirahat minimal 6 jam per hari

4. Mengindari konsumsi rokok, minum minuman beralkohol dan narkoba

5. Hindari Stress

HATI (HEPAR)

hati

Hati merupakan “kelenjar” terbesar yang terdapat dalam tubuh manusia. Letaknya di
dalam rongga perut sebelah kanan. Berwarna merah tua dengan berat mencapai 2
kilogram pada orang dewasa. Hati terbagi menjadi dua lobus, kanan dan kiri.

Zat racun yang masuk ke dalam tubuh akan disaring terlebih dahulu di hati sebelum
beredar ke seluruh tubuh. Hati menyerap zat racun seperti obat-obatan dan alkohol dari
sistem peredaran darah. Hati mengeluarkan zat racun tersebut bersama dengan getah
empedu.

FUNGSI HATI
Hati merupakan organ yang sangat penting, berfungsi untuk:

1. Menghasilkan empedu yang berasal dari perombakan sel darah merah

2. Menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh dan membunuh bibit penyakit

3. Mengubah zat gula menjadi glikogen dan menyimpanya sebagai cadangan gula

4. Membentuk protein tertentu dan merombaknya

5. Tempat untuk mengubah pro vitamin A menjadi vitamin


6. Tempat pembentukan protrombin yang berperan dalam pembekuan darah

Zat warna empedu hasil perombakan sel darah merah yang telah rusak tidak langsung
dikeluarkan oleh hati, tetapi dikeluarkan melalui alat pengeluaran lainnya. Misalnya,
akan dibawa oleh darah ke ginjal dan dikeluarkan bersama-sama di dalam urin.

KELAINAN-KELAINAN PADA HATI


Gangguan pada hati yang umumnya dijumpai di masyarakat saat ini adalah HEPATITIS
atau PENYAKIT KUNING. Disebut demikian karena tubuh penderita menjadi
kekuningan, disebabkan zat warna empedu beredar ke seluruh tubuh. Penyakit ini
disebabkan oleh serangan virus yang dapat menular melalui makanan, minuman, jarum
suntik dan transfusi darah.

Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati. Penyebab penyakit hepatitis yang utama
adalah virus. Virus hepatitis yang sudah ditemukan sudah cukup banyak dan digolongkan
menjadi virus hepatitis A, B, C, D, E, G, dan TT.
Beberapa jenis hepatitis yang saat ini harus diwaspadai adalah:
1. Hepatitis A yang disebabkan oleh Virus Hepatitis A (VHA)
2. Hepatitis B yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB)
3. Hepatitis C yang disebabkan oleh Virus Hepatitis C (VHC)

MENGATASI KELAINAN-KELAINAN PADA HATI


Cara mengatasi kelainan-kelainan pada hati diantaranya adalah dengan:

1. Pemberian vaksinasi

2. Makan makanan yang sehat

3. Menghindari penggunaan obat-obatan terlarang

4. Berolahraga dengan teratur

5. Sterilisasi penggunaan jarum suntik

6. Menghindari pergaulan bebas (berganti-ganti pasangan)

KULIT
Seluruh permukaan tubuh kita terbungkus oleh lapisan tipis yang sering kita sebut kulit.
Kulit merupakan benteng pertahanan tubuh kita yang utama karena berada di lapisan
anggota tubuh yang paling luar dan berhubungan langsung dengan lingkungan sekitar.

FUNGSI KULIT

Fungsi kulit antara lain sebagai berikut:

- mengeluarkan keringat

- pelindung tubuh

- menyimpan kelebihan lemak

- mengatur suhu tubuh, dan

- tempat pembuatan vitamin D dari pro vitamin D dengan


bantuan sinar matahari yang mengandung ultraviolet

Proses Pembentukan Keringat

Bila suhu tubuh kita meningkat atau suhu udara di lingkungan kita tinggi, pembuluh-
pembuluh darah di kulit akan melebar. Hal ini mengakibatkan banyak darah yang
mengalir ke daerah tersebut. Karena pangkal kelenjar keringat berhubungan dengan
pembuluh darah maka terjadilah penyerapan air, garam dan sedikit urea oleh kelenjar
keringat. Kemudian air bersama larutannya keluar melalui pori-pori yang merupakan
ujung dari kelenjar keringat. Keringat yang keluar membawa panas tubuh, sehingga
sangat penting untuk menjaga agar suhu tubuh tetap normal.

Kelainan pada kulit yang banyak dialami oleh para remaja adalah jerawat. Ada tiga tipe
jerawat, yaitu:

1. Komedo

2. Jerawat biasa

3. Cystic Acne (Jerawat Batu/Jerawat Jagung)

Banyak jenis obat dan perawatan yang ditawarkan untuk menghilangkan jerawat. Namun,
sesungguhnya alam sudah menyediakan aneka tanaman yang mampu menghilangkan
jerawat. Tanaman-tanaman itu antara lain tomat, jeruk nipis, belimbing wuluh,
mentimun, dan temulawak.

MENGATASI KELAINAN PADA KULIT

Kulit perlu mendapat perawatan yang tepat agar senantiasa sehat. Berikut 4 langkah
perawatan kulit yang sangat mendasar:

1. Makan Makanan Yang Mengandung Nutrisi


Kulit seperti juga organ tubuh lain, terdiri atas sel-sel yang berkembang dan
membutuhkan berbagai nutrisi. Nutrisi pada kulit digunakan untuk mengaktifkan
sirkulasi darah ke kulit, menjaga kelenturan dan kekencangan kulit serta mencegah
oksidasi lemak yang menyebabkan kulit menjadi kering.
2. Minum Air Putih Minimal 8 Gelas Setiap Hari
Air berfungsi sebagai media untuk mengangkut dan membuang zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh dan mencegah kekeringan. Selain 8 gelas air segar setiap hari, asupan
cairan yang baik bagi kulit bisa didapatkan dari buah dan sayuran.
3. Berolahraga Dengan Teratur
Olahraga teratur 3 kali seminggu akan membantu kelancaran sirkulasi darah, sehingga
asupan nutrisi kulit terpenuhi.
4. Mandi Untuk Membersihkan Badan
Mandi secara teratur menggunakan sabun, bermanfaat menghilangkan lemak dan kotoran
pada permukaan kulit. Namun kita perlu berhati-hati dalam memilih sabun, karena
detergen yang terkandung di dalamnya cenderung meningkatkan pH kulit sehingga dapat
menyebabkan kekeringan pada kulit.

GINJAL
Dunia kedokteran biasa menyebutnya ‘ren’ (renal/kidney). Bentuknya seperti kacang
merah, berjumlah sepasang dan terletak di daerah pinggang. Ukurannya kira-kira 11x 6x
3 cm. Beratnya antara 120-170 gram. Struktur ginjal terdiri dari: kulit ginjal (korteks),
sumsum ginjal (medula) dan rongga ginjal (pelvis). Pada bagian kulit ginjal terdapat
jutaan nefron yang berfungsi sebagai penyaring darah. Setiap nefron tersusun dari Badan
Malpighi dan saluran panjang (Tubula) yang bergelung. Badan Malpighi tersusun oleh
Simpai Bowman (Kapsula Bowman) yang didalamnya terdapat Glomerolus.

FUNGSI GINJAL
1. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh

2. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan

3. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian


tubulus ginjal

4. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh manusia

5. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-sel darah
merah (SDM) di sumsum tulang

PROSES PEMBENTUKAN URINE


Ginjal berperan dalam proses pembentukan urin yang terjadi melalui serangkaian proses,
yaitu: penyaringan, penyerapan kembali dan augmentasi.

1. Penyaringan (filtrasi)

Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di kapiler
glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan permeabilitas
yang tinggi pada glomerulus mempermudah proses penyaringan.

Selain penyaringan, di glomelurus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah, keping
darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam
plasma darah, , seperti glukosa, asam amino natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan
urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.

Hasil penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerolus atau urin primer, mengandung
asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lainnya

2. Penyerapan kembali (reabsorbsi)

Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan diserap kembali di tubulus
kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal terjadi penambahan zat-zat
sisa dan urea.

Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui
peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada
tubulus proksimal dan tubulus distal.
Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah.
Zat amonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat
dikeluarkan bersama urin.

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang
masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.

3. Augmentasi

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal.

Dari tubulus-tububulus ginjal, urin akan menuju rongga ginjal, selanjutnya menuju
kantong kemih melalui saluran ginjal. Jika kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding
kantong kemih akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan keluar
melalui uretra.

Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretra adalah air, garam, urea dan sisa substansi
lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.

KELAINAN PADA GINJAL


Kelainan-kelainan pada ginjal diantaranya adalah gagal ginjal dan batu ginjal.

1. Gagal Ginjal

Gagal ginjal merupakan kelainan pada ginjal dimana ginjal sudah tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya yaitu menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa
metabolisme.

Penyebab terjadinya gagal ginjal antara lain disebabkan oleh:

1. Makan makanan berlemak

2. Kolesterol dalam darah yang tinggi

3. Kurang berolahraga

4. Merokok, dan

5. Minum minuman beralkohol.

Mengatasi Gagal Ginjal

Kemajuan ilmu pengetahuan, memungkinkan fungsi ginjal digantikan. Penggantian


fungsi tersebut dikenal dengan Renal Replacement Therapy (RRT) atau Terapi Pengganti
Ginjal (TPG). Ada dua cara TPG, yakni transplantasi/cangkok ginjal dan dialisis/cuci
darah . Dialisis/cuci darah dibedakan menjadi:

1. HD (Hemodialisis), dialisis dengan bantuan mesin

2. PD (Peritoneal Dialisis), dialisis melalui rongga perut

2. Batu Ginjal

Urine banyak mengandung mineral dan berbagai bahan kimiawi. Urin belum tentu dapat
melarutkan semua itu. Apabila kita kurang minum atau sering menahan kencing, mineral-
mineral tersebut dapat mengendap dan membentuk batu ginjal.

Batu ginjal merupakan kristal yang terlihat seperti batu yang terbentuk di ginjal. Kristal-
kristal tersebut akan berkumpul dan saling berlekatan untuk membentuk formasi “batu”.
Apabila batu tersebut menyumbat saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih,
saluran kemih manusia yang mirip selang akan teregang kuat karena menahan air seni
yang tidak bisa keluar. Hal itu tentu menimbulkan rasa sakit yang hebat.

Letak

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal
ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas
(superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).

Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi
rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan
biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.

Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan.
Potongan membujur ginjal

[sunting] Struktur detail

Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5
cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan
yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang
menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter.

[sunting] Organisasi

Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla.
Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula
dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus
oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula. Unit fungsional dasar dari ginjal
adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal
manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama
elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus
dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah nefron
terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi)
yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan
kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap
glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus
memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding
epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan
dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan
tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula Bowman
terdapat tiga lapisan:

1. kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus


2. lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3. selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)

Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus, melewati
ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam
bentuk filtrat glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun
molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam
filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2
liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitnya. Laju penyaringan
glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi ginjal.

Jaringan ginjal. Warna biru menunjukkan satu tubulus

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan
filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian
selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di
awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan
arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak
mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk
menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air
(97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui
osmosis. Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang
terdiri dari:

 tubulus penghubung
 tubulus kolektivus kortikal
 tubulus kloektivus medularis

Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus


juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular
adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin Cairan menjadi makin kental di
sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke
kandung kemih melewati ureter.

[sunting] Fungsi homeostasis ginjal

Ginjal mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah.

Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion
hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5
atau alkalis pada pH 8.

Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang melibatkan
aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus konvulasi.

Kenaikan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau kekurangan air
akan segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal pada kelenjar pituitari
dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari mensekresi hormon antidiuretik
(vasopresin, untuk menekan sekresi air) sehingga terjadi perubahan tingkat absorpsi air
pada tubulus ginjal. Akibatnya konsentrasi cairan jaringan akan kembali menjadi 98%.

Paru-paru
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Paru-paru
Paru-paru menyampingi jantung dan pembuluh darah besar
dalam rongga dada[1]

Udara masuk dan keluar ke dan dari paru-paru melalui


sebuah jalur cartilaginous — yang dikenal dengan nama
bronchi dan bronchioles. Pada gambar ini, bagian dalam
paru-paru tissue telah dibuka untuk menampilkan
bronchioles[1]

Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan
sistem peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang bernapas dengan udara. Fungsinya
adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah. Prosesnya disebut
"pernapasan eksternal" atau bernapas. Paru-paru juga mempunyai fungsi nonrespirasi.
Istilah kedokteran yang berhubungan dengan paru-paru sering mulai di pulmo-, dari kata
Latin pulmones untuk paru-paru.

[sunting] Paru-paru mamalia


Paru-paru mamalia bertekstur seperti spons dan tertutupi epitelium, sehingga permukaan
totalnya jauh lebih besar daripada permukaan luar paru-paru itu sendiri. Paru-paru
manusia adalah contoh tipikal paru-paru jenis ini.
Bernapas terutama digerakkan oleh otot diafragma di bawah. Jika otot ini mengerut,
ruang yang menampung paru-paru akan meluas, dan begitu pula sebaliknya. Tulang
rusuk juga dapat meluas dan mengerut sedikit. Akibatnya, udara terhirup masuk dan
terdorong keluar paru-paru melalui trakea dan tube bronkial atau bronchi, yang
bercabang-cabang dan ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang
dikelilingi kapiler yang berisi darah. Di sini oksigen dari udara berdifusi ke dalam darah,
dan kemudian dibawa oleh hemoglobin.

Darah terdeoksigenisasi dari jantung mencapai paru-paru melalui arteri paru-paru dan,
setelah dioksigenisasi, beredar kembali melalui vena paru-paru.

Wikimedia Commons memiliki galeri mengenai:


Paru-paru

[sunting] Rujukan
1. ^ a b Gray's Anatomy of the Human Body, 20th ed. 1918

Epidermis

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Epidermis

Epidermis tersusun atas lapisan tanduk (lapisan korneum) dan lapisan Malpighi. Lapisan
korneum merupakan lapisan kulit mati, yang dapat mengelupas dan digantikan oleh sel-
sel baru. Lapisan Malpighi terdiri atas lapisan spinosum dan lapisan germinativum.
Lapisan spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar. Lapisan germinativum
mengandung sel-sel yang aktif membelah diri, mengantikan lapisan sel-sel pada lapisan
korneum. Lapisan Malpighi mengandung pigmen melanin yang memberi warna pada
kulit.

[sunting] Dermis

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dermis

Lapisan ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung saraf, kelenjar keringat,
dan kelenjar minyak. Kelenjar keringat menghasilkan keringat. Banyaknya keringat yang
dikeluarkan dapat mencapai 2.000 ml setiap hai, tergantung pada kebutuhan tubuh dan
pengaturan suhu. Keringat mengandung air, garam, dan urea. Fungsi lain sebagai alat
ekskresi adalah sebgai organ penerima rangsangan, pelindung terhadap kerusakan fisik,
penyinaran, dan bibit penyakit, serta untuk pengaturan suhu tubuh.

Pada suhu lingkungan tinggi (panas), kelenjar keringat menjadi aktif dan pembuluh
kapiler di kulit melebar. Melebarnya pembuluh kapiler akan memudahkan proses
pembuangan air dan sisa metabolisme. Aktifnya kelenjar keringat mengakibatkan
keluarnya keringat ke permukaan kulit dengan cara penguapan. Penguapan
mengakibatkan suhu di permukaan kulit turun sehingga kita tidak merasakan panas lagi.
Sebaliknya, saat suhu lingkungan rendah, kelenjar keringat tidak aktid dan pembuluh
kapiler di kulit menyempit. Pada keadaan ini darah tidak membuang sisa metabolisme
dan air, akibatnya penguapan sangat berkurang, sehingga suhu tubuh tetap dan tubuh
tidak mengalami kendinginan. Keluarnya keringat dikontrol oleh hipotalamus.

[sunting] Fungsi
Kulit memiliki beberapa fungsi:

 Sebagai alat pengeluaran berupa kelenjar keringat.


 Sebagai alat peraba.
 Sebagai pelindung organ dibawahnya.
 Tempat dibuatnya Vit D dengan bantuan sinar matahari.
 Pengatur suhu tubuh.
 Tempat menimbun lemak.

Hati
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Untuk kegunaan lain dari Hati, lihat Hati (disambiguasi).
Hati

Hati manusia

Hati (bahasa Yunani: ἡπαρ, hēpar) merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak
dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Berdasarkan fungsinya,
hati juga termasuk sebagai alat ekskresi. Hal ini dikarenakan hati membantu fungsi ginjal
dengan cara memecah beberapa senyawa yang bersifat racun dan menghasilkan amonia,
urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Proses pemecahan
senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi.
Lobus hati terbentuk dari sel parenkimal dan sel non-parenkimal.[1] Sel parenkimal pada
hati disebut hepatosit, menempati sekitar 80% volume hati dan melakukan berbagai
fungsi utama hati. 40% sel hati terdapat pada lobus sinusoidal, lumen lobus terbentuk dari
SEC dan ditempati oleh 3 jenis sel lain, seperti sel Kupffer, sel Ito, limfosit intrahepatik
seperti sel pit. Sel non-parenkimal menempati sekitar 6,5% volume hati dan
memproduksi berbagai substansi yang mengendalikan banyak fungsi hepatosit.

Filtrasi merupakan salah satu fungsi lumen lobus sinusoidal yang memisahkan
permukaan hepatosit dari darah, SEC memiliki kapasitas endositosis yang sangat besar
dengan berbagai ligan seperti glikoprotein, kompleks imun, transferin dan seruloplasmin.
SEC juga berfungsi sebagai sel presenter antigen yang menyediakan ekspresi MHC I dan
MHC II bagi sel T. Sekresi yang terjadi meliputi berbagai sitokina, eikosanoid seperti
prostanoid dan leukotriena, endotelin-1, nitrat oksida dan beberapa komponen ECM.

Sel Ito berada pada jaringan perisinusoidal, merupakan sel dengan banyak vesikel lemak
di dalam sitoplasma yang mengikat SEC sangat kuat hingga memberikan lapisan ganda
pada lumen lobus sinusoidal. Saat hati berada pada kondisi normal, sel Ito menyimpan
vitamin A guna mengendalikan kelenturan matriks ekstraselular yang dibentuk dengan
SEC, yang juga merupakan kelenturan dari lumen sinusoid.

Sel Kupffer berada pada jaringan intrasinusoidal, merupakan makrofaga dengan


kemampuan endositik dan fagositik yang mencengangkan. Sel Kupffer sehari-hari
berinteraksi dengan material yang berasal saluran pencernaan yang mengandung larutan
bakterial, dan mencegah aktivasi efek toksin senyawa tersebut ke dalam hati. Paparan
larutan bakterial yang tinggi, terutama paparan LPS, membuat sel Kupffer melakukan
sekresi berbagai sitokina yang memicu proses peradangan dan dapat mengakibatkan
cedera pada hati. Sekresi antara lain meliputi spesi oksigen reaktif, eikosanoid, nitrat
oksida, karbon monoksida, TNF-α, IL-10, sebagai respon kekebalan turunan dalam fasa
infeksi primer.

Sel pit merupakan limfosit dengan granula besar, seperti sel NK yang bermukim di hati.
Sel pit dapat menginduksi kematian seketika pada sel tumor tanpa bergantung pada
ekspresi antigen pada kompleks histokompatibilitas utama. Aktivitas sel pit dapat
ditingkatkan dengan stimulasi interferon-γ.

Selain itu, pada hati masih terdapat sel T-γδ, sel T-αβ dan sel NKT.

Daftar isi
[sembunyikan]
 1 Fungsi hati
 2 Regenerasi sel hati
 3 Sel punca
 4 Penyakit pada hati
 5 Transplantasi hati
 6 Rujukan

 7 Pranala luar

[sunting] Fungsi hati


Berbagai jenis tugas yang dijalankan oleh hati, dilakukan oleh hepatosit. Hingga saat ini
belum ditemukan organ lain atau organ buatan atau peralatan yang mampu menggantikan
semua fungsi hati. Beberapa fungsi hati dapat digantikan dengan proses dialisis hati,
namun teknologi ini masih terus dikembangkan untuk perawatan penderita gagal hati.

Sebagai kelenjar, hati menghasilkan:

 empedu yang mencapai ½ liter setiap hari. Empedu merupakan cairan kehijauan
dan terasa pahit, berasal dari hemoglobin sel darah merah yang telah tua, yang
kemudian disimpan di dalam kantong empedu atau diekskresi ke duodenum.
Empedu mengandung kolesterol, garam mineral, garam empedu, pigmen
bilirubin, dan biliverdin. Sekresi empedu berguna untuk mencerna lemak,
mengaktifkan lipase, membantu daya absorpsi lemak di usus, dan mengubah zat
yang tidak larut dalam air menjadi zat yang larut dalam air. Apabila saluran
empedu di hati tersumbat, empedu masuk ke peredaran darah sehingga kulit
penderita menjadi kekuningan. Orang yang demikian dikatakan menderita
penyakit kuning.
 sebagian besar asam amino
 faktor koagulasi I, II, V, VII, IX, X, XI
 protein C, protein S dan anti-trombin.
 trigliserida melalui lintasan lipogenesis
 kolesterol
 insulin-like growth factor 1 (IGF-1), sebuah protein polipeptida yang berperan
penting dalam pertumbuhan tubuh dalam masa kanak-kanak dan tetap memiliki
efek anabolik pada orang dewasa.
 enzim arginase yang mengubah arginina menjadi ornintina dan urea. Ornintina
yang terbentuk dapat mengikat NH³ dan CO² yang bersifat racun.
 trombopoietin, sebuah hormon glikoprotein yang mengendalikan produksi keping
darah oleh sumsum tulang belakang.
 Pada triwulan awal pertumbuhan janin, hati merupakan organ utama sintesis sel
darah merah, hingga mencapai sekitar sumsum tulang belakang mampu
mengambil alih tugas ini.
 albumin, komponen osmolar utama pada plasma darah.
 angiotensinogen, sebuah hormon yang berperan untuk meningkatkan tekanan
darah ketika diaktivasi oleh renin, sebuah enzim yang disekresi oleh ginjal saat
ditengarai kurangnya tekanan darah oleh juxtaglomerular apparatus.
 enzim glutamat-oxaloasetat transferase, glutamat-piruvat transferase dan lactat
dehydrogenase
Selain melakukan proses glikolisis dan siklus asam sitrat seperti sel pada umumnya, hati
juga berperan dalam metabolisme karbohidrat yang lain:

 Glukoneogenesis, sintesis glukosa dari beberapa substrat asam amino, asam


laktat, asam lemak non ester dan gliserol. Pada manusia dan beberapa jenis
mamalia, proses ini tidak dapat mengkonversi gliserol menjadi glukosa. Lintasan
dipercepat oleh hormon insulin seiring dengan hormon tri-iodotironina melalui
pertambahan laju siklus Cori.[2]
 Glikogenolisis, lintasan katabolisme glikogen menjadi glukosa untuk kemudian
dilepaskan ke darah sebagai respon meningkatnya kebutuhan energi oleh tubuh.
Hormon glukagon merupakan stimulator utama kedua lintasan glikogenolisis dan
glukoneogenesis menghindarikan tubuh dari simtoma hipoglisemia. Pada model
tikus, defisiensi glukagon akan menghambat kedua lintasan ini, namun
meningkatkan toleransi glukosa.[3] Lintasan ini, bersama dengan lintasan
glukoneogenesis pada saluran pencernaan dikendalikan oleh kelenjar hipotalamus.
[4]

 Glikogenesis, lintasan anabolisme glikogen dari glukosa.

dan pada lintasan katabolisme:

 degradasi sel darah merah. Hemoglobin yang terkandung di dalamnya dipecah


menjadi zat besi, globin, dan heme. Zat besi dan globin didaur ulang, sedangkan
heme dirombak menjadi metabolit untuk diekskresi bersama empedu sebagai
bilirubin dan biliverdin yang berwarna hijau kebiruan. Di dalam usus, zat empedu
ini mengalami oksidasi menjadi urobilin sehingga warna feses dan urin
kekuningan.
 degradasi insulin dan beberapa hormon lain.
 degradasi amonia menjadi urea
 degradasi zat toksin dengan lintasan detoksifikasi, seperti metilasi.

Hati juga mencadangkan beberapa substansi, selain glikogen:

 vitamin A (cadangan 1–2 tahun)


 vitamin D (cadangan 1–4 bulan)
 vitamin B12 (cadangan 1-3 tahun)
 zat nesi
 zat tembaga.

Hati juga berperan dalam sistem kekebalan dengan banyaknya sel imunologis pada
sistem retikuendotelial yang berfungsi sebagai tapis antigen yang terbawa ke hati melalui
sistem portal hati. Perpindahan fasa infeksi dari fasa primer menjadi fasa akut, ditandai
oleh hati dengan menurunkan sekresi albumin dan menaikkan sekresi fibrinogen. Fasa
akut yang berkepanjangan akan berakibat pada simtoma hipoalbuminemia dan
hiperfibrinogenemia.[5]

[sunting] Regenerasi sel hati


Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi merupakan suatu proses yang sangat
penting agar hati dapat pulih dari kerusakan yang ditimbulkan dari proses detoksifikasi
dan imunologis. Regenerasi tercapai dengan interaksi yang sangat kompleks antara sel
yang terdapat dalam hati, hepatosit, sel Kupffer, sel endotelial sinusoidal, sel Ito dan sel
punca; dengan organ ekstra-hepatik, kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, pankreas,
duodenum, hipotalamus.[6]

Hepatosit, adalah sel yang sangat unik. Potensi hepatosit untuk melakukan proliferasi,
muncul pada saat-saat terjadi kehilangan massa sel,[7] yang disebut fasa prima atau fasa
kompetensi replikatif[8] dan umumnya dipicu oleh sel Kupffer melalui sekresi sitokina IL-
6 dan TNF-α. Pada fasa ini, hepatosit memasuki siklus sel dari fasa G0 ke fasa G1.

TNF-α dapat memberikan efek proliferatif atau apoptotik, bergantung pada spesi oksigen
reaktif dan glutation, minimal 4 faktor transkripsi diaktivasi sebelum hepatosit masuk ke
dalam fasa proliferasi, yaitu NFkappaB, STAT3, AP-1 dan C/EBPbeta. [9]

Proliferasi hepatosit diinduksi oleh stimulasi sitokina HGF dan TGF-α, dan EGF[9]
dengan dua lintasan. HGF, TGF-α, dan EGF merupakan faktor pertumbuhan yang berasal
dari substrat serina dan protein logam[10] yang menginduksi sintesis DNA.[8] Lintasan
pertama adalah lintasan IL-6/STAT3 yang berperan dalam siklus sel melalui siklin
D1/p21 dan perlindungan sel dengan peningkatan rasio FLIP, Bcl-2, Bcl-xL, Ref1, dan
MnSOD. Lintasan kedua adalah lintasan PI3-K/PDK1/Akt yang mengendalikan ukuran
sel melalui molekul mTOR, selain sebagai zat anti-apoptosis dan antioksidan.

Hormon tri-iodotironina, selain menurunkan kadar kolesterol pada hati,[11] juga memiliki
kapasitas dalam proliferasi hepatosit sebagai mitogen yang berperan pada siklin D1,[12]
mempercepat konsumsi O2 oleh mitokondria dengan mengaktivasi transkripsi pada gen
pernafasan hingga meningkatkan produksi spesi oksigen reaktif.[13] Sekresi ROS ke dalam
sitoplasma hepatosit akan mengaktivasi faktor transkripsi NF-kappaB.[14] Pada sel
Kupffer, ROS dalam sitoplasma, akan mengaktivasi sekresi sitokina TNF-α, IL-6 dan IL-
1 untuk disekresi. Ikatan yang terjadi antara ketiga sitokina ini dengan hepatosit akan
menginduksi ekspresi pencerap enzim antioksidan, seperti mangan superoksida
dismutase, i-nitrat oksida sintase, protein anti-apoptosis Bcl-2, haptoglobin dan
fibrinogen-β yang diperlukan hepatosit dalam proliferasi.[15] Stres oksidatif yang dapat
ditimbulkan oleh ROS maupun kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai sitokina,
dapat dilenyapkan dengan asupan tosoferol (100 mg/kg) atau senyawa penghambat
gadolinium klorida (10 mg/kg) seperti yang dimiliki oleh sel Kupffer, sebelum stimulasi
hormon tri-iodotironina,[16] sedangkan laju proliferasi hepatosit dikendalikan oleh kadar
etanolamina sebagai faktor hepatotrofik humoral.[17]

Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi telah diketahui semenjak jaman Yunani
kuno dari cerita mitos tentang seorang titan yang bernama Prometheus.[18] Kemampuan
ini dapat sirna, hingga hepatosit tidak dapat masuk ke dalam siklus sel, walaupun
kehilangan sebagian massanya, apabila terjadi fibrosis hati. Lintasan fibrosis yang tidak
segera mendapat perawatan, lambat laun akan berkembang menjadi sirosis hati[19] dan
mengharuskan penderitanya untuk menjalani transplantasi hati atau hepatektomi demi
kelangsungan hidupnya.

Regenerasi hati setelah hepatektomi parsial merupakan proses yang sangat rumit di
bawah pengaruh perubahan hemodinamika, modulasi sitokina, hormon faktor
pertumbuhan dan aktivasi faktor transkripsi, yang mengarah pada proses mitosis. Hormon
PRL yang disekresi oleh kelenjar hipofisis menginduksi respon hepatotrofik sebagai
mitogen yang berperan dalam proses proliferasi dan diferensiasi.[20] PRL memberi
pengaruh kepada peningkatan aktivitas faktor transkripsi yang berperan dalam proliferasi
sel, seperti AP-1, c-Jun dan STAT-3; dan diferensiasi dan terpeliharanya metabolisme,
seperti CEBP-alfa, HNF-1, HNF-4 dan HNF-3. c-Jun merupakan salah satu protein
penyusun AP-1.[21] Induksi NFkappaB pada fasa ini diperlukan untuk mencegah apoptosis
dan memicu derap siklus sel yang wajar.[22]

[sunting] Sel punca


Selain hepatosit dan sel non-parenkimal, pada hati masih terdapat jenis sel lain yaitu sel
intra-hepatik yang sering disebut sel oval,[23] dan hepatosit duktular.[24] Regenerasi hati
setelah hepatektomi parsial, umumnya tidak melibatkan sel progenitor intra-hepatik dan
sel punca ekstra-hepatik (hemopoietik), dan bergantung hanya kepada proliferasi
hepatosit. Namun dalam kondisi saat proliferasi hepatosit terhambat atau tertunda, sel
oval yang berada di area periportal akan mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi
hepatosit dewasa.[23][25] Sel oval merupakan bentuk diferensiasi dari sel progenitor yang
berada pada area portal dan periportal, atau kanal Hering,[26] dan hanya ditemukan saat
hati mengalami cedera.[27] Proliferasi yang terjadi pada sel oval akan membentuk saluran
ekskresi yang menghubungkan area parenkima tempat terjadinya kerusakan hati dengan
saluran empedu. Setelah itu sel oval akan terdiferensiasi menjadi hepatosit duktular.
Hepatosit duktular dianggap merupakan sel transisi yang terkait antara lain dengan:[28]

 metaplasia duktular dari hepatosit parenkimal menjadi epitelium biliari intra-


hepatik
 konversi metaplasia dari epitelium duktular menjadi hepatosit parenkimal
 diferensiasi dari sel punca dari silsilah hepatosit

tergantung pada jenis gangguan yang menyerang hati.

Pada mode tikus dengan 70% hepatektomi, dan induksi regenerasi hepatik dengan
asetilaminofluorena-2, ditemukan bahwa sel punca yang berasal dari sumsum tulang
belakang dapat terdiferensiasi menjadi hepatosit,[29][30] dengan mediasi hormon G-CSF
sebagai kemokina dan mitogen.[31] Regenerasi juga dapat dipicu dengan D-galaktosamina.
[32]

[sunting] Penyakit pada hati


Hati merupakan organ yang menopang kelangsungan hidup hampir seluruh organ lain di
dalam tubuh. Oleh karena lokasi yang sangat strategis dan fungsi multi-dimensional, hati
menjadi sangat rentan terhadap datangnya berbagai penyakit. Hati akan merespon
berbagai penyakit tersebut dengan meradang, yang disebut hepatitis

Seringkali hepatitis dimulai dengan reaksi radang patobiokimiawi yang disebut fibrosis
hati, dengan simtoma paraklinis berupa peningkatan rasio plasma laminin, sebuah
glikoprotein yang disekresi sel Ito, asam hialuronat dan sejenis aminopeptida yaitu
prokolagen tipe III,[33] dan CEA.[34] Fibrosis hati dapat disebabkan oleh rendahnya rasio
plasma HGF,[35][36] atau karena infeksi viral, seperti hepatitis B, patogen yang disebabkan
oleh infeksi akut sejenis virus DNA yang memiliki fokus infeksi berupa templat
transkripsi yang disebut cccDNA yang termetilasi,[37] atau hepatitis C, patogen serupa
hepatitis B yang disebabkan oleh infeksi virus RNA dengan fokus infeksi berupa metilasi
DNA, terutama pada berkas GADD45beta, sehingga mengakibatkan siklus sel hepatosit
menjadi tersendat-sendat.[38][39]

Fibrosis hati memerlukan penangan sedini mungkin, seperti pada model tikus, stimulasi
proliferasi hepatosit akan meluruhkan fokus infeksi virus hepatitis B,[40] sebelum
berkembang menjadi sirosis hati atau karsinoma hepatoselular. Setelah terjadi kanker
hati, senyawa siklosporina yang memiliki potensi untuk memicu proliferasi hepatosit,
justru akan mempercepat perkembangan sel kanker,[41] oleh karena sel kanker mengalami
hiperplasia hepatik, yaitu proliferasi yang tidak disertai aktivasi faktor transkripsi genetik.
Hal ini dapat diinduksi dengan stimulasi timbal nitrat (LN, 100 mikromol/kg), siproteron
asetat (CPA, 60 mg/kg), dan nafenopin (NAF, 200 mg/kg).[42]

Hepatitis juga dapat dimulai dengan defisiensi mitokondria di dalam hepatosit, yang
disebut steatohepatitis. Disfungsi mitokondria akan berdampak pada homeostasis
senyawa lipid dan peningkatan rasio spesi oksigen reaktif yang menginduksi TNF-α.[43]
Hal ini akan berlanjut pada pengendapan lemak, stres oksidatif dan peroksidasi lipid,[44]
serta membuat mitokondria menjadi rentan terhadap kematian oleh nekrosis akibat
rendahnya rasio ATP dalam matrik mitokondria, atau oleh apoptosis melalui
pembentukan apoptosom dan peningkatan permeabilitas membran mitokondria dengan
mekanisme Fas/TNF-α. Permintaan energi yang tinggi pada kondisi ini menyebabkan
mitokondria tidak dapat memulihkan cadangan ATP hingga dapat memicu sirosis hati,[44]
sedangkan peroksidasi lipid akan menyebabkan kerusakan pada DNA mitokondria dan
membran mitokondria sisi dalam yang disebut sardiolipin, dengan peningkatan laju
oksidasi-beta asam lemak, akan terjadi akumulasi elektron pada respiratory chain
kompleks I dan III yang menurunkan kadar antioksidan.[43]

Sel hepatosit apoptotik akan dicerna oleh sel Ito menjadi fibrinogen dengan reaksi
fibrogenesis setelah diaktivasi oleh produk dari peroksidasi lipid dan rasio leptin yang
tinggi. Apoptosis kronis kemudian dikompensasi dengan peningkatan laju proliferasi
hepatosit, disertai DNA yang rusak oleh disfungsi mitokondria, dan menyebabkan mutasi
genetik dan kanker.
Pada model tikus, melatonin merupakan senyawa yang menurunkan fibrosis hati,[45]
sedang pada model kelinci, kurkumin merupakan senyawa organik yang menurunkan
paraklinis steatohepatitis,[46] sedang hormon serotonin[47] dan kurangnya asupan metionina
kolina[48] memberikan efek sebaliknya dengan resistansi adiponektin.[49]

Disfungsi mitokondria juga ditemukan pada seluruh patogenesis hati, dari kasus radang
hingga kanker dan transplantasi.[50] Pada kolestasis kronik, asam ursodeoksikolat bersama
dengan glutation bersinergis sebagai antioksidan yang melindungi sardiolipin dan
fosfatidil serina hingga mencegah terjadinya sirosis hati.[51]

[sunting] Transplantasi hati


Teknologi transplantasi hati merupakan hasil yang dikembangkan dari penelitian pada
beberapa bidang studi kedokteran. Pada tahun 1953, Billingham, Brent, dan Medawar
menemukan bahwa toleransi kimerisme[52] dapat diinduksi oleh infus sel
hematolimfopoietik donor pada model tikus.[53]

Pada tahun 1958 studi canine mengembangkan suatu teori mengenai molekul
hepatotrofik pada portal pembuluh balik pada hati dan menemukan hormon insulin
sebagai faktor hepatotrofik utama dari beberapa faktor lain yang ada.[54] Pada saat yang
hampir bersamaan teori mengenai transplantasi multiviseral dan hati juga berkembang
dari studi imunosupresi yang mempelajari algoritma empiris dari pengenalan pola dan
respon terapis. Pada awal 1960, dibuktikan bahwa canine dan allograft manusia memiliki
toleransi kimersime yang dapat terinduksi otomatis dengan bantuan imunosupresi, hingga
pada akhir 1962 disimpulkan dengan keliru, bahwa transplantasi melibatkan dua sistem
kekebalan yang berbeda. Konsekuensi kesimpulan tersebut menjadi dogma bahwa
tolerogenisitas hati, pada dasarnya, berbeda, tidak hanya dengan sumsum tulang
belakang, tetapi dengan seluruh organ tubuh yang lain.[53] Kekeliruan ini tidak terkoreksi
dengan baik hingga tahun 1990.[52]

Transplantasi hati yang pertama dilakukan di Denver pada tahun 1963,[55] keberhasilan
pertama tercatat pada tahun 1967 dengan azatioprina, prednison dan globulin anti-
limfoid, oleh Thomas E. Starzl dari Amerika Serikat, disusul oleh keberhasilan
transplantasi sumsum tulang belakang manusia pada tahun 1968.[52] Rentang waktu antara
1967 hingga 1979 mencatat 84 kali transplantasi hati pada anak dengan 30% daya tahan
hidup hingga 2 tahun.[55]

Perkembangan studi imunosupresi kemudian memberikan perbaikan dan harapan hidup


lebih panjang bagi pasien, antara lain dengan pergantian azatioprina dengan siklosporina
pada tahun 1979, lalu tergantikan dengan takrolimus pada tahun 1989.[54]

Pada tahun 1992, dikembangkan teori mikrokimerisme leukosit donor[56] dengan cakupan
donor dari silsilah berlainan, yang memberikan harapan hidup yang sangat panjang bagi
penerima donor organ, setelah diketahui hubungan antara aspek imunologis dari
transplantasi, infeksi, toleransi oleh sumsum tulang belakang, neoplasma dan kelainan
otoimun, yang disebut sebagai mekanisme seminal. Respon kekebalan dan toleransi
kekebalan antara organ donor dan tubuh ditemukan merupakan fungsi dari migrasi dan
lokalisasi leukosit.[53] Salah satu temuan adalah aktivasi sistem kekebalan turunan oleh sel
NK dan interferon-γ segera setelah transplantasi selesai dilakukan.[57] Pada model tikus,
sel hepatosit donor ditemukan bersifat sangat antigenik sehingga memicu respon
penolakan, yang dapat dilakukan secara mandiri atau bersama-sama antara sel T CD4 dan
sel T CD8.[58]

Untuk itu diperlukan terapi imunosupresif yang intensif sebelum transplantasi dilakukan,
yang disebut preparative regimen atau conditioning untuk mencegah penolakan organ
donor oleh sistem kekebalan inang.[59] Terapi imunosupresif tersebut ditujukan untuk
menekan sel T dan sel NK inang guna memberikan ruang di dalam sumsum tulang
belakang untuk transplantasi sel punca hematopoietik dari organ donor melalui terapi
mielosupresif, untuk keseimbangan repopulasi sel donor dengan sel hasil diferensiasi dari
sel punca inang.

Dewasa ini, transplantasi hati dilakukan hanya pada saat hati telah memasuki jenjang
akhir suatu penyakit, atau telah terjadi disfungsi akut yang disebut fulminant hepatic
failure. Kasus transplantasi hati pada manusia umumnya disebabkan oleh sirosis hati
akibat dari hepatitis C kronis, ketergantungan alkohol, hepatitis otoimun dll.

Teknik umum yang digunakan adalah transplantasi ortotopik, yaitu penempatan organ
donor pada posisi anatomik yang sama dengan posisi awal organ sebelumnya.
Transplantasi hati berpotensi dapat diterapkan, hanya jika penerima organ donor tidak
memiliki kondisi lain yang memberatkan, seperti kanker metastatis di luar organ hati,
ketergantungan pada obat-obatan atau alkohol. Beberapa ahli berpedoman pada kriteria
Milan untuk seleksi pasien transplantasi hati.

Organ donor, disebut allograft, biasanya berasal dari manusia lain yang baru saja
meninggal dunia akibat cedera otak traumatik (kadaverik). Teknik transplantasi lain
menggunakan organ manusia yang masih hidup, operasi hepatektomi mengangkat 20%
hati pada segmen Coinaud 2 dan 3 dari orang dewasa untuk didonorkan kepada seorang
anak, pada tahun 1989.

You might also like