You are on page 1of 3

1.

Pola Angin di Indonesia


Pola angin di Indonesia dipengaruhi oleh letak geografis yaitu diantara dua benua (benua
Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik) serta
dipengaruhi oleh letak matahari yang berubah setiap enam bulan berada di utara dan enam
bulan berada di selatan khatulistiwa disebut angin muson barat dan angin muson timur.
 Angin Muson Barat
Pada musim Barat pusat tekanan udara tinggi berekembang diatas benua Asia
dan pusat tekanan udara rendah terjadi diatas benua Australia sehingga angin
berhembus dari barat laut menuju Tenggara. Angin muson barat berhembus
pada bulan Oktober - April, matahari berada di belahan bumi selatan,
mengakibatkan belahan bumi selatan khususnya Australia lebih banyak
memperoleh pemanasan matahari daripada benua Asia. Akibatnya di Australia
bertemperatur tinggi dan tekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya di Asia
yang mulai ditinggalkan matahari temperaturnya rendah dan tekanan udaranya
tinggi (maksimum).
Oleh karena itu terjadilah pergerakan angin dari benua Asia ke benua
Australia sebagai angin muson barat. Angin ini melewati Samudera Pasifik
dan Samudera Indonesia serta Laut Cina Selatan. Karena melewati lautan
tentunya banyak membawa uap air dan setelah sampai di kepulauan Indonesia
turunlah
hujan. Setiap bulan November, Desember, dan Januari Indonesia bagian barat
sedang mengalami musim hujan dengan curah hujan yang cukup tinggi.

 Angin Muson Timur


Pada musim Timur pusat tekanan udara rendah yang terjadi diatas Benua Asia
dan pusat tekanan udara tinggi diatas Benua Australia menyebabkan angin
behembu dari Tenggara menuju Barat Laut. Angin muson timur berhembus
setiap bulan April - Oktober, ketika matahari mulai bergeser ke belahan bumi
utara. Di belahan bumi utara khususnya benua Asia temperaturnya tinggi dan
tekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya di benua Australia yang telah
ditinggalkan matahari, temperaturnya rendah dan tekanan udara tinggi
(maksimum). Terjadilah pergerakan angin dari benua Australia ke benua Asia
melalui Indonesia sebagai angin muson timur. Angin ini tidak banyak
menurunkan hujan, karena hanya melewati laut kecil dan jalur sempit seperti
Laut Timor, Laut Arafuru, dan bagian selatan Irian Jaya, serta Kepulauan
Nusa Tenggara. Oleh sebab itu, di Indonesia sering menyebutnya sebagai
musim kemarau.

Di antara kedua musim, yaitu musim penghujan dan kemarau terdapat musim
lain yang disebut Musim Pancaroba (Peralihan). Peralihan dari musim
penghujan ke musim kemarau disebut musim kemareng, sedangkan peralihan
dari musim kemarau ke musim penghujan disebut musim labuh. Adapun ciri-
ciri musim pancaroba (peralihan), yaitu antara lain udara terasa panas, arah
angin tidak teratur, sering terjadi hujan secara tiba-tiba dalam waktu yang
singkat dan lebat.

2. Potensi angin di Indonesia untuk Pembangkit Tenaga Listrik, perbandingan studi kasus
dengan Belanda.

Kita sadari, memang ada beberapa kendala dalam menggunakan pembangkit


listrik tenaga angin ini. "Hal yang utama itu, yakni masalah embusan
angin yang kadang tidak menentu. Itu mungkin yang membuat PLN hingga
saat ini masih belum terpikir untuk memperkenalkan penggunaan
pembangkit listrik tenaga angin tersebut," kata Bambang Nugrohadi
Waspada, salah satu staf PLN.

Kalau hanya itu yang menjadi kendala, tentu bisa dilakukan survei
terlebih dahulu. Rasanya tidak berbeda dengan pembuatan lapangan
terbang yang harus lebih dulu dilakukan survei untuk penentuan
landasannya yang sangat bergantung pada embusan angin di lokasi
bersangkutan.

Penggunaan pembangkit listrik alternatif ini sebenarnya juga sudah


mulai dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, antara lain, seperti
di Tanah Papua yang sudah sejak tahun 1990-an, dengan bantuan
Pemerintah Negeri Kanguru Australia diperkenalkan penggunaan
pembangkit listrik tenaga matahari (solar sel). Penggunaan solar sel
ini cocok digunakan di Papua karena sesuai dengan situasi dan kondisi
permukiman orang Papua yang tidak terpusat pada satu tempat saja.
Tetapi tersebar di rawa-rawa, perbukitan, lembah dan gunung-gunung.

Hanya mungkin mereka tidak akan pernah menikmati lampu hemat listrik
yang katanya akan dibagikan PLN. Sekalipun lampu hemat energi itu,
kata Direktur Utama PLN Eddie Widiono, bakal mampu menghemat
penggunaan bahan bakar sampai 0,75 kiloliter per tahun atau setara
dengan Rp 3,8 triliun per tahunnya.

Kalau memang mau irit, kenapa tidak sekaligus memanfaatkan tenaga


angin yang gratis itu?

Pembangkit listrik tenaga angin disinyalir sebagai jenis pembangkitan energi dengan laju pertumbuhan
tercepat di dunia dewasa ini. Saat ini kapasitas total pembangkit listrik yang berasal dari tenaga angin di
seluruh dunia berkisar 17.5 GW [17]. Jerman merupakan negara dengan kapasitas pembangkit listrik
tenaga angin terbesar, yakni 6 GW, kemudian disusul oleh Denmark dengan kapasitas 2 GW [17]. Listrik
tenaga angin menyumbang sekitar 12% kebutuhan energi nasional di Denmark; angka ini hendak
ditingkatkan hingga 50% pada beberapa tahun yang akan datang. Berdasar kapasitas pembangkitan
listriknya, turbin angin dibagi dua, yakni skala besar (orde beberapa ratus kW) dan skala kecil (dibawah
100 kW). Perbedaan kapasitas tersebut mempengaruhi kebutuhan kecepatan minimal awal (cut-in win
speed) yang diperlukan: turbin skala besar beroperasi pada cut-in win speed 5 m/s sedangkan turbin skala
kecil bisa bekerja mulai 3 m/s. Untuk Indonesia dengan estimasi kecepatan angin rata-rata sekitar 3 m/s,
turbin skala kecil lebih cocok digunakan, meski tidak menutup kemungkinan bahwa pada daerah yang
berkecepatan angin lebih tinggi (Sumatra Selatan, Jambi, Riau [10], dsb) bisa dibangun turbin skala besar.
Perlu diketahui bahwa kecepatan angin bersifat fluktuatif, sehingga pada daerah yang memiliki kecepatan
angin rata-rata 3 m/s, akan terdapat saat-saat dimana kecepatan anginnya lebih besar dari 3 m/s - pada
saat inilah turbin angin dengan cut-in win speed 3 m/s akan bekerja. Selain untuk pembangkitan listrik,
turbin angin sangat cocok untuk mendukung kegiatan pertanian dan perikanan, seperti untuk keperluan
irigasi, aerasi tambak ikan, dsb.

Indrawan said PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu) saat ini cukup menjadi primadona di dunia barat
dikarenakan potensi angin yang mereka miliki (daerah sub tropis) sangat besar. Berangsur-angsur tapi pasti,
PLTN mulai diganti dengan penggunaan PLTB ataupun pembangkit renewable lainnya.

Perlu diingat di lokasi-lokasi tersebut size kapasitas PLTB mereka sudah besar – besar (Min 1 MW). PLTB
ukuran kecil seperti di Nusa penida dengan kapasitas 80 kW sangat teramat jarang sekarang ini. Untuk di
Indonesia, dengan iklim tropisnya mungkin akan cukup sulit untuk menemukan daerah dengan potensi angin
(distribusi anginnya)yang konstan/baik.

Ada beberapa daerah di Indonesia yang katanya memiliki kecepatan angin cukup tinggi (gust wind) berdasarkan
survei yang dilakukan selama 3 bulan, tapi hal ini tidak berguna bagi PLTB bila kecepatan angin itu hanya cuma
bertahan beberapa menit/detik saja dan kemudian hilang. Perlu adanya survei/studi berkesinambungan yang
memerlukan data selama minimal satu tahun untuk mevalidasi potensi angin didaerah tersebut. Rata-rata PLTB
yang dijual di pasaran untuk kapasitas kecil (kurang dari 100 kW), cut in dan cut out mereka adalah 3 dan 25 m/s
dengan kecepatan optimumnya adalah 12 m/s.

Didunia saat ini banyak ditemukan PLTB stand alone yang beredar dipasaran (utk ukuran 10 kW). Penggunanya
adalah daerah-daerah terpencil yang tidak tersentuh oleh ataupun terlalu mahal untuk dihubungkan oleh grid.
Kebanyakan dari mereka tidak pure hanya menggunakan PLTB tapi juga menggunakan PV. Selain karena
disebabkan kebutuhan listrik yang cukup besar juga disertai dengan diversikasi energi apabila tiba-tiba tidak
terdapat angin yang cukup.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia saat ini untuk daerah-daerah terpecil seperti di kepulauan-
kepulauan, diperlukan hybrid system antara potensi renewable energy yang ada dilokasi (seperti PLTB-PV-
baterai, PV-PLTMH-Fuel Cell, dll). Akan tetapi perlu menjadi catatan, semua teknologi untuk penggunaan energi-
energi tersebut masih cukup mahal bila dilihat dari kelayakan ekonominya terutama FC dan PV.

Sekedar untuk info apabila ada yang tertarik untuk mengembangkan potensi renewable energy didaerahnya,
anda bisa menggunakan standar IEC 62257 sebagai guidelines anda. Semoga info ini dapat membantu
pengembangan renewable energy di Indonesia. Apabila ada kata-kata yang salah, saya mohon maaf dan tolong
dikoreksi. Terima kasih

Potensi dan Tekn

You might also like