You are on page 1of 17

MATERIALS REQUIREMENT PLANNING

SISTEMATIKA
I. Konsep Dasar
A. Konsep MRP untuk Permintaan Dependen
B. Mekanisme MRP
a. Input MRP
b. Output MRP
c. Perhitungan dalam MRP
d. Penyimpanan Cadangan ( Safety Stock)
II. Penentuan Lot
A. Metode Lot for Lot
B. Metode Trial and Error
C. Metode Wagner-Whitin Algoritm
D. Metode Time-phase Requirement
E. Metode Part Period Balancing
III. Pengembangan MRP
A. CRP (Capacity Requirement Planning)
B. DRP ( Distribution Requirement Planning)
C. MRP II ( Materials Resource System)

I. KONSEP DASAR

Materials Management System sangat terkait erat dengan Sceduling System. Sistem ini
pada prakteknya dilaksanakan sebagai sistem pengawasan produksi-penyimpanan ( production-
inventory control) atau sistem pengawasan material dan penjadwalan ( materials-sceduling
control ) . Keterkaitan kedua sistem ini semakin intens berkat adanya komputerisasi yang
memungkinkan keduanya dapat dipadukan dengan baik bahkan pada keadaan jumlah dan
material yang sangat besar.
Dengan memadukan kedua sistem ini secara baik diharapkan dapat diperoleh
penghematan biaya, peningkatan kontrol terhadap material yang ada serta proses operasional
sehingga produktivitas dan ketepatan waktu dapat pula ditingkatkan.

1
Bagan I. Materials Management System.

Bagan diatas mengilustrasikan Bagaimana relasi antara input (vendor,procurement dan


scrap), proses transformasi (penerimaan, penyimpanan suply, penyimpanan bahan mentah,
proses, work in process dan penyimpanan bahan jadi) serta output ( retailers, wholesalers,
distributors dan customers).

A. KONSEP MRP UNTUK PERMINTAAN DEPENDEN


Permintaan independen adalah permintaan barang dalam jumlah sedikit dan tidak bisa
dipekirakan, bersifat random, berubah-ubah serta mudah terpengaruh oleh perubahan lingkungan.
Permintaan dependen merupakan permintaan yang dapat diperkirakan biasanya
merupakan bahan produksi , komponen produksi atau subasembly untuk penyelesaian suatu
produk.
MRP merupakan suatu sistem yang disusun pada suatu sistem produksi dengan keadaan
permintaan yang bersifat dapat diperkirakan sebelumnya terutama dikarenakan sifatnya yang
dependen. Ilustrasi pada Gambar I dan II.
Gambar I a. Gambar I.b

2
Gambar II.a. Gambar II.b

Gambar I dan II menunjukkan proses order dari suatu perusahaan yang menghasilkan
pintu kayu dari bahan baku kayu glondongan yang ditempatkan pada suatu tempat penyimpanan
untuk menjamin proses produksi dapat terus berlangsung. Pada gambar I.a terlihat bahwa ketika
proses produksi pintu sampai pada titik tertentu diperlukan proses order terhadap bahan baku.
Proses order ini mempunyai dampak menurunnya tingkat penyimpanan bahan baku yang dapat
dilihat pada gambar I.b yang kemudian segera disusul dengan tindakan pembelian untuk
mengembalikan tingkat penyimpanan seperti semula. Pada sistem seperti ini jelas dapat dilihat
terjadi tingkat penyimpanan rata-rata yang sangat tinggi dimana banyak barang disimpan dalam
jangka waktu yang lama sebelum dipergunakan.
Pendekatan yang logis dapat dipergunakan untuk mengurangi tingkat penyimpanan
adalah dengan mengantisipasi waktu dan jumlah permintaan terhadap bahan baku dan kemudian
dilakukan penjadwalan pembelian. Gambar II.b menunjukkan tingkat penyimpanan bahan baku
yang terjadi setelah dilakukan langkah antisipasi terhadap permintaan. Pada gambar II.b terlihat
bahwa bahan baku diterima di tempat pemyimpanan sesaat sebelum bahan baku tersebut
dipergunakan.
MRP merupakan metode dasar yang dipergunakan pada sistem manajemen penyimpanan
barang dengan permintaan yang bersifat dependen. MRP tidak bisa dijalankan pada suatu sistem
kecuali apabila sistem tersebut memiliki permintaan yang dependen sehingga perencana dapat
mengukur dan memperkirakan permintaan yang akan datang.

Ilustrasi : The Boardsports Company (TBC).


TBC merupakan perusahaan yang memproduksi skateboard yang dipasarkan dengan
nama Sidewalk Specials (SS). SS dibuat dari satu buah papan fiberglass dan 2 roda rakitan. Waktu
yang diperlukan (Lead time) untuk merakit SS dari kedua komponen tersebut adalah 1 minggu.
Komponen pertama yakni papan fiberglass dibeli dengan waktu pengiriman selama 3 minggu
sedangkan komponen kedua yakni roda rakitan dibuat oleh TBC dari satu penegak ( yang dibuat
oleh TBC dalam waktu 4 minggu), 2 roda (yang dipesan dalam waktu 1 minggu) satu poros

3
(diproduksi oleh TBC dalam waktu 2 minggu) dan 2 pengunci (yang dibeli dalam waktu satu
minggu). Pohon produk (product tree) dari SS ini dapat dilihat ada Bagan II.
Bagan II. Pohon produk dari SS.

Jadi untuk memproduksi 50 SS, bahan yang diperlukan adalah sejumlah :


 Papan fiberglass = 1 X jumlah SS = 1x 50 = 50
 Roda Rakitan = 2 X jumlah SS = 2x 50 = 100
 Roda = 2 x jumlah roda rakitan = 2x100 =200
 Poros = 1 x jumlah roda rakitan = 1x 100 = 100
 Penegak = 1 x jumlah roda rakitan = 1 x 100 = 100
 Pengunci = 2 x jumlah roda rakitan = 2 x 100 = 200
Selanjutnya apabila 50 SS tersebut harus selesai diproduksi pada sepuluh minggu yang
akan datang tentunya harus disusun suatu jadwal pemesanan yang menjamin selesainya
pemesanan tersebut pada waktunya.

Tabel I. Permintaan Bahan :


Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SS 50
Papan Diperlukan 50
Order 50
Roda Diperlukan 100
rakitan Order 100
Roda diperlukan 200
order 200
Poros diperlukan 100
order 100
Penegak diperlukan 100
order 100
Pengunci diperlukan 200
order 200

Perhatikan bahwa MRP merupakan sistem yang sangat logis karena dengan mengetahui
bahwa 50 SS harus siap dikirimkan pada akhir minggu ke 10 maka papan harus dipesan pada
paling tidak akhir minggu ke 6. Sedangkan penegak harus dipesan pada minggu ke 4 dan
sebagainya. Pemesanan yang dilakukan melebihi jadwal ini akan mengakibatkan terjadinya
keterlambatan produksi ( atau terjadi kegiatan peningkatan beban kerja ) sedangkan pemesanan
sebelum jadwal akan mengakibatkan terjadinya proses penyimpanan dengan segala

4
konsekuensinya misalkan : pengurangan ruang, kerja administrasi, biaya penyimpanan dll sebelum
diperlukan.
MRP bekerja dengan cara mengidentifikasi produk akhir kemudian melihat kapan produk
itu diperlukan kemudian dari sini ditelusuri kapan bahan bahan pendukung produk tersebut
diperlukan sehingga berdasarkan lead time masing-masing item tersebut dapat dijadwalkan waktu
pemesanan.
Ide MRP yang terlihat sangat sederhana tersebut dapat dikembangkan pada berbagai
keadaan yang menuntut dihasilkannya produk akhir dalam jumlah, variasi serta komponen
pendukung yang sangat banyak. Namun tentunya pada keadaan ini pengoperasian secara manual
tidak lagi memungkinkan dan penggunaan komputer menjadi mutlak diperlukan. Disinilah point
penting dari penerapan MRP karena sebenarnya MRP bukan suatu ide yang baru. Filosofi “
bahan yang tepat pada tempat yang tepat pada waktu yang tepat” telah banyak dipergunakan. Hal
yang mendasar pada penerapan MRP sekarang ini adalah bahwa MRP memungkinkan suatu
operasi dengan jumlah produk dan bahan intermediate yang besar mengingat tersedianya
komputer pada skala yang luas dengan biaya yang relatif murah.

Contoh soal :
Suatu perusahaan yang memproduksi gunting memerlukan 4 item untuk produksinya
yakni : dua pisau gunting yang identik, sebuah baut dan sebuah nut. Pisau gunting tersebut
diproduksi sendiri oleh perusahaan tersebut dengan lead time selama 2 minggu sedangkan baut
dan nut dipesan dari suplier dengan lead time selama 1 minggu. Proses perakitan untuk 1 gros
gunting ( 10 dosin) adalah 1 minggu. Buatlah product tree untuk kasus tersebut dan buatlah suatu
diagram MRP untuk pemesanan 1 gross pada minggu ke 7 !

Permasalahan dalam Penerapan MRP.


Faktor-faktor yang dapat menjadi hambatan atau kendala dalam penerapan MRP
dikelompokkan menjadi faktor teknis, faktor proses pelaksanaan dan faktor lingkungan.
1. Faktor teknis
Faktor ini merupakan syarat minimum yang memungkinkan suatu proses dapat dijalankan
sehingga sistem ini tidak dapat dijalankan tanpa adanya faktor tersebut. Faktor-faktor ini meliputi :
 Data yang valid
 Sistem yang transparan sederhana dan mudah dimengerti.
 Sistem yang adaptif
 Sistem dengan biaya yang rendah
 Pelatihan terhadap pemakai sistem ini secara lengkap.
 Tim kerja yang representatif.
 Penerapan sebagai suatu sasaran utama.

5
2. Faktor proses (pelaksanaan)
Faktor ini meliputi dukungan terhadap pemakaian awal dan penggunaan sistem. Faktor
ini jauh lebih kompleks dan sukar dimengerti dibandingkan dengan faktor teknis.
Faktor ini meliputi antara lain :
 Dukungan dari manajemen tingkat atas untuk menerapkan sistem ini. Sebagai ilustrasi sistem
MRP secara umum memerlukan investasi sebesar 240.000 $, memerlukan 10 jam waktu dari
VP perbulannya dan dapat diperlukannya waktu selama 16 bulan untuk mencapai
keberhasilan. Belum lagi apabila ditambah dengan pendirian dari pengambil kebijakan
tingkat atas yang memilih untuk “membiarkan adanya permasalahan yang mereka ketahui
daripada memakai suatu sistem yang asing buat mereka”.
 Dukungan dari pengguna. Pengguna dari sistem ini harus terlibat mendesign sistem ini
sehingga mereka dapat merasa memilikinya.
3. Faktor lingkungan internal
Terdapat dua contoh dari faktor ini yakni :
 Keadaan yang mendesak, dimana sistem MRP mungkin akan mengalami banyak resistensi
apabila suatu perusahaan tidak merasakan adanya keperkuan ataupun kendala yang besar
dalam produksinya selama ini.
 Kemauan untuk berubah, disini MRP merupakan suatu sistem yang tidak dapat disandingkan
dengan sistem lama, apabila memang pihak top manager masih mempertahankan sistem yang
lama maka MRP tentunya tidak dapat behasil dengan baik.
Kendala yang terjadi diatas memeng bukan hal yang mudah untuk diatasi dsn
membutuhkan komitmen yang sangat kuat dari pihak manajemen, akan tetapi untuk satu
penerapan yang berhasil , akan diperoleh hasil yang sangat memadai antara lain : inveatasi
penyimpanan yang rendah, lead time yang dapat diperpendek, kesalahan pengiriman yang semakin
rendah dan peningkatan produktivitas.
Penyebab dari kegagalan utama dari penerapan MRP adalah pelaksanan MRP yang tidak
berkelanjutan dan MRP yang tidak dikaitkan dengan sistem-sistem pendukung lain.

B. MEKANISME KERJA MRP

MRP merupakan suatu sistem manajemen produksi ataupun inventory (penyimpanan)


sehingga disini sangat diperlukan informasi tentang produksi dan inventory sebagai input dalam
rangka menyusun outputnya yakni perencanaan atau jadwal order (pemesanan). Mekanisme kerja
dari MRP dapat dilihat pada Bagan II

6
Bagan II. Mekanisme kerja MRP.

Bagan II menunjukkan ketiga input utama dari MRP yakni jadwal produksi (master
production schedule), data susunan bahan produksi (bill of materials file) dan data penyimpanan
( inventory master file). Terlihat bahwa jadwal produksi disusun berdasarkan pemesanan yang
sudah pasti dan juga oleh kebutuhan yang sudah diperkirakan. Output MRP terutama adalah
perencanaan pemesanan bahan produksi (planned order release report).
Disini terlihat bahwa antara perencanaan material dengan jadap produksi sangat berkait
satu sama lain. Tidak dilakukannya upaya untuk menyelaraskan kedua sistem ini dapat
mengakibatkan kegagalan produksi atau paling tidak terjadi inefisiensi proses produksi.
a. Input MRP :
Seperti yang sudah dijelaskan input MRP meliputi : master production schedule, bill of
material file dan inventory file.
1. Master Production Schedule
MPS disusun berdasarkan pemesanan pasti dan kebutuhan yang diperkirakan. MPS dapat
menunjukkan kapan setiap barang pesanan dibuat agar memenuhi kebutuhan. Contoh suatu
MPS adalah : Pada hari Selasa perusahaan harus membuat 100 s-3s unuk pabrik S, dll.
2. Bill of Material
Untuk setiap barang psanan harus disusun suatu daftar bahan baku, komponen,
subassemblies dan assemblies yang memungkinkan suatu barang jadi dapat diproduksi.
Sistem komputer dalam MRP mengolah BOM untuk menetapkan bahan dasar apa yang
diperlukan dan jumlah yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pesanan.
BOM bukan hanya merupakan daftar dari bahan yang diperlukan tapi juga dapt menunjukkan
bagaimana bahan-bahan tersebut dirakit menjadi suatu bentuk barang jadi. Contoh dari BOM
dapat dilihat pada tabel II

7
Bagan III. Struktur Product Tree

Tabel II. BOM untuk ketiga tingkat produksi


Tingkat I Tingkat II Tingkat III Keterangan Jumlah Sumber
No P81 1 Pembelian
No S125 1 Perakitan
No S225 1 Perakitan
No P32 1 Pembelian
No P81 2 Penbelian
No M27 1 Perakitan
No 1220 3 lb Pembelian

Pada tabel diatas dapat dilihat suatu barang jadi yang sudah selesai dikerjakan ( dikenal
sebagai parent item) berada pada puncak atau level 0. Bahan yang merubakan komonen dari
level tersebut berada pada level I dan seterusnya. Sehingga ketika suatu MPS telah ditentukan
dapat disusun BOM sehingga dapat ditentukan jumlah, kapan barang tersebut diperlukan dan
kapan pemesanan harus dilaksanakan agar dapat menghasilkan barang jadi pada jumlah dan
waktu yang telah ditetapkan.
Penyusunan BOM semata-mata merupakan usaha penelusuran setiap tingakat dari BOM
dan menentukan jumlah dan waktu tunggu (lead time) dari setiap barang untuk membuat
setiap barang pada kesemua level. Perhatikan bahwa apabila suatu barang dibuat sendiri oleh
suatu perusahaan lead time lebih merupakan jumlah barang yang dapat diproduksi daripada
suatu waktu teretntu. Konsep lead time dalam hal ini dapat dilihat pada kasus perusahaan TBC
yang memproduksi skateboard SS.
Perlu diketahui penyusunan BOM memakan waktu yang sangat besar pada sistem MRP
untuk menjamin semua komponen dapat tersusun sebagai mana mestinya dan terjamin
keakuratannya. Jelas dapat dilihat kesalahan penyusunan BOM memberi dampak yang jauh
sampai ke tingkat dibawahnya.
Pada kasus perusahaan TBC perhatikan bahwa pembelian P 81 dilakukan baik pada level
1 maupun 3. Kita tidak menyatukan kedua jenis pembelian ini karena penyatuan tersebut
membuat kita tidak dapat menentukan jumlah spesifik dari kebutuhan tiap-tiap level. Apabila

8
kita menjumlahkan P81 yang kita perlukan menjadi 3, kita tidak dapat lagi menentukan berap
P81 yang kita perlukan apabila telah tersedia sejumlah S125 mnjadi produk jadi.
3. Inventory Master Level.
IML berisi informasi detail tentang jumlah dari masing-masing barang baik yang telah
dipunyai maupun yang sedang dalam pemesanan serta status penggunaannya pada periode
waktu kedepan. Sistem komputer MRP mempergunakan IML untuk menentukan jumlah
bahan yang dapat dipakai pada suatu periode waktu. Jika bahan yang ada cukup untuk
memenuhi kebutuhan produkasi maka bahan tersebut harus segera dicatat rencana
penggunaannya sedangkan bila ternyata tidak mencukupi dapat segera dilakukan pemesanan (
planned order release report).

b. Output MRP
Terdapat tiga output spesifik dari MRP yang merupakan rencana untul pelaksanaan suatu
order baik yang segera dilakukan maupun dalam jangka waktu yang akan datang. Ketiganya
adalah order action report ( laporan pelakasanaan pesanan), open order report ( laporan order yang
telah dilakukan) dan planned order release report
1. Order Action Report
OAR menunjukkan suatu order yang harus dilakukan sekarang dan order mana yang
dibatalkan.
2. Open Order Report
OOR memperlihatkan order mana yang mesti dipercepat atapun dipercepat.
3. Planned Order Release Report
PORR merupakan suatu rencana pemesanan yang akan dilakukan pada jangka waktu
yang akan datang. Dari sini dapat dilihat apakan MPS memungkinkan untuk dilaksanakan.

c. Perhitungan dalam MRP


Suatu pemesanan sejumlah 100 barang jadi dijadwalkan diselesaikan dalam 12 minggu
dari sekarang tidak selamanya mengharuskan dilakukannya suatu aksi pada produksi maupun
penyimpanan. Jika sekarang perusahan tersebut mempunyai 1000 barang jadi dan hanya
mempunyai jadwal pemesanan katakan sebesar 350 pada minggu ke 12 maka pada saat itu masih
terdapat 650 barang yang tersisa.
Akan tetapi bila sekarang perusahaan tersebut hanya memiliki persediaan sebesar 400
barang saja sedangkan dia juga harus melayani 100 pesanan lagi padahal dia juga telah mendapat
pesanan sejumlah 350 barang pada minggu ke 12 tentunya perusahaan tersebut harus melakukan
langkah untuk memenuhi kekurangan. Perhitungan MRP kemudian dapat segera dilakukan
dengan cara menyusun semua item dalam BOM pada kesemua level kemudian pada kesetiap level
dilakukan :

9
 Penentuan waktu permintaan gross dengan menjumlahkan order yang direncanakan
dilakukan pada setiap barng jadi (parent item) dikalikan dengan jumlah penggunaannya pada
satu satuan parent item..
 Menentukan barang yang masih dibutuhkan (permintaan net) berdasarkan jumlah persediaan
barang yang dimiliki dengan jumlah pesanan yang telah ada.
 Mengatur ukuran lot dengan mempergunakan rumus yang ada.
 Mengatur kapan order dilakukan dengan mempergunakan lead time.

Perhitungan dalam MRP terutama didasarkan oleh permintaan gross dan permintaan net.
Pada kasus diatas permintaan sejumlah 100 barang pada minggu ke 12 merupakan permintaan
gross. Sedangkan sejumlah 50 barang yang masih diperlukan pada minggu ke 12 adalah
permintaan net. Dalam hal ini “aksi” dilakukan berdasarkan keadaan permintaan net. Formula
yang dipakai adalah :
N = G- I
N = Permintaan net untuk waktu yang akan ditentukan
G = Permintaan gross pda waktu tersebut
I = Persediaan yang diperkirakan ada pada waktu tersebut
I=C+R–Y
C = Persedian yang sekarang dimiliki
R = Penerimaan pada waktu tersebut
Y = Kebutuhan pada waktu tersebut
Dengan mempergunakan lead time kita dapat mengatur kapan suatu barang sebaiknya
dipesan dengan menghitung mundur sejauh lead time dari saat barang itu diperlukan. Dengan ini
barang dapat kita peroleh pada saat yang ditetapkan. Jika permintaan net pada saat tersebut positif
seperti yang terjadi pada kasus pemesanan pertama maka suatu pemesanan harus segera dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan dan bila permintaan net negatif atau 0 seperti pada kasus pertama
dimana pada minggu ke 12 permintaan net masih –550 (100-650) maka tidak perlu dilakukan
pemesanan.
Suatu rencana pemesanan pada satu level dapat memicu adanya permintaan pada level
dibawahnya. Perhitungan tiap level kemudian dilanjutkan dengan memperhatikan kemungkinan
perbedaan tingkat inventory masing-masing level, jumlah dan jenis barang yang diperlukan untuk
penyusunan item dari tingkat dibawahnya. Perbedaan-perbedaan ini mengakibatkan perbedaan
pola pemesanan pada masing-masing level.
Sebagai suatu contoh apabila terdapat order sejumlah 100 barang pada minggu ke 12 dan
persediaan yang ada sebesar 50 sedangkan lead time dari barang tersebut adalah 3 minggu maka
praktis pada minggu ke 9 harus dilakukan upaya pemesanan sebesar 50 barang.

10
Tabel III. MRP pada level 0
Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Permintaan gross 50 150 50 100 100

Persediaan 400 400 350 350 350 200 200 200 150 50 50 50
Permintan net 50
Rencana penerimaan 50
Rencana pemesanan 50
Leadtime : 3 minggu.

Tabel MRP Level I


Week 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12
Permintaan gross 50 200
Persediaan 50 50 100 100 100 100 100 100 100 50 100
Permintan net 150
Rencana penerimaan 50
Rencana pemesanan 250
Leadtime : 4 minggu.

Pada level I pembelian perlu dilakukan dan diperlukan suatu perencanaan, disini
perhatikan bahwa pada minggu ke 2 terjadi penerimaan sebesar 50 item yang merupakan akibat
dari proses pemesanan beberapa minggu sebelumnya. Perhatikan pula keperluan sebesar 200
barang pada minggu ke 10 dan sebagai akibatnya perlu dilakukannya pemesanan pada minggu ke
6 sebesar 250 barang untuk menjamin penyimpanan sebesar 100 barang.

Contoh pemecahan masalah pada penelusuran MRP


Susunlah sebuah tabel MRP pada kasus terdahulu (kasus produksi gunting) dengan
tambahan pemesanan 3 gross pada minggu ke 9 dan dalam penyimpanan terdapat 360 pisau
gunting, 500 baut dan 100 nut yang tersedia.

Tabel IV. Penyelesaian masalah :


Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gunting, lead time : 1 minggu
Permintaan Gross 120 360

11
Penyimpanan 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Permintaan net 120 360
Rencana penerimaan 120 360
Rencana pemesanan 120 360
Pisau gunting, lead time : 2minggu
Permintaan Gross 240 720
Penyimpanan 360 360 360 360 630 360 120 120 0
Permintaan net 0 600
Rencana penerimaan 600
Rencana pemesanan 600
Baut, Lead time : 1 minggu
Perminaan Gross 120 360
Penyimpanan 500 500 500 500 500 500 380 380 20
Permintaan net 0 0
Rencana penerimaan
Rencana pemesanan
Nut, lead time : 1 minggu.
Permintaan Gross 120 360
Penyimpanan 100 100 100 100 100 100 0 0 0
Permintaan Net 20 360
Rencana penerimaan 20 360
Rencana pemesanan 20 360

d. Safety Stock (Penyimpanan Cadangan)

Adanya Kebijakan melakukan penyimpanan cadangan tidak mendukung pelaksanaan


sistem MRP karena penggunaan sistem MRP justru bertujuan menghindari kelebihan stock .
Kebijakan safety stock tidak dianjurkan MRP kecuali kecuali di tingkat produk jadi untuk
mengantisipasi permintaan yang tidak diketahui ataupun pada barang yang kelancaran suplainya
rendah. Permintaan terhadap komponen selain itu yang didukung oleh lead time yang cukup
merupakan alasan mengapa penyimpanan cadangan tidak diperlukan.
Jika penyimpanan cadangan dilakukan pada parent item atau pada komponen yang
beresiko biasanya barang tersebut tidak dianggap sebagai penyimpanan (on handling) akan tetapi
akan dibuat baris tersesendiri. Jadi disini dibedakan antara penyimpanan (on handling) dengan
ketersediaan (availabilitas).

II. PENETAPAN LOT


Sebagai kelanjutan dari proses untuk menetapkan kapan order suatu barang di perlukan,
kita juga harus menetapkan berapa banyak kita memesan. Pendekatan yang bisa dilakukan untk
menjawab petanyaan kedua antara lain adalah pendekatan lot for lot, trial and error, wagner-
whitin algoritm, time-phase requirement dan part perod balancing.
Metode lot for lot merupakan metode pemesanan yang dilakukan sesaat sebelum barang
tersebut dipergunakan. Pendekatan ini belum tentu merupakan pendekatan yang paling tepat pada

12
karena pada dasarnya tujuan umumnya adalah menyeimbangkan antara biaya pemesanan (
ordering cost) dengan biaya pemeliharaan selama penyimpanan ( inventory holding cost).
Metode trial and error mencari kuantitas pemesanan yang terbaik dengan mencoba
semua kemungkinan yang ada. Jelas pendekatan ini memiliki keterbatasan terutama apabila
terdapat banyak kemungkinan.
Metode wagner-whitin algoritm menetapkan ukuran lot yang optimal dengan
mengevaluasi semua kemungkinan yang ada. Metode ini sangat menjanjikan namun kendala
utamanya adalah masalah penghitungan yang rumit apalagi bila alternatif yang ada meningkat.
Metode time-phased menetapkan ukuran lot yang akan dipakai dengan jalan
menjumlahkan permintaan antar waktu . Sebagai contoh apabila terdapat permintaan sejumlah
100, 40 dan 75 barang pada minggu ke 13, 18 dan 21. Maka metode ini kemudian mengevaluasi
bagaimana pemesanan dilakukan apakah pemesanan 100, 140 (100+40) atau 215 (100+40+75).
Pemesanan ang dilakukan selama 3 kali masing-masing 100, 40 dan 75 kemudian dibandingkan
dengan pemesanan yang dilakukan 2 kali ( 140 dan 75) dan juga pemesanan satu kali sekaligus
(215) dengan memperhitungkan biaya pemeliharaan yang mesti dikeluarkan sebelum pemakaian.
Walaupun metode ini cukup logis dan tentunya lebih baik dikerjakan daripada tidak dilakukan
perhitungan sama sekali metode ini tidak memperhitungkan berbagai alternatif yang ada antaralain
(100+75) ataupun (40+75) dan karenanya metode ini tidak dapat menjamin didapatkan hasil yang
optimal.
Metode part period balancing merupakan metode dengan perhitungan yang lebih
sistematik. Metode ini mencoba untuk mencari ukuran lot yang paling optimal dengan jalan
memilih alternatif loting dimana ordering cost paling mendekati holding cost. Walaupun metode
ini tidak dapat menjamin diperolehnya hasil yang paling optimal namun sistem perhitungannya
yang sederhana dan mendapat hasil yang memuaskan. Suatu penelitian menunjukkan bahwa biaya
penyimpanan yang diperoleh dari metode yang lebih akurat yakni metode wagner-whitin hanya
mendapatkan biaya yang lebih rendah sebesar 7% dari yang diperoleh dengan metode part period
balancing.

Contoh kasus pada perusahaan Auto-Spring.


Perusahaan Autospring membuat spring kompresi untuk suatu perusahaan automobil.
Pemesanan bahan produksi x-250 untuk pembuatan mesin V-6 adalah pada minggu ke 10 sebesar
10.000, pada minggu ke 31 sejumlah 18.000 dan pada minggu ke 40 sebesar 12.000. Biaya yang
dibutuhkan untuk sekali pemesanan adalah 700 $ sedangkan biaya pemeliharaan x-250 di
penyimpanan adalah sbesar 0,0025$ per minggunya.
Berdasarkan metode part period balancing terdapat tiga alternatif ukuran lot yang ada
sebelum minggu ke 28 yakni : pemesanan 10.000, pemesanan 28.000 dan pemesanan 40.000. Part

13
period balancing kemudian mencari alternatif terbaik dimana biaya penyimpanan paling mendekati
biaa pemesanan. Ketiga holding cost tersebut adalah :
Pemesanan 10.000 = 0
Pemesanan 28.000 = 3 minggu x 18.000 x 0,0025 =135 $
Pemesanan 40.000 = 3x 18.000x 0,0025 + 12 x 12.000 x 0,0025 = 495$.
Dari sini kita memilih alternatif terakhir karana terlihat bahwa holding costnya paling mendekati
ordering cost.

Resume Pelaksanaan Sistem MRP


 Menentukan kapan dan jumlah permintaan barang jadi dari master production schedule yang
memperoleh input dari pesanan yang sudah tetapa atauun dari kebutuhan yang diperkirakan.
 Menggunakan bill of materials untuk mengkalkulasi permintaan gross dari etiap
komponennya yang dimulai dari level 0 (parent item).
 Menggunakan bill of material dan inventory master file untuk menentukan kapan pemesanan
dilakukan sekaligus kapan bahan tersebut sudah harus diterima agar jadwal yang ditetapkan
master production schedule dapat dipenuhi.
 Menjalankan terus MRP yang dimulai dari tempat dimana perubahan terjadi.

III. PENGEMBANGAN MRP


Konsep diatas tidak hanya dapat dipergunakan untuk material (bahan) tetapi dapat pula
dipergunakan pada kapasitas dan distribusi.
A. CRP (Capacity Requirement Planning)
CRP merupakan proses untuk menentukan bebenkerja dari tiap-tiap pusat kegiatan yang
didasarkan pada jadwal produksi. Beban kerja pada umumnya dinilai dalam waktu produktivitas
misalkan jam kerja manusia mesin ataupun keduanya ) yang diperlukan dalam waktu-waktu yang
akan datang. Disini master production schedule yang ada dikonversi menjadi kebutuhan terhadap
kapasitas kerja (capacity demand) yang kemudian dibandingkan dengan keterbatasan kapasitas
( capacity limit) . Jika kebutuhan mendekati ataupun melebihi kapasitas maka kemudian dilakukan
tindakan-tindakan seperti penambahan jam kerja, penambahan shift kerja pengambilan tindakan
subkontrak dsb.

B. DRP (Distribusi Requirement Planning)


Dengan menjalankan konsep MRP pada pengaturan distribusi kebutuhan akan dapat
dipenuhi dan pemesanan dapat dilakukan sebelum barang tersebut habis di pasaran.
Contoh kasus DRP
Suatu perusahaan memiki 2 tempat penyimpanan barang jadinya. Gudang pertama
memiliki 1500 barang sebagai persediaan dan telah endapat pemesanan sebesar 400 gros pada

14
minggu 34 dan 1000 gros pada minggu ke 36 700 gross pada minggu ke 37 dan 1200 gros pada
minggu ke 39. Gudang kedua kehabisan stock dan mendapat pemesanan sebesar 500 gros pada
minggu ke 35, 300 gros pada minggu ke 36 dan 200 gros pada minggu ke 39. Waktu yang
diperlukan untuk pengiriman dari pabrik adalah selama 3 minggu. Buatlah rencana distribusinya !
Tabel V. Pemecahan masalah :
Minggu
32 33 34 35 36 37 38 39 40
Gudang A Lead time : 3 minggu
Permintaan gros 400 1000 700 1200
Persediaan 1500 1100 1100 1100 100 0 0 0
Permintaan net 0 0 600 1200
Rencana penerimaan
Rencana pemesanan 600 1200
Gudang B Leadtime : 3 minggu
Permintaan gros
Persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0
Permintaan net 500 300 200
Rencana penerimaan
Rencana pemesanan 500 300 200
Perusahaan
Permintaan gross 500 300 600 1400

C. MRP II ( Manufacturing Resource Planning)


Apabila kita mengkaitkan sistem penjadwalan dengan proses pembelian, akunting,
penjualan, erakitan dan fungsi-fungsi lain kita akan menghasilkan suatu manufacturing resource
planning (MRP II).
Bagan IV. Sistem MRP II

15
Seperti yang terlihat pada bagan IV pemesanan yang dilakukan oleh konsumen dan
perkiraan kebutuhan pasar memberikan input bagi master schedule yang kemudian mendorong
dilakukannya proses produksi. Proses produksi juga mendapatkan pengaruh dari data perancangan
yang ada ( engginering data nase) yang meliputi BOM, enginering design, drawing dan informasi
lain yang diperlukan untuk merakit suatu produk. Pada bagian kanan tabel dapat dilihat kegiatan
perencanaan dan kontrol dari suatu perusahaan. Data perhitungan biaya juga dikumpulkan pada
tahap ini yang kemudian dilengkapi dengan perencanaan kebutuhan distribusi (DRP).
Sangat jelas fungsi-fungsi lain dari perusahaan juga terlibat dalam proses ini misalkan
fungsi finance akan mendukung purchasing apabila cash flow dari perusahaan terpelihara dengan
baik. Fungsi marketing dapat pula membantu menetapkan waktu pengiriman, waktu pemesanan
dan sebagainya.

REVIEW DARI KONSEP MRP DAN PENDUKUNGNYA.

 MRP adalah suatu sistem yang tepat apabila dipergunakan pada keadaan kebutuhan yang
dependen artinya kebutuhan tersebut telah dapat diketahui atau diperkirakan sebelumnya.
Oleh karenyan MRP dapat dipergunakan pada merancang kebutuhan komponen-komponen
dari suatu barang jadi dalam proses produksi.
 Operasi dasar dari MRP adalah mempergunakan product tree atau BOM (bill of material)
dengan lead time yang ada sehingga dapat disusun kapan suatu barang sudah didapat dan
kapan pemesanan bahan dilakukan.
 Input dari MRP terdiri dari 3 komponen utama yakni master production schedule, investory
master file dan bill of material. Sedangkan output utama dari MRP adalah proses pengaturan
pemesanan.
 Perbedaan dari permintaan gros dengan permintaan net terletak pada ada tidaknya persediaan
(on-hand inventory). Permintaan gros merupakan jumlah barang yang harus disediakan
sedangkan permintaan net merupakan jumlah barang yang harus ditambahkan dari persedian
untuk memenuhi permintaan gros.
 Safety stock (penyimpanan cadangan) tidak dimasukkan dalam sistem MRP atau berada di
luar sistem MRP.

16
 Penentuan ukuran lot dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain lot for lot, trial
and error, time-phased, wagner-whittin algoritm dan part period balancing.
 CRP ( capacity requirement planning )dan DRP ( distribution requirement planning)
merupakan pengembangan dari MRP. CRP mempergunakan output dari MRP dengan routing,
lead time dan informasi lain untuk menentukan beban kerja pada setiap pusat kegiatan. DRP
hampir sama dengan MRP namun dipergunakan untuk mengelola penyaluran dari gudang
tempat penyimpanan kepada distributor.
 MRP II mengikatkan MRP dengan bagian-bagian lain dari perusahaan seperti perancangan
(engineering), pembelian (purchasing), keuangan (finance), accounting, pemeliharaan
(maintenance) dan distribusi.

17

You might also like