Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien dengan panggul picak serta mengetahui
komplikasi kehamilan, persalinan dan komplikasi pada bayi yang mungkin terjadi pada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa
dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang – tulang ini satu dengan lainnya
berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut
simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan
os ilium.Dibawah terdapat artikulasio sakro- koksigea yang menghubungkan os sakrum dan os
koksigis (Wahyuni S., 2008).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit,
tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih
longgar,misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5
cm.Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada saat partus, dan
pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang
(Wahyuni S., 2008).
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis minor.
Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan
false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis
(Wahyuni S., 2008).
Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ –organ abdominal selain
itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot – otot dan ligamen ke dinding tubuh.
Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum,
kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita
temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus
(Wahyuni S., 2008).
Gambar Sakrum, Os sacrum, dan gelang panggul, Cingulum panggul. Daerah di
sebelah cranial Linea Terminalis dinamakan panggul besar, Pelvis Major. Sedangkan daerah di
sebelah kaudal Linea terminalis dinamakan panggul kecil, pelvis minor (Wahyuni S., 2008).
2.2.2.1.2. Engagement.
Istilah ini merujuk pada turunnya bidang biparietal kepala janin sampai ke bawah pintu
atas apanggul. Bila diameter biparietal atau diameter terbesar kepala janin yang normalnya
berada dalam keadaan fleksi tengah melewati pintu atas panggul, kepala dianggap sudah
cakap (engaged). Meskipun engagedment dianggap sebagai suatu persalinan, pada nulipara
hal ini umumnya terjadi selama beberapa minggu terakhir kehamilan. Bila terjadi demikian, hal
ini sudah merupakan bukti pasti bahwa pintu atas panggul adekuat untuk kepala janin. Dengan
engagement tersebut, kepala janin berfungsi sebagai pelvimeter internal untuk memperlihatkan
bahwa pintu atas panggul cukup luas untuk janin tersebut (Cunningham, 2006).
Sudah cakap (engaged)-nya kepala dapat ditentukan baik dengan pemeriksaan rektal
ataupun vaginal atau dengan palpasi abdominal. Bila telah berpengalaman melakukan
pemeriksaan vaginal, akan menjadi lebih mudah untuk menentukan posisi bagian terbawah
kepala janin dalam hubungannya dengan ketinggian spina iskiadika. Jika bagian terbawah
oksiput terletak setinggi atau di bawah spina, kepala biasanya tetapi tidak selalu sudah cakap,
karena jarak dari bidang pintu atas panggul terhadap ketinggian spina iskiadika kurang lebih
sebesar 5 cm pada kebanyakan panggul, dan jarak dari bidang biparietal kepala janin yang
belum mengalami molase ke puncak kepala adalah sekitar 3 sampai 4 cm. Pada keadaan ini,
puncak kepala tidak mungkin mencapai spina kecuali bila diameter biparietal telah
melewatipintu atas panggul, atau kecuali telah terdapat elongasi kepada janin yang cukup besar
akibat molase dan pembentukan kaput suksedaneum (Cunningham, 2006).
Engagement dapat ditentukan secara kurang pasti dengan pemeriksaan abdominal. Jika
bidang biparietal pada bayi berukuran aterm sudah turun melalui pintu atas panggul, ajari-jari
pemeriksa tidak akan mencapai bagian tengah kepala. Jadi, bila didorong kebawah melalui
abdomen bagian bawah, jari-jari pemeriksa kan terselip ke atas kepala di sebelah proksimal
bidang parietal tersebut (tengkuk leher) dan akan menyebar. Sebaliknya, jika kepala belum
cakap, jari-jari pemeriksa dapat dengan mudah meraba bagian terbawah kepala dan dapat
bersatu (Cunningham, 2006).
Fiksasi kepala janin adalah turunannya kepala melewati pintu atas panggul sampai
kedalaman tertentu hingga tidak memungkinkan terjadinya pergerakan bebas kepala ke arah
mana pun saat ditekan dengan kedua tangan yang ditempatkan pada abdomen bawah. Fiksasi
tidak selalu sinonim dengan engagement. Meski kepala yang dapat digerakkan dengan bebas
pada pemeriksaan abdominla tidak dapat disebut cakap, fiksasi kepala kadangkala terlihat
ketika bidang biparietalnya masih 1 cm atau lebih di atas panggul, terutama bila kepala telah
mengalami molase berat (Cunningham, 2006).
Meskipun engagement merupakan bukti konklusif pintu atas yang adekuat untuk kepala
janin yang bersangkutan, tidak adanya engagement tidak selalu menunjukkan penyempitan
panggul (Cunningham, 2006).
2.2.2.2 Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah
tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika,
sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua
spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu
sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm.
Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran
4,5 cm (Cunningham, 2006).
Caranya :
Lakukan VT sampai teraba promotorium lalu ukur jari tangan yang masuk (CD),
kemudian kurangkan 1 1/2 cm,kalau kurang dari 10 cm berarti panggul sempit.
PENYEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL. Hal ini didefinisikan sebagai pemendekan
diameter intertuberosum hingga 8 cm atau kurang. Pintu bawah panggul secara kasar dapat
dianggap sebagai dua segitiga dengan diameter inti tuberosum sebagai dasar keduanya. Sisi-
sisi segitiga anterior dibentuk oleh kedua ramus pubis, dan puncaknya adalah permukaan
posterior inferior simfisis pubis. Segitiga posterior tidak dibatasi oelh tulang disisinya tetapi
apeksnya dibatasi oelh ujung vetebra sakralis terakhir (bukan ujung koksigis). Di laporkan
bahwa penyempitan pintu bawah panggul dijumpai pada hampir 1 persen diantara lebih dari
1400 nulipara aterm yang dipilih secara acak (Floberg dkk, 1987).
Menyempitnya diameter intertuberosum yang menyebabkan penyempitan segitiga
anterior akan mendorong kepala janin ke arah posterior. Dengan demikian, penentuan apakah
janin dapat lahir sebagian bergantung pada ukuran segitiga posterior, atau secara lebih spesifik
pada diameter intertuberosum dan diameter sagitalis posterior pintu bawah panggul. Pintu
bawah yang sempit dapat menyebabkan distosia bukan sebagai penyebab tunggal karena
sebagian besar disertai penyempitan pintu tengah panggul. Penyempitan pintu bawah panggul
tanpa disertai penyempitan pintu tengah panggul jarang terjadi (Cunningham, 2006).
Bahkan apabila disproporsi antara kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak
terlalu besar untuk menimbulkan distosia berat, hal ini akan dapat berperan penting dalam
menimbulkan robekan perineum. Dengan semakin menyempitnya arkus pubis, oksiput tidak
dapat keluar tepat dibawah simfisis pubis tetapi dipaksa semakin ke bawah menuju ramus
iskiopubik. Pada kasus yang ekstrim, kepala harus berputar mengelilingi sebuah garis yang
menghubungkan tuberositas iskiadika. Karena itu, perineum akan menjadi sangat terengang
dan menyebabkan mudah robek (Cunningham, 2006).
Trauma akibat kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering fraktur panggul.
Pada fraktur bilateral ramus pubis, sangat sering terjadi penyusutan kapasitas jalan lahir akibat
pembentukan kalus atau malunion. Riwayat fraktur panggul mengisyaratkan perlunya
pengkajian ulang atas foto sinar-x sebelumnya dan mungkin CT pelvimetri pada tahap akhir
kehamilan (Speer dan Peliter, 1972).
2.2.4.2 CT Scan
Salah satu keunggulan pelvimetri CT scan seperti yang diperlihatkan di gambar 18-8
adalah mengurangi pajanan radiasi. Tingkat keakuratan lebih besar dibandingkan dengan
pelvimetri radiologic konvensional, lebih mudah dilakukan, dan biayanya setara. Pada kedua
metode, paparan sinar-X minimal. Bergantung pada mesin dan teknik yang digunakan, dosis
CT pada janin dapat berkisar antara 250 sampai 1500 mrad (Moore dan Shearer , 1989).
Keunggulan MRI antara lain tidak adanya radiasi pengion, pengukuran panggul yang
akurat, pencitraan janin yang lengkap, serta kemungkinan mengevaluasi penyebab distosia
jaringan lunak Saat ini pemakaian metode ini masih terbatas karena alas an biaya, waktu untuk
melakukan penelitian pencitraan yang adekuat, dan ketersediaan alat (Cunningham, 2006).
2.3 Neurofibroma
2.3.1 Definisi
Neurofibroma adalah jenis tumor selubung saraf. Ini adalah kelainan bawaan.
Neurofibroma adalah tumor atau pertumbuhan yang terletak di sepanjang saraf atau jaringan
saraf. Hal ini diklasifikasikan menjadi 2 jenis yang berbeda, neurofibromatosis 1 (NF1) dan
neurofibromatosis 2 (NF2). NF1 terjadi pada sekitar 1 dari 3000 kelahiran NF2 sementara
hanya terjadi pada sekitar 1 dari 50.000 kelahiran. NF2, juga dikenal sebagai neurofibromatosis
akustik bilateral, dicirikan oleh beberapa tumor dan lesi pada otak dan sumsum tulang
belakang. Tumor yang tumbuh pada saraf pendengaran yang mengakibatkan gangguan
pendengaran biasanya merupakan gejala pertama dari penyakit. NF1 dan NF2 terjadi sebagai
akibat cacat gen yang berbeda (Cohen J., 2010)
NF1 disebabkan oleh mutasi pada gen terletak di kromosom 17 dan NF2 di kromosom
22. Mutasi gen dapat diwariskan dari orang tua yang telah NF atau dalam beberapa kasus, bisa
menjadi pendiri mutasi gen secara spontan. Orang tua dengan NF memiliki kesempatan 50%
dari lulus gen pada masing-masing anak-anak mereka. Neurofibromatosis biasanya
berkembang. Karena jumlah meningkat Neurofibroma, masalah neurologis lebih berkembang.
Orang yang memiliki neurofibromatosis pusat mengembangkan tumor di saraf pendengaran
(auditori tumor, atau neuromas akustik) pada kedua sisi tubuh (Cohen J., 2010).
Pertumbuhan ini biasanya mulai muncul setelah masa pubertas dan bisa dirasakan
dibawah kulit sebagai benjolan kecil (medicastore,2009).
2.3.2 GEJALA
Sekitar sepertiga penderita tidak mengeluhkan adanya gejala dan penyakit ini pertama
kali terdiagnosis ketika pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya benjolan dibawah kulit, di
dekat saraf. Pada sepertiga penderita lainnya penyakit ini terdiagnosis ketika penderitanya
berobat untuk masalah kosmetik (medicastore, 2009).
Tampak bintik-bintik kulit yang berwarna coklat (bintik caf? au lait) di dada, punggung,
pinggul, sikut dan lutut . Bintik-bintik ini bisa ditemukan pada saat anak lahir atau baru timbul
pada masa bayi. Pada usia 10-15 tahun mulai muncul berbagai ukuran dan bentuk
neurofibromatosis di kulit. Jumlahnya bisa kurang dari 10 atau bisa mencapai ribuan
(medicastore, 2009)
Pada beberapa penderita, pertumbuhan ini menimbulkan masalah dalam kerangka tubuh,
seperti kelainan lengkung tulang belakang (kifoskoliosis), kelainan bentuk tulang iga,
pembesaran tulang panjang pada lengan dan tungkai serta kelainan tulang tengkorak dan di
sekitar mata dan Sepertiga sisanya memiliki kelainan neurologis (medicastore, 2009).
Neurofibromatosis bisa mengenai setiap saraf tubuh tetapi sering tumbuh di akar saraf
spinalis. Neurofibroma menekan saraf tepi sehingga mengganggu fungsinya yang normal.
Neurofibroma yang mengenai saraf-saraf di kepala bisa menyebabkan kebutaan, pusing, tuli
dan gangguan koordinasi. Semakin banyak neurofibroma yang tumbuh, maka semakin
kompleks kelainan saraf yang ditimbulkannya(medicastore, 2009).
Jenis neurofibromatosis yang lebih jarang adalah neurofibromatosis jenis 2, dimana terjadi
pertumbuhan tumor di telingan bagian dalam (neuroma akustik). Tumor ini bisa menyebabkan
tuli dan kadang pusing pada usia 20 tahun (medicastore, 2009).
2.3.3. DIAGNOSA
Tumor mungkin alasan gangguan pendengaran dan kadang-kadang pusing, pada awal
usia 20. Sekitar sepertiga orang dengan neurofibromatosis perifer pemberitahuan tidak ada
gejala. Neurofibroma yang mempengaruhi saraf di kepala bisa menyebabkan kebutaan,
pingsan, tuli, kebisingan di telinga (tinnitus), dan ketiadaan koordinasi. Sedang-bintik kulit coklat
berkembang di dada, punggung, panggul, siku, dan lutut. Bintik ini mungkin ada pada saat lahir
atau muncul pada masa bayi. Antara usia 10, dan 15 pertumbuhan daging berwarna
(Neurofibroma) dari berbagai ukuran dan bentuk mulai muncul pada kulit. Mungkin ada lebih
sedikit dari 10 dari pertumbuhan atau ribuan dari mereka (Cohen J., 2010).
Pada banyak orang, Neurofibroma bawah kulit atau pertumbuhan berlebih dari tulang di
bawah neurofibroma menghasilkan kelainan struktural, seperti tulang normal melengkung
(kyphoscoliosis), kelainan bentuk tulang rusuk, radang tulang panjang pada lengan dan kaki,
dan cacat tulang tengkorak, termasuk bagian di sekitar bola mata (Cohen J., 2010).
2.3.4. PENGOBATAN
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk memantau perkembangan dan intervensi
bila diperlukan. Neurofibroma oral soliter biasanya diperlakukan oleh eksisi bedah, tergantung
pada sejauh mana dan situs (Cohen J., 2010).
Benjolan biasanya dapat dibuang melalui pembedahan atau diperkecil dengan terapi
penyinaran. Jika tumbuh mendekati saraf, maka sarafnya juga harus diangkat. Belum ada
pengobatan yang dapat menghentikan perkembangan neurofibromatosis maupun
menyembuhkannya (medicastore, 2009).
2.3.5. PENCEGAHAN
3.2 Anamnesa
Keluhan utama: Kenceng-kenceng
Pasien merupakan rujukan dokter umum, dg G1 P0000 Ab000 inpartu. Pada tanggal 19
november 2010 pukul 03.00 pasien mengeluh kenceng-kenceng namun masih tetap di rumah.
Pada pukul 08.00 pasien merasa kenceng-kenceng makin sering. Pasien kemudian berangkat
ke PKM, dilakukan pemeriksaan dalam pembukaan Ø 1 cm.Pasien dirujuk ke RSSA.
Pada sebagian tubuh pasien terdapat benjolan kecil-kecil dan besar, tidak berisi cairan, timbul
sejak 12 tahun yang lalu. Benjolan timbul setelah pasien mengalami demam selama 3 hari.
Benjolan terasa sakit, tidak gatal, maupun panas.
Riwayat kejang disangkal. Riwayat trauma pada masa kanak-kanak +.
Riwayat Persalinan
1. Hamil ini
3.4 Masalah
G1P0000Ab000 pr 41-42 minggu T/H
+ Observasi parturient
+ Panggul Picak
+ Neurofibroma
3.5 Rencana
Rencana Diagnosa:
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan faal hemostasis
Konsul Anestesi
Admission test
Evaluasi 2 jam lagi
c/ begian neorologi
Rencana Terapi:
Evaluasi 2 jam lagi
Bila inpartu, usul SC cito
Bila tidak inpartu, pindah ruangan, usul SC 22 november 1010
Rencana Monitoring:
Observasi: tanda vital, keluhan ibu, His, BJA, kemajuan persalinan
Hasil laboratorium
Perdarahan post partum
Rencana Edukasi:
KIE proses persalinan
3.8 Outcome
Bayi : 3020 g/ 50 cm/ ♀/ hidup/ AS 5-7
Tali pusat : + 50 cm
BAB IV
PEMBAHASAN
4.3 Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggl sempit tergantung pada berbagai faktor,
diantaranya:
Bentuk panggul.
Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan.
Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul.
Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala.
Presentasi dan posisi kepala.
His.
(Sastrawinata dkk, 1984)
Di antara faktor-faktor tersebut di atas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum
persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul; karena itu ukuran tersebut sering
menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan. (Sastrawinata dkk, 1984)
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat
pervaginam kalau CV kurang dari 8,5 cm. Sebaliknya kalau CV 8,5 cm atau lebih persalinan
pervaginam dapat diharapkan berlangsung dengan selamat. (Sastrawinata dkk, 1984)
Pada pasien ini terdapat kelainan bentuk panggul, picak, disertai ukuran CV kurang dari
8,5 cm, sehingga memiliki prognosa yang buruk untuk proses melahirkan pervaginam. Oleh
karena itu pada pasien ini dilakukan SC primer.
BAB V
KESIMPULAN
Panggul picak merupakan salah satu jenis kesempitan panggul yang disebabkan karena
ganggun pertumbuhan. Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan
maupun persalinan. Pengaruh pada kehamilan antara lain; dapat menimbulkan retrofexio uteri
gravid incarcerate, kepala tidak turun kepala tidak turun ke dalam rongga pada bulan terakhir,
kelainan letak. Pengaruh panggul sempit pada persalinan antara lain; persalinan lebih lama dari
biasanya, kelainan pembukaan, kelainan pembukaan, kelainan presentasi atau posisi, ruptur
uteri, infeksi intrapartum, fistel, rupture symphyse, parese kaki. Pada panggul picak sering
terjadi letak defleksi. Pengaruh panggul sempit pada anak antara lain; partus yang lama,
prolapsus foeniculi, perdarahan otak.
Seorang harus ingat panggul sempit kalau: Pada primigravida kepala anak belum turun
setelah minggu ke 36, pada primigravida terdapat perut menggantung, pada multipara
persalinan yang dulu-dulu sulit, kelainan letak pada hamil tua, kelainan bentuk badan (cebol,
scoliose, pincang, dan lain-lain), Osborn positip.
Prognosa persalinan dengan panggl sempit tergantung pada berbagai faktor,
diantaranya: Bentuk panggul, ukuran panggul, jadi derajat kesempitan, kemungkinan
pergerakan dalam sendi-sendi panggul, besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala,
presentasi dan posisi kepala, his.
Pada pasien ini, pengaruh panggul picak pada kehamilan tidak ditemukan. Namun, pada
pasien ini terjadi kemacetan kemajuan persalinan. Pada tanggal 19 sptember 2010 jam 08.00
dilakukan pemeriksaan dalam di PKM Ø 1 cm, pada pukul 13.00, 5 jam kemudian tetap Ø 1 cm.
meski ketuban belum pecah dan pemeriksaan bagian terbawah janin masuk pintu atas panggul.
Pada pasien ini terdapat kelainan bentuk panggul, picak, disertai ukuran CV kurang dari
8,5 cm, sehingga memiliki prognosa yang buruk untuk proses melahirkan pervaginam. Oleh
karena itu pada pasien ini dilakukan SC primer.
Daftar Pustaka
Chen HY, Huang SC. 1982. Evaluation of midpelvic contraction Int Surg 67:516.
Cibils LA, Hendricks CH. 1965. Normal labor in vertex presentation. Am J Obstet
Gynecol 91:385.
Cohen, J. 2010. Neurofibroma. (online) id.earticlesonline.com/Article/Detailed-
Information-On-Neurofibroma/404585. Diakses tanggal 27 November 2010.
Cunningham, Gary F et al. 2006 Williams Obstetrics 22nd Edition. New York, McGraw-
Hill.
Eller WC, Mengert WF. 1947. Recognition of mid-pelvic contraction. Am J Obstet
Gynecol 53:252.
Floberg J, Belfrage P, Ohlsen H. 1987. Influence of pelvic outlet capacity on labor: A
prospective Pelvimetry study of 1429 unselected primiparas. Acta Obstet
Gynecol Scand 66:121.
Medicastore. 2009. Neurofibromatosis: Benjolan di Kulit Dari jaringan Sehat. (online)
carisehat.blogspot.com/2009_12_02_archive.html. Diakses tanggal 27 November
2010.
Mengert WF. 1948. Estimation of pelvic capacity. JAMA 138:169.
Moore MM, Shearer DR. 1989. Fetal dose estimates for CT pelvimetry. Radiology
171:265.
Speer DP, Peltier LF. 1972. Pelvic Fractures and Pregnancy. J trauma12:474.
Thoms H. 1937. The obstetrical significance of pelvic rotations: A study of 450
primiparous women. BMJ 2:210.
Wahyuni, S.2008. Makalah Repro. (online)
http://www.scribd.com/doc/7603489/Makalah-Repro. Diakses Tanggal 27 November
2010.