You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200 juta
kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah perdarahan 24,8%,
infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi 12,9%, persalinan macet
(distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang lain 7,9%.
Proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana suatu benda di dorong
melalui ruangan oleh suatu tenaga. Benda yang didorong adalah janin, ruangan adalah Pelvis
untuk membuka servik dan mendorong bayi keluar.
Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap tahunnya, Pada tahun
2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari seluruh proses kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1%
merupakan seksio sesarea primer. Laporan American College of Obstretician and
Gynaecologist (ACOG) menyatakan bahwa seksio sesarea primer terbanyak pada primigravida
dengan fetus tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut untuk
seksio sesarea adalah presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal distress, dan elektif.
Distosia merupakan indikasi terbanyak untuk seksio sesarea pada primigravida sebesar 66,7%.
Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan penelitian Gregory dkk pada 1985 dan 1994
masing-masing 49,7% dan 51,4% distosia menyebabkan seksio sesarea.

1.2 Rumusan Masalah


1 Bagaimanakah penatalaksanaan pasien dengan panggul picak?
2 Apakah komplikasi persalinan dengan panggul picak?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien dengan panggul picak serta mengetahui
komplikasi kehamilan, persalinan dan komplikasi pada bayi yang mungkin terjadi pada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Tulang Panggul

Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa
dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang – tulang ini satu dengan lainnya
berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut
simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan
os ilium.Dibawah terdapat artikulasio sakro- koksigea yang menghubungkan os sakrum dan os
koksigis (Wahyuni S., 2008).

Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit,
tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih
longgar,misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5
cm.Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada saat partus, dan
pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang
(Wahyuni S., 2008).

Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis minor.
Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan
false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis
(Wahyuni S., 2008).

Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ –organ abdominal selain
itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot – otot dan ligamen ke dinding tubuh.
Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum,
kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita
temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus
(Wahyuni S., 2008).
Gambar Sakrum, Os sacrum, dan gelang panggul, Cingulum panggul. Daerah di
sebelah cranial Linea Terminalis dinamakan panggul besar, Pelvis Major. Sedangkan daerah di
sebelah kaudal Linea terminalis dinamakan panggul kecil, pelvis minor (Wahyuni S., 2008).

Perbedaan antara pelvis pria dan wanita

(Wahyuni S., 2008).


2.2 Panggul Picak
2.2.1 Definisi
Panggul picak merupakan kelainan karena gangguan pertumbuhan, cirinya ditandai
adanya ukuran muka belakang yang sempit, namun ukuran melintang biasa.

2.2.2 Ukuran Panggul


2.2.2.1 Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah
simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan
memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan
anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel
pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai
dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang
ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung
dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata
obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam
simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika
sedikit sekali.

Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul

2.2.2.1.1 Konjugata Diagonalis.


Pada banyak panggul abnormal, diameter anteroposterior pintu atas panggul (konjugata
obsteris) sangat pendek. Oleh karena itu penting untuk menentukan panjangnya, tetapi ukuran
ini hanya dapat diperoleh dengan teknik ardiografi. Tetapi, jarak dari promontorium sakrum ke
tepi bawah simfisis pubikus (konjugata diagonalis) dapat diukur secara klinis. Pemeriksaan
memasukkan dua jari ke dalam vagina, sebelum mengukur konjugata diagonalis, mobilitas
koksigis dievaluasi dan permukaan anterior sakrum dipalpasi. Mobilitas koksisgis diuji dengan
mengunakan perabaan dengan jari-jari yang berada di dalam vagina dan mencoba
mengerakkannya maju mudur. Permukaan anterior sakrum kemudian diraba dari bawah ke
atas, dan kelengkungan vertikal dan lateralnya diperhatikan. Pada panggul normal hanya tiga
vertebrata sakral terakhir saja yang dapat diraba tanpa menekan perineum, sementara pada
panggul yang sangat sempit seluruh permukaan anterior sakrum biasanya dapat dengan
mudah dicapai. Kadangkala, mobilitas koksisgis dan gambaran anatomis sakrum bawah dapat
diketahui lebih mudah dengan pemeriksaan rectal (Cunningham, 2006).
Kecuali pada derajat penyempitan panggul yang ekstrem, untuk mencapai
promontorium sakrum, siku pemeriksa harus ditekan kebawah, dan kecuali bila jari-jari
pemeriksa luar biasa panjangnya, perineum harus ditekan dengan paksa menggunakan buku-
buku jari manis dan kelingking pemeriksa. Jari telunjuk dan jari tengah, keduanya dirapatkan
dan dimasukkan menyusur naik dan keseluruh permukaan anterior sakrum. Dengan menekan
pergelangan tangan secara kuat, promontorium dapat teraba oleh ujung jari tengah sebagai
penonjolan tepi tulang. Dengan jari yang ditempelkan erat ke bagian paling menonjol dari
sakrum bagian atas, tangan yang berada di vagina diangkat sampai menempel pada arkus
pubikus; dan titik yang paling dekat dengan jari telunjuk ditandai. Tangan ditarik, dan jarak
antara bagian yang ditandai dengan ujung jari tengah diukur. Konjugata diagonalis ditentukan,
dan konjugata obsteris dihitung dengan mengurangi 1,5 sampai 2,0 cm, tergantung tinggi dan
kemiringan simfisis pubis. Jika konjugata diagonalis lebih besar dari 11,5 cm dapat dianggap
bahwa pintu atas panggul berukuran cukup untuk pelahiran pervaginaan dari janin yang
berukuran normal. Penyempitan transversal pintu atas panggul hanya dapat diukur dengan
pelvimetri radiologik. Penyempitan semacam ini mungkin terjadi meskipun diameter
anteroposteriornya adekuat (Cunningham, 2006)

2.2.2.1.2. Engagement.
Istilah ini merujuk pada turunnya bidang biparietal kepala janin sampai ke bawah pintu
atas apanggul. Bila diameter biparietal atau diameter terbesar kepala janin yang normalnya
berada dalam keadaan fleksi tengah melewati pintu atas panggul, kepala dianggap sudah
cakap (engaged). Meskipun engagedment dianggap sebagai suatu persalinan, pada nulipara
hal ini umumnya terjadi selama beberapa minggu terakhir kehamilan. Bila terjadi demikian, hal
ini sudah merupakan bukti pasti bahwa pintu atas panggul adekuat untuk kepala janin. Dengan
engagement tersebut, kepala janin berfungsi sebagai pelvimeter internal untuk memperlihatkan
bahwa pintu atas panggul cukup luas untuk janin tersebut (Cunningham, 2006).
Sudah cakap (engaged)-nya kepala dapat ditentukan baik dengan pemeriksaan rektal
ataupun vaginal atau dengan palpasi abdominal. Bila telah berpengalaman melakukan
pemeriksaan vaginal, akan menjadi lebih mudah untuk menentukan posisi bagian terbawah
kepala janin dalam hubungannya dengan ketinggian spina iskiadika. Jika bagian terbawah
oksiput terletak setinggi atau di bawah spina, kepala biasanya tetapi tidak selalu sudah cakap,
karena jarak dari bidang pintu atas panggul terhadap ketinggian spina iskiadika kurang lebih
sebesar 5 cm pada kebanyakan panggul, dan jarak dari bidang biparietal kepala janin yang
belum mengalami molase ke puncak kepala adalah sekitar 3 sampai 4 cm. Pada keadaan ini,
puncak kepala tidak mungkin mencapai spina kecuali bila diameter biparietal telah
melewatipintu atas panggul, atau kecuali telah terdapat elongasi kepada janin yang cukup besar
akibat molase dan pembentukan kaput suksedaneum (Cunningham, 2006).
Engagement dapat ditentukan secara kurang pasti dengan pemeriksaan abdominal. Jika
bidang biparietal pada bayi berukuran aterm sudah turun melalui pintu atas panggul, ajari-jari
pemeriksa tidak akan mencapai bagian tengah kepala. Jadi, bila didorong kebawah melalui
abdomen bagian bawah, jari-jari pemeriksa kan terselip ke atas kepala di sebelah proksimal
bidang parietal tersebut (tengkuk leher) dan akan menyebar. Sebaliknya, jika kepala belum
cakap, jari-jari pemeriksa dapat dengan mudah meraba bagian terbawah kepala dan dapat
bersatu (Cunningham, 2006).
Fiksasi kepala janin adalah turunannya kepala melewati pintu atas panggul sampai
kedalaman tertentu hingga tidak memungkinkan terjadinya pergerakan bebas kepala ke arah
mana pun saat ditekan dengan kedua tangan yang ditempatkan pada abdomen bawah. Fiksasi
tidak selalu sinonim dengan engagement. Meski kepala yang dapat digerakkan dengan bebas
pada pemeriksaan abdominla tidak dapat disebut cakap, fiksasi kepala kadangkala terlihat
ketika bidang biparietalnya masih 1 cm atau lebih di atas panggul, terutama bila kepala telah
mengalami molase berat (Cunningham, 2006).
Meskipun engagement merupakan bukti konklusif pintu atas yang adekuat untuk kepala
janin yang bersangkutan, tidak adanya engagement tidak selalu menunjukkan penyempitan
panggul (Cunningham, 2006).
2.2.2.2 Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah
tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika,
sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua
spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu
sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm.
Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran
4,5 cm (Cunningham, 2006).

2.2.2.3 Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga
dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan.
Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua
tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah
distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah
simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
Sebuah dimensi penting pintu bawah panggul yang dapat diperoleh dengan pengukuran
klinis adalah diameter antar kedua tuberositas iskhii, yang disebut dengan berbagai nama
seoerti diameter biiskhii, diameter intertuberosa dan diameter transversal pintu bawah panggul.
Ukuran diameter transversal pintu bawah panggul dapat diperkirakan dengan meletakkan
tangan yang terkepal pada perineum diantara kedua tuberositas iskhii, setelah mengukur
lebarnya kepalan tangan terlebih adahulu. Biasanya kepalan tangan lebih lebar dari 8 cm.
Bentuk arkus subpubikus juga dapat diperiksa pada waktu yang sama dengan meraba rami
pubikus dari regio subpubika tersebut ke tuberositas iskhii.

2.2.3 Pemeriksaan Panggul


Pemeriksaan panggul terdiri dari :
1. Pemeriksaan Panggul Luar
2. Pemeriksaan panggul dalam (VT) ,yang dievaluasi antara lain :
Promotorium, linea innominata, spina ischiadika, dinding samping, kurvatura sakrum,
Ujung sakrum, dan arkus pubis. Pada pemeriksaan ini dicoba memperkirakan ukuran :
• Konjugata Diagonalis dan konjungata vera
• Distansia Inter Spinarum ( diameter dispinarum )
• Diameter antaro – posterior pintu bawah panggul.
‘’Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan antara kehamilan pada minggu ke 34 – 35’’

2.2.3.1 Kesempitan pada Pintu Atas Panggul


Pintu masuk panggul biasanya dianggap menyempit apabila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10,0 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12
cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur
konjugata diagonal secara manual, yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian,
penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang
dari 11,5 cm. Kesalahan yang kerap terjadi dalam pemakaian pengukuran klinis (Cunningham,
2006).
Dengan menggunakan pelvimetri klinis dan, kadang-kadang pelvimetri radiologi kita
perlu mengidentifikasi diameter anteroposterior paling pendek yang harus dilewati kepala janin.
Kadang-kadang korpus vertebra sakralis pertama bergeser ke depan sehingga jarak terpendek
sebenarnya mungkin terletak antara promontorium sakrum yang palsu (abnormal) ini dam
simfisis pubis (Cunningham, 2006).
Sebelum persalinan, telah terbukti diameter biparietal janin rata-rata berukuran 9,5 cm
sampai 9,8 cm. Dengan demikian, sebagian janin mungkin sangat sulit atau mustahil melewati
pintu atas dengan diameter anteroposterior yang kurang dari 10 cm. Mengert dan Kaltreider,
dengan menggunakan pelvimetri radiologik, membuktikan bahwa insiden kesulitan pelahiran
sama-sama meningkat apabila diameter anteroposterior pintu atas panggul kurang dari 10 cm
atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Apabila kedua diameter tersebut nilainya kecil,
distosia akan lebih berat dibandikan apabila hanya salah satu yang kecil. Konfigurasi pintu atas
pangguljuga merupakan penentu penting adekuat-tidaknya kapasitas panggul, terlepas dari
ukuran sebenarnya diameter-diameter tersebut dan perhitungan “luas” (Mengert, 1948).
Wanita bertubuh kecil kemungkinan besar memiliki panggul kecil, tetapi ia juga
kemungkinan besar memiliki bayi kecil. Thoms mempelajari 362 nulipara dan mendapatkan
rata-rata berat lahir anak secara bermakna lebih rendah (280 g) pada wanita dengan panggul
sempit daripada mereka dengan panggul sedang atau luas. Pada obstetri hewan, sering diamati
bahwa pada sebagian besar spesies penentu utama ukuran janin adalah ukuran ibu, bukan
ukuran ayah (Thoms, 1937).
Normalnya, pembukaan serviks dipermudah oleh efek hidrostatik selaput ketuban yang
belum pecah atau setelah pecah oleh persentuhan langsung bagian terbawah janin ke serviks.
Namun, pada panggul yang sempit, saat kepala tertahan di pintu atas panggul, seluruh gaya
yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus bekerja secara langsung pada bagian selaput ketuban
yang menutupi serviks yang mebuka. Akibatnya, besar kemungkinan terjadinya pecah selaput
ketuban (Cunningham, 2006).
Setelah selaput ketuban pecah, tidak adanya tekanan oleh kepala terhadap serviks dan
segmen bawah uterus memudahkan terjadinya kontraksi yan inefektif. Karena itu, pembukaan
lebih lanjut berjalan secara sangat lambat atau tidak sama sekali. Ciblis dan Hendricks
melaporkan bahwa adaptasi mekanis janin sebagai penumpang terhadap bagian tulang jalan
lahir berperan penting dalam menentukan efisiensi kontraksi. Semakin baik adaptasinya,
semakin efisien kontraksi. Karena pada panggul yang sempit adaptasinya buruk, sering terjadi
pemanjangan waktu persalinan. Pada derajat penyempitan panggul yang tidak memungkinkan
pelahiran janin pervagianm, serviks jarang membuka lengkap. Dengan demikian, respons
serviks terhadap persalinan memiliki makna prognostik untuk hasil akhir persalinan pada wanita
yang mengalami penyempitan pintu atas panggul (Ciblis dan Hendricks, 1965)
Pintu atas panggul yang menyempit berperan penting dalam menimbulkan kelainan
presentasi. Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin sering sudah turun ke dalam
panggul sebelum persalinan dimulai. Namun, apabila pintu atas mengalami penyempitan yang
cukup berarti penurunan (kalaupun berlangsung) belum terjadi sampai setelah awitan
persalinan. Presentasi kepala masih predominan, tetapi karena kepala mengapung bebas
diatas pintu masuk panggul atau terletak lebih ke arah lateral di salah satu fosa iliaka, pengaruh
yang sangat kecil saja sudah dapat menyebabkan janin mengambil presentasi lain. Pada wanita
yang panggulnya sempit, presentasi wajah dan bahu dijumpai tiga kali lebih sering, dan prolaps
tali pusat terjadi empat sampai enam kali lebih sering. Besarnya risiko prolaps tali pusat pada
wanita dengan disproposi sefalopelvik (Cunningham, 2006).

2.2.3.2 Kesempitan Panggul Tengah


Dengan sakrum melengkung sempurna, dinding- dinding panggul tidak berkonvergensi,
foramen ischiadikum mayor cukup luas dan spina ischiadika tidak menonjol kedalam dapat
diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan. Ukuran terpenting
adalah Distansia Interspinarum, apabil. Ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai tentang
kesukaran persalinan (Cunningham, 2006).
Hal ini lebih sering dijumpai dibanding penyempitan pintu atas panggul. Penyempitan
pintu tengah panggul ini sering menyebabkan terhentinya kepala janin pada bidang transversal,
yang dapat menyebabkan perlunya tindakan forseps tengah yang sulit atau seksio sesarea
(Cunningham, 2006).
Bidang obstetris di panggul bagian trngah membentang dari batas inferior simfisis pubis,
melalui spina-spina iskiadika, dan menyentuh sakrum dekat pertemuan antara vertebra
keempat dan kelima. Secara teoretis, sebuah garis tranversal yang menghubungkan kedua
spina iskiadika membagi panggul tengah menjadi bagian anterior dan posterior. Panggul tengah
anterior dibatasi disebelah anterior oleh batas bawah simfisis pubis dan sebelah lateral oleh
ramus iskopubik. Bagian posterior dibatasi disebelah dorsal oleh sakrum dan sebelah lateral
oleh ligamentum sakrospinosum, membentuk batas-batas bawah taktik sakroiskiadika
(Cunningham, 2006).
Rata-rata ukuran diameter pintu tengah panggula adalah sebagai berikut: diameter
transversal (interspianrum) 10,5 cm; diameter anteroposterior (dari batas bawah simfisis pubis
keperbatasan antara vertebra keempat dan kelima) 11,5 cm; dan diameter sagitalis posterior
(dari titik tengah garis interspinarum ke titik tengah di sakrum) 5 cm. Walaupun definisi
penyempitan panggul tengah belum ditentukan secara pasti seperti pada penyempitan pintu
atas panggul, pintu tengah panggul kemungkinan besar dikatakan sempit apabila jumlah
diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah (normal 10,5 cm
ditambah 5 cm, atau 15,5 cm) adalah 13,5 cm atau kurang. Kita patut mencurigai adanya
penyempitan panggul tengah apabila diameter interspinarum kurang dari 10 cm. Apabila lebih
kecil daripada 8 cm, panggul tengah sudah pasti dikatakan sempit (Chen dan Huang, 1982).
Definisi-definisi sebelumnya tentang penyempitan panggul tengah tidak menyiratkan
bahwa distosia selalu terjadi pada panggul tengah yang sempit tersebut, tetapi sekedar
menyatakan bahwa hal tersebut besar kemungkinannya terjadi. Terjadinya distosia juga
bergantung pada ukuran dan bentuk panggul depan dan ukuran kepala janin, serta pada tingkat
penyempitan panggul secara keseluruhan (Cunningham, 2006).
Walaupun belum ada metode manual yang dapat mengukur secara persis ukuran-
ukuran panggul tengah, kemungkinan terjadinya penyempitan kadang-kadang diperkirakan
apabila spina-spina menonjol, dinding samping panggul mengalami konvergensi atau taktik
sakroiskiadika,sempit. Lebih lanjut, hubungan antara diameter intertuberosum dan
interspinarum cukup konstan sehingga adanya penyempitan interspinarum dapat diantisipasi
apabila diameter intertuberosum sempit. Namun, diameter intertuberosum yang normal tidak
selalu menjamin diameter interspinarum tidak menyempit (Eller dan Mengert, 1947)
2.2.3.3 Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang datar, tetapi terdiri atas segi tiga depan
dan segi tiga belakang yang memmpunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberrum. Apabila
ukuran terakhir ini lebih kecil dari pada yang biasa maka sudut
Arkus pubis mengecil pula ( kurang dari 80 0 ). Agar supaya dalam hal ini kepala janin
dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul.
Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang, persalinan pervaginam dapat
dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum.
Dengan distansia tuberrum bersama dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15
cm timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.

Conjungata vera = Conjungata Diagonal – 1,5 cm.


CV = CD - 1,5 cm.

Caranya :
Lakukan VT sampai teraba promotorium lalu ukur jari tangan yang masuk (CD),
kemudian kurangkan 1 1/2 cm,kalau kurang dari 10 cm berarti panggul sempit.
PENYEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL. Hal ini didefinisikan sebagai pemendekan
diameter intertuberosum hingga 8 cm atau kurang. Pintu bawah panggul secara kasar dapat
dianggap sebagai dua segitiga dengan diameter inti tuberosum sebagai dasar keduanya. Sisi-
sisi segitiga anterior dibentuk oleh kedua ramus pubis, dan puncaknya adalah permukaan
posterior inferior simfisis pubis. Segitiga posterior tidak dibatasi oelh tulang disisinya tetapi
apeksnya dibatasi oelh ujung vetebra sakralis terakhir (bukan ujung koksigis). Di laporkan
bahwa penyempitan pintu bawah panggul dijumpai pada hampir 1 persen diantara lebih dari
1400 nulipara aterm yang dipilih secara acak (Floberg dkk, 1987).
Menyempitnya diameter intertuberosum yang menyebabkan penyempitan segitiga
anterior akan mendorong kepala janin ke arah posterior. Dengan demikian, penentuan apakah
janin dapat lahir sebagian bergantung pada ukuran segitiga posterior, atau secara lebih spesifik
pada diameter intertuberosum dan diameter sagitalis posterior pintu bawah panggul. Pintu
bawah yang sempit dapat menyebabkan distosia bukan sebagai penyebab tunggal karena
sebagian besar disertai penyempitan pintu tengah panggul. Penyempitan pintu bawah panggul
tanpa disertai penyempitan pintu tengah panggul jarang terjadi (Cunningham, 2006).
Bahkan apabila disproporsi antara kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak
terlalu besar untuk menimbulkan distosia berat, hal ini akan dapat berperan penting dalam
menimbulkan robekan perineum. Dengan semakin menyempitnya arkus pubis, oksiput tidak
dapat keluar tepat dibawah simfisis pubis tetapi dipaksa semakin ke bawah menuju ramus
iskiopubik. Pada kasus yang ekstrim, kepala harus berputar mengelilingi sebuah garis yang
menghubungkan tuberositas iskiadika. Karena itu, perineum akan menjadi sangat terengang
dan menyebabkan mudah robek (Cunningham, 2006).

2.2.4 Pemeriksaan Tambahan

Trauma akibat kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering fraktur panggul.
Pada fraktur bilateral ramus pubis, sangat sering terjadi penyusutan kapasitas jalan lahir akibat
pembentukan kalus atau malunion. Riwayat fraktur panggul mengisyaratkan perlunya
pengkajian ulang atas foto sinar-x sebelumnya dan mungkin CT pelvimetri pada tahap akhir
kehamilan (Speer dan Peliter, 1972).

2.2.4.1 Pelvimetri Radiologik

Prognosis keberhasilan persalinan per vaginam di setiap kehamilan tidak dapat


dipastikan hanya berdasarkan pelvimetriradiologik, karena kapasitas panggul hanyalah salah
satu diantara beberapa factor yang menentukan hasil akhir. Dengan demikian, pelvimetri
radiologi dianggap tidak banyak bermanfaat dalam penatalaksanaan persalinan dengan
presentasi kepala Namun, apabila akan dilakukan persalinan per vaginam pada janin dengan
presentasi bokong, pelvimetri radiologic masih digunakan di bnayak pusat kesehatan (Mengert,
1948).

2.2.4.2 CT Scan

Salah satu keunggulan pelvimetri CT scan seperti yang diperlihatkan di gambar 18-8
adalah mengurangi pajanan radiasi. Tingkat keakuratan lebih besar dibandingkan dengan
pelvimetri radiologic konvensional, lebih mudah dilakukan, dan biayanya setara. Pada kedua
metode, paparan sinar-X minimal. Bergantung pada mesin dan teknik yang digunakan, dosis
CT pada janin dapat berkisar antara 250 sampai 1500 mrad (Moore dan Shearer , 1989).

2.2.4.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Keunggulan MRI antara lain tidak adanya radiasi pengion, pengukuran panggul yang
akurat, pencitraan janin yang lengkap, serta kemungkinan mengevaluasi penyebab distosia
jaringan lunak Saat ini pemakaian metode ini masih terbatas karena alas an biaya, waktu untuk
melakukan penelitian pencitraan yang adekuat, dan ketersediaan alat (Cunningham, 2006).
2.3 Neurofibroma

2.3.1 Definisi

Neurofibromatosis (penyakit von Recklinghausen) adalah penyakit yang ditularkan


secara genetik, dimana neurofibroma muncul pada kulit dan bagian tubuh lainnya.
Neurofibroma merupakan pertumbuhan dari sel Schwann (penghasil selubung saraf atau
mielin) dan sel lainnya yang mengelilingi dan menyokong saraf-saraf tepi (saraf perifer, saraf
yang berada diluar otak dan medula spinalis) (medicastore, 2009).

Neurofibroma adalah jenis tumor selubung saraf. Ini adalah kelainan bawaan.
Neurofibroma adalah tumor atau pertumbuhan yang terletak di sepanjang saraf atau jaringan
saraf. Hal ini diklasifikasikan menjadi 2 jenis yang berbeda, neurofibromatosis 1 (NF1) dan
neurofibromatosis 2 (NF2). NF1 terjadi pada sekitar 1 dari 3000 kelahiran NF2 sementara
hanya terjadi pada sekitar 1 dari 50.000 kelahiran. NF2, juga dikenal sebagai neurofibromatosis
akustik bilateral, dicirikan oleh beberapa tumor dan lesi pada otak dan sumsum tulang
belakang. Tumor yang tumbuh pada saraf pendengaran yang mengakibatkan gangguan
pendengaran biasanya merupakan gejala pertama dari penyakit. NF1 dan NF2 terjadi sebagai
akibat cacat gen yang berbeda (Cohen J., 2010)

NF1 disebabkan oleh mutasi pada gen terletak di kromosom 17 dan NF2 di kromosom
22. Mutasi gen dapat diwariskan dari orang tua yang telah NF atau dalam beberapa kasus, bisa
menjadi pendiri mutasi gen secara spontan. Orang tua dengan NF memiliki kesempatan 50%
dari lulus gen pada masing-masing anak-anak mereka. Neurofibromatosis biasanya
berkembang. Karena jumlah meningkat Neurofibroma, masalah neurologis lebih berkembang.
Orang yang memiliki neurofibromatosis pusat mengembangkan tumor di saraf pendengaran
(auditori tumor, atau neuromas akustik) pada kedua sisi tubuh (Cohen J., 2010).

Pertumbuhan ini biasanya mulai muncul setelah masa pubertas dan bisa dirasakan
dibawah kulit sebagai benjolan kecil (medicastore,2009).

2.3.2 GEJALA

Sekitar sepertiga penderita tidak mengeluhkan adanya gejala dan penyakit ini pertama
kali terdiagnosis ketika pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya benjolan dibawah kulit, di
dekat saraf. Pada sepertiga penderita lainnya penyakit ini terdiagnosis ketika penderitanya
berobat untuk masalah kosmetik (medicastore, 2009).
Tampak bintik-bintik kulit yang berwarna coklat (bintik caf? au lait) di dada, punggung,
pinggul, sikut dan lutut . Bintik-bintik ini bisa ditemukan pada saat anak lahir atau baru timbul
pada masa bayi. Pada usia 10-15 tahun mulai muncul berbagai ukuran dan bentuk
neurofibromatosis di kulit. Jumlahnya bisa kurang dari 10 atau bisa mencapai ribuan
(medicastore, 2009)

Bintik caf?-au lait berukuran besar

Pada beberapa penderita, pertumbuhan ini menimbulkan masalah dalam kerangka tubuh,
seperti kelainan lengkung tulang belakang (kifoskoliosis), kelainan bentuk tulang iga,
pembesaran tulang panjang pada lengan dan tungkai serta kelainan tulang tengkorak dan di
sekitar mata dan Sepertiga sisanya memiliki kelainan neurologis (medicastore, 2009).

Neurofibromatosis bisa mengenai setiap saraf tubuh tetapi sering tumbuh di akar saraf
spinalis. Neurofibroma menekan saraf tepi sehingga mengganggu fungsinya yang normal.
Neurofibroma yang mengenai saraf-saraf di kepala bisa menyebabkan kebutaan, pusing, tuli
dan gangguan koordinasi. Semakin banyak neurofibroma yang tumbuh, maka semakin
kompleks kelainan saraf yang ditimbulkannya(medicastore, 2009).

Jenis neurofibromatosis yang lebih jarang adalah neurofibromatosis jenis 2, dimana terjadi
pertumbuhan tumor di telingan bagian dalam (neuroma akustik). Tumor ini bisa menyebabkan
tuli dan kadang pusing pada usia 20 tahun (medicastore, 2009).

2.3.3. DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik


(medicastore, 2009).

Tumor mungkin alasan gangguan pendengaran dan kadang-kadang pusing, pada awal
usia 20. Sekitar sepertiga orang dengan neurofibromatosis perifer pemberitahuan tidak ada
gejala. Neurofibroma yang mempengaruhi saraf di kepala bisa menyebabkan kebutaan,
pingsan, tuli, kebisingan di telinga (tinnitus), dan ketiadaan koordinasi. Sedang-bintik kulit coklat
berkembang di dada, punggung, panggul, siku, dan lutut. Bintik ini mungkin ada pada saat lahir
atau muncul pada masa bayi. Antara usia 10, dan 15 pertumbuhan daging berwarna
(Neurofibroma) dari berbagai ukuran dan bentuk mulai muncul pada kulit. Mungkin ada lebih
sedikit dari 10 dari pertumbuhan atau ribuan dari mereka (Cohen J., 2010).
Pada banyak orang, Neurofibroma bawah kulit atau pertumbuhan berlebih dari tulang di
bawah neurofibroma menghasilkan kelainan struktural, seperti tulang normal melengkung
(kyphoscoliosis), kelainan bentuk tulang rusuk, radang tulang panjang pada lengan dan kaki,
dan cacat tulang tengkorak, termasuk bagian di sekitar bola mata (Cohen J., 2010).

2.3.4. PENGOBATAN

Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk memantau perkembangan dan intervensi
bila diperlukan. Neurofibroma oral soliter biasanya diperlakukan oleh eksisi bedah, tergantung
pada sejauh mana dan situs (Cohen J., 2010).

Benjolan biasanya dapat dibuang melalui pembedahan atau diperkecil dengan terapi
penyinaran. Jika tumbuh mendekati saraf, maka sarafnya juga harus diangkat. Belum ada
pengobatan yang dapat menghentikan perkembangan neurofibromatosis maupun
menyembuhkannya (medicastore, 2009).

2.3.5. PENCEGAHAN

Neurofibromatosis merupakan penyakit keturunan, karena itu dianjurkan untuk


melakukan konsultasi genetik pada penderita yang merencanakan untuk memiliki keturunan
(medicastore, 2009).
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Variana Ani Dewi
Umur : 20 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : tamat SD (6 tahun)
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Status : menikah 1x, 10 tahun
Nama suami : Tn. Novianto
Umur suami : 23 tahun
Pendidikan suami : tamat SMP (9 tahun)
Pekerjaan suami : Penjual mainan keliling
Alamat : Jl. Binor RT 10/ RW 14 Malang
Masuk Kaber : 20 November 2010 pukul 13.02 WIB
Register : 10938100

3.2 Anamnesa
Keluhan utama: Kenceng-kenceng
Pasien merupakan rujukan dokter umum, dg G1 P0000 Ab000 inpartu. Pada tanggal 19
november 2010 pukul 03.00 pasien mengeluh kenceng-kenceng namun masih tetap di rumah.
Pada pukul 08.00 pasien merasa kenceng-kenceng makin sering. Pasien kemudian berangkat
ke PKM, dilakukan pemeriksaan dalam pembukaan Ø 1 cm.Pasien dirujuk ke RSSA.
Pada sebagian tubuh pasien terdapat benjolan kecil-kecil dan besar, tidak berisi cairan, timbul
sejak 12 tahun yang lalu. Benjolan timbul setelah pasien mengalami demam selama 3 hari.
Benjolan terasa sakit, tidak gatal, maupun panas.
Riwayat kejang disangkal. Riwayat trauma pada masa kanak-kanak +.

Riwayat Perawatan Antenatal


ANC : di bidan 6x, terakhir 19-11-2010
HPHT : 1 Februari 2010
Taksiran persalinan : 8 November 2010
Usia kehamilan : 41 – 42 minggu
Kontrasepsi sebelum hamil ini: -

Riwayat Persalinan
1. Hamil ini

Riwayat Persalinan sekarang


19/11/ 2010 03.00 His mulai

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Interna
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
BB : 58 kg
Tinggi badan : 146 cm
TD : 120/80 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu rectal : 36,7˚C
Suhu axilla : 36,5˚C
Kepala dan leher : anemis –/–  ,icterus –/– , pembesaran kelenjar leher –/–
Thorax Paru : Simetris, SF D = S
P: S S
S S
S S
A: V V Rh : - Whe: -
V V
V V
Jantung : ictus tak terlihat, ictus teraba di ICS V MCL S
RHM ~ SL D, LHM ~ ictus
S1 dan S2 single, murmur (-),
Abdomen : hepar/lien dalam batas normal, bising usus  normal
Ekstremitas : anemis -/- , edema – / –
Pinggul kanan kiri idak simetris,kaki kanan lebih pendek daripada kaki kiri
3.3.2 Status Obstetri
Mammae : hiperpigmentasi aerola
Abdomen
Striae gravidarum (+), tampak skar midline.
Tinggi Fundus Uteri : 32 cm
Letak janin : bujur, kepala di bawah, masuk PAP
Taksiran Berat Janin : 3100 g
Bunyi Jantung Anak : 12.11.12
His : + (jarang)
Pemeriksaan Dalam (19 November 2010)
Pembukaan Ø 1 cm, effacement 50%, Hodge I, presentasi kepala, denominator sulit dievaluasi,
selaput ketuban (+), ketuban jernih, Ukuran Panggul Dalam, asymmetric pelvic.

3.4 Masalah
G1P0000Ab000 pr 41-42 minggu T/H
+ Observasi parturient
+ Panggul Picak
+ Neurofibroma

3.5 Rencana
Rencana Diagnosa:
 Pemeriksaan Darah Lengkap
 Pemeriksaan faal hemostasis
 Konsul Anestesi
 Admission test
 Evaluasi 2 jam lagi
 c/ begian neorologi

Rencana Terapi:
 Evaluasi 2 jam lagi
 Bila inpartu, usul SC cito
 Bila tidak inpartu, pindah ruangan, usul SC 22 november 1010
Rencana Monitoring:
 Observasi: tanda vital, keluhan ibu, His, BJA, kemajuan persalinan
 Hasil laboratorium
 Perdarahan post partum

Rencana Edukasi:
 KIE proses persalinan

3.6 Hasil Pemeriksaan Laboratorium


20 november 2010 pukul 12.20:
Leukosit : 11.500/µL
Hemoglobin : 13,9 g/dL
Hematokrit : 39,8 %
Trombosit : 270.000
PPT : 10,8 detik (K: 12,5 detik)
APTT : 28,2 detik (K: 28,5 detik)

3.7 Laporan Tindakan Persalinan Kala II


Tindakan SCTP, tanggal 22 November 2010 jam 08.38-08.45  WIB
1. Penderita ditidurkan terlentang di meja operasi dengan SAB.
2. Antisepsis lapangan operasi dengan betadine,demarkas dengan doek steril.
3. Incisi pranenstiel, incisi diperdalan secara tajam vacuali otot secara tumpul sampai
dengan cavum pericuvell terbuka.
4. Tampak uterus gravidarum, pasang kasa laparotomi.
5. Bladder Flap.
6. Incisi kurang lebih 1 cm di bawah bladder flan,dilebarkan ke lateral secara tumpul,
keluar ketuban keruh, bayi dilahirkan dengan meluhsir kepala, lahir bayi 3020 g/ 50 cm/
♀/ hidup/ AS 5-7.
7. Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan, plasenta ukuran ø 20 cm panjang tali pusat
50 cm.
8. Ekplorasi tidak ditemukan sisa perdarahan dan sisa plasenta.
9. Dibuat jahitan sudut kanan kiri SBR dilanjutkan jelulur tescen 2 lapis.
10. Reperitonealisasi.
11. Eksplorasi perdarahan -, uterus kontrasi baik, adneksa D/S baik, kassa laparotomi
dikeluarkan.
12. Sisa perdarahan dibersihkan.
13. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
14. Operasi selesai.

3.8 Outcome
Bayi : 3020 g/ 50 cm/ ♀/ hidup/ AS 5-7
Tali pusat : + 50 cm
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Komplikasi Kehamilan dan Persalinan


Yang penting dalam obsetri bukan panggul sempit secara anatomis,lebih penting lagi
ialah panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Panggul picak merupakan salah satu jenis kesempitan panggul yang disebabkan karena
ganggun pertumbuhan. (Sastrawinata dkk, 1984)
Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan maupun persalinan.
Pengaruh pada kehamilan antara lain; dapat menimbulkan retrofexio uteri gravid incarcerate.
Hal ini disebabkan karena kepala tidak dapat turun, oleh karena itu utamanya pada primigravida
fundus lebih tinggi daripada biasadan menimbulkan sesak nafas dan gagguan peredaran darah.
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung. Perut yang
menggantung pada seorang primigravida merupakan tanda panggul sempit. Pengaruh lain yaitu
kepala tidak turun kepala tidak turun ke dalam rongga pada bulan terakhir. Panggul sempit juga
dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang. Biasanya anak seorang ibu
dengan panggul sempit lebih kecil daripada ukuran bayi pukul rata (Sastrawinata dkk, 1984).
Pada pasien ini, pengaruh panggul picak pada kehamilan tidak ditemukan.
Pengaruh panggul sempit pada persalinan antara lain; persalinan lebih lama dari
biasanya. Hal ini disebabkan karena gangguan pembukaan dan banyak waktu dipergunakan
untuk moulage kepala anak. Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum
waktunya karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul, selanjutnya setelah
ketuban pecah kepala tidak dapat menekan pada serviks karena tertahan pada pintu atas
panggul. (Sastrawinata dkk, 1984)
Pada pasien ini, terjadi kemacetan kemajuan persalinan. Pada tanggal 19 sptember
2010 jam 08.00 dilakukan pemeriksaan dalam di PKM Ø 1 cm, pada pukul 13.00, 5 jam
kemudian tetap Ø 1 cm. meski ketuban belum pecah dan pemeriksaan bagian terbawah janin
masuk pintu atas panggul.
Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi. Pada panggul picak
sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil dari diameter
biparietalis dapat melalui konjugata vera yang sempit itu. Asynclitismus sering juga terjadi, yng
dapat diterangkan dengan ” Knopfloch mechanismus” (mekanisme lubang kancing). Pada
kasus ini, denominator sulit ditentukan karena ketuban belum pecah, sehingga sulit ditentukan
apakah ada kelainan presentasi. (Sastrawinata dkk, 1984)
Pengaruh lain pada persalinan yaitu dapat terjadi ruptur uteri kalau his menjadi terlalu
kuat dalam mengatasi rintangan yang ditimbulkan oleh panggul yang sempit. Sebaliknya jika
otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi intrapartum.
Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan kematian anak di dalam
rahim. Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau physometra.
(Sastrawinata dkk, 1984)
Pengaruh lain, yaitu terjadinya fistel. Hal ini diakibatkan tekanan yang lama pada
jaringan dapat menimbulkan ischemia yang menyebabkan nekrose. Nekrose ini menimbulkan
fistula vesicovaginalis atau fistula rectovaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi
karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan symphyse sedangkan rectum jarang
tertekan dengan hebat karena adanya rongga sacrum. (Sastrawinata dkk, 1984)
Komplikasi lainya, rupture symphyse (symphysiolysis) dapat terjadi,malahan kadang –
kadang ruptur dari articulation sacroiliaca. Apabila terjadi hal ini maka pasien mengeluh tentang
nyeri di daerah symphyse dan tidak dapat mengangkat tangkainya. (Sastrawinata dkk, 1984)
Parese kaki juga dapat menjadi komplikasi pada persalinan pada panggul sempit.
Parese kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf di dalam rongga
panggul; yang paling sering terjadi ialah kelumpuhan N. peroneus. (Sastrawinata dkk, 1984)
Pengaruh panggul sempit pada anak antara lain; partus yang lama, prolapsus foeniculi,
perdarahan otak. Partus yang lama, misalnya lebih dari lama dari 20 jam atau kiala II yang lebih
dari 3 jam sangat menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum
waktunya. Prolapsus foeniculi dapat menimbulkan kematian anak. Perdarahan otak dapat
diakibatkan oleh moulage yang kuat, terutama kalau diameter biparietal berkurang lebih dari 0,5
cm. selain dari itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan, terutama pada
bagian yang melalui promontorium (os parietale), malahan dapat terjadi fraktur impresi.
(Sastrawinata dkk, 1984)

4.2 Persangkaan Panggul Sempit


Seorang harus ingat panggul sempit kalau:
 Pada primigravida kepala anak belum turun setelah minggu ke 36.
 Pada primigravida terdapat perut menggantung.
 Pada multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.
 Kelainan letak pada hamil tua.
 Kelainan bentuk badan (cebol, scoliose, pincang, dan lain-lain)
 Osborn positip.
(Sastrawinata dkk, 1984)
Pada pasien ini ditemukan adanya kelainan bentuk badan, yaitu pincang. Oleh karena
itu persangkaan adanya panggul sempit, tidak boleh disingkirkan.

4.3 Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggl sempit tergantung pada berbagai faktor,
diantaranya:
 Bentuk panggul.
 Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan.
 Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul.
 Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala.
 Presentasi dan posisi kepala.
 His.
(Sastrawinata dkk, 1984)
Di antara faktor-faktor tersebut di atas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum
persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul; karena itu ukuran tersebut sering
menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan. (Sastrawinata dkk, 1984)
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat
pervaginam kalau CV kurang dari 8,5 cm. Sebaliknya kalau CV 8,5 cm atau lebih persalinan
pervaginam dapat diharapkan berlangsung dengan selamat. (Sastrawinata dkk, 1984)
Pada pasien ini terdapat kelainan bentuk panggul, picak, disertai ukuran CV kurang dari
8,5 cm, sehingga memiliki prognosa yang buruk untuk proses melahirkan pervaginam. Oleh
karena itu pada pasien ini dilakukan SC primer.
BAB V
KESIMPULAN

Panggul picak merupakan salah satu jenis kesempitan panggul yang disebabkan karena
ganggun pertumbuhan. Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan
maupun persalinan. Pengaruh pada kehamilan antara lain; dapat menimbulkan retrofexio uteri
gravid incarcerate, kepala tidak turun kepala tidak turun ke dalam rongga pada bulan terakhir,
kelainan letak. Pengaruh panggul sempit pada persalinan antara lain; persalinan lebih lama dari
biasanya, kelainan pembukaan, kelainan pembukaan, kelainan presentasi atau posisi, ruptur
uteri, infeksi intrapartum, fistel, rupture symphyse, parese kaki. Pada panggul picak sering
terjadi letak defleksi. Pengaruh panggul sempit pada anak antara lain; partus yang lama,
prolapsus foeniculi, perdarahan otak.
Seorang harus ingat panggul sempit kalau: Pada primigravida kepala anak belum turun
setelah minggu ke 36, pada primigravida terdapat perut menggantung, pada multipara
persalinan yang dulu-dulu sulit, kelainan letak pada hamil tua, kelainan bentuk badan (cebol,
scoliose, pincang, dan lain-lain), Osborn positip.
Prognosa persalinan dengan panggl sempit tergantung pada berbagai faktor,
diantaranya: Bentuk panggul, ukuran panggul, jadi derajat kesempitan, kemungkinan
pergerakan dalam sendi-sendi panggul, besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala,
presentasi dan posisi kepala, his.
Pada pasien ini, pengaruh panggul picak pada kehamilan tidak ditemukan. Namun, pada
pasien ini terjadi kemacetan kemajuan persalinan. Pada tanggal 19 sptember 2010 jam 08.00
dilakukan pemeriksaan dalam di PKM Ø 1 cm, pada pukul 13.00, 5 jam kemudian tetap Ø 1 cm.
meski ketuban belum pecah dan pemeriksaan bagian terbawah janin masuk pintu atas panggul.
Pada pasien ini terdapat kelainan bentuk panggul, picak, disertai ukuran CV kurang dari
8,5 cm, sehingga memiliki prognosa yang buruk untuk proses melahirkan pervaginam. Oleh
karena itu pada pasien ini dilakukan SC primer.
Daftar Pustaka
Chen HY, Huang SC. 1982. Evaluation of midpelvic contraction Int Surg 67:516.
Cibils LA, Hendricks CH. 1965. Normal labor in vertex presentation. Am J Obstet
Gynecol 91:385.
Cohen, J. 2010. Neurofibroma. (online) id.earticlesonline.com/Article/Detailed-
Information-On-Neurofibroma/404585. Diakses tanggal 27 November 2010.
Cunningham, Gary F et al. 2006 Williams Obstetrics 22nd Edition. New York, McGraw-
Hill.
Eller WC, Mengert WF. 1947. Recognition of mid-pelvic contraction. Am J Obstet
Gynecol 53:252.
Floberg J, Belfrage P, Ohlsen H. 1987. Influence of pelvic outlet capacity on labor: A
prospective Pelvimetry study of 1429 unselected primiparas. Acta Obstet
Gynecol Scand 66:121.
Medicastore. 2009. Neurofibromatosis: Benjolan di Kulit Dari jaringan Sehat. (online)
carisehat.blogspot.com/2009_12_02_archive.html. Diakses tanggal 27 November
2010.
Mengert WF. 1948. Estimation of pelvic capacity. JAMA 138:169.
Moore MM, Shearer DR. 1989. Fetal dose estimates for CT pelvimetry. Radiology
171:265.
Speer DP, Peltier LF. 1972. Pelvic Fractures and Pregnancy. J trauma12:474.
Thoms H. 1937. The obstetrical significance of pelvic rotations: A study of 450
primiparous women. BMJ 2:210.
Wahyuni, S.2008. Makalah Repro. (online)
http://www.scribd.com/doc/7603489/Makalah-Repro. Diakses Tanggal 27 November
2010.

You might also like