You are on page 1of 18

Mengenal Investasi Obligasi

Obligasi adalah surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu lembaga
dengan nilai nominal (nilai pari/par value) dan waktu jatuh tempo tertentu. Penerbit obligasi
bisa perusahaan swasta, BUMN, atau pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah.
Salah satu jenis obligasi yang diperdagangkan di pasar modal kita saat ini adalah obligasi
kupon (coupon bond) dengan tingkat bunga tetap (fixed) selama masa berlaku obligasi.

Berinvestasi dalam obligasi mirip dengan berinvestasi di deposito pada bank. Bila
Anda membeli obligasi, Anda akan memperoleh bunga/kupon yang tetap secara berkala
biasanya setiap 3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun sekali sampai waktu jatuh tempo. Ketika
obligasi tersebut jatuh tempo, penerbit harus membayar kepada investor sesuai dengan nilai
dari obligasi tersebut beserta bunga/kupon terakhirnya. Dengan karakteristik seperti ini, bagi
mereka yang memasuki masa pensiun, tentunya investasi ini sangat baik karena adanya
kebutuhan reguler selama masa pensiun.

Obligasi bisa menjadi pilihan instrumen terbaik, terutama bila Anda memiliki tujuan
keuangan dalam waktu dekat (menengah). Obligasi berpotensi memberikan tingkat bunga
yang relatif lebih baik dibandingkan dengan deposito dan fluktuasi performanya relatif lebih
rendah dibanding saham. Dengan tujuan keuangan antara 2-5 tahun, investasi ini mungkin
akan menjadi investasi terbaik. Sebagai contoh, bila Anda memiliki anak yang akan
memasuki masa kuliah tiga tahun mendatang. Untuk kebutuhan uang kuliah di tahun pertama
dan uang pangkal, Anda membeli obligasi dengan jangka waktu tersebut dan jatuh tempo
sebelum waktu dibutuhkan. Dengan investasi dalam bentuk obligasi, tentunya Anda
mendapatkan kepastian tingkat pengembalian sampai masa jatuh temponya.

Misalkan, Anda membeli obligasi sebesar Rp 100 juta untuk masa tiga tahun dengan
kupon bunga sebesar 12%. Anda akan menerima Rp 12 juta setiap tahunnya selama tiga
tahun sampai obligasi tersebut jatuh tempo. Pada saat jatuh tempo, penerbit obligasi akan
membayar modal Anda sebesar Rp 100 juta.

Terlihat sangat mudah bukan? Akan tetapi, investasi dalam bentuk obligasi tidak
selalu semudah seperti contoh di atas. Secara spesifik, para investor di obligasi harus
mempertimbangkan 4 masalah utama.
1. Default Risk

Penerbit obligasi terkadang mengalami kesulitan untuk membayar kupon bunga


obligasinya. Anda sebagai investor biasanya terkena dua dampak sekaligus.

Pertama, Anda tidak mendapatkan pendapatan dari kupon bunga seperti yang
dijanjikan. Dan biasanya harga dari obligasi tersebut akan menurun tajam. Risiko ini dikenal
dengan default risk atau risiko gagal bayar. Berkaitan dengan risiko gagal bayar tersebut, ada
satu pendekatan yang bisa Anda lakukan untuk melihat potensi gagal bayar dari penerbit
obligasi, yaitu dengan melihat peringkat atau rating obligasi tersebut. Pemeringkatan ini
dilakukan oleh sebuah perusahaan independen. Di Indonesia, perusahaan peringkat
independen tersebut adalah Pefindo (pemeringkat Efek Indonesia). Pemeringkatan ini dapat
Anda lihat di harian bisnis yang beredar di Jakarta.

Dalam hal ini, Pefindo memberikan simbol atau nilai pemeringkatan dari yang
tertinggi sampai yang terendah sebagai berikut: idAAA (superior), idAA (very strong), idA
(strong), idBBB (adequate), idBB (somewhat weak), idB (non-investment), idCCC
(vulnerable), idD (default). Peringkat idAAA sampai dengan idBBB menyatakan bahwa
sebuah obligasi dinyatakan aman dari default risk atau risiko gagal bayar atau obligasi
dengan peringkat ini bisa dikatakan sebagai investment-grade bond.

Peringkat di bawah dari idBBB tidak disarankan dalam investasi ini dan dikategorikan
sebagai speculative-grade bond. Peringkat dari idAA sampai idB sering dibubuhi tanda -
(minus) atau + (plus). Hal ini memberikan indikasi akan naik atau turunya dari peringkat
sebuah obligasi. Misalkan sebuah obligasi mendapat peringkat idA+, peringkat dari obligasi
tersebut mungkin akan naik menjadi idAA atau bila peringkat dari sebuah obligasi adalah
idAA-, kemungkinan peringkat obligasinya akan turun menjadi idA.

Pemeringkatan ini memberikan informasi kepada Anda sebagai investor mengenai


kapasitas maupun kemampuan sebuah penerbit obligasi dalam memenuhi janjinya, yaitu
membayar bunga atau kupon secara berkala dan mengembalikan semua pokok atau nilai pari-
nya begitu jatuh tempo.

Yang perlu Anda mengerti juga, bahwa bukan hanya risiko tingkat suku bunga yang
dapat mengakibatkan fluktuasi harga obligasi, tapi risiko gagal bayar juga mempegaruhinya.
Bila ada informasi di mana sebuah perusahaan akan gagal bayar, peringkat dari perusahaan
tersebut akan turun dibarengai dengan anjloknya harga obligasi tersebut.

2. Naiknya Tingkat Suku Bunga

Risiko gagal bayar merupakan risiko yang paling ditakuti oleh para investor obligasi.
Namun, bukan hanya risiko itu saja yang dapat mengakibatkan kerugian. Anda dapat tertimpa
kerugian juga bila tingkat suku bunga naik.

Harga obligasi bergerak berlawanan arah dengan tingkat suku bunga. Bila tingkat
suku bunga turun, harga obligasi akan naik. Akan tetapi bila suku bunga naik, harga obligasi
tentunya akan menurun. Semakin jauh obligasi tersebut dari waktu jatuh temponya, akan
semakin besar penurunan harganya bila tingkat suku bunga naik, harga obligasi akan naik
lebih besar bila tingkat suku bunga turun.

Bila Anda membeli obligasi pada nilai pari-nya dan ketika itu tingkat suku bunga
naik, Anda tidak akan mengalami kerugian bila Anda tetap memegang obligasi Anda sampai
mas jatuh temponya. Akan tetapi, bila Anda ingin menjual obligasi tersebut sebelum jatuh
tempo, Anda mungkin akan menerima jauh lebih sedikit dari nilai pari-nya.

3. Risiko Pembelian Kembali (Call Risk)

Ada beberapa jenis obligasi yang memiliki feature call, di mana perusahaan penerbit
memiliki hak untuk membeli kembali (buy back) obligasi yang Anda pegang atau Anda
miliki pada harga tertentu (call price), sebelum obligasi tersebut jatuh tempo. Hal ini biasa
dilakukan oleh perusahaan penerbit saat tingkat suku bunga di pasar turun menjadi lebih
rendah dari tingkat pembayaran kupon (coupon rate). Selanjutnya perusahaan penerbit akan
menggantikan obligasi baru dengan tingkat kupon yang lebih rendah dari obligasi yang telah
ditarik (call).

Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian dalam pola arus kas yang akan Anda
terima. Selain itu, potensi untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual atau
capital gain juga akan berkurang, karena harga obligasi di pasar tidak akan naik jauh dari call
price yang telah ditetapkan. Jadi dalam hal ini, Anda harus memperhatikan spesifikasi serta
feature yang ada di obligasi yang akan Anda beli.
4. Biaya Investasi Tinggi

Walau investasi obligasi berpotensi memberikan keamanan pada nilai investasi Anda,
kerugian mungkin saja terjadi bila Anda ingin menjualnya sebelum jatuh tempo. Karena
satuan jual beli instrumen investasi yang cukup besar, umumnya Rp 1 miliar, bila Anda
hanya memiliki obligasi bernilai Rp.100 juta, biasanya bila Anda ingin menjualnya, Anda
harus mau menerima nilai yang lebih rendah.

Hal ini dikarenakan para pemain investasi ini umumnya adalah institusi besar seperti
bank, perusahaan asuransi, atau dana pensiun. Pasar obligasi yang masih rendah (jumlah
transaksinya) juga berpengaruh terhadap potensi kerugian dikarenakan tingginya biaya yang
harus dikeluarkan.

Salah satu trik yang bisa Anda lakukan adalah dengan membeli obligasi saat pejualan
perdana dan menahannya sampai jatuh tempo. Dengan begitu, Anda akan mendapatkan harga
yang sama seperti institusi besar.

Keempat masalah di atas harus Anda cermati dengan baik bila Anda tertarik untuk
membeli instrument investasi.

Obligasi vs Reksadana Obligasi (Pendapatan Tetap)

Hal pertama yang perlu dipertimbangkan adalah waktu dibutuhkannya dana tersebut.
Bila Anda membutuhkan dana untuk pembelian sesuatu yang mahal dalam waktu dekat,
Anda dapat membeli obligasi dengan waktu jatuh tempo sama dengan waktu dibutuhkannya
dana tersebut. bila kondisinya seperti ini, investasi pada obligasi akan lebih aman dengan satu
keharusan, Anda menjualnya pada saat jatuh tempo.

Anda juga bisa membeli obligasi bila tingkat suku bunga cukup menarik, dimana
Anda dapat ‘’mengunci’’ tingkat kupon bunga yang tinggi untuk jangka waktu tertentu” masa
obligasi. Dengan begitu Anda akan mendapatkan kepastian arus pendapatan sampai masa
jatuh tempo, apapun yang terjadi dengan tingkat suku bunga.

Kedua hal diatas memberikan keuntungan berinvestai dalam bentuk obligasi.


Transaksi obligasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bila Anda melakukan jual-beli
sebelum masa jatuh tempo, investasi pada obligasi akan sangat riskan. Bila Anda tidak
mengikuti pasar obligasi secara cermat, akan jauh lebih baik bila Anda membeli Reksadana
Pendapatan Tetap, di mana Anda dapat memperjualbelikannya secara mudah dan murah
(biaya rendah).

Bila Anda hanya memiliki dana yang terbatas, Reksadana Obligasi menjadi pilihan
yang paling tepat. Sebagai investor, Anda dapat membeli reksadana pendapatan tetap dengan
dana awal minimal.

Ditambah lagi, dengan membeli reksadana pendapatan tetap bukan saja Anda bisa
mendapatkan dengan modal sedikit tapi juga memberikan diversifikasi yang jauh lebih baik
dari pada Anda membeli hanya satu obligasi. Berinvestasi pada reksadana pendapatan tetap
bukan hanya memberikan diversifikasi yang lebih baik, tapi juga manajer investasi yang
profesional. Bagi Anda yang selalu disibukkan dengan pekerjaan, hal ini sangatlah
menguntungkan. Apalagi bila Anda sudah memiliki reksadana pendapatan tetap, Anda dapat
menambah investasi Anda sewaktu-waktu dengan dana yang minimal.

Obligasi, Plihan Investasi Jika Anda Ingin Pendapatan Tetap Lebih Besar dari Bunga
Deposito

Bagi investor , daya tarik obligasi adalah tingkat kupon bunganya yang lebih tinggi
dibandingkan dengan deposito. Obligasi menawarkan potensi hasil dan tingkat risiko diatas
deposito dan dibawah saham

Jenis-jenis obligasi yang diperdagangkan di bursa obligasi di Indonesia:

 Obligasi Perusahaan, adalah obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan BUMN atau
Swasta.

 Obligasi Pemerintah, adalah obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.

 Obligasi Pemerintah Daerah, adalah obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah
untuk membiayai proyek infrastruktur dan utilitas di daerah tersebut.

 Obligasi Retail, adalah obligasi yang diperdagangkan di lantai bursa dengan nilai
nominal yang lebih kecil.
 Obligasi Syariah, adalah obligasi yang nilai kuponnya ditentukan berdasarkan prinsip
bagi hasil.

Dinamika Investasi Obligasi yang perlu diketahui :

 Risiko Gagal Bayar

Meskipun penerbit obligasi menjamin untuk membayar kupon bunga dan nominal
obligasi pada tanggal yang sudah ditentukan, perusahaan dan bahkan pemerintah bisa saja
bangkrut. Jika itu sampai terjadi, para pemegang obligasi akan lebih diprioritaskan dalam
pembagian aset yang dilikuidasi atau dijual saat perusahaan bangkrut, sementara para
pemegang saham akan diperhitungkan setelahnya. Indikator kemampuan penerbit obligasi
untuk memenuhi janjinya bisa dilihat dari nilai rating obligasi. Di Indonesia, perusahaan
pemeringkat independen tersebut adalah Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia). Peringkat
tertinggi adalah AAA dan terendah adalah D. Obligasi dengan peringkat AAA sampai dengan
BBB adalah yang dikategorikan sebagai aman dari risiko gagal bayar.

 Naik Turun nilai nominal obligasi di pasar sekunder (Bursa Obligasi)

Seperti juga instrumen lain yang diperdagangkan di bursa, nilai obligasi ditentukan
oleh supply dan demand. Ketika banyak yang ingin membeli, nilai akan naik dan sebaliknya
bila banyak yang menjual, maka nilai obligasi akan turun. Faktor yang paling menentukan
gelombang jual dan beli ini adalah tingkat suku bunga dan risiko gagal bayar.

Ketika nilai suku bunga bank turun, maka orang akan cenderung mengalihkan
uangnya dari deposito ke obligasi, sehingga nilai obligasi Anda dipasar sekunder akan naik,
misalnya saja dari nilai nominal 100 menjadi 125. Anda punya pilihan untuk menjual obligasi
Anda dan mendapatkan keuntungan nominal 25 lalu mengalihkannya ke instrumen lain atau
tetap mempertahankannya dan menikmati kupon bunga setiap bulan sampai jatuh tempo.
Pada saat jatuh tempo Anda akan mendapatkan pembayaran nominal 100.
Sebaliknya ketika nilai suku bunga naik menjadi lebih tinggi dari kupon bunga obligasi,
orang akan cenderung menjual obligasinya dan mengalihkannya ke deposito misalnya,
sehingga nilai obligasi Anda turun. Orang juga akan cenderung menjual obligasinya apabila
kemungkinan penerbit obligasi gagal bayar meningkat. Dalam keadaan ini, Anda pun punya
dua pilihan, tetap mempertahankan obligasi sampai jatuh tempo dengan segala risikonya,
sehingga nilai nominal Anda tetap, atau ikut menjual obligasi Anda dipasar sekunder dengan
harga yang lebih rendah.

 Tinggi rendahnya nilai kupon bunga.

Tinggi rendahnya kupon bunga suatu obligasi dipengaruhi oleh lamanya jangka waktu
obligasi. Di Indonesia jangka waktu ini berkisar antara 365 hari sampai lebih dari 5 tahun.
Semakin lama jangka waktu nya, yang berarti faktor risikonya lebih tinggi, umumnya kupon
bunganya lebih tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi adalah nilai peringkat obligasi.
Semakin tinggi rating-nya, yang berarti faktor risikonya lebih kecil, biasanya nilai kupon
bunganya pun lebih kecil.

Beberapa Cara Investasi Obligasi

Investor perorangan dapat memilih cara-cara berikut ini dalam melakukan investasi obligasi :

 Membeli obligasi retail secara langsung, yaitu dengan menghubungi bank atau
pialang (broker). Obligasi retail yang dikeluarkan pemerintah dan sangat populer
adalah ORI. Setiap unit ORI mempunyai nilai nominal Rp. 1 juta dengan nilai
pembelian minimal Rp. 5 Juta. Kupon bunga ORI dibayarkan setiap bulan pada
tanggal yang telah ditentukan. Berikut ini adalah seri ORI yang telah dikeluarkan :

*ORI 001,Jui 2006, jangka waktu 3 tahun, kupon bunga pertahun 12.05 %
*ORI 002,Maret 2007, jangka waktu 3 tahun, kupon bunga pertahun 9.28 %
*ORI 003,Agustus 2007, jangka waktu 4 tahun,kupon bunga pertahun 9.40 %
*ORI 004,Februari 2008, jangka waktu 4 tahun, kupon bunga pertahun 9.50 %

 Membeli obligasi retail dipasar sekunder melalui bursa obligasi.

 Investasi obligasi melalui reksa dana.

Reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam porto folio efek oleh manajer investasi.
Melalui reksa dana, investor mendapat manfaat : pengelolaan porto folio investasi yang
profesional, diversifikasi instrumen investasi dengan biaya rendah dan bebas pajak.
Bagi Anda yang ingin berinvestasi obligasi melalui reksa dana, maka jenis reksa dana
yang tepat untuk anda adalah reksa dana pendapatan tetap. Reksa dana jenis ini
mengalokasikan 80 % dari seluruh dana yang terkumpul di efek hutang. Potensi hasil dan
risiko investasi reksa dana jenis ini masuk dalam kategori sedang dengan jangka waktu
investasi yang disarankan antara 1-3 tahun.

Investasi obligasi tepat bagi investor dengan profil risiko sedang yang tidak suka
dengan fluktuasi harga saham. Investasi jenis ini juga tepat bagi Anda yang punya kebutuhan
uang pada waktu tertentu, misalnya membayar biaya pendidikan pada tanggal tertentu, atau
ingin memberikan sejumlah uang pada anak pada saat mereka mencapai umur tertentu. Kalau
Anda mempunyai profil ini, silahkan mencoba masuk ke pasar obligasi. Semoga sukses
menyertai Anda.

Sifat utama dari obligasi yaitu :

• Surat berharga hutang yang diterbitkan pemerintah/perusahaan

• Berjangka waktu lebih dari satu tahun

• Mempunyai beban bunga yang dibayar secara periodik

• Adanya wali amanat yaitu pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat hutang

• Adanya pemeringkat efek

• Dinyatakan dalam suatu perjanjian surat berharga yang disebut perjanjian perwaliamanatan

Jenis-jenis keluaran (issue), yaitu :

Selain dibedakan berdasarkan kupon dan jatuh tempo, obligasi dapat dibedakan
menjadi jenis jaminan yang mendukungnya :

 Obligasi Senior (senior bond) : obligasi yang sepenuhnya terjamin karena didukung
tuntutan atau hak legal atas kekayaan tertentu milik issuer.
 Obligasi Yunior (junior bond) : yang hanya dijamin oleh janji issuer untuk membayar
bunga dan principal berdasarkan waktu.
Indikator pasar uang sangat diperlukan untuk mengukur atau paling tidak
mengamati perkembangan pasar uang, Indikator pasar uang meliputi:

1. Suku bunga Pasar Uang Antar Bank (Rp) Tingkat bunga yang dikenakan oleh bank
terhadap bank lain dalam hal pinjam meminjam dana dalam bentuk rupiah.
2. Volume transaksi Pasar Uang Antar Bank (Rp) Jumlah transaksi antar bank dalam hal
pinjam meminjam dalam bentuk rupiah.
3. Suku bunga Pasar Uang Antar Bank (US$) Tingkat bunga yang dikenakan oleh bank
terhadap bank lain dalam hal pinjam meminjam danadalam bentuk US $.
4. Volume transaksi Pasar Uang Antar Bank (US$) Jumlah transaksi antar bank dalam hal
pinjam meminjam dalam bentuk US $.
5. J1BOR (Jakarta Interbank Offered) Suku bunga yang ditawarkan untuk transaksi pinjam
meminjam antar bank.
6. Suku bunga deposito Rupiah (%/Th) Tingkat bunga yang diberikan para deposan yang
mendepositokan uangnya dalam bentuk Rupiah
7. Suku bunga deposito US$ (%/Th) Tingkat bunga yang diberikan para deposan yang
mendepositokan uangnya dalam bentuk US $.
8. Nilai Tukar Rupiah (Kurs) harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai
dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya
9. Suku bunga kredit Tingkat bunga kredit yang dikenakan bank atau lembaga keuangan
lainnya kepada para kreditor
10. Inflasi Kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus suatu
waktu tertentu
11. Indeks Harga Konsumen (IHK) Angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang
dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam suatu periode tertentu.
12. Sertifikat Bank Indonesi (SBI) Instrumen investasi jangka pendek yang bebas resiko
Lika-liku Investasi di pasar Obligasi Harga suatu obligasi merupakan fungsi (tergabung) dari
kuponnya, jatuh waktunya dan perubahan suku bunga pasar :

1. Obligasi dengan kupon yang lebih kecil dan atau jatuh waktu yang lebih panjang akan
bereaksi lebih besar terhadap perubahan suku bunga, dan karena itu mengalami
fluktuasi harga yang lebih besar.
2. Harga obligasi bergerak terbalik dengan suku bunga pasar, dan makin besar
perubahan suku bunga makin besar fluktuasi harga pbligasi.
Evaluasi dan Perdagangan Obligasi Investor oblligasi pada umumnya berkepentingan atas
dua jenis ukuran prestasi, yaitu : hasil obligasi dan harga obligasi. Kedua junis ukuran ini
merupakan informasi yang penting untuk membuat strategi investasi.

Strategi Investasi Obligasi Untuk mencapai tujuan dari salah satu program diatas ,
investor harus menggunakan strategi yang sesuai, yaitu :

 Strategi Beli dan Tahan (buy and hold) : yang menemukan suatu keluaran obligasi
sesuai mutu, kupon, jatuh waktu, yang diinginkan dan menahannya untuk jangka
waktu cukup panjang atau sampai jatuh waktu.
 Strategi Transaksi berdasarkan prakiraaan perilaku suku bunga (forecasted interest
rate behavior) : bila susku bunga diperkirakan menurun, investor akan mencari
obligasi dengan kupon rendah dan jatuh waktu panjang. Dan bila suku bunga
diperkirakan naik, investor pindah ke obligasi dengan kupon tinggi dan jatuh waktu
tinggi.
 Strategi Bertukar Obligasi bond Swap : dimana investor menjual suatu keluaran
obligasi lainnya sebagai penggantinya, aswap dilakukan untuk berbagai alasan, yaitu :
memanfaatkan perubahan suku bunga, memperoleh kuantitas portofolio, atau
mendapatkan fasilitas perpajakan.

 Karakteristik obligasi terbagi dalam 4 kategori, yaitu penerbit obligasi, prioritas, tingkat
kupon bunga dan opsi-opsi redemption.
 Dari segi penerbit, obligasi digolongkan dalam dua jenis yaitu Obligasi Pemerintah dan
Obligasi Korporasi. Keduanya memiliki karakteristis yang berbeda.
 Obligasi pemerintah biasanya memiliki tingkat kupon bunga lebih rendah yang tentunya
akan memberikan yield to maturity (YTM) yang lebih rendah pula. Namun, tingkat risiko
boleh dikatakan hampir tidak ada. Sebab, obligasi ini dijamin sepenuhnya oleh
pemerintah, sehingga kecil kemungkinan terjadi gagal bayar.
 Obligasi korporasi biasanya memberikan tingkat kupon bunga yang lebih tinggi yang
tentunya akan memberikan YTM yang lebih tinggi pula. Namun tingkat risikonya lebih
tinggi, karena perusahaan swasta selalu memiliki kemungkinan gagal bayar. Oleh sebab
itu, obligasi korporasi biasanya disertai fitur-fitur yang menarik yang biasa dikenal
dengan istilah sweetener (pemanis).
 Dari segi prioritas, obligasi terbagi dalam dua jenis yaitu obligasi senior dan obligasi
junior (obligasi subordinasi/subdebt). Pada obligasi pemerintah tidak ada penggolongan
ini.

Perbedaan antara dua jenis obligasi ini adalah pada prioritasnya ketika terjadi suatu
kondisi gagal bayar (default). Jika suatu korporasi mengalami default, maka kreditur obligasi
senior akan diprioritaskan untuk pembayaran. Sedangkan obligasi junior mendapatkan tempat
kedua setelah pembayaran kepada pemegang obligasi senior selesai. Oleh sebab itu, tingkat
kupon bunga yang ditawarkan pada obligasi junior biasanya lebih tinggi dari obligasi senior,
karena diasumsikan tingkat risikonya lebih besar.

 Dari sisi tingkat kupon bunga, secara umum ada 3 jenis kupon yang berlaku di Indonesia
yaitu kupon bunga tetap, kupon bunga floater dan zero coupon. Kupon bunga tetap
memberikan tingkat pengembalian (return) yang tetap sejak awal obligasi diterbitkan
hingga jatuh tempo. Sehingga perhitungan bunga yang harus dibayarkan penerbit obligasi
dan perhitungan YTM bagi investor obligasi menjadi lebih mudah.

Kupon bunga floater memberikan tingkat pengembalian yang berubah-ubah menurut


acuan suku bunganya. Biasanya, acuan suku bunga pada SBI (sertifikat Bank Indonesia).
Zero coupon merupakan obligasi yang tidak memberikan kupon bunga yang dicicil,
melainkan lebih kepada pemberian diskon pada awal penawaran obligasi. Sebagai contoh,
perusahaan A menerbitkan obligasi senilai Rp 1 miliar, maka harga yang harus dibayarkan
investor, sebut saja, sebesar Rp 900 juta.

Nanti pada saat jatuh tempo, penerbit obligasi akan membayarkan penuh sebesar Rp 1
miliar. Jadi investor akan mendapatkan pembayaran kupon bunga di muka. Dari segi opsi-
opsi redemption, secara umum terdiri dari opsi call, opsi put dan opsi konversi. Opsi call (call
option) merupakan suatu hak yang dimiliki penerbit obligasi untuk melakukan pembelian
kembali (semacam buy back) pada periode tertentu sebelum jatuh tempo obligasi.

Sebaliknya, opsi put (put option) merupakan hak yang dimiliki oleh investor obligasi
untuk menjual kembali obligasi yang dimilikinya kepada penerbit obligasi. Namun opsi put
jarang diberikan, karena tidak menguntungkan bagi penerbit obligasi. Sedangkan opsi
konversi merupakan penawaran pelunasan obligasi dengan menukar nilai utang yang menjadi
kewajibannya menjadi saham. Dengan opsi ini, investor yang tadinya menjadi pihak pemberi
pinjaman, setelah jatuh tempo akan beralih menjadi pemilik modal di perusahaan yang
menerbitkan obligasi konversi.

“Harga obligasi yang terbentuk di pasar sekunder akan mengikuti tingkat risiko dan
ekspektasi YTM-nya masing-masing. Sebab, seiring dengan semakin dekatnya waktu jatuh
tempo, maka tingkat pengembalian dan risiko dari masing-masing produk obligasi akan
berubah-ubah. Ini yang mempengaruhi harga.

Dalam transaksi obligasi di pasar sekunder, perhitungan harga yang digunakan sama
sekali berbeda dengan perhitungan dalam perdagangan saham. Harga yang digunakan pun
menggunakan satuan persentase, bukan denominasi rupiah.

Pada saat obligasi diterbitkan, maka harga obligasi akan berada pada level 100% atau
biasanya dikenal dengan istilah harga Par. Tingkat YTM saat diterbitkan pun setara dengan
tingkat kupon bunga yang ditawarkan.

Sebagai ilustrasi, sebuah perusahaan menerbitkan obligasi senilai Rp 1 miliar berjangka


waktu 5 tahun dengan kupon bunga 7,5% per tahun dan dibayarkan setiap 6 bulan.

Pada saat diterbitkan, harga obligasi ini adalah harga Par dengan YTM 7,5%. Itu berarti,
jika pemegang obligasi memutuskan tidak menjual obligasi ini hingga jatuh tempo, maka
pemegang obligasi akan mendapatkan dananya sebesar 100% (Rp 1 miliar) saat jatuh tempo
plus bunga 7,5% pertahun dikali 5 (Rp 375 juta) atau totalnya Rp 1,375 milliar.

Akan tetapi, jika seorang investor membeli obligasi tersebut di pasar sekunder pada tahun
kedua, itu berarti tingkat return yang akan diperoleh pun berbeda. Sebab, ia tidak
mendapatkan pembayaran kupon bunga sebelum ia membeli obligasi tersebut.

Konsekuensinya, harga pembelian obligasi di pasar sekunder pun tidak mungkin ia beli
pada harga Par. Secara sederhana dapat dikatakan harga obligasi tersebut pada tahun kedua
akan berada di bawah harga Par, sebut saja 98%. Sebab, investor akan mengejar selisih
tingkat return yang tidak diperolehnya dengan cara memasang posisi beli pada harga di
bawah harga Par.

Namun yang terjadi di pasar tidak sesederhana itu. Menurut Handy, selain faktor tadi, ada
faktor-faktor lain yang membuat investor memberikan penawaran berbeda-beda di pasar
sekunder. “Faktor penentu harga obligasi yang paling besar adalah faktor suku bunga acuan,”
jelasnya. Melanjutkan ilustrasi tadi, jika ketika ia membeli obligasi tadi pada tahun kedua,
dimana suku bunga acuan malah menurun ke level 6%, maka pergerakan harga obligasi di
pasar sekunder akan sangat tergantung pada ekspektasi atas tren suku bunga acuan.

Ilustrasinya seperti ini, jika investor tersebut berspekulasi ke depannya tren suku bunga
acuan akan semakin turun, sebut saja ke level 5%, maka ia akan memasang penawaran beli
pada harga di atas harga Par.

“Dengan cara ini, ia akan memiliki YTM semakin membesar ke depannya seiring dengan
tren penurunan suku bunga,” jelas Handy. Sebaliknya, jika investor tersebut memproyeksikan
ke depannya suku bunga akan naik, sebut saja ke level 8%, maka konsekuensinya proyeksi
yield yang akan diterimanya akan menurun. “Oleh sebab itu, untuk tetap memperoleh yield
yang besar, ia akan memasang penawaran di bawah harga Par,” jelas Handy.

Handy menjelaskan, rumusan sederhananya sebagai berikut:

* Jika SBI diproyeksikan menurun, YTM akan menurun, maka harga akan cenderung
naik.

* Jika BI diproyeksikan naik, YTM akan ikut naik, maka harga akan cenderung turun.

Oleh sebab itu, lanjut Handy, untuk bermain obligasi di pasar sekunder, investor harus
memperhatikan perhitungan atas proyeksi tren suku bunga. Sebab, pergerakan tren suku
bunga sangat mempengaruhi pergerakan harga obligasi di pasar sekunder.

“Faktor yang harus diperhatikan adalah tren inflasi ke depannya. Sebab, tren inflasi
berjalan seiringan dengan tren suku bunga acuan (SBI). Jika inflasi naik, maka SBI akan naik
pula, sebaliknya, jika inflasi turun, maka SBI akan turun pula,” ujarnya.

Nah, berbicara soal kondisi ekonomi makro Indonesia ke depannya, proyeksi terkini
mengatakan memasuki semester II-2010 akan terjadi pemulihan perekonomian global.
Pemulihan ini tentu akan mengikutsertakan Indonesia di dalamnya.

“Pemulihan ekonomi biasanya disertai dengan peningkatan inflasi yang tentu saja akan
menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga acuan,” ujar Handy.

Dengan logika sederhana, dapat diasumsikan, ke depannya akan terjadi kenaikan suku
bunga yang berarti akan membuat YTM produk-produk obligasi mengalami kenaikan pula.
Maka konsekuensinya, akan terjadi penurunan harga-harga obligasi di pasar sekunder
menjelang semester II-2010.

“Penurunan harga dan adjustment seperti itu sudah mulai terjadi dari sekarang. Investor
tampaknya sudah mengantisipasi proyeksi kenaikan suku bunga acuan sejak dini. Bagi
investor yang berspekulasi suku bunga benar akan naik di semester II, maka membeli
sekarang akan lebih baik, sebab harga masih tinggi, sehingga YTM yang diterima akan lebih
besar,” ujar Handy.(Kompas)

Pilihan Investasi Jangka Panjang: SUN, ORI Atau SUKUK?

SUN sebagai obligasi negara untuk "partai besar". Sedangkan ORI sebaliknya adalah
obligasi negara "parsial atau retail". Karena nilai nominalnya yang besar itu, biasanya SUN
memperoleh bunga yang lebih tinggi di atas ORI.

Kalau selama ini kita sering menempatkan dana kita pada produk deposito, kita tentu
mengalami, dimana jumlah penempatanan dana kita dapat menentukan tingkat bunga
deposito. ORI, hampir tidak berbeda dengan deposito, semakin besar nilai deposito, semakin
besar bunga yang kita terima.

Bagaimana dengan Sukuk? Sukuk adalah obligasi syariah. Jadi definisi sukuk Indonesia
adalah investasi obligasi Indonesia dengan prinsip syariah.

Berikut adalah penjelasan singkat mengenai SUN, ORI dan SUKUK.

SUN merupakan surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara
Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Penerbitan SUN bertujuan untuk
membiayai defisit APBN, menutupi kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian
antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari rekening kas Negara dalam satu tahun
anggaran(cash-mismatch) dan mengelola portfolio hutang Negara.

SUN ini sangat diminati baik swasta dan pihak Asing dalam membeli/menempatkan uang
nya di SUN, karena bunga yang relatif tinggi dan aman. Aman karena SUN merupakan
bentuk deposito/ surat berharga yang di keluarkan negara. Namun, informasi yang diperoleh
dari Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto beberapa waktu yang lalu, pada
lelang Surat Utang Negara (SUN) pemerintah menyerap dana sebesar Rp 5,2 triliun.
Dibandingkan pada lelang sebelumnya pemerintah berhasil menyerap dana hingga Rp 6,72
triliun.

Beberapa teman investor mengatakan penurunan ini disebabkan oleh yield yang tidak
menarik bagi investor sehingga banyak investor yang mengalihkan investasinya pada
instrumen lain yang lebih menguntungkan ketimbang pada SUN Obligasi lebih umum dari
SUN, seperti kita ketahui, pengertian obligasi adalah Sebuah sertifikat atau bukti suatu
hutang berdasarkan mana perusahaan emiten atau badan hukum pemerintah berjanji untuk
membayar para pemegang obligasi suatu jumlah bunga tertentu, dan untuk membayar
kembali hutang tersebut pada tanggal jatuh tempo. Berdasarkan Pasal 70 Undang-Undang
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, jangka waktu minimal bagi obligasi adalah 1 tahun.
Bunga dalam pengertian obligasi konvensional di atas merupakan klausula penting dalam
penerbitan obligasi.

Ada tiga jenis obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, pertama adalah
Corporate Bonds : obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk badan
usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha swasta. Ke dua Government Bonds : obligasi
yang diterbitkan oleh pemerintah. Dan ke tiga adalah Retail Bonds : obligasi yang diperjual
belikan dalam satuan nilai nominal yang kecil, baik corporate bonds maupun government
bonds.

Obligasi Ritel Indonesia (ORI) diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia sejak Agustus
2006. Definisinya adalah surat berharga milik pemerintah yang diterbitkan oleh Departemen
Keuangan. Tujuan penerbitan ORI tersebut adalah memberikan kesempatan kepada individu
untuk memiliki surat berharga yang diterbitkan pemerintah. Melalui ORI itulah, investor
individual dapat menanam dananya dengan nilai yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan
bila berinvestasi di obligasi biasa.

Harga Obligasi berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang,
harga obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai nominal. Ada 3
(tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu:

1. Par (nilai Pari) : Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal: Obligasi dengan
nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai obligasi tersebut adalah
100% x Rp 50 juta = Rp 50 juta.
2. At premium (dengan Premi) : Harga Obligasi lebih besar dari nilai nominal Misal:
Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan harga 102%, maka nilai obligasi
adalah 102% x Rp 50 juta = Rp 51 juta.

3. At discount (dengan Discount) : Harga Obligasi lebih kecil dari nilai nominal Misal:
Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari
obligasi adalah 98% x Rp 50 juta = Rp 49 juta.

Terakhir adalah Obligasi Syariah atau yang lazim disebut sukuk adalah surat berharga
jangka panjang berbasis prinsip syariah Islam yang dikeluarkan oleh perusahaan atau institusi
dengan maksud memperoleh pembiayaan uang dari investor obligasi. Berbeda dengan
obligasi konvensional, obligasi syariah tidak mengenal bunga. Karena dalam Islam bunga
atau riba adalah haram hukumnya. Karena telah memperoleh pinjaman uang, tentu saja
emiten atau penerbit obligasi harus memberikan imbalan kepada para investor pembeli
obligasinya. Imbalan yang diberikan dapat berupa pembagian hasil, margin pendapatan ( fee),
atau sewa.

Obligasi syariah juga ada yang diterbitkan secara retail yang kita kenal dengan nama
Surat Berharga Syariah Negara Ritel (Sukuk Ritel) adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset
Surat Berharga Syariah Negara, yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga
Negara Indonesia melalui Agen Penjual, dengan volume minimum yang telah ditentukan.

Istilah sukuk berasal dari bentuk jamak dari bahasa Arab "sak" atau sertifikat. Secara
singkat The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI) mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti
kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat, dan jasa-jasa atau
kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.

Seperti dijelaskan di atas sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional,
dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil
sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa
sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya aqad atau penjanjian
antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga
harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba,
gharar dan maysir.
Di Indonesia, pasar keuangan syariah, termasuk pasar sukuk juga tumbuh secara cepat,
meskipun proporsinya dibandingkan pasar konvensional masih relatif sangat kecil. Untuk
keperluan pengembangan basis sumber pembiayaan anggaran negara dan dalam rangka
pengembangan pasar keuangan syariah dalam negeri, Pemerintah telah menyusun RUU
tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). UU SBSN tersebut akan menjadi legal basis
bagi penerbitan dan pengelolaan Sukuk Negara atau SBSN. Hasil Imbal Balik.

Telah disampaikan di atas bahwa hasil imbal balik yang diberikan oleh SUN, karena nilai
nominalnya yang besar itu, biasanya SUN memperoleh bunga yang lebih tinggi di atas ORI.
Sebagai ilustrasi, untuk berinvestasi di ORI, kita hanya membutuhkan Rp 5 juta, sedangkan
untuk investasi langsung di SUN (mengikuti pelelangan lewat bank/institusi peserta lelang)
dibutuhkan modal sebesar Rp 5 Miliar. Ada juga beberapa bank yang menawarkan investasi
di SUN (tanpa mengikuti pelelangan), tetapi biasanya yield/hasilnya sedikit dibawah yield
hasil pelelangan, dan nominal yang dibutuhkan pun tetap besar, sekitar Rp 500 juta.

Bagimana dengan imbal hasil yang diberikan ORI. Misalnya, salah satu produk ORI
direncananya akan memberikan kupon sebesar 8,25% per tahun yang berarti setelah pajak
menjadi 6,60% per tahun. Melihat karakteristik ORI sangat layak jika ORI dibandingkan
dengan suku bunga deposito bulanan ditambah dengan hadiah yang totalnya saat ini yang
berada di kisaran 7% bahkan 8% per tahun setelah pajak. Ada selisih imbal hasil antara ORI
dengan deposito bank hampir sebesar 1-2% per tahun.

Pertanyaannya, apakah selisih tersebut cukup untuk mengkompensasi "kekurangan" ORI


dibanding deposito yaitu dalam hal tenor, likuiditas dan transparansi harga. Sedangkan imbal
balik yang diberikan oleh sukuk, misalnya, 12%, Fixed coupon, ditentukan di awal akad
(predetermined), dan dibayarkan secara periodik setiap bulan.dimana nilai satuan perunit
adalah Rp 5.000.000,00 dan kelipatannya.

Berikut adalah perhitungannya: - Imbalan = 12 % x Rp 10.000.000,00 x 1/12 = Rp


100.000,00 setiap bulan sampai dengan saat dijual - Capital Loss = Rp 10.000.000,00 x
(95%-100%) = - Rp 500.000,00 - Nilai Nominal yang diterima saat dijual Rp 9.500.000,00
yang berasal dari Nilai Nominal Sukuk Ritel sebesar =Rp 10.000.000,00 + Capital Loss. -
Total yang diperoleh pada saat dijual = Imbalan + Nilai Nominal pada saat dijual = Rp
9.600.000,00 Dengan catatan perhitungan di atas belum memperhitungkan biaya-biaya
transaksi dan biaya transaksi penjualan di Pasar Sekunder, juga pajak.
Apa yang harus kita lakukuan apabila kita akan menempatkan dana kita pada ketiga
instrumen ini? Pertama, kita perlu sungguh-sungguh memperhatikan horison investasi kita
jika hendak membeli SUN, ORI dan SUKUK karena memiliki tenor (jangka waktu sampai
jatuh tempo) tiga tahun.

Kemudian, di tengah kecenderungan kenaikan suku bunga yang dilakukan beberapa bank
belakangan ini yang cenderung meningkat, maka kondisi ini tentunya akan berdampak
kepada hasil imbal baik ke tiga produk ini. Dimana hasil imbal balik ketiga produk ini
berbanding terbalik dengan hasil imbal balik produk bank, deposito misalnya.

Selanjutnya adalah konsisi ekonomi global, dimana harga minyak yang cenderung naik
akibat eskalasi krisis Timur Tengah, peluang suku bunga untuk tidak turun atau bahkan naik
juga ada. Selain itu, adalah karena kepanikan sejumlah investor yang mengakibatkan
terkurasnya likuiditas karena penurunan harga obligasi yang luar biasa. Memang tidak terkait
dengan faktor utama penentu harga obligasi seperti pergerakan suku bunga maupun
kemampuan bayar emiten; sehingga peristiwa itu bisa kita golongkan sebagai kejadian luar
biasa.

Namun, bagaimana pun, apabila bagi kita yang memiliki horison investasi kurang dari
tiga tahun, perlu mempertimbangkan hal-hal di atas. Mungkin bagi anda yg termasuk
golongan moderate risk, tidak mau ambil resiko terlalu banyak, maka pilihan investasi anda
(setelah porsi deposito) adalah bonds dan stocks.

Lalu pertanyaan anda adalah: berapa persen saya taruh di bonds dan berapa di stocks?
Banyak konsultan akan menganjurkan formula 100 dikurangi umur. Artinya berapa nilai
angka 100 dikurangi umur menjadi prosentasi untuk stocks dan sisanya bonds. Jadi kalau usia
anda 40 tahun maka porsi stocks 60% dan porsi bonds 40%. Artinya semakin tua dianjurkan
semakin memiliki porsi bonds lebih banyak dari porsi stocks.

You might also like