You are on page 1of 6

PROFIL USAHA

Terdapat tiga jenis perusahaan nata de coco yaitu: perusahaan yang hanya
menghasilkan nata de coco mentah (lembaran); perusahaan yang hanya menghasilkan nata
de coco kemasan (syrup); dan perusahaan yang menghasilkan nata de coco mentah
sekaligus mengolahnya menjadi nata de coco kemasan. Gambar 2.1. menunjukkan jenis
perusahaan nata de coco.

Gambar 2.1. Jenis Perusahaan Nata de coco

Perusahaan jenis I terdapat dua macam, yaitu usaha permanen dan sporadis
(discontinue). Permanen artinya perusahaan tersebut memproduksi sepanjang waktu dan
biasanya sudah memiliki pasar (pelanggan) tetap baik dari lokal maupun luar daerah.
Sedangkan sporadis artinya usaha tersebut hanya pada waktu-waktu tertentu ketika
permintaan lokal meningkat, seperti waktu puasa, lebaran, tahun baru dan lain-lain. Usaha
sporadis ini biasanya dilakukan di tingkat rumah tangga. Perusahaan jenis I biasanya
merupakan usaha keluarga dan sering tidak memiliki bentuk badan hukum, tetapi hanya
memiliki izin usaha. Pengusaha I mutlak membutuhkan air kelapa sebagai bahan utama. Air
kelapa tersebut didapat dari kebun mereka sendiri dan juga dari petani kopra. Biasanya,
mereka menitipkan jerigen (20 literan) kepada petani dan kemudian mengambilnya. Tetapi
ada juga petani yang datang ke tempat usaha untuk menyetor air kelapa. Teknologi, bahan
tambahan dan peralatan yang digunakan cukup sederhana dan dapat didapat dari pasar
lokal. Tenaga kerja berasal dari lokal setempat dengan status tenaga kerja tetap atau
borongan.
ASPEK PRODUKSI

PROSES PRODUKSI

Proses pembuatan nata de coco terdiri dari enam tahap, yaitu: penyaringan;
pemasakan dan pencampuran bahan pembantu; penempatan dalam nampan dan
pendinginan; inokulasi (penanaman/penebaran) bibit (starter); pemeraman (fermentasi);
panen dan pasca panen (pengolahan lanjut sampai setengah jadi atau siap konsumsi).

Pertama Penyaringan. Air kelapa bisa dibasikan selama kurang lebih 4 hari. Kemudian, air
kelapa tersebut disaring dengan menggunakan penyaring lembut untuk memisahkan air
kelapa dengan material-material atau kotoran-kotoran seperti: sabut, pecahan batok kelapa,
cikal/buah kelapa dan lain-lain. Kandungan air kelapa yang masih segar berkisar antara
400-500 ml per butir. Buah kelapa yang berumur 4-5 bulan memiliki volume air yang
maksimum. Namun demikian, kualitas air kelapa yang paling baik adalah ketika buah
kelapa berumur kurang lebih 5 bulan dengan kandungan total padatan maksimal 6 gram per
100 ml. Kandungan gula terlarut biasa diukur dengan menggunakan hand refractometer
(Sutardi 2004)

Kedua, Pemasakan dan Pencampuran Bahan Pembantu. Air kelapa yang sudah di saring
selanjutnya dimasukkan ke dalam panci/dandang stainlessteel untuk dimasak sampai
mendidih selama kurang lebih 30 menit. Selama mendidih bahan-bahan pembantu seperti:
gula pasir; pupuk ZA; garam inggris, asam sitrat (zitrun zuur) ditambahkan. Sebelum
pendidihan diakhiri, ditambahkan asam asetat glasial/cuka hingga mencapai pH kurang
lebih 3,2 (Sutarminingsih, 2004). Tidak terdapat relevansi antara citarasa dengan pH.

Ketiga, Penempatan dalam baki/nampan plastik. Semua peralatan harus bersih dan steril.
Nampan plastik yang digunakan harus terlebih dahulu dibersihkan dan disterilkan.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara dicelup dalam air mendidih, dijemur, dibasahi
dengan alkohol 70% atau spiritus. Media fermentasi (air kelapa dan bahan tambahan yang
dididihkan) dituangkan dalam nampan dan selanjutnya segera ditutup rapat dengan koran
dan diikat karet/elastik. Volume media fermentasi sebanyak 1,2 sampai 1,3 liter untuk
setiap nampan tergantung ukurannya. Kemudian, media fermentasi tersebut dibiarkan
sampai hangat-hangat kuku selama satu malam.

Keempat, Inokulasi Bibit (starter). Setiap nampan yang berisi fermentasi yang telah
didinginkan selama satu malam tersebut ditambahkan bibit (starter) sebanyak dengan
perbandingan 10% bibit (kurang lebih 13 ml) (Sutardi 2004). Inokulasi bibit dengan cara
membuka sedikit tutup kain/koran dan segera ditutup kembali.

Kelima, Fermentasi. Media fermentasi yang sudah ditambahkan bibit selanjutnya diperam
selama 6-7 hari. Kebersihan tempat pemeraman dengan suhu kamar (28o-31o) sangat
mutlak diperlukan untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba lain atau serangga yang
dapat menggagalkan proses fermentasi (Sutardi, 2004). Keberhasilan proses fermentasi ini
dapat dilihat dari ada tidaknya lapisan tipis pada permukaan media fermentasi setelah dua
hari dan akan semakin bertambah tebal dari hari ke hari.

Ketujuh, Panen dan Pasca Penen. Setelah pemeraman selama 6-7 hari, lapisan nata de coco
akan memiliki ketebalan 0,8-1,5 cm berbentuk lembaran-lembaran (slab) yang asam dalam
bau, cita rasa dan pH-nya. Lembaran-lembaran ini kemudian diangkat dan lendirnya
dibuang melalui pencucian.

Lembaran-lembaran ini siap untuk di jual atau mungkin harus di potong kecil-kecil
berbentuk kubus, tergantung dari permintaan. Baik dalam bentuk lembaran ataupun
potongan kubus harus direndam dalam air bersih selama 2-3 hari. Air rendaman setiap hari
harus diganti agar bau dan rasa asam hilang. Kemudian, nata de coco dicuci kembali dan
direbus untuk mengawetkan dan sekaligus menyempurnakan proses penghilangan bau dan
rasa asam. Pencucian dan perebusan ini pada hakekatnya dilakukan hingga nata de coco
menjadi tawar. Penyimpanan nata de coco tawar cukup dilakukan dengan merendamnya
dalam air tawar yang harus sering diganti.
ASPEK PEMASARAN

PERMINTAAN

Pasar dan pemasaran merupakan aspek yang penting dalam usaha nata de coco,
selain aspek-aspek yang lain seperti pengelolaan, distribusi, lembaga keuangan, pasokan
bahan lain, sumberdaya manusia. Pasar dalam usaha nata de coco terdiri dari pasar input
dan pasar output. Pasar input nata de coco meliputi pasar bahan baku, tenaga kerja dan
modal. Karakteristik pasar input nata de coco akan mempengaruhi pola produksi nata de
coco. Seperti pada umumnya pasokan bahan baku produk-produk agribisnis, input nata de
coco juga dipengaruhi oleh musim, meskipun tidak terlalu besar penyimpangannya.
Lembaga keuangan merupakan sumber modal investasi dan modal kerja bagi usaha.

Pasar kedua adalah pasar output nata de coco. Setelah output dihasilkan oleh
perusahaan kemudian dipasarkan dengan tujuan akhir konsumen. Di pasar domestik, jalur
pemasaran ke konsumen dapat melalui pedagang pengecer maupun pedagang besar.
Sedangkan untuk pasar luar negeri, jalur pemasaran ke konsumen melalui eksportir. Untuk
usaha nata de coco skala kecil (dengan kredit dibawah 500 juta) biasanya hanya melayani
konsumen domestik: lokal, luar daerah, luar pulau.

Permintaan nata de coco seorang konsumen merupakan hasil interaksi antara


variabel-variabel yang mempengaruhi seperti: harga nata de coco, harga barang-barang
lain, selera, pendapatan, ekspektasi dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan
perekonomian konsumen maka kesadaran akan pentingnya kesehatan akan semakin
meningkat dengan mengkonsumsi makanan-makanan yang sehat.

PENAWARAN

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk produksi nata de coco
mengingat Indonesia sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia. Jumlah perusahaan baik
perusahaan jenis I (penghasil nata de coco lembaran), perusahaan jenis II (penghasil nata de
coco kemasan saja), maupun perusahaan jenis III (penghasil nata de coco lembaran dan
kemasan sekaligus) cukup banyak. Perusahaan yang dapat mencapai skala ekonomi akan
berproduksi secara kontinyu, sedang perusahaan yang tidak mencapai skala ekonomi hanya
berproduksi secara sporadis melayani limpahan permintaan domestik pada hari-hari khusus
seperti puasa, lebaran, tahun baru dan sebagainya.

HARGA

Baik nata de coco lembaran maupun kemasan (gelas) harga relatif stabil dan
terjangkau. Hal ini disebabkan oleh harga input utama air kelapa yang relatif sama.
Persaingan dalam mendapatkan input serta sifat input yang mudah rusak merupakan faktor
utama kestabilan harga air kelapa. Harga nata de coco lembaran berkisar antara Rp 900 -
Rp 1000 per lembaran (kurang lebih 1 kg). Nata de coco kemasan bervariasi antar Rp 7000
– Rp 9000

JALUR PEMASARAN

Nata de coco tawar dapat dipasarkan ke produsen-produsen nata de coco kemasan


yang ada di daerah maupun luar daerah. Adanya perusahaan besar yang sekaligus membuat
nata de coco tawar dan nata de coco kemasan siap konsumsi membuka kesempatan bagi
produsen kecil nata de coco tawar untuk memasok bahan bakunya. Pasar produsen besar
bahkan sudah menembus pasar ekspor.

KESIMPULAN

Usaha nata de coco memiliki prospek yang cerah sebagai makanan kesehatan
karena memiliki serat yang tinggi dan rendah kalori sehingga baik untuk sistim pencernaan.
Keberadaan usaha nata de coco telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan. Produksi nata de coco lembaran menghasilkan limbah cair asam baik bau
maupun rasa yang relatif tidak membahayakan lingkungan. Dengan teknologi penanganan
limbah yang sederhana, pengaruh negatif limbah cair ini dapat dapat dieliminasi.
MAKALAH MANAJEMEN PEMASARAN
NATA DE COCO

Disusun oleh :

INDRA EVRYNALDY

08 / 12821 / EP

INSTITUT PERTANIAN STIPER


YOGYAKARTA
2010

You might also like