You are on page 1of 49

MModel-model Pembelajaran

Model Pembelajaran

Bertolak dari pendekatan CTL dan PAKEM, model pembelajaran yang dilakukan
dapat menggunakan multimetode berikut.

1. Metode Pembelajaran Langsung

• Siswa bersama guru mereview materi pembelajaran yang telah dipelajari

• Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai

• Guru melakukan presentasi (bisa model deduktif atau induktif)

- materi diorganisasikan per bagian dengan baik

- advance organizer dibuat

- demonstrasi/modelling dan peta konsep dilakukan bila diperlukan

• Siswa melakukan latihan dengan bimbingan guru.

• Siswa melakukan latihan secara mandiri (Lembar Kerja Siswa).

• Siswa secara periodik dicek keterampilan/ pengetahuannya.

• Guru melakukan konfirmasi/penguatan.

2. Metode Diskusi

• Guru menyampaikan materi dan menyiapkan pertanyaan dan mengelompokkan


pertanyaan sebelumnya.

• Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai

• Siswa dibentuk menjadi keompok- kelompok dan diberi pertanyaan yang sudah
disiapkan.

• Setiap kelompok mendiskusikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut.

• Setiap kelompok atau salah satu kelompok memresentasikan hasil diskusinya.

• Kelompok lain menanggapi, bertanya, atau memberikan masukan .


• Guru melakukan konfirmasi/penguatan.

3. Metode Jigsaw

• Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok dengan beranggotakan xx.

• Tiap individu dalam kelompok diberi bagian materi yang berbeda untuk dipelajari.

• Anggota kelompok membentuk kelompok baru (kelompok ahli) berdasarkan bagian


materi yang sama dan mendiskusikannya.

• Setelah selesai diskusi dengan kelompok ahli, tiap anggota kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar/melaporkan hasil diskusi kepada anggota kelompok
yang lain.

• Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya pada forum.

• Guru mengevaluasi presentasi/dan memberikan penguatan.

4. Think Pair and Share (Berpikir-Berpasangan-Sharing)

• Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai.

• Guru menyampaikan inti materi dan menyampaikan permasalahan atau pertanyaan


yang problematis.

• Siswa diminta untuk berfikir secara individu dan menulis jawabannya.

• Siswa diminta untuk berpasangan dan saling mengutarakan jawaban masing-masing.


Pasangan dapat bergabung dengan pasangan lain untuk memadukan jawaban dan
menyiapkan pajangan thd pertanyaan/masalah tsb

• Guru memimpin diskusi pleno. Tiap-tiap kelompok menyampaikan hasil diskusi dan
pajangan dan guru memberikan penguatan dan tambahan.

• Guru memberi kesimpulan dan penutup.

5. Investigasi Kelompok

• Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen.

• Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai.


• Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk diberi materi/tugas yang berbeda.

• Setiap kelompok membahas tugas yang diberikan secara kooperatif dan melakukan
investigasi.

• Setelah selesai diskusi, lewat juru bicaranya kelompok menyampaikan hasil


pembahasan.

• Guru memberikan penguatan.

• Evaluasi dan penutup.

6. Inquiry

• Guru menyampaikan masalah

• Siswa melakukan pengamatan

• Berdasarkan hasil pengamatan, siswa mengajukan pertanyaan.

• Siswa merumuskan dugaan.

• Siswa mengumpulkan data.

• Berdasarkan data yang diperoleh, siswa menyimpulkan.

7. Debate

• Siswa dibentuk menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang pro dan yang kontra.

• Setiap kelompok diminta membaca materi yang akan didebatkan.

• Satu anggota kelompok yang prodiminta guru untuk berbicara dan ditanggapi oleh
anggota kelompok kontra, demikian seterusnya.

• Ide/gagasan dari setiap pembicaraan dituliskan guru di papan tulis sampai sejumlah
ide yang diharapkan guru terpenuhi.

• Guru menambahkan ide yang belum terungkap.

• Dari data-data di papan tulis, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman


yang mengacu pada kompetensi yang ingin dicapai

8. Role Play
• Guru menyusun skenario yang akan dimainkan.

• Guru menunjuk beberapa siswa (sesuai dengan kebutuhan peran) untuk mempelajari
skenario dua hari sebelum PBM.

• Guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai.

• Guru memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk bermain peran sesuai dengan
skenario yang telah disiapkan, siswa yang lain mengamati dengan cermat apa yang
dimainkan kelompok dan topik yang disampaikan.

• Siswa di setiap kelompok diberi lembar kerja untuk membahas hasil pengamatan.

• Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusinya.

• Guru bersama siswa menyimpulkan materi.

9. Problem Solving

• Siswa diminta memformulasikan dan mendefinisikan masalah dengan jelas dan


ringkas.

• Siswa mengidentifikasi faktor-faktor yang sesuai.

• Siswa mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. (fakta dan pengetahuan ttg


masalah)

• Siswa menentukan berbagai pemecahan masalah.

• Siswa memilih pemecahan masalah tentatif.

• Siswa menguji pemecahan masalah yang dipilih.

• Siswa menilai hasil pemecahan masalah.

• Guru memberikan konfirmasi/penguatan.

10. STAD( StudentTeam Achievement Division)

• Guru menyajikan topik baru/masalah baru.

• Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok.

• Siswa secara kelompok mendiskusikan topik tersebut .


• Guru memberikan kuis kepada masing-masing kelompok .

• Guru menghitungan nilai kelompok .

• Guru memberikan penghargaan .

• Guru memberikan penguatan.

11. TGT ((The Teams-Games Tournament)

• Guru menyajikan materi (konsep) baru.

• Siswa dibentuk menjadi kelompok belajar secara heterogen.

• Setiap kelompok mendiskusikan konsep baru tersebut

• Setiap kelompok berpartisipasi dalam turnamen akademik.

• Guru memberikan penghargaan terhadap kelompok yang menang.

12. Articulation (Artikulasi)

• Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

• Guru menyajikan materi.

• Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.

• Suruhlah seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari
guru dan pasangannya mendengarkan sambil membuat catatan-catatan kecil,
kemudian berganti peran.

• Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan


teman pasangannya. sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil
wawancarannya.

• Guru memberikan konfirmasi/penguatan.

13. Pemodelan (Modelling)

• Guru menyampaiakan kompetensi

• Guru melakukan pemodelan/demonstrasi prosedur tentang topik tertentu


• Siswa mengingat langkah-langkah yang dilihatnya dalam pemodelan

• Siswa menerapkan prosedur tersebut dalam topik yang berbeda.

14. Peta Konsep (concept map)

• Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

• Guru menemukan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa. Sebaiknya


permasalahan mempunyai alternatif jawaban.

• Membentuk kelompok yang beranggotakan 2-3 orang.

• Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi.

• Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru
mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru.

• Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi
bandingan sesuai konsep yang disediakan guru.

15. Make – A Match (Mencari Pasangan)

• Guru menyiapkan beberapa kartu yang bervariasi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review, sebaliknya bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban.

• Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.

• Setiap siswa memikirkan jawaban soal dari kartu yang dipegangnya.

• Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(soal jawaban)

• Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

• Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya. Demikian seterusnya.

• Guru membrikan penguatan

16. Changing Partner (Bertukar Pasangan)

• Setiap siswa diminta mencari pasangan.


• Setiap pasangan diberi tugas yang sama oleh guru untuk menjawab pertanyaan atau
memecahkan.

• Setiap pasangan bergabung dengan pasangan baru atau lainnya dan saling
menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.

• Setiap siswa berbagi informasi atau temuan baru yang diperoleh dari pasangan baru
kepada pasangan semula.

• Guru memberikan penguatan.

17. Snowball Throwing (Bola Salju Menggelinding)

• Guru membentuk kelompok dan ketua kelompok menyampaikan penjelasan tentang


materi.

• Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya, kemudian


menyampaikan materi yang dijelskan oleh guru kepada teman-temannya.

• Selanjutnya setiap siswa diberi satu lembar kerja untuk menuliskan satu pertanyaan
yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.

• Kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilemparkan dari satu
siswa ke siswa lainnya selama beberapa menit.

• Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan, siswa dipersilakan menjawabnya


secara bergantian.

• Guru memberi penguatan.

18. Student Facilitator And Explaining (Tutor Sebaya)

• Guru mendemonstrasaikan atau menyajikan materi.

• Guru memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik
melalui bagan/peta konsep maupun yang lainnya.

• Guru menyimpulkan ide siswa.

• Guru menyimpulkan ide siswa dan memberikan penguatan.

19. Course Review Horay (Mengulas Pelajaran Hore)


• Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

• Guru mendemostrasikan materi yang sesuai dengan topik.

• Memberikan kesempatan siswa untuk menjawab pertanyaan.

• Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan
kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera siswa.

• Guru membaca soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya di dalam kotak
nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan. Jika benar diberi tanda benar
(P) dan jika salah diisi tanda silang (O).

• Siswa yang sudah mendapatkan tanda (P ) vertikal atau horisontal atau diagonal
harus segera berteriak HORAY …. Atau yel-yel lainnya.

• Nilai siswa dihitung dari jawaban benar dan jumlah HORAY yang diperoleh.

• Guru memberikan penguatan.

20. Circulation: Cooperatif Integrated Reading And Composition (Perpaduan


Membaca dan Mengarang)

• Membentuk kelompok yang beranggotakan 4 orang secara heterogen.

• Guru memberikan wacana/kliping sesuai topik pembelajaran.

• Siswa bekerjasama: membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan


tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.

• Siswa mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.

• Guru-siswa membuat kesimpulan

21. Inside-Outside Circle (Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar)

• Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap ke luar.

• Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama menghadap


ke dalam.

• Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi.
Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang
bersamaan.

• Siswa yang berada di lingkaran kecil diam di tempat sedangkan siswa yang berada
di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam sehingga masing-
masing siswa mendapat pasangan baru.

• Berikutnya giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang membagi informasi.
Demikian seterusnya.

• Guru memberikan penguatan.

22. Guessing Word (Tebak Kata)

• Penjelasan materi ± 45 menit

• Suruh siswa berdiri di depan kelas secara berpasangan.

• Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10X10 cm yang nanti dibacakan pada
pasangannya. Seorang siswa lainnya diberi kartu 5X2 cm yang isinya tidak boleh
dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan di telinga.

• Siswa yang membawa kartu 10X10 cm membacakan kata-kata yang tertulis di


dalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud pada kartu 10X10 cm.
Jawaban yang tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi.

• Apabila jawabannnya tepat (sesuai yang tertulis pada kartu) maka pasangan boleh
duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan
kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawaban. Demikian seterusnya.

• Guru memberikan penguatan.

23. Lottery Card (Kartu Arisan)

• Siswa dibentuk menjadi kelompok-kelompok beranggotakan ± 4 orang secara


hiterogen

• Setiap anggota kelompok diberi satu gulungan kertas yang berisi jawabandan satu
gulungan soal dibagikan kepada siswa masing-masing 1 lembar/kartu soal digulung
dan dimasukkan ke dalam gelas.

• Guru menyiapkan gelas yang telah berisi gulungan soal

• Guru atau siswa mengocok isi gelas dikocok dan menjatuhkan salah satu soal,
kemudian dibacakan.

• Siswa yang memegang gulungan kertas tentang jawaban soal tadi membacakannya.

• Apabila jawaban benar maka siswa dipersilakan tepuk tangan atau yel-yel lainnya.
• Setiap jawaban yang benar diberi poin 1 sebagai nilai kelompok sehingga total
kelompok merupakan penjumlahan poin dari para anggotanya. Demikian seterusnya.

• Guru memberikan penguatan.

24. Cooperatif Script (Kerjasama Wacana)

• Guru membagi siswa untuk berpasang-pasangan

• Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan

• Guru & siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan
siapa yang berperan sebagai pendengar.

• Pembicara membacakan ringkasan secara lengkap dengan memasukan ide-ide pokok


kalimat dalam ringkasannya sedangkan pendengar:

• Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide pokok yang kurang lengkap.

• Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan dengan


materi lainnya.

• Bertukar peran: pendengar menjadi pembicara dan sebaliknya.

• Guru membrikan penguatan.

DAFTAR RUJUKAN

Indonesia Australia Partnership in Basic Education . 2007. Modul Pelatihan Pelatih.


Malang: IAPBE.

Muijs, Daniel dan David Reynolds.2008. Effective Teaching: Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sujanto, Kasihani KS. 2008. Model Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri


Malang, PSG.

Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning Handbook. Bandung: Kaifa.

Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin


Press.

Wenger, Win. 2004. Beyond Teaching and learning. Gaithersburg.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling
berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik, pembelajaran, peserta. Dimana semua
komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik
dituntut harus mampu menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didik
dapat melakukan kegiatan belajar. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan
hanya sebagai objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik
harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya
sehingga berbagai jenis model pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik.
Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat
digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student center)
sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta
dapat melatih kemandirian, peserta didik dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.

1.2TUJUAN
Makalah ini dirancang untuk mahasiswa Program S1 PGSD. Oleh sebab itu dalam
penyajiannya diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang
berbagai konsep model pembelajaran dan penerapan model pembelajaran di kelas.

1.3TOPIK BAHASAN
Untuk meningkatkan pemahaman berbagai model pembelajaran, dalam makalah ini
akan dibahas tentang :
a.Model pembelajaran partisipatif dalam pembelajaran yang berwawasan
kemasyarakatan.
b.Model pendekatan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran yang berwawasan
kemasyarakatan.
c.Model pembelajaran mandiri dalam pembelajaran yang berwawasan
kemasyarakatan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPATIF


A.Konsep Pembelajaran Partisipatif
Pembelajaran partisipatif pada intinya dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk
mengikut sertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yaitu dalam tahap
perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program.
Partisipasi pada tahap perencanaan adalah keterlibatan peserta didik dalam kegiatan
mengidentifikasi kebutuhan belajar, permasalahan, sumber-sumber atau potensi yang
tersedia dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran.
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan program kegiatan pembelajaran adalah
keterlibatan peserta didik dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar.
Dimana salah satu iklim yang kondusif untuk kegiatan belajar adalah pembinaan
hubungan antara peserta didik, dan antara peserta didik dengan pendidik sehingga
tercipta hubungan kemanusiaan yang terbuka, akrab, terarah, saling menghargai,
saling membantu dan saling belajar.
Partisipasi dalam tahap penilaian program pembelajaran adalah keterlibatan peserta
didik dalam penilaian pelaksanaan pembelajaran maupun untuk penilaian program
pembelajaran. Penilaian pelaksanaan pembelajaran mencakup penilaian terhadap
proses, hasil dan dampak pembelajaran.
B.Ciri-ciri Pembelajaran Partisipatif
Berdasarkan pada pengertian pembelajaran partisipatif yaitu upaya untuk
mengikutsertakan peserta didik dalam pembelajaran, maka ciri-ciri dalam kegiatan
pembelajaran partisipatif adalah :
1.Pendidik menempatkan diri pada kedudukan tidak serba mengetahui terhadap semua
bahan ajar.
2.Pendidik memainkan peran untuk membantu peserta didik dalam melakukan
kegiatan pembelajaran.
3.Pendidik melakukan motivasi terhadap peserta didik untuk berpartisipasi dalam
pembelajaran.
4.Pendidik menempatkan dirinya sebagai peserta didik.
5.Pendidik bersama peserta didik saling belajar.
6.Pendidik membantu peserta didik untuk menciptakan situasi belajar yang kondusif.
7.Pendidik mengembangkan kegiatan pembelajaran kelompok.
8.Pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi.
9.Pendidik mendorong peserta didik untuk berupaya memecahkan permasalahan yang
dihadapi dalam kehidupannya.

C.Peran Pendidikan Dalam Pembelajaran


Peran pendidik dalam pembelajaran partisipatif lebih banyak berperan sebagai
pembimbing dan pendorong bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan
pembelajaran sehingga mempengaruhi terhadap intensitas peranan pendidik dalam
pembelajaran.
Pada awal pembelajaran intensitas peran pendidik sangat tinggi yaitu untuk
menyajikan berbagai informasi bahan belajar, memberikan motivasi serta
memberikan bimbingan kepada peserta dalam melakukan pembelajaran, tetapi makin
lama makin menurun intensitas perannya digantikan oleh peran yang sangat tinggi
dari peserta didik untuk berpartisipasi dalam pembelajaran secara maksimal.
Langkah-langkah yang harus ditempuh pendidik dalam membantu peserta didik untuk
mengembangkan kegiatan pembelajaran :
1.Membantu peserta didik dalam menciptakan iklim belajar
2.Membantu peserta didik dalam menyusun kelompok belajar
3.Membantu peserta didik dalam mendiagnosis kebutuhan pelajar
4.Membantu peserta didik dalam menyusun tujuan belajar
5.Membantu peserta didik dalam merancang pengalaman belajar
6.Membantu peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
7.Membantu peserta didik dalam penilaian hasil, proses dan pengaruh kegiatan
pembelajaran.

2.2MODEL PENDEKATAN PEMBELAJARAN


A.Konsep Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan pembelajaran kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan
pemikiran tentang belajar dilihat dari proses transfer belajar, lingkungan belajar.
Dilihat dari proses, belajar tidak hanya sekedar menghapal. Dari transfer belajar,
siswa belajar dai mengalami sendiri, bukan pemberian dari orang lain. Dan dilihat dari
lingkungan belajar, bahwa belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang
berpusat pada siswa.
Pembelajaran kontekstual (contextual learning) merupakan upaya pendidik untuk
menghubungkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta
didik, dan mendorong peserta didik melakukan hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat.
Dalam penerapan pembelajaran kontekstual tidak lepas dari landasan filosofisnya,
yaitu aliran konstruktivisme. Aliran ini melihat pengalaman langsung peserta didik
(direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran.

B.Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran Konvensional


Karakteristik model pembelajaran kontekstual dalam penerapannya di kelas, antara
lain :
1.Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
2.Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi
3.Pembelajaran dihubungkan dengan kehidupan nyata atau masalah
4.Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
5.Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
6.Peserta didik tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan
merugikan.
7.Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni peserta didik diajak
menggunakan bahasa dalam konteks nyata.
Karakteristik model pembelajaran konvensional dalam penerapannya di kelas, antara
lain :
1.Siswa adalah penerima informasi
2.Siswa cenderung belajar secara individual
3.Pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis
4.Perilaku dibangun atas kebiasaan
5.Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
6.Peserta didik tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman
7.Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural
Pembelajaran kontekstual memiliki perbedaan dengan pembelajaran konvensional,
tekanan perbedaannya yaitu pembelajaran kontekstual lebih bersifat student centered
(berpusat kepada peserta didik) dengan proses pembelajarannya berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan peserta didik bekajar dan mengalami. Sedangkan pembelajaran
konvensional lebih cenderung teacher centered (berpusat kepada pendidik), yang
dalam proses pembelajarannya siswa lebih banyak menerima informasi bersifat
abstrak dan teoritis.

C.Komponen-komponen Pembelajaran Kontekstual


Peranan pendekatan pembelajaran kontekstual di kelas dapat didasarkan pada tujuh
komponen, yaitu :
1.Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia didalam dirinya sedikit demi sedikit, yang
hasilnya dapat diperluas melalui konteks yang terbatas.
2.Pencairan (inquiry)
Menemukan merupakan inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa merupakan hasil dari penemuan siswa itu sendiri.
3.Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan awal dari pengetahuan yang dimiliki seseorang. Bagi siswa
kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inquiriy, yaitu untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang
sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahui.
4.Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerjasama dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada komunikasi
dua arah atau lebih, yaitu antara siswa dengan siswa atau antara siswa dengan
pendidik apabila diperlukan atau komunikasi antara kelompok.

5.Pemodelan (Modeling)
Model dapat dirancang dengan melibatkan guru, siswa atau didatangkan dari luar
sesuai dengan kebutuhan. Dengan pemodelan, siswa dapat mengamati berbagai
tindakan yang dilakukan oleh model tersebut.
6.Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang sesuatu yang sudah dipelajari. Realisasi dari
refleksi dalam pembelajaran dapat berupa:
a)Pernyataan langsung tentang sesuatu yang sudah diperoleh siswa
b)Kesan dan pesan/saran siswa tentang pembelajaran yang sudah diterimanya
c)Hasil karya
7.Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Assessment merupakan proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Assessment menekankan pada proses pembelajaran
maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan
pada saat melakukan proses pembelajaran.
Karakteristik authentic assessment, yaitu :
a)Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
b)Dapat digunakan untuk formatif maupun sumatif
c)Yang diukur adalah keterampilan dan penampilan bukan mengingat fakta
d)Berkesinambungan
e)Terintegrasi
f)Dapat digunakan sebagai feed back

2.3MODEL PEMBELAJARAN MANDIRI


A.Konsep Pembelajaran Mandiri
Dalam rangka menuju kedewasaan, seorang anak harus dilatih untuk belajar mandiri.
Belajar mandiri merupakan suatu proses, dimana individu mengalami inisiatif dengan
atau tanpa bantuan orang lain.
1.Dapat mengurangi ketergantungan pada oran lain
2.Dapat menumbuhkan proses alamiah perkembangan jiwa
3.Dapat menumbuhkan tanggung jawab pada peserta didik
Berdasarkan hal tersebut pendidik bukan sebagai pihak yang menentukan segala-
galanya dalam pembelajaran, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator atau sebagai
teman peserta didik dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka.

B.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Belajar Mandiri


Banyak faktor yang mempengaruhi untuk tumbuhnya belajar mandiri, yaitu :
1.Terbuka terhadap setiap kesempatan belajar, belajar pada dasarnya tidak dibatasi
oleh waktu, tempat dan usia
2.Memiliki konsep diri sebagai warga belajar yang efektif, seseorang yang memiliki
konsep diri berarti senantiasa mempersepsi secara positif mengenai belajar dan selalu
mengupayakan hasil belajar yang baik
3.Berinisiatif dan merasa bebas dalam belajar, inisiatif merupakan dorongan yang
muncul dari diri seseorang tanpa dipengaruhi oleh orang lain, seseorang yang
memiliki inisiatif untuk belajar tidak perlu dirangsang untuk belajar.
4.Memiliki kecintaan terhadap belajar, menjadikan belajar sebagai bagian dari
kehidupan manusia dimulai dari timbulnya kesadaran, keakraban dan kecintaan
terhadap belajar.
5.Kreativitas. Menurut Supardi (1994), kreativitas merupakan kemampuan seseorang
untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun kerja nyata, yang
relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Ciri perilaku kreatif yang dimiliki seseorang diantaranya dinamis, berani, banyak
akal, kerja keras dan bebas. Bagi seseorang yang kreatif, tidak akan kuatir atau takut
melakukan sesuatu sepanjang yang dilakukannya mengandung makna.
6.Memiliki orientasi ke masa depan
Seseorang yang memiliki orientasi ke masa depan akan memandang bahwa masa
depan bukan suatu yang mengandung ketidakpastian.
7.Kemampuan menggunakan keterampilan belajar yang mendasar dan memecahkan
masalah.

C.Peran Pendidik Dalam Belajar Mandiri


Dalam pembelajaran mandiri, tutor berperan sebagai fasilitator dan teman bagi peserta
didik. Sebagai fasilitator, pendidik dapat membantu peserta didik dalam mengakrabi
masalah yang dihadapi peserta didik, dan berupaya agar peserta didik dapat
menemukan alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya.
Peran lain yang harus dilakukan pendidik adalah sebagai teman. Pendidik berusaha
menempatkan dirinya sama dengan peserta didik sebagai peserta yang mengharapkan
nilai tambah dalam kehidupannya untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi, serta
mengaktualisasikan dirinya.

BAB IV
KESIMPULAN

Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat


digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student center)
sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta
dapat melatih kemandirian peserta didik dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.
Model-model pembelajaran sosial ini mencakup : model pembelajaran partisipatif,
model pendekatan pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran mandiri.
Pembelajaran partisipatif pada intinya dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk
mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, yaitu dalam tahap :
perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program.
Dalam menyiapkan anak untuk bersosialisasi di masyarakat, sejak dini anak harus
sudah mengenal lingkungan kehidupannya. Model pembelajaran kontekstual
merupakan upaya pendidik untuk menghubungkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik melakukan
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka.
Dalam rangka menuju kedewasaan, seorang anak harus dilatih untuk belajar mandiri.
Belajar mandiri merupakan suatu proses, dimana individu mengambil inisiatif
denganatau tanpa bantuan orang lain. Dalam pembelajaran mandiri menekankan pada
keaktifan peserta didik yang lebih bersifat student centered daripada teacher centered
sehingga pendidik lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan teman (partner).
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Pendidikan Lanjutan Pertama.


(2003). Pendekatan Kontekstual (Centered Teaching and Learning). Jakarta.

Sudjana, D. (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production.

Hatimah, I. (2003). Strategi dan Metode Pembelajaran. Bandung : Andira.

Knowles, M. (1975). Self Directed Learning. Chicago : Follet Publishing Company.

Model-Model Pembelajaran Inovatif untuk Digunakan Guru


Posted: September 26, 2008 by bilqis in education
Tag:model pembelajaran
48

Saat ini, pembelajaran inovatif yang akan mampu membawa perubahan belajar bagi
siswa, telah menjadi barang wajib bagi guru. Pembelajaran lama telah usang karena
dipandang hanya berkutat pada metode mulut. Siswa sangat tidak nyaman dengan
metode mulut. Sebaliknya, siswa akan nyaman dengan pembelajaran yang sesuai
dengan pribadi siswa saat ini.

Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam
prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling
tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model
pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan
ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.

Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan
alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kjondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajian
yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks
(prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk
melakukan penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi.

Koperatif (CL, Cooperative Learning).


Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluq sosial yang
penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab
bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu,
belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling
berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu
dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari
hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-
masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep,
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok
kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa
heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta
tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk
kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)


Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya
jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan
siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan
disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana
menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual
adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan
mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model
lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-
tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi,
membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri,
generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok
atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi,
investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism
(membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis),
reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama
proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa,
penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan
berbagai cara).

Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)


Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda
dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process
of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip,
algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia
empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio,
pengemabngan mateastika).

Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-


aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal
ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi
(pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam
penemuan).

Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)


Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan
dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung.
Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan
terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan
metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)


Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini
melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang
kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah
suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan
agar siswa dap[at berpikir optimal.

Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis),


interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis,
generalisasi, dan inkuiri

Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum
dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau
menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya
adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau
individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi,
mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.

Problem Posing
Problem posing yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan
kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami.
Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi
tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

Problem Terbuka (OE, Open Ended)


Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang
menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya
juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan
menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi,
sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi
mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh
jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan
proses mencapai jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih
mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola piker,
keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.

Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar,
diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir
siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit
demi sedikit dilepas mandiri).

Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan


dan catat reson siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.

9. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan
serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses
berpikir yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan engalamannya dengan
pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa memngkonstruksiu
konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru
tidak diberitahukan.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk
siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif,
siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan
dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun
demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya
serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada
lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman,
menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus
dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi

Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)


Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai
dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan
aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti
menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti
menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

Reciprocal Learning
Weinstein & Meyer (199 mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus
memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan
memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif
dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.

Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara


pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan
LKSD-modul, membaca-merangkum.

SAVI
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah
memanfaatkan semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah
kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di
mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa
belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,
argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi; Visualization yang
bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui mengamati,
menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga;
dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan
berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih
menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan,
mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

TGT (Teams Games Tournament)


Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap
kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok
bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia
kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana
diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu
dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran.
Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.

Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan,


atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport.
Sintaknya adalah sebagai berikut:

a.Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi
dan \mekanisme kegiatan
b.Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4
siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari
tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya
paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil
kesewpakatan kelompok.

c. Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang
telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu
(misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa
dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor
kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang dip[erolehnay
diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.

Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.),
dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar
tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk
meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.

e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan
penghargaan kelompok dan individual.

VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)


Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan
memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah
potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah
tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan
kinesthetic.

AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)


Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada
Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan
dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.

TAI (Team Assisted Individualy)


Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok
(BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab vbelajar adalah
pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima
bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan
imposisi-intruksi.

Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan
berikan bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh
siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling
berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes
formatif.

STAD (Student Teams Achievement Division)


STAD adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan,
buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara
kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual
dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan
individual dan berikan reward.

NHT (Numbered Head Together)


NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan,
buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan
materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai
dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama)
kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama
sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat
skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.

Jigsaw
Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti
berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan
bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam
kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap
kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang
sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa
tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi,
refleksi.

TPS (Think Pairs Share)


Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan
materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan
cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis
individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan
reward.

GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen
dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok
menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon,
mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan
keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data
penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkem\angan
siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
MEA (Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah
dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis
heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi
perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi

CPS (Creative Problem Solving)


Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui
teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan
suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi
bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih,
mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi,
presentasi dan diskusi.

TTW (Think Talk Write)


Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak,
mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan
presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil presentasi. Sinatknya adalah:
informasi, kelompok (membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi,
melaporkan.

TS-TS (Two Stay – Two Stray)


Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan
pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa
bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk
menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal,
kerja kelompok, laporan kelompok.

CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)


Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi
ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E)
mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)


Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif
siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-
cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-
menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana,
darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan
cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas
bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh

SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)


SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu
aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual
yang relevan.

MID (Meaningful Instructionnal Design)


Model ini adalah pembnelajaran yang mengutamakan kebermaknaan belajar dan
efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual
kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang
terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction
melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi
konsep

KUASAI
Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir
untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan
(mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan
kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui
refleksi diri tentang gaya belajar.

CRI (Certainly of Response Index)


CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan
tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan
menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan
bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1
untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dn 5 untuk
certain.

DLPS (Double Loop Problem Solving)


DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan
penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya masalah, jadi
berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan
masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya
masalah tersebut.

Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi,


analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah
penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal,
mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi,
mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama,
menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.

DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)


DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan
pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok.
Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan, penerapan, dan penutup.

CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)


Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara
koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang,
guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa
bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan)
terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil
kelompok, refleksi.

IOC (Inside Outside Circle)


IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar
(Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang
bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Sintaksnya
adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar,
separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang
berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkran luar
berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya

Tari Bambu
Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi
informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur.
Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan pengalaman dan
pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di depoan
kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri berhadapan dengan
kelompok siswa opertama, siswa yang berhadapan berbagi pengalkaman dan
pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satui jajaran pindah ke ujunug lainnya
pada jajarannya, dan kembali berbagai informasi.

Artikulasi
Artikulasi adalah mode pembelajaran dengan sintaks: penyampaian konpetensi, sajian
materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan
materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di
depan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.

Debate
Debat adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok
kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh
masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu
kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara
bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya biola
perlu.

Role Playing
Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran,
menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario tersebut, pembentukan
kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan
scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan
oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.

Talking Stick
Sintak p[embelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa
mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan
tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari
guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan
seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok,


pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja
kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok
lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi
Student Facilitator and Explaining
Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian materi, siswa
mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya, kesimpulan dan evaluasi,
refleksi.

Course Review Horay


Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk
pemantapan, siswa atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke
dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak, siswa yang punya
nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban
benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya,
pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

Demonstration
Pembelajaran ini khusu untuk materi yang memerlukan peragaan media atau
eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum
materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk
siswa atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan
dan evaluasi, refleksi.

Explicit Instruction
Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-
prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sintaknya adalah: sajian informasi
kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural,
membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan, penyimpulan
dan evaluasi, refleksi.

Scramble
Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu jawaban
dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada kelompok dan
kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk
jawaban yang cocok.

Pair Checks
Siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan
temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, penyimpulan
dan evaluasi, refleksi.

Make-A Match
Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi
jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha
menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya
siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk
badak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi,
refleksi.

Mind Mapping
Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal siswa. Sintaknya
adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk
menanggapi dan membuat berbagai alternatiu jawababn, presentasi hasuil diskusi
kelompok, siswa membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan
refleksi.

Examples Non Examples


Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi,
sajikan gambar ditempel atau pakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati
sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok,
bimbingan penyimpulan, valuasi dan refleksi.

Picture and Picture


Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar kegiatan berkaitan
dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan gambar sehingga sistematik, guru
mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru menanamkan konsep sesuai materi
bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

Cooperative Script
Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, siswa
mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah seorang
dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

LAPS-Heuristik
Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bersifat tuntunan dalam rangaka solusi
masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa
masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana
sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan
pengecekan.

Improve
Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning,
Practicing, Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication,
Enrichment. Sintaknya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan konsep, siswa
latian dan bertanya, balikan-perbnaikan-pengayaan-interaksi.

Generatif
Generatif adalah konstruksivisme dengan sintaks orintasi-motivasi, pengungkapan
ide-konsep awal, tantangan dan restruturisasi sajiankonsep, aplikasi, ranguman,
evaluasi, dan refleksi

Circuit Learning
Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan
dengan pola bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah kondisikan situasi belajar
kondusif dan focus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya-peta
konsep-bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi

Complete Sentence
Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan sintakas: sisapkan
blanko isian berupa aparagraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan
kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok, LKS
dibagikan berupa paragraph yang kaliatnya belum lengkap, siswa berkelompok
melengkapi, presentasi.
Concept Sentence
Prosedurnya adalah penyampaian kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok
heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, tia kelompok
membeuat kalimat berdasarkankata kunci, presentasi.

Time Token
Model ini digunakan untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial agar
siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Langkahnya adalah
kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap siswa diberi kupon bahan
pembicaraan (1 menit), siswa berbicara (pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan
pada kupon, setelah selesai kupon dikembalikan.

Take and Give


Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks, siapkan kartu
dengan yang berisi nama siswa – bahan belajar – dan nama yang diberi, informasikan
kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap siswa disuruh berdiri dan
mencari teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman-perluasannya
kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan siswa
lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi

Superitem
Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-
bertahap dari simpel ke kompleks, berupa opemecahan masalah. Sintaksnya adalah
ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi, berikan latihan soal bertingkat,
berikan sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi
informasi, integrasi, dan hipotesis.

Hibrid
Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang berkenaan dengan cara
siswa mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran ekspositori, koperatif-
inkuiri-solusi-workshop, virtual workshop menggunakan computer-internet.

Treffinger
Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks:
keterbukaan-urun ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses
rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-
minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.

Kumon
Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan
menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep, latihan,
tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan
untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing.

Quantum
Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-simfoni.
Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif,
dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua
mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward. Strategi
quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak, alami-dengan dunia realitas siswa,
namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi-
komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan
reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.

Rumus quantum fisika asdalah E = mc2, dengan E = energi yang diartikan sukses, m
= massa yaitu potensi diri (akal-rasa-fisik-religi), c = communication, optimalkan
komunikasi + dengan aktivitas optimal.

Model-Model Pembelajaran
Posted on April 22, 2008 by kusumah wijaya| 119 Komentar

Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro
dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat
orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya
dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-
masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.

Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi
kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif,
setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan
mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen)
untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi
harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini
dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses
kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran
pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager),
atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini
pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang
diperankan. Kelebihan metode Role Playing:

Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan


kemampuannya dalam bekerjasama.

1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.


2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi
dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu
melakukan permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)


Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah
pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah.

Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:

1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.


2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya
dunia kerja.

Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:

1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal
terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati
serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode
pembelajaran yang lain.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna
bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi
penyelidikan dan dialog.

Langkah-langkah:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan.


Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan
data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Kelebihan:

1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar


diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:

1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah:

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.


2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan
siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-
ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi /
menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat /
menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan
materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.

Kelebihan:

 Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.


 Setiap siswa mendapat peran.
 Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.

Kekurangan:

 Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu


 Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya
sebatas pada dua orang tersebut).

Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan
dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.

Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-
gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.

Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.

Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.

Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor
kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota
kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan
hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.

Kelebihan:

 Setiap siswa menjadi siap semua.


 Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
 Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kelemahan:

 Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.


 Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)


Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan
paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa
sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik
dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills).
Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang
heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau
kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin
dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih,
kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.
Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat
dikemukakan sebagai berikut:

a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya
digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi
kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan
2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun
kemampuan akademik.

b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan
umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a)
di atas.

c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran
harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan
mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam
maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan
memberikan bantuan jika diperlukan.

d. Analisis dan sintesis


Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c)
dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan
kelas.

e. Penyajian hasil akhir


Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah
dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang
luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap
pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara
individu atau kelompok, atau keduanya.

Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi
komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok
belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota
bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru
dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab
terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari
dua atau tiga orang.

Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan
menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik
bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke
kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi
penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga
bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan
penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap
siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.

Metode Team Games Tournament (TGT)


Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model
TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung
jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:

1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya
dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru.
Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi
yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat
dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan
anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang
didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar
pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk
turnamen mingguan.

4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru
melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen
pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi
prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

5. Team recognize (penghargaan kelompok)


Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan
mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila
rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)


Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota
lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran


menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok.
Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota
dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis
tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.

Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.

Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

Model Examples Non Examples


Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-
contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.


2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut
dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai
tujuan yang ingin dicapai.
7. KKesimpulan.

Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

Model Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa
Jepangnyadisebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di
Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih
efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:

a. Perencanaan.

b. Praktek mengajar.

c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.

2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat
rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang
menunjang.

3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas
sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.

4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil


mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.

5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-
sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah
berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan
langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.

6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan
seterusnya kembali ke (2).

Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:

- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga
dan pada setiap tingkatan kelas.

- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

http://gurupkn.wordpress.com/category/pembelajaran/model-model/page/3/

Model Pembelajaran ARIAS
Abstrak. Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu alternatif yang dapat
digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Model
pembelajaran ARIAS berisi lima komponen yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan
dalam kegiatan pembelajaran yaitu assurance, relevance, interest, assessment, dan
satisfaction yang dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar.

Model ini sudah dicobakan di dua sekolah yang berbeda yaitu salah satu SD negeri di Kota
Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin
(percobaan kedua). Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran
ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut model pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para
guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam usaha meningkatkan
motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa.

Kata kunci: motivasi berprestasi, hasil belajar siswa, ARIAS, kegiatan pembelajaran

1. Pendahuluan

Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya hasil belajar siswa.
Suatu tes terhadap sejumlah siswa SD dari berbagai kabupaten dan propinsi menunjukkan
hasil belajar siswa sangat rendah (Lastri 1993:12). Nilai Ebtanas siswa SD dalam kurun waktu
lima tahun terakhir (1993/1994 sampai dengan 1997/1998) menunjukkan hasil belajar yang
kurang menggembirakan (Depdikbud, 1998).
Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal) maupun
faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata (1982: 27) yang termasuk faktor internal
adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan
kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan
dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Bloom (1982: 11)
mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan
kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah
kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran yang
digunakan.

Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan baik tetapi
tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu terjadi karena
kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar
yang diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu
model pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh para
guru sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat
membantu meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan dengan hal itu,
maka dengan memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar dikembangkanlah suatu
model pembelajaran yang disebut dengan model pembelajaran ARIAS. Untuk mengetahui
bagaimana pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa, telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang berbeda. Hasil
percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh
yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model
pembelajaran ARIAS ini dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan baik, dan sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan
motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Tujuan percobaan lapangan ini untuk
mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi
dan hasil belajar.

2. Kajian Teori dan Pembahasan

2.1 Model Pembelajaran ARIAS

Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS (Attention,
Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987: 2-9)
sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi
motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan
teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai
(value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai
tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen.
Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan
satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).

Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan
pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada model
pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi merupakan komponen
yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak
hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi perlu dilaksanakan selama proses kegiatan
berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang
dicapai atau hasil belajar yang diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang
dilaksanakan selama proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard
dan Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya
evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen
evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima
komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence
(percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi). Modifikasi juga
dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi
interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata
assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan
pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan
juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan
dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata
interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest
tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap
memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk
memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi
menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction. Makna dari modifikasi ini
adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya
pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha
menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan
menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement).
Dengan mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS
sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut
model pembelajaran ARIAS.

2.2 Komponen Model Pembelajaran ARIAS

Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen
(assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang disusun berdasarkan teori
belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam
kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh
yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkannya kegiatan pembelajaran
adalah sebagai berikut.

Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri), yaitu
berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan
harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9). Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan
Driscoll (1988: 70) seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil
bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya
dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk
mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga
perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau
harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu
keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian
positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus
(Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada
siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai
keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat
melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan
dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau
dapat melebihi orang lain. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap
percaya diri adalah:

- Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa
gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang terkenal dalam
suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau potret seseorang yang
telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah satu cara menanamkan gambaran
positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa. Menurut Martin dan Briggs (1986: 427-433)
penggunaan model seseorang yang berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu
mendapat dukungan luas dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk
menanamkan sikap percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979:
88) sudah dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.

- Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai


keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab pertanyaan
di bawah ini tanpa melihat buku).

- Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan
kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah
berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai dengan
urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth dan
Curtis dalam Gagne (1987: 175-202) merupakan salah satu usaha menanamkan rasa percaya
diri pada siswa.

- Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan melatih
suatu keterampilan.

Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan


kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang
berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Keller, 1987: 2-9).
Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan
berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang
akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas.
Sesuatu yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan
dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan
yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa
yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang
telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau
bahkan dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988: 140).

Dalam kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini. Beberapa
cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam pembelajaran adalah:

- Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan memberikan
harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan
tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.

- Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang
dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.

- Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan
pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang
dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami siswa
dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi keasyikan bagi siswa,
juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama
dalam melibatkan siswa secara mental, emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan
usaha melihat lingkup permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). (4)
Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk
pencapaian tujuan. Dengan demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam
strategi dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.

Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan dengan
minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (1966: 23) bahwa
sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth
(1987: 383-430) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak
hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan
pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Herndon (1987:11-14) menunjukkan
bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa
melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai
dengan minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan memelihara minat/perhatian
merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran.

Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil
belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga
minat/perhatian siswa antara lain adalah:

- Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang lain/aneh
yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.

- Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran,
misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan
pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.

- Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti dikutip
Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara
keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.

- Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi dan


simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat dilakukan untuk menarik
minat/perhatian siswa.

Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang berhubungan
dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam
pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid (Lefrancois, 1982: 336).
Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982: 336) evaluasi merupakan alat
untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor
kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah
siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan
umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih
baik dan meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31). Evaluasi terhadap
siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai.
Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran
(Gagne dan Briggs, 1979:157). Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh
siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi
diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal
ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai
hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang
dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan
evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan
keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Martin dan
Briggs seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14) bahwa evaluasi diri secara luas sangat membantu
dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan demikian, evaluasi diri dapat
mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka capai. Ini juga sesuai dengan
apa yang dikemukakan Morton dan Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76)
bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk
mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain adalah:

 Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.


 Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil
evaluasi kepada siswa.
 Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
 Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.

Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan
dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah
reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu
merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi
penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll,
1988: 70). Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas
pada siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower,
1975:561). Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam
diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana individu merasa puas dan
bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa
puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau
lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang
merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan
baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan
penghargaan (reward) menurut Thorndike seperti dikutip oleh Gagne dan Briggs (1979:

Model-model evaluasi hasil belajar PIPS (membahas pengertian validitas kurikulum


(curriculum validity) serta perannya terhadap evaluasi hasil belajar; pendekatan dan
alat dalam evaluasi hasil belajar PIPS)
TIU:Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa S-1 Pendidikan Sejarah memiliki
pengetahuan, wawasan, pengalaman dan ketrampilan dalam:
a. pengertian IPS, Ilmu Sosial, social studies
b. landasan filosofis, akademik dan edukatif PIPS
c. tradisi social studies dan PIPS
d. teori dan pengembangan tujuan PIPS
e. teori, prosedur, dan model pengembangan materi kurikulum PIPS
f. teori, pendekatan, dan model pengembangan proses belajar PIPS
g. teori tentang hasil belajar PIPS
h. model-model evaluasi PIPS
TIK:- Alokasi:16 kali pertemuan Sumber:Andersen,C., P.G. Avery, P.V. Pederson,
E.S. Smith, J.L. Sullivan (1997). Divergent perspectives on citizenship education: A
Q-method study and survey of social studies teachers. American Educational
Research Journal, 34, 2.

Brophy,J. dan J. Alleman (1996). Powerful social studies for elementary students.
Forth Worth: Harcourt Brace College Publisher

Gregg,S.M. dan G. Leinhardt,. (1994). Mapping out geography: an example of


epistemology and education. Review of Educational Research, 62, 2.

Hasan,S.H. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan.

Hess, F.M. (1999). Bringing the Social Sciences Alive: 10 Simulations for History,
Economics, Government, and Geography. Boston: Allyn and Bacon.
Hursh,D.W. dan E.W. Ross (2000). Democratic Social Education: Social Studies for
Social Change. New York: Palmer Press.

Lindquist,T. (1995). Seeing the whole through social studies. London: Heinemann

NCSS (1994). Curriculum standards for social studies: expectations of excellence.


Washington,D.C.: NCSS

Nebraska, Stateboard of Education (1998). Nebraska Social Studies/History


Standards: Grades K-12. [Online]. Tersedia:
http://www.nde.state.ne.us/SS/SocSStnd.html. (25 Mei 2001).

National Center for History in the Schools (1996). National standards for history. Los
Angeles, CA: National Center for History in the Schools

Savage,T.V. dan D.G. Armstrong (1996). Effective teaching in elementary social


studies. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.

Shaver, J.P. (1991). Handbook of research on social studies teaching and learning. A
project of the National Council for the Social Studies. New York: Macmillan
Publishing Company.

Semb,G.B. dan J.A. Ellis (1994). Knowledge taught in school: what is remembered?
Review of Educational Research, 64, 2.

Stahl,R.J. (ed)(1994). Cooperative learning in social studies: a handbook for teachers.


Menlo Park, California: Addison-Wesley Publishing Company.

Thornton,S.J. (1994). The social studies near century’s end: reconsidering patterns of
curriculum and instruction, dalam Review of Research in Education, 20.

Wilson,S.M. dan Wineburg,S.S. (1993). Wrinkles in time and place: using


performance assessments to understand the knowledge of history teachers. American
Educational Research Journal, 30, 4.

Jurnal

Social Studies
Review of Educational Research
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial
Historia

Internet

http://dir.yahoo.com/Education

http://www.stemnet.nf.ca/Curriculum/Validate

http://www.ed.uiuc.edu/circe
SPIRAL MODEL

Proses model yang lain, yang cukup populer adalah Spiral Model. Model ini juga
cukup baru ditemukan, yaitu pada sekitar tahun 1988 oleh Barry Boehm pada artikel
A Spiral Model of Software Development and Enhancement. Spiral model adalah
salah satu bentuk evolusi yang menggunakan metode iterasi natural yang dimiliki oleh
model prototyping dan digabungkan dengan aspek sistimatis yang dikembangkan
dengan model waterfall. Tahap desain umumnya digunakan pada model Waterfall,
sedangkan tahap prototyping adalah suatu model dimana software dibuat prototype
(incomplete model), “blue-print”-nya, atau contohnya dan ditunjukkan ke user /
customer untuk mendapatkan feedback-nya. Jika prototype-nya sudah sesuai dengan
keinginan user / customer, maka proses SE dilanjutkan dengan membuat produk
sesungguhnya dengan menambah dan memperbaiki kekurangan dari prototype tadi.

Model ini juga mengkombinasikan top-down design dengan bottom-up design,


dimana top-down design menetapkan sistem global terlebih dahulu, baru diteruskan
dengan detail sistemnya, sedangkan bottom-up design berlaku sebaliknya. Top-down
design biasanya diaplikasikan pada model waterfall dengan sequential-nya, sedangkan
bottom-up design biasanya diaplikasikan pada model prototyping dengan feedback
yang diperoleh. Dari 2 kombinasi tersebut, yaitu kombinasi antara desain dan
prototyping, serta top-down dan bottom-up, yang juga diaplikasikan pada model
waterfall dan prototype, maka spiral model ini dapat dikatakan sebagai model proses
hasil kombinasi dari kedua model tersebut. Oleh karena itu, model ini biasanya
dipakai untuk pembuatan software dengan skala besar dan kompleks.

Spiral model dibagi menjadi beberapa framework aktivitas, yang disebut dengan task
regions. Kebanyakan aktivitas2 tersebut dibagi antara 3 sampai 6 aktivitas. Berikut
adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam spiral model:

Customer communication. Aktivitas yang dibutuhkan untuk membangun


komunikasi yang efektif antara developer dengan user / customer terutama
mengenai kebutuhan dari customer.

Planning. Aktivitas perencanaan ini dibutuhkan untuk menentukan sumberdaya,


perkiraan waktu pengerjaan, dan informasi lainnya yang dibutuhkan untuk
pengembangan software.

Analysis risk. Aktivitas analisis resiko ini dijalankan untuk menganalisis baik
resiko secara teknikal maupun secara manajerial. Tahap inilah yang mungkin
tidak ada pada model proses yang juga menggunakan metode iterasi, tetapi
hanya dilakukan pada spiral model.

Engineering. Aktivitas yang dibutuhkan untuk membangun 1 atau lebih


representasi dari aplikasi secara teknikal.

Construction & Release. Aktivitas yang dibutuhkan untuk develop software,


testing, instalasi dan penyediaan user / costumer support seperti training
penggunaan software serta dokumentasi seperti buku manual penggunaan
software.
Customer evaluation. Aktivitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan feedback
dari user / customer berdasarkan evaluasi mereka selama representasi
software pada tahap engineering maupun pada implementasi selama instalasi
software pada tahap construction and release.

Berikut adalah gambar dari spiral model secara umum :

Satu lingkaran dari bentuk spiral pada spiral model dibagi menjadi beberapa daerah
yang disebut dengan region. Region tersebut dibagi sesuai dengan jumlah aktivitas
yang dilakukan dalam spiral model. Tentunya lingkup tugas untuk project yang kecil
dan besar berbeda. Untuk project yang besar, setiap region berisi sejumlah tugas-tugas
yang tentunya lebih banyak dan kompleks daripada untuk project yang kecil. SE
berjalan dari inti spiral berjalan mengitari sirkuit per sirkuit. Sebagai contoh untuk
sirkuit pertama dilakukan untuk pembangunan dari spesifikasi dari software dengan
mencari kebutuhan dari customer. Untuk sirkuit pertama harus menjalani semua
aktivitas yang didefinisikan. Setelah 1 sirkuit terlewati lanjut ke tugas selanjutnya
misalnya membangun prototype. Tugas ini juga harus mengitari 1 sirkuit dan begitu
terus selanjutnya sampai project selesai.

Tidak seperti model-model konvesional dimana setelah SE selesai, maka model


tersebut juga dianggap selesai. Akan tetapi hal ini tidak berlaku untuk spiral model,
dimana model ini dapat digunakan kembali sepanjang umur dari software tersebut.
Pada umumnya, spiral model digunakan untuk beberapa project seperti Concept
Development Project (proyek pengembangan konsep), New Product Development
Project (proyek pengembangan produk baru), Product Enhancement Project (proyek
peningkatan produk), dan Product Maintenance Project (proyek pemeliharaan
proyek). Keempat project tersebut berjalan berurutan mengitari sirkuit dari spiral.
Sebagai contoh setelah suatu konsep dikembangkan dengan melalui aktivitas2 dari
spiral model, maka dilanjutkan dengan proyek selanjutnya yaitu pengembangan
produk baru, peningkatan produk, sampai pemeliharaan proyek. Semuanya melalui
sirkuit2 dari spiral model.

Mengapa spiral model begitu populer? Pendekatan dengan model ini sangat baik
digunakan untuk pengembangan sistem software dengan skala besar. Karena progres
perkembangan dari SE dapat dipantau oleh kedua belah pihak baik developer maupun
user / customer, sehingga mereka dapat mengerti dengan baik mengenai software ini
begitu juga dengan resiko yang mungkin didapat pada setiap aktivitas yang dilakukan.
Selain dari kombinasi 2 buah model yaitu waterfall dan prototyping, kelebihan dari
software ini ada pada analisis resiko yang dilakukan, sehingga resiko tersebut dapat
direduksi sebelum menjadi suatu masalah besar yang dapat menghambat SE. Model
ini membutuhkan konsiderasi langsung terhadap resiko teknis, sehingga diharapkan
dapat mengurangi terjadinya resiko yang lebih besar. Sebenarnya dengan
menggunakan prototype juga bisa menghindari terjadinya resiko yang muncul, tetapi
kelebihan dari model ini yaitu dilakukannya proses prototyping untuk setiap tahap
dari evolusi produk secara kontinu. Model ini melakukan tahap2 yang sudah sangat
baik didefinisikan pada model waterfall dan ditambah dengan iterasi yang
menyebabkan model ini lebih realistis untuk merefleksikan dunia nyata. Hal-hal itulah
yang menjadi kelebihan menggunakan spiral model.
Meskipun banyak kelebihan tetapi tentu masih ada kekurangannya. Kekurangannya
ada pada masalah pemikiran user / customer dimana mereka pada umumnya tidak

November 11, 2007 Posted by nguk2 | Model Software Development | | No


Comments

WATERFALL PROCESS MODEL

Nama model ini sebenarnya adalah “Linear Sequential Model”. Model ini sering
disebut dengan “classic life cycle” atau model waterfall. Model ini adalah model yang
muncul pertama kali yaitu sekitar tahun 1970 sehingga sering dianggap kuno, tetapi
merupakan model yang paling banyak dipakai didalam Software Engineering (SE).
Model ini melakukan pendekatan secara sistematis dan urut mulai dari level
kebutuhan sistem lalu menuju ke tahap analisis, desain, coding, testing / verification,
dan maintenance. Disebut dengan waterfall karena tahap demi tahap yang dilalui
harus menunggu selesainya tahap sebelumnya dan berjalan berurutan. Sebagai contoh
tahap desain harus menunggu selesainya tahap sebelumnya yaitu tahap requirement.
Secara umum tahapan pada model waterfall dapat dilihat pada gambar berikut :

Satu lingkaran dari bentuk spiral pada spiral model dibagi menjadi beberapa daerah
yang disebut dengan region. Region tersebut dibagi sesuai dengan jumlah aktivitas
yang dilakukan dalam spiral model. Tentunya lingkup tugas untuk project yang kecil
dan besar berbeda. Untuk project yang besar, setiap region berisi sejumlah tugas-tugas
yang tentunya lebih banyak dan kompleks daripada untuk project yang kecil. SE
berjalan dari inti spiral berjalan mengitari sirkuit per sirkuit. Sebagai contoh untuk
sirkuit pertama dilakukan untuk pembangunan dari spesifikasi dari software dengan
mencari kebutuhan dari customer. Untuk sirkuit pertama harus menjalani semua
aktivitas yang didefinisikan. Setelah 1 sirkuit terlewati lanjut ke tugas selanjutnya
misalnya membangun prototype. Tugas ini juga harus mengitari 1 sirkuit dan begitu
terus selanjutnya sampai project selesai.

Tidak seperti model-model konvesional dimana setelah SE selesai, maka model


tersebut juga dianggap selesai. Akan tetapi hal ini tidak berlaku untuk spiral model,
dimana model ini dapat digunakan kembali sepanjang umur dari software tersebut.
Pada umumnya, spiral model digunakan untuk beberapa project seperti Concept
Development Project (proyek pengembangan konsep), New Product Development
Project (proyek pengembangan produk baru), Product Enhancement Project (proyek
peningkatan produk), dan Product Maintenance Project (proyek pemeliharaan
proyek). Keempat project tersebut berjalan berurutan mengitari sirkuit dari spiral.
Sebagai contoh setelah suatu konsep dikembangkan dengan melalui aktivitas2 dari
spiral model, maka dilanjutkan dengan proyek selanjutnya yaitu pengembangan
produk baru, peningkatan produk, sampai pemeliharaan proyek. Semuanya melalui
sirkuit2 dari spiral model.

Mengapa spiral model begitu populer? Pendekatan dengan model ini sangat baik
digunakan untuk pengembangan sistem software dengan skala besar. Karena progres
perkembangan dari SE dapat dipantau oleh kedua belah pihak baik developer maupun
user / customer, sehingga mereka dapat mengerti dengan baik mengenai software ini
begitu juga dengan resiko yang mungkin didapat pada setiap aktivitas yang dilakukan.
Selain dari kombinasi 2 buah model yaitu waterfall dan prototyping, kelebihan dari
software ini ada pada analisis resiko yang dilakukan, sehingga resiko tersebut dapat
direduksi sebelum menjadi suatu masalah besar yang dapat menghambat SE. Model
ini membutuhkan konsiderasi langsung terhadap resiko teknis, sehingga diharapkan
dapat mengurangi terjadinya resiko yang lebih besar. Sebenarnya dengan
menggunakan prototype juga bisa menghindari terjadinya resiko yang muncul, tetapi
kelebihan dari model ini yaitu dilakukannya proses prototyping untuk setiap tahap
dari evolusi produk secara kontinu. Model ini melakukan tahap2 yang sudah sangat
baik didefinisikan pada model waterfall dan ditambah dengan iterasi yang
menyebabkan model ini lebih realistis untuk merefleksikan dunia nyata. Hal-hal itulah
yang menjadi kelebihan menggunakan spiral model.

Meskipun banyak kelebihan tetapi tentu masih ada kekurangannya. Kekurangannya


ada pada masalah pemikiran user / customer dimana mereka pada umumnya tidak

November 11, 2007 Posted by nguk2 | Model Software Development | | No


Comments

WATERFALL PROCESS MODEL
Nama model ini sebenarnya adalah “Linear Sequential Model”. Model
ini sering disebut dengan “classic life cycle” atau model waterfall.
Model ini adalah model yang muncul pertama kali yaitu sekitar tahun
1970 sehingga sering dianggap kuno, tetapi merupakan model yang
paling banyak dipakai didalam Software Engineering (SE). Model ini
melakukan pendekatan secara sistematis dan urut mulai dari level
kebutuhan sistem lalu menuju ke tahap analisis, desain, coding,
testing / verification, dan maintenance. Disebut dengan waterfall
karena tahap demi tahap yang dilalui harus menunggu selesainya
tahap sebelumnya dan berjalan berurutan. Sebagai contoh tahap
desain harus menunggu selesainya tahap sebelumnya yaitu tahap
requirement. Secara umum tahapan pada model waterfall dapat
dilihat pada gambar berikut : WATERFALL PROCESS MODEL

Nama model ini sebenarnya adalah “Linear Sequential Model”. Model ini sering
disebut dengan “classic life cycle” atau model waterfall. Model ini adalah model yang
muncul pertama kali yaitu sekitar tahun 1970 sehingga sering dianggap kuno, tetapi
merupakan model yang paling banyak dipakai didalam Software Engineering (SE).
Model ini melakukan pendekatan secara sistematis dan urut mulai dari level
kebutuhan sistem lalu menuju ke tahap analisis, desain, coding, testing / verification,
dan maintenance. Disebut dengan waterfall karena tahap demi tahap yang dilalui
harus menunggu selesainya tahap sebelumnya dan berjalan berurutan. Sebagai contoh
tahap desain harus menunggu selesainya tahap sebelumnya yaitu tahap requirement.
Secara umum tahapan pada model waterfall dapat dilihat pada gambar berikut :
Pendekatan, Strategi,
Metode, Teknik, dan Model Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna,
sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah
tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode
pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model
pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan
dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam


strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put)


dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi
dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang
paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan
dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran
(standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement)
usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan


profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang
dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode
dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau
kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi


pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya,
dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa
dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi
pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan
diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran
dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery
learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat
dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya


digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi
merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a
way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran
dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)
demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7)
brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.


Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan
seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan,
penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak
membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan
penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian
pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada
kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif.
Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode
yang sama.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan


metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat
dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat
berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung
banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang
tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih
banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai
bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari
masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian
dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah
ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran
sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut
dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan
bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi
Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok
model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan
informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku.
Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut
diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya
dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain
pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan
prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih
menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu
setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan
pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau
jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan
sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan
unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan
dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah
konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai
dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara


profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang
memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif
dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia,
para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model
pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian
akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber
literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau
teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori)
pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat
secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang
khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada
gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan,
yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

Sumber:

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya


Remaja.

Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar


(Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan


Universitas Terbuka.

Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran


(http://smacepiring.wordpress.com/)

You might also like