You are on page 1of 25

Pendahuluan

Studi kebijakan publik berusaha untuk meninjau berbagi teori dan proses yang terjadi
dalam kebijakan publik. Dapat dikatakan bahwa kebijakan publik tidak lepas dari proses
pembentukan kebijakan itu sendiri. Dengan demikian, salah satu tujuan studi kebijakan
publik adalah untuk menganalisis bagaimana tahapan demi tahapan proses pembentukan
kebijakan publik tersebut sehingga terwujudlah suatu kebijakan publik tertentu.
Tahapan demi tahapan tersebut terangkum sebagai suatu proses siklus pembuatan
kebijakan publik. Setiap tahapan dalam proses pembentukan kebijakan publik mengandung
berbagai langkah dan metode yang lebih rinci lagi. Tahapan yang terdapat dalam pembuatan
suatu kebijakan publik memiliki berbagai manfaat serta konsekuensi dari adanya proses
tersebut, khususnya bagi para aktor pembuat kebijakan publik.
Makalah ini mencoba menguraikan berbagi tahapan yang terjadi dalam proses siklus
perumusan kebijakan publik. Tujuannya adalah untuk memahami berbagai tahapan
pembuatan kebijakan publik sehingga mempermudah untuk menganalisis masalah-masalah
yang kompleks sehingga dapat dirumuskan ke dalam suatu kebijakan publik tertentu.

Kebijakan Publik sebagai Sebuah Proses Siklis


• Pengertian kebijakan public
David Easton;
“Public policy is the authoritative allocation of values for the whole society”.
Kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah/paksa kepada seluruh
masyarakat. Adapun kebijakan publik sebagaimana yang dirumuskan oleh Easton (dalam
Thoha 2002: 62-63) merupakan alokasi nilai yang otoritatif oleh seluruh masyarakat. Akan
tetapi, hanya pemerintah sajalah yang berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan
semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah
hasil-hasil dari nilai-nilai tersebut.

Carl J. Friedrick;
“Public policy is a proposed course of action of a person, group, or government within a
given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to
utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or purpose”.

1
Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan- hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka
mencapai tujuan tertentu.

Thomas R. Dye
“Public policy is whatever governments choose to do or not to do”. Kebijakan publik adalah
apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan. Dalam
pengertian ini, pusat perhatian dari kebijakan publik tidak hanya dilakukan oleh pemerintah,
melainkan termasuk apa saja yang tidak dilakukan oleh Pemerintah. Apa saja yang tidak
dilakukan oleh pemerintah itulah yang memberikan dampak cukup besar terhadap masyarakat
seperti halnya dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah.

James E. Anderson;
“Public policies are those policies developed by governmental bodies and officials”.
Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan
pejabat-pejabat pemerintah. Hal ini cenderung mengacu pada persoalaan teknis dan
administrative saja.
Anderson mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan masalah tertentu. Lebih lanjut dikatakan Anderson ada elemen-elemen penting
yang terkandung dalam kebijakan publik antara lain mencakup:
1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa
yang bermaksud akan dilakukan.
4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu
masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu).
5. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang
bersifat memaksa (otoritatif).
Berdasarkan pengertian dan elemen yang terkandung dalam kebijakan tersebut, maka
kebijakan publik dibuat adalah dalam kerangka untuk memecahkan masalah dan untuk
mencapai tujuan serta sasaran tertentu yang diinginkan.

2
3
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan juga bahwa kebijakan publik adalah:
• Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan-tindakan
pemerintah.
• Kebijakan publik baik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu itu
mempunyai tujuan tertentu.
• Kebijakan publik ditujukan untuk kepentingan masyarakat.

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran
strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai
keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik,
yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu
proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik
akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah.
Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang
merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau
meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara yang
mempunyai kewajiban menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik pajak dan
retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok dalam masyarakat dengan
berbagai kepentingan serta mencapai amanat konstitusi.

• Pengertian system
Para pakar yang disebutkan di atas pada dasarnya melihat proses pembentukan
kebijakan dalam perspektif sistem. Sistem merujuk pada sejumlah karakteristik yang
sama (common characteristics). Merujuk pada teori sistem, karakteristik yang sama
itu adalah sebagai berikut:
1. Sistem memiliki struktur
2. Sistem merupakan jeneralisasi dari realitas
3. Sistem cenderung berfungsi dengan cara yang sama . Sistem bekerja dengan
melibatkan masukan dan keluaran dengan mana berlangsung suatu proses aktifitas
dari sistem, yang kemudian menghasilkan perubahan-perubahan

4
4. Ragam bagian dari suatu sistem memiliki fungsi-fungsi tertentu, dan demikian pula
halnya dengan adanya hubungan-hubungan struktural, yang juga terbentuk dalam
hubungan fungsional tertentu
5. Karena adanya hubungan fungsional antar bagian-bagian dari sistem, maka
berlangsunglah aliran atau transfer atas substansi tertentu
6. Sistem juga mempertukarkan enerji atau substansi tertentu dengan sistem yang lebih
besar
7. Adanya hubungan fungsional adalah karena adanya kekuatan pengendali
8. Bagian-bagian akan mengarah pada taraf integrasi, dalam arti bagian-bagian bekerja
dalam situasi kebersamaan
Dalam pada itu, suatu sistem berada pada suatu situasi berikat (boundary). Situasi itu
ditandai dengan adanya suatu kesatuan sistem. Pada setiap sistem selalu terdapat tiga
properti (property) , yaitu:
• Elemen (elemen) yang menjadi penopang adanya sistem itu
• Atribut (attributes), yakni karateristik dari elemen sistem yang dapat diamati dan
diukur. Di dalam contoh suatu sistem politik atau sistem pemerintahan maka dapat
teridentifikasi hal-hal seperti adanya sejumlah penduduk, sejumlah entitas
pemerintahan daerah, luas wilayah yang menjadi batasan dari satu sistem
pemerintahan dan lain-lain;
• Hubungan (relationships) yakni hubungan-hubungan yang timbul di antara elemen
pada suatu sistem. Hubungan-hubungan ini didasarkan pada adanya sebab dan akibat.

• Pengertian siklus
Siklus merupakan kegiatan atas system yang berjalan dengan tahapan tahapannya
sehingga berulang kembali dan menghasilkan sesuatu. Dalam kebijakan public, selain
melihatnya memalui metode system dengan input, konversi, output dan feedback, kita
juga dapat melihat kebijakan public sebagai siklus atau tahapan tahapan yang pasti
dan berulang kembali.

5
• Siklus kebijakan
Ada banyak keuntungan yang dapat diambil dari adanya siklus kebijakan ini yaitu.
• Siklus kebijakan menegaskan bahwa pemerintah itu merupakan proses yang
melibatkan banyak institusi dan bukan sekedar institusi yang berdiri independen
tampa korelasi dengan pihak lain (Bridgmen & Davis 2000,hlm 24.)
• Siklus untuk kebijakan merupakan suatu model yang dapat digunakan untuk
membantu mempermudah kompleksitas kebijakan publik .Dengan modal ini akan
semakin memungkinkan para pengambil kebijakan dan masyarakat banyak
memberikan focus pada tahapan-tahapan yang dipandang perlu disamping
mengatur berbagai aspek yang diperlukan dalam setiap tahapan siklus tersebut.
• Siklus kebijakan memberikan kesempatan yang bagus untuk secara sistimatis
dan analitis melakukan kajian-kajian kebijakan publik yang relevan dengan area
yang akan dibahas sehingga memberikan banyak kesempatan untuk belajar dari
berbagai pengalaman kebijakan yang sudah ada selama ini termasuk plus
minusnya.
• Siklus kebijakan membantu membuat kebijakan dan masyarakat banyak dalam
menentukan langkah-langkah strategis-strategis berkaitan dengan apa yang ingin
dilakukan dalam sebuah kebijakan publik .
• Siklus kebijakan juga akan memberikan gambaran yang komprehensif dan juga

6
berbagai implikasi yang perlu dimengerti oleh para pihak yang berkepantingan
dengan kebijakan publik .
• Siklus kebijakan juga dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai
efektifitas dan efesiensi sebuah kebijakan dilihat berdasarkan masing-masing
tahapan itu. Siklus kebijakan penting untuk dipahami dan dimengerti dengan baik
semakinbaik pemahaman terhadap siklus kebijakan maka akan semakin
lengkaplah kerangka piker seseorang terhadap sebuah kebijakan publik .Siklus
kebijakan meliputi identifikasi isu, analisis kebijakan, instrumen,
kebijakan,konsultasi, koordinasi, keputusan, implementasi, evaluasi, dan umpan
balik.

Tahapan-Tahapan dalam Pembentukan Kebijakan Publik


 Problem Identification (Identifikasi Masalah)
A. Tahap Identifikasi :
1. Identifikasi Masalah dan Kebutuhan:
→ Tahap pertama dalam perumusan kebijakan sosial adalah mengumpul-
kan data mengenai permasalahan sosial yang dialami masyarakat dan
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi
(unmet needs).
2. Analisis Masalah dan Kebutuhan:
→ Tahap berikutnya adalah mengolah, memilah dan memilih data
mengenai masalah dan kebutuhan masyarakat yang selanjutnya dianalisis
dan ditransformasikan ke dalam laporan yang terorganisasi. Informasi
yang perlu diketahui antara lain: apa penyebab masalah dan apa kebutuhan
masyarakat? Dampak apa yang mungkin timbul apabila masalah tidak
dipecahkan dan kebutuhan tidak dipenuhi? Siapa dan kelompok mana
yang terkena masalah?
3. Penginformasian Rencana Kebijakan:
→ Berdasarkan laporan hasil analisis disusunlah rencana kebijakan.
Rencana ini kemudian disampaikan kepada berbagai sub-sistem
masyarakat yang terkait dengan isu-isu kebijakan sosial untuk memperoleh
masukan dan tanggapan. Rencana ini dapat pula diajukan kepada lembaga-
lembaga perwakilan rakyat untuk dibahas dan disetujui.

7
4. Perumusan Tujuan Kebijakan:
→ Setelah mendapat berbagai saran dari masyarakat dilakukanlah
berbagai diskusi dan pembahasan untuk memperoleh alternatif-alternatif
kebijakan. Beberapa alternatif kemudian dianalisis kembali dan dipertajam
menjadi tujuan-tujuan kebijakan.
5. Pemilihan Model Kebijakan:
→ Pemilihan model kebijakan dilakukan terutama untuk menentukan
pendekatan, metoda dan strategi yang paling efektif dan efisien mencapai
tujuan-tujuan kebijakan. Pemilihan model ini juga dimaksudkan untuk
memperoleh basis ilmiah dan prinsip-prinsip kebijakan sosial yang logis,
sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Penentuan Indikator Sosial:
→ Agar pencapaian tujuan dan pemilihan model kebijakan dapat terukur
secara objektif, maka perlu dirumuskan indikator-indikator sosial yang
berfungsi sebagai acuan, ukuran atau standar bagi rencana tindak dan
hasil-hasil yang akan dicapai.
7. Membangun Dukungan dan Legitimasi Publik:
→ Tugas pada tahap ini adalah menginformasikan kembali rencana
kebijakan yang telah disempurnakan. Selanjutnya melibatkan berbagai
pihak yang relevan dengan kebijakan, melakukan lobi, negosiasi dan
koalisi dengan berbagai kelompok-kelompok masyarakat agar tercapai
konsensus dan kesepakatan mengenai kebijakan sosial yang akan
diterapkan.
Biasanya suatu masalah sebelum masuk ke dalam agenda kebijakan,
masalah tersebut menjadi isu terlebih dahulu. Isu, dalam hal isu kebijakan,
tidak hanya mengandung ketidaksepakatan mengenai arah tindakan aktual dan
potensial, tetapi juga mencerminkan pertentangan pandangan mengenai sifat
masalah itu sendiri. Dengan demikian, isu kebijakan merupakan hasil dari
perdebatan definisi, eksplanasi dan evaluasi masalah.
Isu ini akan menjadi embrio awal bagi munculnya masalah-masalah
publik dan bila masalah tersebut mendapat perhatian yang memadai, maka ia
akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Namun demikia, karena pada
dasarnya masalah-masalah kebijakan mencakup dimensi yang luas maka suatu

8
isu tidak akan secara otomatis bisa masuk ke agenda kebijakan. Isu-isu yang
beredar akan bersaing satu sama lain untuk mendapatkan perhatian dari para
elit politik sehingga isu yang mereka perjuangkan dapat masuk ke agenda
kebijakan.

 Agenda Setting
Agenda kebijakan adalah tuntutan-tuntutan agar para pembuat
kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu.
Dengan demikian, maka agenda kebijakan dapat dibedakan dari tuntutan-
tuntutan politik secara umum serta dengan istila “prioritas” yang biasanya
dimaksudkan untuk merujuk pada susunan pokok-pokok agenda dengan
pertimbangan bahwa suatu agenda lebih penting dibandingkan dengan agenda
lain. Barbara Nelson menyatakan bahwa proses agenda kebijakan berlangsung
ketika pejabat publik belajar mengenai masalah-masalah baru, memutuskan
untuk memberi perhatian secara personal dan memobilisasi organisasi yang
mereka miliki untuk merespon masalah tersebut. Dengan demikian, agenda
kebijakan pada dasarnya merupakan pertarungan wacana yang terjadi dalam
lembaga pemerintah.
Tidak semua masalah atau isu akan masuk ke dalam agenda kebijaka.
Isu-isu atau masalah-masalah tersebut harus berkompetisi antara satu dengan
yang lain dan akhirnya hanya masalah-masalah tertentu saja yang akan
menang dan masuk ke dalam agenda kebijakan.

9
Lester dan Stewart menyatakan bahwa suatu isu akan mendapat perhatian bilA
memenuhi beberapa kriteria, yakni:
a. Bila suatu isu telah melampaui proporsi suatu krisis dan tidak dapat terlalu lama
didiamkan. Misalnya, kebakaran hutan.
b. Suatu isu akan mendapat perhatian bial isu tersebut memiliki sifat partikularitas,
dimana isu tersebut menunjukkan dan mendramatisir isu yang lebih besar. Misalnya, isu
mengenai kebocoran lapisan ozon dan pemanasan global.
c. Mempunyai aspek emosional dan mendapat perhatian media massa karena faktor
human interest.
d. Mendorong munculnya pertanyaan menyangkut kekuasaan dan legitimasi, dan
masyarakat.
e. Isu tersebut sedang menjadi trend atau sedang diminati oleh banyak orang.
Menurut Peter Bachrach dan Morton Barazt ada beberapa cara yang digunakan oleh
para pembuat kebijakan untuk menghalangi suatu masalah masuk ke dalam agenda
kenijakan, yaitu:
a. Menggunakan kekerasan.
b. Menggunakan nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang berlaku, yaitu dengan
menggunakan budaya politik.
Kepemimpinan politik merupakan faktor penting dalam penyusunan agenda
kebijaakn. Para pemimpin politik, apakah dimotivasi oleh pertimbangan-pertimbangan
keuntungan politik, kepentingan publik, maupun kedua-duanya, mungkin menanggapi
masalah-masalah tertentu, menyebarluaskannya dan mengusulkan penyelesaian terhadap
masalah-masalah tersebut. Dalam kaitan ini, eksekutif yaitu Presiden dan legislatif yaitu
DPR mempunyai peran utama dalam politik dan pemerintahan untuk menyusun agenda
publik.
Jenis-jenis Agenda Kebijakan
Roger W. Cobb dan Charles D. Elder mengidentifikasi dua macam agenda pokok, yaitu:
a. Agenda sistemik
Terdiri dari semua isu yang menurut pandangan anggota-anggota masyarakat politik
pantas mendapat perhatian publik dan mencakup masalah-masalah yang berada dalam
yurisdiksi wewenang pemerintah yang sevara sah ada. Agenda ini terdapat dalam
setiap sistem politik di tingkat nasionan dan di daerah. Agenda sistemik pada
dasarnya merupakan agenda pembahasan. Tindakan mengenai suatu masalah hanya

10
akan ada apabila masalah tersebut di ajukan kepada lembaga pemerintah dengan suatu
kewenangan untuk mengambil tindakan yang pantas.
b. Agenda lembaga atau pemerintah
Terdiri dari masalah-masalah yang mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari
pejabat pemerintah. Karena terdapat bermacam-macam pokok agenda yang
membutuhkan keputusan-keputusan kebijakan maka terdapat pula banyak agenda
lembaga. Agenda lembaga merupakan agenda tindakan yang memiliki sifat lebih
khusus dan lebih konkret bila dibandingkan dengan agenda sistemik.
Pokok-pokok agenda lembaga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
 Pokok-pokok agenda lama
Pokok-pokok agenda lama cenderung tidak mendapatkan proriyas dari para
pembuat kebijakan. Alokasi waktu yang diberikan terbatas, serta agendanya selalu
sarat dengan masalah. Hal ini terjadi karena masalah-masalah telah tercantum
lama dalam agenda sehingga para pembuat keputusan cenderung beranggapan
bahwa masalah-masalah lama tersebut telah mendapat perhatian yang cukup besar
dan para pejabat lebih mempunyai pemahaman terhadap masalah tersebut.
 Pokok-pokok agenda baru
Pokok-pokok agenda baru tercantum secara teratur dalamk agenda. Misalnya,
kenaikan gaji pegawai dan alokasi anggaran belanja. Agenda ini biasanya ikenal
oleh para pejabat dan alternatif-alternatif untuk menanggulanginya telah terpola
sedemikian rupa. Pokok-pokok agenda baru timbul dari keadaan-keadaan tertentu.
Misalnya, pemogokan buruh kereta api atau krisi kebijakan luar negeri.

 Policy Formulation (Formulasi Kebijakan)


Pengertian:
1. The stage of the policy process where pertinent and acceptable courses of action
for dealing with some particular public problem are identified and enacted into a law
(Lester and Stewart,2000).
2. Formulation is a derivative of formula and means simply to develop a plan, a
method, a prescription, in this chase for alleviating some need, for acting on a
problem (Jones, 1984).

Konsekuensi dari formulasi kebijakan public

11
Formulasi kebijakan mengisyaratkan diperlukannya tindakan yang lebih teknis
dengan cara menerapkan metode penelitian guna mengumpulkan informasi yang
diperlukan untuk merumuskan permasalahan kebijakan dan mencari berbagai
alternatif solusi kebijakan.

Asumsi-asumsi Tentang Formulasi


• Sering tidak diawali dengan rumusan permasalahan yang jelas
• Tidak dimonopoli oleh suatu institusi pemerintah
• Formulasi dan reformulasi dapat terjadi secara terus menerus dalam jangka panjang
• Karena bersifat kompetisi antar aktor maka formulasi menimbulkan situasi ada yang
kalah dan menang
• Tidak terbatas hanya dilakukan oleh satu actor

Metode Formulasi
• Rasional
• Inkremental/tambal sulam (berdasarkan kebijakan/keputusan yang sudah ada
kemudian diperbaiki/disempurnakan untuk memecahkan masalah yang baru tersebut).
• Model system

Langkah-langkah dalam model rasional


• Pengambil kebijakan dihadapkan pada suatu masalah
• Tujuan dan nilai2 yang ingin dicapai dapat dirangking
• Alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah dirumuskan
• Analisa biaya dan manfaat dilakukan untuk masing-masing alternatif
• Membandingkan masing-masing alternatif
• Memilih alternatif yang terbaik

Model incremental

12
All resources needed for pure - All da
rationally process INPUT proce

Establishment of
complete set of Preparation of
operational goals complete set of
with weights alternative policies

Model system
Preparation of complete
set of predictions of
benefits and costs for
each alternatives

Calculation of net
expectation of each
alternative
Environment
Comparison of net expectations
 Policy Legitimation Demans
and identification of alternative (s)
Proses legitimasi kebijakan public
A Politica
with dilakukan
highest net expectation
setelah dilakukan formulasi

InputsOUTPUTSupport
kebijakan. Legitimasi adalah proses pengesahan suatu keputusan menjadi sebuah

System
Pure -rationality
undang-undang dan hukum tertulis lainnya.
Policy ( ies )

Bentuk-bentuk legitimasi kebijakan public


• UNDANG-UNDANG
Undang-undang merupakan peraturan tinggi setelah undang-undang dasar
yang diangkat sebagai konstitusi negara Indonesia. Undang-undang mengatur
urusan-urusan yang bersifat spesifik. Misalnya masalah pertanian, lalu lintas,
pemasaran, dan lain sebagainya.
• PERPU ( peraturan pemerintah pengganti Undang-undang)
Perpu baru bisa diputusan oleh presiden disaat yang genting. Misalnya dalam
hal penanganan masalah bencana alam ataupun perang. Sebab harus dibahas DPR

13
pada kesempatan pertama untuk dijadikan UU. Dalam konteks ini, DPR cuma
punya dua pilihan: menolak atau menyetujui.
• PP
Peraturan pemerintah diterbitkan untuk memeberikan penjelasan terhadap
undang-uandang agar tidak terjadi salah tafsir bagi masing-masaing penafsir
kebijakan.

14
• PERATURAN PRESIDEN
Peraturan presiden merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh presiden untuk
menajalankan implementasi kebijakan kepada pemerintahan.
• PERATURAN DAERAH
Peraturan Daerah adalah Naskah Dinas yang berbentuk peraturan perundang-
undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan atau
untuk mewujudkan kebijaksanaan baru, melaksanakan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dan menetapkan sesuatu organisasi dalam lingkungan
Pemerintah daerah yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

 Policy Implementation (Implementasi Kebijakan)


Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah
keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha
mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah
diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga upaya pemahaman
apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi
kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang bertanggung jawab untuk
pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan
politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses
pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:
1. tahapan pengesahan peraturan perundangan;
2. pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;
3. kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;
4. dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;
5. dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;
6. upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.
Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:
1. penyiapan sumber daya, unit dan metode;

15
2. penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan
dijalankan;
3. penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.
Oleh karena itu, implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan sistematis
dari pengorganisasian, penerjemahan dan aplikasi. Berikut ini merupakan tahapan-
tahapan operasional implementasi sebuah kebijakan:
1. Tahapan intepretasi. Tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah
kebijakan yang bersifat abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau
tindakan yang lebih bersifat manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak
biasanya tertuang dalam bentuk peraturan perundangan yang dibuat oleh lembaga
eksekutif dan legislatif, bisa berbentuk perda ataupun undang-undang. Kebijakan
manajerial biasanya tertuang dalam bentuk keputusan eksekutif yang bisa berupa
peraturan presiden maupun keputusan kepala daerah, sedangkan kebijakan
operasional berupa keputusan pejabat pemerintahan bisa berupa
keputusan/peraturan menteri ataupun keputusan kepala dinas terkait. Kegiatan
dalam tahap ini tidak hanya berupa proses penjabaran dari kebijakan abstrak ke
petunjuk pelaksanaan/teknis, namun juga berupa proses komunikasi dan
sosialisasi kebijakan tersebut, baik yang berbentuk abstrak maupun operasional
kepada para pemangku kepentingan.
2. Tahapan pengorganisasian. Kegiatan pertama tahap ini adalah penentuan
pelaksana kebijakan (policy implementor) yang setidaknya dapat diidentifikasikan
sebagai berikut: instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta;
LSM maupun komponen masyarakat. Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan;
maka dilakukan penentuan prosedur tetap kebijakan yang berfungsi sebagai
pedoman, petunjuk dan referensi bagi pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya
kesalahpahaman saat para pelaksana tersebut menghadapi masalah. Prosedur tetap
tersebut terdiri atas prosedur operasi standar (SOP) atau standar pelayanan
minimal (SPM). Langkah berikutnya adalah penentuan besaran anggaran biaya
dan sumber pembiayaan. Sumber pembiayaan bisa diperoleh dari sektor
pemerintah (APBN/APBD) maupun sektor lain (swasta atau masyarakat). Selain
itu juga diperlukan penentuan peralatan dan fasilitas yang diperlukan, sebab
peralatan tersebut akan berperan penting dalam menentukan efektifitas dan
efisiensi pelaksanaan kebijakan. Langkah selanjutnya – penetapan manajemen
pelaksana kebijakan – diwujudkan dalam penentuan pola kepemimpinan dan

16
koordinasi pelaksanaan, dalam hal ini penentuan focal point pelaksana kebijakan.
Setelah itu, jadwal pelaksanaan implementasi kebijakan segera disusun untuk
memperjelas hitungan waktu dan sebagai salah satu alat penentu efisiensi
implementasi sebuah kebijakan.
3. Tahapan implikasi. Tindakan dalam tahap ini adalah perwujudan masing-
masing tahapan yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, para ahli mengidentifikasi
berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi sebuah kebijakan.
Dari kumpulan faktor tersebut bisa kita tarik benang merah faktor yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor tersebut
adalah:
1. Isi atau content kebijakan tersebut. Kebijakan yang baik dari sisi content
setidaknya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: jelas, tidak distorsif, didukung
oleh dasar teori yang teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target,
didukung oleh sumberdaya baik manusia maupun finansial yang baik.
2. Implementator dan kelompok target. Pelaksanaan implementasi kebijakan
tergantung pada badan pelaksana kebijakan (implementator) dan kelompok target
(target groups). Implementator harus mempunyai kapabilitas, kompetensi,
komitmen dan konsistensi untuk melaksanakan sebuah kebijakan sesuai dengan
arahan dari penentu kebijakan (policy makers), selain itu, kelompok target yang
terdidik dan relatif homogen akan lebih mudah menerima sebuah kebijakan
daripada kelompok yang tertutup, tradisional dan heterogen. Lebih lanjut,
kelompok target yang merupakan bagian besar dari populasi juga akan lebih
mempersulit keberhasilan implementasi kebijakan.
3. Lingkungan. Keadaan sosial-ekonomi, politik, dukungan publik maupun
kultur populasi tempat sebuah kebijakan diimplementasikan juga akan
mempengaruhi keberhasilan kebijakan publik. Kondisi sosial-ekonomi sebuah
masyarakat yang maju, sistem politik yang stabil dan demokratis, dukungan baik
dari konstituen maupun elit penguasa, dan budaya keseharian masyarakat yang
mendukung akan mempermudah implementasi sebuah kebijakan

Model-model Implementasi Kebijakan Publik


• Implementasi Sistem Rasional (Top-Down)

17
Menurut Parsons (2006), model implementasi inilah yang paling
pertama muncul. Pendekatan top down memiliki pandangan tentang hubungan
kebijakan implementasi seperti yang tercakup dalam Emile karya Rousseau :
“Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke tangan Sang Pencipta. Segala
sesuatu adalah buruk di tangan manusia”. Masih menurut Parsons (2006),
model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan
orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan
dalam sebuah sistem. Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008),
berpendapat bahwa implementasi top down adalah proses pelaksanaan
keputusan kebijakan mendasar.
• Implementasi Kebijakan Bottom Up
Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai
kritik terhadap model pendekatan rasional (top down). Parsons (2006),
mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi adalah
hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model
bottom up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi
dan pembentukan consensus. Masih menurut Parsons (2006), model
pendekatan bottom up menekankan pada fakta bahwa implementasi di
lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan. Ahli kebijakan
yang lebih memfokuskan model implementasi kebijakan dalam persfektif
bottom up adalah Adam Smith. Menurut Smith (1973) dalam Islamy (2001),
implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Model
Smith ini memamndang proses implementasi kebijakan dari proses kebijakan
dari persfekti perubahan social dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam
masyarakat sebagai kelompok sasaran.
Menurut Smith dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat
variable, yaitu :
1. Idealized policy : yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan
dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group
untuk melaksanakannya
2. Target groups : yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan
dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh

18
perumus kebijakan. Karena kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi
kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakukan
dengan kebijakan yang telah dirumuskan
3. Implementing organization : yaitu badan-badan pelaksana yang
bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
4. Environmental factors : unsur-unsur di dalam lingkungan yang
mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi
dan politik.

 Policy Evaluation (Evaluasi Kebijakan)


Konsep Evaluasi Kebijakan Publik
Dalam Studi Analisis Kebijakan Publik, maka salah satu cabang bidang
kajiannya adalah Evaluasi Kebijakan. Mengapa Evaluasi Kebijakan dilakukan?
karena pada dasarnya setiap kebijakan negara ( public policy ) mengandung resiko
untuk mengalami kegagalan. ( Abdul Wahab, 1990 : 47-48 ), mengutip pendapat
Hogwood dan Gunn ( 1986 ), selanjutnya menjelaskan bahwa penyebab dari
kegagalan suatu kebijakan ( policy failure ) dapat dibagi menjadi 2 katagori, yaitu :
(1) karena “non implementation” ( tidak terimplementasi ), dan (2) karena
“unsuccessful” ( implementasi yang tidak berhasil ).Tidak terimplementasikannya
suatu kebijakan itu berarti bahwa kebijakan itu tidak dilaksanakan sesuai dengan di
rencanakan. Sedangkan implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi bila suatu
kebijakan tertentu telah dilaksanakan sudah sesuai rencana, dengan mengingat kondisi
eksternal ternyata sangat tidak menguntungkan, maka kebijakan tersebut tidak dapat
berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang telah dikehendaki.
Biasanya kebijakan yang memiliki resiko untuk gagal disebabkan oleh faktor-faktor
diantaranya : pelaksanaannya jelak ( bad execution ), kebijakannya sendiri itu
memang jelek ( bad policy ) atau kebijakan itu sendiri yang bernasib kurang baik
( bad luck ). Adapun telaah mengenai dampak atau evaluasi kebijakan adalah,
dimaksudkan untuk mengkaji akibat-akibat dari suatu kebijakan atau dengan kata lain
untuk mencari jawaban apa yang terjadi sebagai akibat dari pada “implementasi
kebijakan” ( Abdul Wahab, 1997 : 62 ).
 Menurut ( Santoso, 1988; 8 ), sementara itu ( Lineberry 1977; 104 ), analisis
dampak kebijakan dimaksudkan untuk mengkaji akibat-akibat pelaksanaan

19
suatu kebijakan dan membahas “hubungan antara cara -cara yang digunakan
dan hasil yang hendak akan dicapai”.
 Sinyal tersebut lebih diperjelas oleh ( Cook dan Scioli 1975 : 95 ), dari salah
satu buku yang ditulis oleh ( Dolbeare, 1975 : 95 ) dijelaskan bahwa : “policy
impact analysis entails an extension of this research area while, at the same
time, shifting attention toward the measurment of the consequences of public
policy. In other words, as opposed to the study of what policy causes”.
Dengan demikian, secara singkat analisis dampak kebijakan “menggaris
bawahi” pada masalah what policy causes sebagai lawan dari kajian what
causes policy. Konsep evaluasi dampak yang mempunyai arti sama dengan
konsep kebijakan yang telah disebutkan diatas, yaitu : Seperti pada apa yang
pernah didefinisikan oleh ( Dye, 1981 : 366 –367 ) : “Policy vealuation is
learning about the consequences of public policy”. Adapun definisi yang lebih
kompleks adalah sebagai berikut :
 “Policy evaluation is the assesment of the overall effectiveness of a national
program in meeting its objectives, or assesment of the relative effectiveness of
two or more programs in meeting common objectives” ( Wholey, 1970, dalam
Dye, 1981 ).
 Evaluasi Kebijakan adalah merupakan suatu aktivitas untuk melakukan
penilaian terhadap akibat-akibat atau dampak kebijakan dari berbagai
programprogram pemerintah. Pada studi evaluasi kebijakan telah dibedakan
antara “policy impact / outcome dan policy output. “Policy Impact / outcome ”
adalah akibatakibat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dengan
dilaksanakannya suatu kebijakan. Adapun yang dimaksud dengan “Policy
output” ialah dari apa yang telah dihasilkan dengan adanya program proses
perumusan kebijakan pemerintah ( Islamy, 1986 : 114-115). Dari pengertian
tersebut maka dampak mengacu pada adanya perubahan-perubahan terjadi
yang di akibatkan oleh suatu implementasi kebijakan. Dampak kebijakan
disini tidak lain adalah seluruh dari dampak pada kondisi “dunia -nyata” ( the
impact of a policy is all its effect on real – world conditions ), untuk itu masih
menurut ( Dye, 1981: 367 ) yang termasuk dampak kebijakan adalah :
 1. The impact on the target situations or group.

20
 2. The impact on situations or groups other than the target (“spoilover
effect”).
 3. Its impact on future as well as immediate conditions.
 4 . Its direct cost, in term of resources devote to the program.
 5. Its indirect cost, including loss of opportunities to do other things.

Model Evaluasi Kebijakan Publik

( House, 1978 : 45 ) dalam William Dunn, mengemukakan beberapa Model


Evaluasi Kebijakan Publik yang terdiri dari :
1. The Adversary Model, para evaluator dikelompokkan menjadi dua, yang
pertama bertugas menyajikan hasil evaluasi program yang positip, hasil
dampak kebijakan yang efektif dan baik, tim kedua berperan untuk
menemukan hasil evaluasi program negatif, tidak efektif, gagal dan yang tidak
tepat sasaran. Kedua kelompok ini dimaksudkan untuk menjamin adanya
netralitas serta obyektivitas proses evaluasi. Temuannya kemudian dinilai
sebagai hasil evaluasi. Menurut model dari evaluasi ini tidak ada efisiensi data
yang dihimpun.
2. The Transaction Model, Model ini memperhatikan penggunaan metode
studi kasus, bersifat naturalistik dan terdiri dua jenis, yaitu : evaluasi responsif
(responsive evaluation) yang dilakukan melalui kegiatan - kegiatan secara
informal, ber ulang-ulang agar program yang telah direncanakan dapat
digambarkan dengan akurat ; dan evaluasi iluminativ (illuminativ evaluation)
bertujuan untuk mengkaji program inovativ dalam rangka mendeskripsikan
dan menginterpretasikan pelaksanaan suatu program atau kebijakan. Jadi
evaluasi model ini akan berusaha mengungkapkan serta mendokumenter
pihak-pihak yang berpartisipasi dalam program.
3. Good Free Model, model evaluasi ini ber tujuan untuk mencari dampak
aktual dari suatu kebijakan, dan bukan hanya sekedar untuk menentukan
dampak yang diharapkan sesuai dengan ditetapkan dalam program. Dalam
upaya mencari dampak aktual, evaluator tidak perlu mengkaji secara luas dan
mendalam tentang tujuan dari program yang direncanakan. Sehingga evaluator
(peneliti) dalam posisi yang bebas menilai dan ada obyektivitas. Evaluasi
Kebijakan Publik sering kali diartikan sebagai aktivitas yang hanya

21
mengevaluasi kegiatan proyek, selanjutnya mengevaluasi anggaran, baik
( rutin / pembangunan ).

22
Evaluasi Kebijakan Publik, ialah :
 a. Evaluasi Administratif, evaluasi kebijakan publik yang dilakukan sebatas
dalam lingkungan pemerintahan atau instansi pemerintah.
 b. Evaluasi Yudisial, evaluasi ini melihat apakah kebijakan itu melanggar
hukum. Sedangkan yang melaksanakan evaluasi yudisial adalah lembaga-
lembaga hukum, pengacara, pengadilan, dan kejaksaan.
 c. Evaluasi Politik, pada umumnya evaluasi politik dilakukan oleh lembaga
politik, misalnya: parlemen, parpol, atau masyarakat. Pertimbangan politik apa
saja dan bagaimana yang seharusnya mungkin dapat dijadikan acuan untuk
mengevaluasi suatu kebijakan.

23
Kesimpulan
Studi kebijakan publik melihat proses pembentukan kebijakan sebagai suatu proses
siklus di mana terdapat berbagai tahapan yang pasti dan berulang kembali. Tahapan-tahapan
pembentukan kebijakan publik yang terdapat dalam proses siklus tersebut adalah problem
identification, agenda setting, policy formulation, policy legitimation, policy implementation,
dan policy evaluation. Satu demi satu tahapan dalam proses pembentukan kebijakan publik
menunjukkan bahwa suatu tahapan proses kebijakan publik terkait dengan tahapan yang
sebelumnya dan mempengaruhi tahapan yang selanjutnya.
Adanya siklus kebijakan memberikan keuntungan, antara lain untuk membantu
mempermudah kompleksitas perumusan kebijakan publik, memberikan kesempatan yang
bagus untuk melakukan kajian-kajian kebijakan publik yang relevan secara sistimatis dan
analitis sesuai dengan batasan area, dan sebagai tolak ukur untuk menilai efektifitas dan
efesiensi sebuah kebijakan dilihat berdasarkan masing-masing tahapan itu.

24
Daftar Pustaka

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
http://rush.dagdigdug.com/2009/11/06/kebijaksanaan-pemerintahan-analisis-kebijakan-
melalui-pendekatan-empirik/
http://hykurniawan.wordpress.com/2009/01/23/proses-implementasi-kebijakan-publik/
http://hykurniawan.wordpress.com/2009/01/27/penjabaran-operasional-proses-implementasi-
kebijakan/
http://hykurniawan.wordpress.com/2009/01/27/penjabaran-operasional-proses-implementasi-
kebijakan/
http://mulyono.staff.uns.ac.id/2009/05/13/penelitian-evaluasi-kebijakan/

25

You might also like