KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Oleh Nama : Erna Dwi Kotimah NIM : 2150401012 Program Studi : Sastra Indonesia Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006 ii PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Skripsi pada hari : tanggal : Pembimbing I, Pembimbing II, Drs. Agus Nuryatin, M. Hum. Dra. Nas Haryati S, M. Pd. NIP 131813650 NIP 131125926 iii PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan siding Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang pada hari : Selasa tanggal : 21 Februari 2006 Panitia Ujian Skripsi Ketua, Sekretaris, Prof. Dr. Rustono Drs. Agus Yuwono, M. Si. NIP 131281222 NIP 132049997 Penguji I, Drs. Mukh. Doyin, M. Si. NIP 132106367 Penguji II, Penguji III, Dra. Nas Haryati S, M. Pd. Drs. Agus Nuryatin, M. Hum. NIP 131125926 NIP 131813650 iv PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Semarang, Februari 2006 Erna Dwi Kotimah NIM 2150401012 v MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto: 1. Seorang besar memiliki dua hati, satu hati menangis dan yang lain bersabar. 2. Hal yang paling pahit dalam kepedihan kita hari ini adalah ingatan kita akan kegembiraan di hari kemarin. 3. Apa yang kita rindukan dan tidak bisa kita peroleh itu lebih kita sayangi ketimbang apa yang mudah kita peroleh. (Kahlil Gibran) Persembahan: Karya kecil ini merupakan wujud dari perjuangan selama ini yang kupersembahkan untuk: 1. Bapak dan Ibu yang telah memberiku kesempatan mengenal dunia lebih luas; 2. Adik-adikku (Tia, Puji, Dhono) yang membawa sebagian tawaku; 3. D’Djiwakoe yang selalu pahami aku saat tertawa dan menangis; 4. Guruku dan almamaterku. vi PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, atas segala limpahan rahmat, taufik , hidayah, serta inayah-Nya, karena penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kepribadian Tokoh Utama Novel Midah, Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Strata I pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Drs. Agus Nuryatin, M. Hum. (Pembimbing I) dan Dra. Nas Haryati S, M. Pd. (Pembimbing II) yang telah tulus, ikhlas, dan penuh kesabaran memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis ucapkan kepada 1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini; 2. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni dan Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah mengizinkan penulis melaksanan penelitian ini; 3. segenap Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat; 4. Kristian, Juned, Ella, Restonk, Fajrun, Wiwok, Indra, Pujenk, Uyung, Oyi yang membuatku merasa kaya di usia muda; vii 5. Cah Sastra Angkatan ’01 (Bayu, Rofi, B-wok, Galuh, Mety, Wi2x, Amat, Agus, Na2ng, Ne2ng, Hery, Fany, Heny, Retno, Midun dan Dika) semoga kita selalu menjadi teman sepanjang masa; 6. teman-teman di Kost Anissa (mba Fajar, mba Ina, Ike, Viki, Eka, Lu2nk, Ni2x) dan Ex Indrakila yang telah memberikan semangat kepada penulis; 7. semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Mudah-mudahan segala amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan ridho dan balasan dari Allah SWT. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi almamater tercinta dan bermanfaat bagi yang membacanya. Semarang, Februari 2006 Penulis viii SARI Kotimah, Erna Dwi. 2006. Kepribadian Tokoh Utama Novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Agus Nuryatin, M. Hum, Pembimbing II: Dra. Nas Haryati S, M. Pd. Kata kunci: tokoh utama, psikoanalisa, kesadaran, ketidaksadaran Penelitian ini menganalisis novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Midah Simanis Bergigi Emas. Novel ini berbicara tentang konflik kejiwaan tokoh utama bernama Midah yang mengalami proses perkembangan jiwa dalam pembentukan kepribadiannya. Pembentukan kepribadian Midah dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman hidupnya, baik pengalamannya sebagai pribadi maupun pengalamannya sebagai manusia pada umumnya. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah tipe kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas berdasarkan teori psikoanalisa Carl Gustav Jung, dan (2) faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas. Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tipe kepribadian tokoh utama novel dan mendeskripsikan faktorfaktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan psikologi. Analisis deskripsif digunakan untuk mendapatkan deskripsi penokohan tokoh utama yang ada dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas. Berdasarkan penokohan tersebut maka dapat mengungkap tipe kepribadian tokoh utama yang kemudian dikaji dengan menggunakan pendekatan psikologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menurut teori psikoanalisa Carl Gustav Jung, kepribadian meliputi dua alam yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Tipe kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas berdasarkan kesadaran yaitu dipandang dari fungsi jiwa dan sikap jiwa. Dipandang dari fungsi jiwa tipe kepribadian Midah adalah tipe perasa yaitu yakin membuat keputusan, mengerti perasaan orang lain dan tak mau menimbulkan pertentangan, dan mudah tersinggung. Sedangkan dipandang dari sikap jiwa Midah mempunyai kepribadian tipe introvert yaitu tertutup, suka memendam perasaan, suka merenung dan tenggelam ke dalam diri sendiri serta kesepian. Berdasarkan ketidaksadarannya, Midah mempunyai tipe kepribadian pemikir dan intuitif. Berdasarkan tipe introvert dan ekstravert tipe kepribadian Midah adalah tipe perasa introvert. Kesadaran Midah bertipe perasa bersifat introvert sedangkan ketidaksadarannya bertipe pemikir yaitu keras hati, dan memegang prinsip bersifat ekstravert. Sedangkan fungsi pembantunya, pengindra yaitu menyukai seni musik keroncong ix berada di kesadaran dan fungsi intuitif yaitu berani, optimis, dan bijaksana berada di ketidaksadaran. Berdasarkan hasil analisis tersebut, saran yang diberikan adalah penelitian ini hendaknya dapat memberikan sumbangan pemikiran dan penelitian yang berhubungan dengan psikologi sastra khususnya penelitian yang menggunakan teori psikoanalisa Carl Gustav Jung. Penelitian tentang novel ini hendaknya juga dikembangkan lebih lanjut selain menggunakan teori kepribadian, karena novel Midah Simanis Bergigi Emas merupakan novel yang kaya akan tema kehidupan. x DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN...................................................................... iii PERNYATAAN............................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................... v PRAKATA....................................................................................................... vi SARI................................................................................................................. viii DAFTAR ISI.................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 1. 2 Rumusan Masalah ........................................................................... 6 1. 3 Tujuan Penelitian............................................................................. 6 1. 4 Manfaat Penelitian........................................................................... 7 BAB II LANDASAN TEORETIS 2. 1 Psikologi Sastra ............................................................................... 7 2. 2 Teori Psikoanalisa Jung................................................................... 8 2. 2. 1 Struktur Kepribadian............................................................ 10 2. 2. 1. 1 Struktur Kesadaran .................................................. 10 2. 2. 1. 2 Struktur Ketidaksadaran .......................................... 15 2. 2. 2 Preferensi Tipe Kepribadian Manusia ................................. 20 2. 3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Manusia .............. 29 2. 4 Tokoh dan Penokohan ..................................................................... 36 2. 4. 1 Pengertian Tokoh................................................................. 36 xi 2. 4. 2 Jenis-jenis Tokoh ................................................................. 37 2. 4. 3 Pengertian Penokohan.......................................................... 38 2. 4. 4 Teknik Pelukisan Tokoh ...................................................... 38 BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Sasaran Penelitian............................................................................ 43 3. 2 Data dan Sumber Data Penelitian.................................................... 43 3. 3 Pendekatan Penelitian...................................................................... 44 3. 4 Teknik Analisis Data ....................................................................... 45 BAB IV TIPE KEPRIBADIAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS 4. 1 Tipe Kepribadian Tokoh Utama ...................................................... 47 4. 1. 1 Tipe Kepribadian Midah Berdasarkan Kesadaran ............... 49 4. 1. 2 Tipe kepribadian Midah Berdasarkan Ketidaksadaran........ 64 4. 2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Tokoh Utama...... 76 4. 2. 1 Ketidaksadaran Pribadi ........................................................ 76 4. 2. 2 Ketidaksadaran Kolektif ...................................................... 84 BAB V PENUTUP 5. 1 Simpulan.......................................................................................... 90 5. 2 Saran ................................................................................................ 91 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 92 SINOPSIS ........................................................................................................ 94 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah ungkapan atau hasil kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa dan diabadikan untuk kepentingan estetis. Di dalam karya sastra dapat ternuansakan suasana kejiwaan pengarang baik secara pikir maupun suasana rasa yang ditangkap dari gejala kejiwaan orang lain (Roekhan dalam Aminuddin 1995:91). Seorang pengarang tidak hanya ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya, melainkan secara implisit ia juga mendorong, mempengaruhi pembaca agar ikut memahami, menghayati, dan menyadari masalah serta ide yang diungkapkan dalam karyanya lewat tokoh yang mereka hadirkan. Sastra mengandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh. Perilaku tersebut akan mengarahkan pada suatu karakter tokoh yang dibentuk oleh pengarang dalam menyampaikan ide cerita. Kemampuan pengarang mendeskripsikan karakter tokoh cerita yang diciptakan sesuai dengan tuntutan cerita dapat pula dipakai sebagai indikator kekuatan sebuah cerita fiksi. Untuk menilai kepribadian atau karakter tokoh dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan (Abrams dalam Fananie 2002: 87). Identifikasi tersebut adalah didasarkan pada konsistensi atau keajegannya, dalam artian konsistensi sikap, moralitas, perilaku, dan pemikiran memecahkan, memandang, dan bersikap dalam menghadapi setiap peristiwa (Fananie 2002: 87). Dengan 2 bahasa yang agak berbeda, David Daiches (Fananie 2002: 87) menyebutkan bahwa kepribadian tokoh cerita fiksi dapat muncul dari sejumlah peristiwa dan bagaimana reaksi tokoh tersebut pada peristiwa yang dihadapinya. Dengan demikian, karya sastra dapat didekati dengan menggunakan pendekatan psikologi. Skripsi ini mengambil novel berjudul Midah, Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. Novel Midah Simanis Bergigi Emas ini adalah salah satu novel karya Pramoedya Ananta Toer yang telah dterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Novel Midah Simanis Bergigi Emas merupakan novel yang ditulis dengan cita rasa bahasa khas Pramoedya. Novel ini ditulis pada tahun 50-an dengan setting tempat Jakarta. Novel ini berbicara tentang konflik kejiwaan tokoh utama yang bernama Midah yang mengalami proses perkembangan jiwa dalam pembentukan kepribadiannya. Perkembangan kepribadian Midah dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman hidupnya, baik pengalamannya sebagai pribadi maupun pengalamannya sebagai manusia pada umumnya. Midah adalah sosok wanita yang berani mendobrak apa yang menurut masyarakat salah menjadi sesuatu yang benar menurutnya. Ia tidak sadar bahwa dalam perkembangan jiwanya ia menjadi sosok wanita yang berani, optimis, keras hati, yakin dalam membuat suatu keputusan dan memegang prinsip. Ia mendobrak anggapan bahwa wanita adalah seorang yang terikat, baik oleh orang tua, suami ataupun terhadap penilaian masyarakat. Midah mampu menepis semua hal itu bahwa ia juga manusia yang mempunyai penilaian sendiri atas apa yang telah dialaminya dan mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Namun, pada akhirnya ia kalah secara moral. Ia yang telah hamil di luar nikah itu 3 merasa bersalah di hadapan masyarakat meski menurutnya hal itu adalah wajar jika perempuan hamil dengan lelaki yang dicintainya. Pada akhirnya ia memilih kehidupannya sendiri dengan segala keyakinannya dan meninggalkan lingkungan masa kecilnya. Penelitian ini mencoba meneliti tipe kepribadian Midah yang telah dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya baik pribadi maupun pengalaman masa lalu sebagai manusia biasa dalam menghadapi peristiwa-peristiwa di dalam kehidupannya. Karena meneliti tipe kepribadian tokoh utama, penelitian ini menggunakan teori psikoanalisa yakni salah satu aliran di dalam psikologi yang menyelidiki tentang gejala ketidaksadaran pada jiwa seseorang. Teori psikoanalisa yang diambil adalah teori dari Carl Gustav Jung karena menurut penulis, teori inilah yang cocok dalam menemukan tipe kepribadian tokoh utama dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama meliputi faktor ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran pribadi tersebut meliputi ketidaksadaran akan pengalaman-pengalaman atau peristiwaperistiwa pribadi dalam sejarah hidup yang selalu diingatnya. Ketidaksadaran kolektif meliputi kepercayaan terhadap Tuhan, percaya terhadap hal-hal gaib atau mistik dan ketidaksadaran berpikir filsafat yang dalam perjalanan kehidupan seseorang merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian. Novel Midah Simanis Bergigi Emas ini telah diteliti oleh beberapa orang, antara lain Hellwig (dalam Swastika 2003:2) dan Hae (2005). Hellwig dalam 4 bukunya yang berjudul Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia membahas 25 novel dan tiga "cerita panjang" yang terbit di Indonesia dalam kurun waktu lima dekade (1937-1986) (Swastika 2003:2). Hellwig menilai novel Midah Simanis Bergigi Emas dari sudut gender dan feminisme oleh pengarang laki-laki terhadap tokoh perempuan. Dalam novel ini Pramoedya berbicara tentang seorang perempuan yang secara sadar memilih kehidupan yang bebas berkaitan dengan seksualitas. Dalam novel ini Pramoedya melakukan pendobrakan terhadap nilai feodal wanita Indonesia yakni tentang wanita, lelaki dan seksualitas. Pramoedya telah melihat bahwa perempuan telah menanggung beban yang paling berat atas kedua sistem nilai tersebut. Akan tetapi, harus ditandai dengan tegas pula bahwa Pramoedya menampilkan perempuan sebagai tokoh-tokoh yang melihat beban dan subordinasi yang mereka alami itu bukan sesuatu yang alamiah, yang sudah seharusnya begitu (taken for granted). Sebaliknya, mereka mengolah beban dan subordinasi itu menjadi energi untuk membangun kekuatan, yang tidak saja dapat mengubah hidupnya, melainkan juga hidup orang-orang lain di sekitarnya. Namun, sebagai penulis laki-laki, Hellwig melihat bahwa Pramoedya tetap saja memberikan penilaian yang cenderung negatif terhadap kebebasan ekspresi seksual tersebut. Hae dalam artikelnya yang berjudul Surat Kepada Pramoedya (www.mediaindo.com) membahas novel Midah Simanis Bergigi Emas tentang pandangan Pramoedya terhadap predikat Haji. Hae mengatakan bahwa Pramoedya sangat sinis dengan tokoh Haji dan cenderung menghukum tokoh yang berpredikat haji. Haji yang dimaksud adalah Haji Terbus, si bandot tua dari 5 Cibatok yang selain tukang kawin, ia juga menyia-nyiakan tokoh Midah atau juga ayah Midah yakni Haji Abdul yang terlalu memaksakan kehendaknya kepada Midah tanpa mau mengerti keinginan Midah. Dari beberapa penelitian di atas, dapat diketahui bahwa novel Midah Simanis Bergigi Emas ini belum pernah dikaji dari sudut psikologi tokoh. Untuk itu penelitian ini akan mencoba mengkaji novel tersebut dari sudut psikologi yaitu tentang kepribadian tokoh utama dipandang dari sudut psikoanalisa. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas , maka permasalahan yang diangkat adalah: 1. Bagaimanakah tipe kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer berdasarkan teori psikoanalisa Carl Gustav Jung? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan tipe kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer dilihat dari teori psikoanalisa Carl Gustav Jung. 2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. 6 1. 4 Manfaat Penelitian 1. Penulis dapat menambah wawasan pengetahuan tentang dunia sastra dan psikologi dalam kaitannya dengan dunia sastra. 2. Bagi penikmat sastra, penelitian ini diharapkan dapat mendorong para pembaca agar lebih dalam memahami karya sastra secara keseluruhan. 3. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai pedoman ataupun perbandingan bagi penelitian berikutnya. 7 BAB II LANDASAN TEORETIS Sasaran penelitian ini adalah kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas. Penelitian ini memaparkan teori psikologi sastra, teori psikoanalisa Carl Gustav Jung, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia. Psikologi dipaparkan di dalam pembicaraan yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam suatu karya sastra. Teori psikoanalisa Carl Gustav Jung digunakan sebagai teori dasar penelitian ini dalam menemukan tipe kepribadian tokoh utama novel dan faktorfaktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama. 2. 1 Psikologi Sastra Pada hakikatnya sastra adalah hasil kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa yang diabadikan untuk kepentingan estetis. Yang berarti, di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa yang ditangkap dari gejala kejiwaan orang lain (Roekhan dalam Aminuddin 1995: 91). Telaah mengenai aspek psikologis dalam karya sastra berarti mengenai psikologi sastra. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Roekhan bahwa karya sastra itu lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah lama 8 ada dalam jiwa dan telah mengalami pengolahan jiwa secara mendalam melalui proses berimajinasi (Aminuddin 1995: 91). Sastra menyajikan ungkapan kejiwaan manusia dalam bentuk seni, sedangkan psikologi mempelajari proses-proses kejiwaan manusia. Sastra lahir dari ekspresi pengalaman yang telah mengalami proses konsep kemudian diolah dengan suasana batinnya sendiri, dituangkan ke dalam karya sastra yang terproyeksi lewat ciri-ciri para tokohnya. Jatman (dalam Endraswara 2004:97) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan fungsional. Pertautan tak langsung karena antara baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Memiliki hubungan fungsional karena samasama mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Yang membedakan adalah, jika dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. 2. 2 Teori Psikoanalisa Carl Gustav Jung Psikologi secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Pada perkembangannya dalam sejarah arti psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Ini disebabkan karena jiwa yang mengandung arti yang abstrak itu sukar dipelajari secara objektif. Kecuali itu keadaan jiwa seseorang melatarbelakangi timbulnya hampir seluruh tingkah laku (Dirgagunarsa 1978: 9). Mempelajari psikologi erat kaitannya dengan kejiwaan. Hal ini berarti ada usaha untuk mengenal manusia, untuk memahami, menguraikan dan 9 menggambarkan tingkah laku, kepribadian manusia beserta aspek-aspeknya. Sehingga setiap manusia secara individu mempunyai kepribadian yang berbedabeda bila ditinjau dari berbagai aspek-aspek kepribadian atau personality traits. Hal ini membedakan individu satu dengan individu lainnya yang bersifat unik dan individual dari orang tersebut. Carl Gustav Jung (1875-1961) adalah murid Freud yang terkenal dengan pahamnya yaitu Analytical Psichology (psikologi analitis). Teori Jung dibedakan dengan teori psikoanalisa Freud pada penekanannya yang lebih kuat pada tujuan tingkah laku (teleologi). Garis besar dari teori Jung adalah bahwa kepribadian seseorang terdiri dari dua alam yaitu alam kesadaran dan alam ketidaksadaran. Kepribadian sangat dipengaruhi oleh alam ketidaksadaran. Menurut Jung ketidaksadaran dibagi menjadi dua yaitu ketidaksadaran pribadi (personal unconsciousness) dan ketidaksadaran kolektif (collective unconsciousness). Isi ketidaksadaran pribadi diperoleh melalui hal-hal yang diperoleh individu selama hidupnya sedangkan isi dari ketidaksadaran kolektif diperoleh selama pertumbuhan jiwa keseluruhannya, seluruh jiwa manusia melalui sensasi. Ketidaksadaran kolektif ini merupakan warisan kejiwaan yang besar dari perkembangan kemanusiaan yang terlahir kembali dalam struktur tiap individu (Budiningsih 2002:14). Antara kesadaran dan ketidaksadaran menurut Jung sama pentingnya dalam menentukan perilaku seseorang. Kehidupan alam kesadaran dan alam ketidaksadaran sangat berlawanan. Misalnya jika seseorang yang kesadarannya bertipe pemikir maka ketidaksadarannya bertipe perasa. Orang yang kesadarannya 10 ekstrovert maka ketidaksadaranya introvert, dan begitu selanjutnya (Suryabrata 2002: 163). 2. 2. 1 Struktur Kepribadian Suryabrata (2002:156-157) mengatakan bahwa Jung berbicara tentang psyche (kepribadian). Adapun yang dimaksud psyche adalah totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Jadi, jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu: 1) kesadaran (alam sadar) 2) ketidaksadaran (alam tak sadar) Keduanya saling mengisi dan berhubungan secara kompensatoris. Fungsi dari kesadaran yaitu untuk penyesuaian terhadap dunia luar, sedangkan ketidaksadaran yaitu penyesuaian terhadap dunia dalam. Batas antara kedua alam ini tidak tetap, tetapi dapat berubah-ubah, artinya luas daerah kesadaran atau ketidaksadaran itu dapat bertambah atau berkurang (Suryabrata 2002: 157). 2. 2. 1. 1 Struktur Kesadaran Pusat dari kesadaran adalah ego yang terdiri dari ingatan, pikiran, dan perasaan. Ego inilah yang memungkinkan seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Sarwono 1987:170). Kesadaran mempunyai dua komponen pokok yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya. 11 a. Fungsi jiwa Ialah suatu aktivitas kejiwaan yang secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat pokok fungsi jiwa yaitu dua rasional terdiri dari pikiran dan perasaan, sedangkan dua irrasional terdiri dari pengindraan dan intuisi. Fungsi rasional bekerja dengan penilaian: pikiran, menilai atas dasar benar dan salah, sedangkan perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan tak menyenangkan. Kedua fungsi irrasional dalam fungsinya tidak memberikan penilaian, melainkan hanya semata-mata mendapat pengamatan: pengindraan, mendapatkan pengamatan dengan sadar-indriah, sedang intuisi mendapat pengamatan secara tak sadarnaluriah. Secara bagan dapat dikemukakan dengan tabel berikut ini. Fungsi jiwa Sifatnya Cara bekerjanya Pikiran Perasaan Pengindraan Intuisi Rasional Rasional Irrasional Irrasional Dengan penilaian: benar-salah Dengan penilaian: senang-tak senang Tanpa penialaian: sadar-indriah Tanpa penilaian: tak-sadar-naluriah Pada dasarnya tiap manusia memiliki keempat fungsi tersebut, tetapi biasanya hanya salah satu fungsi saja yang paling berkembang (dominan). Fungsi yang paling berkembang itu merupakan fungsi superior dan menentukan tipe orangnya: ada tipe pemikir, tipe perasa, tipe pengindra, dan tipe intuitif. 12 Berdasarkan fungsi jiwa manusia dapat dibagi menjadi empat tipe kepribadian: 1. Kepribadian yang rasional (rational type)/ pemikir yaitu orang yang banyak mempergunakan akalnya dalam melakukan sesuatu. 2. Kepribadian intuitif yaitu kepribadian yang sangat dipengaruhi oleh firasat atau perasaan kira-kira. Orang dengan kepribadian ini bersifat spontan. 3. Kepribadian emosional/ pengindra terdapat pada orang-orang yang sangat dikuasai oleh emosinya, cepat menjadi sedih atau cepat menjadi gembira, menilai segala sesuatu berdasarkan suka atau tidak suka. 4. Kepribadian sensitif/ perasa yaitu kepribadian yang dipengaruhi terutama oleh pancaindera dan cepat sekali bereaksi terhadap rangsang yang diterima oleh pancaindera (sensation). Jika sesuatu fungsi superior, yaitu menguasai kehidupan alam sadar, maka fungsi pasangannya menjadi fungsi inferior, yaitu ada dalam ketidaksadaran, sedangkan kedua fungsi yang lain menjadi fungsi bantu sebagian terletak dalam alam sadar dan sebagian lagi dalam alam tak sadar (Suryabrata 2002:158-161). b. Sikap Jiwa Yang dimaksud sikap jiwa ialah arah energi psikis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas energi psikis itu dapat ke luar ataupun ke dalam, dan 13 demikian pula arah orientasi manusia terhadap dunianya, dapat ke luar ataupun ke dalam. Tiap orang mengadakan orientasi terhadap dunia sekitarnya, namun dalam caranya mengadakan orientasi itu orang yang satu berbeda dari yang lainnya. Misalnya ada orang yang lekas menutup dirinya atau menutup jendela kalau dirasanya hawa dingin, tetapi ada yang acuh tak acuh saja, ada orang yang lekas mengagumi orang-orang yang baru mulai naik bintangnya karena kebanyakan orang menyanjungnya, tetapi sebaliknya ada yang karena ia berpendapat bahwa tidak semua yang dikagumi oleh orang banyak itu memang pantas dikagumi. Apabila orientasi terhadap segala sesuatu itu sedemikian rupa sehingga putusanputusan dan tindakan-tindakannya kebanyakan dan terutama tidak dikuasai oleh pendapat-pendapat subyektifnya, maka individu yang demikian itu dikatakan mempunyai orientasi ekstrovert. Dan apabila orientasi ekstrovert ini menjadi kebiasaan, maka individu yang bersangkutan mempunyai tipe ekstrovert. Jadi berdasarkan atas sikap jiwanya manusia dapat digolongkan menjadi dua tipe kepribadian, yaitu: (a) manusia-manusia yang bertipe ekstrovert, (b) manusia-manusia yang bertipe introvert. Orang yang ekstrovert terutama dipengaruhi oleh dunia obyektif, yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju keluar: pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik 14 lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Dia bersikap positif terhadap masyarakatnya: hatinya terbuka, mudah bergaul, hubungan dengan orang lain lancar. Bahaya bagi tipe ekstrovert ini ialah apabila ikatan kepada dunia obyektif, ia kehilangan dirinya atau asing terhadap dunia subyektifnya sendiri. Orang yang introvert terutama dipengaruhi oleh dunia subyektifnya, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju ke dalam: pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaiannya dengan dunia luar kurang baik: jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, kurang dapat menarik hati orang lain. Penyesuaian dengan batinnya sendiri baik. Bahaya tipe introvert ini ialah kalau jarak dengan dunia obyektif terlalu jauh, sehingga orang lepas dari dunia obyektifnya. Berdasarkan tipe ekstrovert dan introvert, Jung membagi lagi tipe kepribadian menjadi delapan tipe yaitu empat tipe ekstrovert dan empat tipe introvert (Suryabrata 2002: 161-163). Orang yang kesadarannya bertipe pemikir maka ketidaksadarannya bertipe perasa. Orang yang kesadarannya ekstrovert maka ketidaksadarannya bersifat introvert dan begitu sebaliknya. Secara tabel dapat ditulis sebagai berikut. 15 Tipe Sikap jiwa Fungsi jiwa Ketidaksadarannya Pemikir ekstrovert Perasa ekstrovert Pengindra ekstrovert Intuitif ekstrovert Ekstrovert Pikiran Perasaan Pengindraan Intuisi Perasa introvert Pemikir introvert Intuitif introvert Pengindra introvert Pemikir introvert Perasa introvert Pengindra introvert Intuitif introvert Introvert Pikiran Perasaan Pengindraan Intuisi Perasa ekstrovert Pemikir ekstrovert Intuitif ekstrovert Pengindra ekstrovert 2.2. 1. 2 Struktur Ketidaksadaran Ketidaksadaran mempunyai dua komponen, yaitu (1) ketidaksadaran pribadi dan (2) ketidaksadaran kolektif. a. Ketidaksadaran Pribadi Ketidaksadaran pribadi berisikan hal-hal yang diperoleh individu selama hidupnya. Ini meliputi hal-hal yang terdesak atau tertekan dan halhal yang terlupakan. Ketidaksadaran pribadi terdiri dari pengalamanpengalaman pribadi, harapan-harapan, dan dorongan-dorongan yang pernah disadari tetapi tidak dikehendaki oleh ego sehingga terpaksa didorong masuk ke ketidaksadaran (Sarwono 1987:170). Pada saat-saat tertentu, ketidaksadaran pribadi ini bisa muncul kembali ke kesadaran dan mempengaruhi tingkah laku. 16 Ketidaksadaran pribadi ini juga meliputi alam prasadar dan bawah sadar. Prasadar adalah perbatasan antara ketidaksadaran pribadi dan kesadaran, berisi hal-hal yang siap masuk ke kesadaran. Sedangkan bawah sadar berisi kejadian-kejadian psikis yang terletak pada daerah perbatasan antara ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif (Suryabrata 2002: 166). b. Ketidaksadaran Kolektif Ketidaksadaran kolektif adalah sistem yang paling berpengaruh terhadap kepribadian dan bekerja sepenuhnya di luar kesadaran orang yang bersangkutan. Sistem ini merupakan pembawaan rasial yang mendasari kepribadian dan merupakan kumpulan pengalaman-pengalaman dari generasi-generasi terdahulu, bahkan dari nenek moyang manusia waktu masih berupa hewan (Sarwono 1987:170). Jung merumuskan ketidaksadaran kolektif sebagai suatu warisan kejiwaan yang besar dari perkembangan kemanusiaan, yang terlahir kembali dalam struktur tiap-tiap individu, dan membandingkannya dengan apa yang disebut oleh Levy Bruhl tanggapan mistik kolektif (representations collectives) orang-orang primitif (Suryabrata 2002:167). Menifestasi dari ketidaksadaran kolektif ini berupa symptom dan komplek, mimpi, fantasi, khayalan, dan archetypus. 1. Symptom dan Kompleks Symptom dan kompleks merupakan gejala-gejala yang masih dapat disadari. Symptom adalah “gejala dorongan” daripada jalannya energi 17 normal, yang dapat berbentuk symptom kejasmanian maupun kejiwaan. Symptom adalah tanda bahaya yang memberitahu bahwa ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang, dan karenanya perlu perluasan ke alam tak sadar. Kompleks-kompleks adalah bagian kejiwaan kepribadian yang telah terpecah dan lepas dari penilikan (kontrol) kesadaran dan kemudian mempunyai kehidupan sendiri dalam kegelapan alam ketidaksadaran, yang selalu dapat menghambat atau memajukan prestasi-prestasi kesadaran. Kompleks terdiri dari unsur inti, yang umumnya tak disadari dan bersifat otonom, serta sejumlah asosiasi-asosiasi yang terbentuk atas dasar inti tersebut: asosiasi tergantung kepada disposisi individu beserta pengalaman-pengalamannya. Kompleks bisa saja mengganggu keseimbangan jiwa namun juga dapat menjadi perangsang agar lebih giat dalam berusaha untuk sukses. Kompleks merupakan pengalaman traumatis, misalnya ketidakmungkinan yang semu untuk menerima keadaan diri sendiri dalam keseluruhannya 2. Mimpi, fantasi, khayalan Mimpi sering timbul dari kompleks dan merupakan “pesan rahasia dari sang malam”. Mimpi mempunyai hukum sendiri dan bahasa sendiri: bahasanya bersifat lambang dan untuk memahaminya perlu ditafsirkan. Mimpi menurut Jung mempunyai fungsi konstruktif, yaitu mengkompensasikan keberat-sebelahan dari konflik yang mempunyai arti profetis. Jung juga mengemukakan fantasi (phantasie) dan khayalan (vision) sebagai bentuk manifestasi ketidaksadaran. Kedua hal ini 18 bersangkutan dengan mimpi, dan timbul pada waktu taraf kesadaran merendah; variasinya boleh dikata tak terhingga, dari mimpi siang hari hingga impian tentang keinginan-keinginan sampai pada khayalan khusus orang-orang yang dalam keadaan ekstase. 3. Archetypus Archetypus merupakan bentuk pendapat instinktif dan reaksi instinktif terhadap situasi tertentu, yang terjadi di luar kesadaran. Archetypus-archetypus ini dibawa sejak lahir dan tumbuh pada ketidaksadaran kolektif selama perkembangan manusia (sebagai jenis), jadi tak tergantung pada manusia perseorangan. Archetypus merupakan pusat medan tenaga dari ketidaksadaran yang dapat mengubah sikap kehidupan sadar manusia. Archetypus hanya dapat dibatasi secara formal, tidak secara material; orang hanya dapat menggambarkannya tapi tak dapat mencandranya (Suryabrata 2002: 166-169). c. Beberapa Bentuk Khusus Isi Ketidaksadaran Beberapa bentuk khusus isi ketidaksadaran tersebut adalah bayangbayang, proyeksi atau imago, serta animus dan anima. 1. Bayang-bayang Yaitu “segi lain” atau “bagian gelap” dari kepribadian, kekurangan yang tak disadari. Terbentuk dari fungsi inferior serta sikap jiwa yang inferior yang karena pertimbangan-pertimbangan moral atau pertimbangan lain dimasukkan ke dalam ketidaksadaran, karena tidak serasi dengan kehidupan alam sadarnya. Bayang-bayang merupakan pusat 19 ketidaksadaran, baik ketidaksadaran pribadi (hal-hal yang didesak ke dalam ketidaksadaran hidup individu) maupun ketidaksadaran kolektif (kecenderungan ke arah kegelapan pada tiap manusia). Bayang-bayang merupakan tokoh archetypus, suatu pecahan kepribadian yang walaupun merupakan bayang-bayang tetapi tidak terikat kepada individu. 2. Proyeksi: Imago Proyeksi diartikan: dengan secara tidak sadar menempatkan isi-isi batin sendiri pada obyek-obyek di luar dirinya. Bayang- bayang itu adalah sifat-sifat atau kualitas-kualitasnya ketidaksadaran sendiri yang dihadapi sebagai sifat-sifat atau kualitas-kualitas orang lain. Peristiwa-peristiwa ini terjadi secara mekanis, tidak disadari. Jung menamakan isi kejiwaan yang diproyeksikan kepada orang lain itu sebagai imago. 3. Animus dan anima Imago yang terpenting pada orang dewasa adalah animus bagi perempuan dan anima bagi laki-laki, yaitu sifat-sifat atau kualitas-kualitas jenis kelamin lain yang ada dalam ketidaksadaran manusia. Tiap-tipa manusia mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada jenis kelamin lawannya: laki-laki ketidaksadarannya adalah betina (anima) dan perempuan ketidaksadarannya adalah jantan (animus) (Suryabrata 2002: 169-170). Ego sebagai pusat dari kesadaran dan merupakan tempat kontak dengan dunia luar mempunyai tugas untuk mengadakan keseimbangan antara tuntutan dari luar dengan dorongan-dorongan yang datang dari ketidaksadaran pribadi maupun ketidaksadaran kolektif. 20 Dalam tugasnya ini, ego sampai batas-batas tertentu dapat mempengaruhi dunia luar dan menontrol ketidaksadaran pribadi. Tetapi ego tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi ketidaksadaran kolektif, bahkan egolah yang dipengaruhi oleh ketidaksaran kolektif itu. Kalau ego tidak berhasil menjaga keseimbangan antara tuntutan dari dunia luar, dorongan ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif, maka ego akan menderita dan orang yang bersangkutan akan menderita neurotik (Sarwono 1987: 170-171). 2. 2. 2 Preferensi dalam Tipe kepribadian Manusia Preferensi dalam tipe kepribadian manusia berjumlah delapan antara lain Ekstrovert, Introvert, Pengindra, Intuitif, Berpikir, Perasa, Penilai, dan Pengamat. 1. Orientasi Ekstrovert Ekstrovert adalah suatu kecenderungan yang mengarahkan kepribadian lebih banyak ke luar daripada ke dalam diri sendiri. Seorang ekstrovert memiliki sifat sosial, lebih banyak berbuat daripada berkontemplasi (merenung dan berpikir). Ia juga adalah orang yang penuh motif-motif, yang dikoordinasi oleh kejadian-kejadian eksternal (Chaplin dalam Naisaban 2003:13). Ekstrovert diberi ciri sebagai kecenderungan pada objek-objek dari luar diri, suatu kesiapan untuk menerima kejadian-kejadian luar, suatu keinginan untuk mempengaruhi dan dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar, suatu kebutuhan untuk terlibat, punya kapasitas untuk bertahan, menikmati kesibukan, dan setiap macam keributan di sekitarnya. 21 Jung percaya bahwa perbedaan tipe kepribadian manusia dimulai sejak kecil. Jung mengatakan bahwa : “Tanda awal dari perilaku ekstrovert seorang anak adalah kecepatannya dalam beradaptasi dengan lingkungan dan perhatian yang luar biasa, yang diperankan pada objek-objek, khususnya pada efek yang diperoleh dari dari objek-objek itu. Ketakutan pada objek-objek sangat kecil. Ia hidup dan berpindah antara objek-objek itu dengan penuh percaya diri. Karena itu, ia bebas bermain dengan mereka dan belajar dari mereka. Ia sangat berani. Kadang ia mengarah ke sikap ekstrem sampai pada tahap resiko. Segala sesuatu yang tak diketahuinya selalu memikat perhatian (Sharp dalam Naisaban 2003:14). Walaupun setiap orang dipengaruhi data objektif, namun untuk orang ekstrovert, pemikiran, keputusan dan seluruh perilakunya ditentukan oleh kondisi objektif dibandingkan pandangan-pandangan pribadinya. Sebagai contoh ada orang yang rela dirinya ditertawakan, dengan tujuan supaya orang lain tertawa. Bentuk neurotik yang sering diderita yang sering diderita orang ekstrovert adalah histeria. Hal ini terjadi sebagai suatu identifikasi objektif dengan pribadipribadi dalam lingkungan yang dekat dan sebagai suatu penyesuaian diri terhadap banyak kondisi eksternal yang perlu ditiru (Naisaban 2003:15). Histeria akan semakin besar dan panjang untuk menarik perhatian orang lain dan untuk menimbulkan kesan yang baik bagi orang lain. Mereka adalah orang yang suka diperhatikan, suka menganjurkan, berlebihan dipengaruhi orang lain, suka bercerita, yang kadang mengaburkan kebenaran. Histeria neurotik mulai sebagai pernyataan berlebihan dari seorang berkarakter ekstrovert, lalu semakin rumit lewat reaksi-reaksi kompensasi dari ketaksadaran (unconscious). Hal-hal ini 22 kemudian mengurangi pernyataan yang berlebihan dari seorang berkarakter ekstrovert lewat symtom-symtom yang memaksa individu ke introvert (Naisaban 2003:16). Reaksi ini merupakan bentuk kompensasi antara ketaksadaran (unconscious) dengan kesadaran (conscious) untuk menjaga keseimbangan psikis. Sehingga walaupun seseorang normalnya ekstrovert, namun kadang kala berperilaku introvert. 2. Orientasi Introvert Introvert adalah suatu orientasi ke dalam diri sendiri.secara singkat seorang introvert adalah orang yang cenderung menarik diri dari kontak sosial. Minat dan perhatiannya lebih terfokus pada pikiran dan pengalamannya sendiri. Menurut Jung, orang introvert memfokuskan libidonya ke dalam, dan tenggelam ke dalam diri sendiri, khususnya pada saat-saat mengalami ketegangan dan tekanan batin. Seorang introvert cenderung merasa mampu dalam upaya mencukupi diri sendiri. sebaliknya, seorang ekstrovert membutuhkan orang lain (Sharp dalam Naisaban 2003:18). Pada sadarnya, kesadaran seorang introvert tentang kondisi-kondisi eksternal dapat disadari dengan baik sekali. Namun faktor-faktor subjektif diyakininya sebagai pendorong motivasiya. Jung menguraikan perilaku introvert sebagai orang pendiam, menjauhkan diri dari kejadian-kejadian luar (tertutup), tidak mau terlibat dengan dunia objektif, tidak senang berada di tengah orang banyak, merasa kesepian dan kehilangan di tengah orang banyak. Ia melakukan sesuatu menurut caranya sendiri, menutup diri terhadap pengaruh dunia luar. Ia orang juga orang yang gampang cemburu dan iri hati. Orang tipe ini juga biasanya 23 tidak mudah menerima kritik dari orang lain, egois dan egosentris (Naisaban 2003: 19). Dalam kondisi kurang normal ia menjadi orang yang pesimis dan cemas, karena dunia dan manusia siap menghancurkannya.dunianya adalah suatu pelabuhan yang aman. Tempat tinggalnya (rumah) adalah yang teraman. Teman pribadinya adalah teman yang terbaik. Ciri introvert pada diri seorang anak adalah reflektif, tenggang rasa, pemalu, dan bahkan takut pada objek baru. Ia cenderung mencurigai setiap hal atau orang baru. Ia ingin caranya sendiri. Sedangkan ciri introvert yang tampak dalam diri orang dewasa adalah kecenderungan menilai rendah hal-hal atau orang lain. Semakin egonya besar, berjuang menyediakan keberdikarian dan kebebasannya dari kewajiban dan superioritas maka semakin pula ia menjadi budak data objektif. Kebebasan berpikir individu dibelenggu oleh ketergantungan finansial, demam panggung di hadapan publik, kegagalan superioritas moralnya dalam suatu kekacaubalauan inferioritas relasi. Di sini ketidaksadaran mengambil alih relasi objektfnya. Dalam situasi psikologis ini orang introvert dapat menggunakan tindakan pembelaan diri. Sementara itu, ia membuat usaha yang sia-sia untuk memaksa dirinya, memaksa kehendaknya pada objek. Hal ini menguras tenaga. Dalam kasus yang kurang ekstrem, orang introvert lebih konservatif, memiliki kebiasaan yang cenderung subjektif, egosentris berlebihan di sisi yang satu dan suatu dorongan kuat ketidaksadaran di sisi yang lain (Naisaban 2003:20). 24 3. Fungsi Pengindra Setiap orang memiliki pikiran yang terang mengenai bagaimana pengindra berfungsi atau bekerja. Jelas bahwa tubuh dan pikiran memproses data lewat kerja indra-indra. Kita mengatakan bahwa sebuah apel itu enak karena pernah merasakan kemanisannya, merasakan air jusnya, menyaksikan buahnya yang bulat merah atau kuning. Mata, jari, bibir, lidah dan telinga kita menjelaskan kepada kita apa itu rasa apel. Orang-orang yang menggunakan fungsi Pengindra, umumnya senang yang praktis dan realistis. Umumnya mereka percaya, menghargai, mengarahkan energi pada saat sekarang dan di sini. Respons kepada indra-indra, cepat fokus pada kehidupan mereka dan sesegera mungkin (Naisaban 2003:21). Orang berfungsi pengindra selalu ingin segera melihat dan menyaksikan hasil dari kerjanya. Perhatian kepada saat sekarang, ketidaksabaran dengan penundaan, dan sensivitasnya pada seluk beluk fakta, menjadikan orang pengindra sebagai orang yang meyakinkan. Ia siap berdebat untuk mempertahankan pokok pikirannya atau rencana kegiatan yang ia lakukan. Shadow (sisi gelap) dari orang pengindra menurut Jung (dalam Naisaban 2003:22) adalah bahwa ia kurang memiliki gambaran secara menyeluruh tentang suatu hal. Kurang melihat konsekuensi masa depan dan kemungkinan adanya agenda tersembunyi yang menyebabkan adanya tindakan kurang bijaksana dan pandangan yang kurang luas. Walaupun ada sisi gelapnya, orang berfungsi pengindra dikenal sebagai orang yang sangat baik dalam hidup komunitas, memiliki rasa kebersamaan. Ia dianugerahi cinta, menemukan kesenangan di 25 dalam hal-hal khusus “saat sekarang”, seperti mencintai matahari terbenam bukan sebagai suatu mimpi, melainkan keindahan warna yang ada dalam matahari tu sendiri. 4. Fungsi Intuitif Intuitif adalah suatu jalan merasakan, cara membawakan informasi kepada budi dan jiwa. Cara ini adalah proses yang sering digunakan baik oleh pria maupun wanita. Intuitif adalah juga suatu kemampuan atau kualitas yang sering ditampilkan para tukang sihir, orang-orang kreatif, dan para nabi. Fungsi intuitif menurut Jung (dalam Naisaban 2003:23) suatu fungsi merasakan, suatu fungsi yang muncul dengan sendirinya secara alamiah seperti fungsi pengindra. Fungsi ini digerakkan dari alam tak sadar manusia. Keduanya bekerja dalam setiap pribadi manusia, namun satunya lebih kuat, lebih dominan, lebih jelas muncul dalam perilaku setiap hari. Individu yang menggunakan fungsi intuitif sebagai pola menerima informasi akan menggunakan indra-indra sadarnya, dalam belajar tentang dunia, namun bila individu itu ditanya bagaimana ia sampai tahu segala yang telah ketahui maka ia kan heran dngan segala yang ia ketahui dan alami. Orang intuitif sangat optimis dan punya antusiasme yang tinggi serta tidak meliki orientasi yang kuat terhadap masa depan. Ia sangat gandrung berbicara mengenai proyek-proyek baru, rencana baru, dan kadang gampang mempengaruhi orang lain, namun ia gampang berpindah ke proyek atau pikiran baru sebelum selesai melaksanakan yang lama. Hal ini terjadi karena orang intuitif selalu banyak memikirkan, 26 memimpikan hal yang baru sehingga mereka cepat bosan dengan apa yang mereka kerjakan sekarang. 5. Fungsi Berpikir Orang berfungsi berpikir biasanya bekerja atas dasar logika, objektivitas, dan bermental analitis. Berpikir termasuk juga dalam fungsi penilai yang didasarkan pada logika. Orang berfungsi berpikir biasanya impersonal, sangat menjunjung tinggi logika, berusaha menemukan kriteria objktif sebelum memutuskan sesuatu. Mereka adalah orang yang mampu bernegoisasi, sangat tekun dengan kerjanya dan suka menganalisis. Mereka sulit mengungkapkan perasaan, khususnya mereka yang bertipe pemikir-introvert. Dalam pekerjaan, mereka umumnya kurang emosional, kurang tertarik pada perasaan orang lain, kadang menyakiti orang lain tanpa mereka sadari, senang membuat analisis, dan mengatur segala sesuatu dalam keadan yang teratur, senang memutuskan sendiri dan kadang kurang memperhatikan keinginan orang lain, cenderung mempunyai hubungan baik hanya dengan orang yang berpikiran sama, kadang tampak berhati keras. Dalam pergaulan mereka umumnya tampak dingin, menekan emosi, kadang melakukan permainan yang kurang adil, membutuhkan sistem yang teratur dalam hidupnya dan cenderung mengkritik seseorang sebagai jalan menuju perkembangan hidup (Naisaban 2003:26-27). 6. Fungsi Perasa Fungsi perasa adalah proses rasional yang membuat keputusan atas dasar sistem nilai. Proses ini akan mengalami kesulitan ketika nilai-nilai kehidupan itu agak kabur dan saling bertentangan. Misalnya, ada pandangan bahwa tidak baik 27 memenjarakan orang seumur hidup. Tetapi membunuh juga perbuatan tidak baik. Kalau pembunuh itu diadili pasti yang akan muncul adalah hukuman mati, hukuman seumur hidup atau dibebaskan. Keputusan pertama dan kedua berlawanan dengan keinginan perasa, namun keputusan nomor tiga, tidak adil bagi masyarakat. Di sini ada pertentangan nilai, jadi tidak gampang bagi orang berfungsi perasa untuk memutuskan. Situasi konflik ini sering membuat orang perasa mengalami stress dan sakit. Namun di pihak lain, bila orang perasa yakin akan nilainya maka ia akan sangat yakin pula dalam membuat keputusan. Salah satu kebaikan dalam fungsi ini yakni mereka memiliki kemampuan untuk mengerti perasaan-perasaan orang lain. Kemampuan empati ini diakui dan disadari oleh fungsi-fungsi yang lain, walau sangat sulit bagi orang yang berfungsi berpikir untuk memahaminya (Naisaban 2003:28). Fungsi perasa sangat membutuhkan harmonisasi. Kebutuhan ini begitu kuatnya sehingga kadang mereka sangat hati-hati dalam membaca kebutuhan dan perilaku orang lain. Ia berusaha menghindari pertentangan, terkadang sulit untuk menerima kritik, cenderung setuju dengan orang lain, sangat sulit baginya untuk mengurus bisnis, kadang sulit mengungkapkan pikirannya secara logis, bahkan terkesan semrawut. Mereka umumnya tidak mengalami kesulitan dalam pergaulan, dan sangat simpatik. 7. Fungsi Penilai Naisaban (2003:29) merumuskan seorang yang berfungsi penilai memiliki karakter yang sistematis, rapi, kurang luwes, berkesan maju, bertanggung jawab, dan tegas. Ia mempunyai rencana yang jelas, punya pendirian yang keras, gemar 28 membuat keputusan, senang kalau segala sesuatu berjalan lancar atau selesai pada waktunya. Ia terkesan kurang luwes, memiliki keingnan untuk memiliki banyak, memiliki kepribadian yang kuat, selalu berusaha menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, dan punya tanggung jawab yang sangat tinggi. Kadang kurang sabar, tidak mengganggu pekerjaan yang sedang berjalan walau urgen sekalipun, kadang tidak memperhatikan hal baru yang perlu diselesaikan juga. Kelemahannya adalah kaku, ortodoks, rule oriented dan terlalu cepat memutuskan sesuatu. 8. Fungsi Pengamat Karakter orang pengamat adalah toleran, terbuka, gampang menyesuaikan diri, sangat mengerti orang lain, spontan, luwes, dan punya semangat ingin tahu yang tinggi. Ia memiliki spontanitas yang tak terduga, sangat toleran dan memiliki hidup yang optimis. Prestasi merupakan prioritas dalam hidupnya, karena itu ia ingin tahu dan berusaha untuk menemukan keinginannnya dalam segala macam situasi. Ia bukanlah orang yang sering mengadili orang lain, menerima orang lain apa adanya. Kelemahannya adalah suka menunda keputusan dan terkadang sampai tidak ada keputusan, penampilannya tidak selalu rapi dan kurang terorganisasi, dan kadang terlambat menghadapi situasi. Ia sangat baik dalam menyesuaikan diri dengan perubahan situasi, ingin mengetahui banyak hal tentang suatu kerja, ingin dan senang dengan hal baru. Kelemahannya dalam kerja adalah membiarkan segalanya terbuka bagi orang lain, mengalami kesulitan dalam membuat keputusan, cenderung memula banyak hal tetapi sulit menyelesaikan 29 semuanya, cenderung menunda kerja yang kurang menyenangkan (Naisaban 2003:29-30). 2. 3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Manusia Berdasarkan dari teori Jung di atas maka faktor yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian adalah faktor ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif yang meliputi: a. Ketidaksadaran pribadi Ketidaksadaran pribadi meliputi hal-hal yang diperoleh individu selama hidupnya yang akan berpengaruh di dalam tingkah lakunya. Hal-hal tersebut meliputi: 1) Faktor Kedewasaan Kedewasaan merupakan tingkat kematangan seseorang dalam memenuhi tugas-tugas dimasa perkembangan masa kanak-kanak, masa remaja, dan remaja akhir (Hurlock 1992: 25). Misalnya seorang anak kecil yang pada umur tertentu yang seharusnya bisa mengenali orang-orang di sekelilingnya tetapi anak tersebut ternyata belum mengenali mereka, maka anak tersebut dapat dikatakan gagal dalam memenuhi tugasnya sebagai anak seumurnya atau tidak matang dalam perkembangannya. 2) Faktor Motif cinta Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial sebagai pertumbuhan kepribadian. Kehangatan, persahabatan, ketulusan kasih sayang, peneriman orang lain yang hangat sangat dibutuhkan manusia. 30 3) Faktor Frustasi Frustasi merupakan keadaan sesorang yang merasakan kekecewaan akibat kegagalan di dalam mengerjakan sesuatu atau akibat tidak berhasil dalam mencapai suatu cita-cita. 4) Faktor Konflik Konflik merupakan sikap sesorang yang menentang, berselisih maupun cekcok terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. 5) Faktor Ancaman Yaitu sikap seseorang yang akan melakukan sesuatu terhadap suatu objek baik berupa pertanda atau peringatan mengenai sesuatu yang akan terjadi (Suryabrata 2002: 141-142). b. Ketidaksadaran Kolektif Ketidaksadaran kolektif adalah sistem yang paling berpengaruh terhadap kepribadian dan bekerja sepenuhnya di luar kesadaran orang yang bersangkutan dan merupakan suatu warisan kejiwaan yang besar dari perkembangan kemanusiaan (Dirgagunarsa 1978: 72). Hal-hal tersebut meliputi filsafat, agama, dan mistik. 1. Faktor Biologis Faktor biologis berpengaruh dalam seluruh kegiatan manusia. Warisan biologis manusia menentukan kejiwaannya. Kejiwaan yang merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan (Rakhmat 1986: 41-45). Faktor biologis ini misalnya kebutuhan biologis seseorang akan rasa lapar, rasa aman dan hasrat seksual. 31 2. Filsafat Filsafat adalah usaha untuk mengenal dan memahami dunia dalam hal makna dan nilai-nilainya. Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh mana dapat dijangkau pikiran manusia. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya (Rahman Dkk 2003:45). Filsafat berusaha menyatukan hasil-hasil ilmu dan pemahaman tentang moral, etika, estetika, dan agama. Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia. Philos artinya suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya kebijaksaan. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan sebagai cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan (Muntasyir dan Misnal Munir 2002:2). Fungsi dari filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup (lebensanscnhauung) dan pandangan dunia (weltanschauung) yang didasarkan pengalaman kemanusiaan yang luas. Oleh karena itu, filsafat merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan secara alami dari makhluk yang berpikir (Rahman Dkk 2003:46). Menurut Socrates (dalam Rahman Dkk 2003:46), filsafat adalah cara berpikir yang radikal dan menyeluruh atau cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya dan berkelanjutan. Filsafat mendorong orang untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Dengan demikian, filsafat berarti mengoreksi diri sendiri agar orang itu berani berterus 32 terang mengenai keterbatasan pengetahuannya dan kemampuannya. Berfilsafat berarti pula berendah hati terhadap kesemestaan, menyadari akan kedudukannya di tengah-tengah alam semesta. Adapun hal-hal yang menjadi pokok kajian dari filsafat adalah: (a) logika, (b) etika, (c) estetika, (d) metafisika, (e) politik. Logika adalah kajian yang mencari mana yang benar dan mana yang salah.sedangkan etika adalah kajian yang mencari mana yang baik dan mana yang buruk. Estetika merupakan kajian untuk menentukan mana yang indah dan mana yang jelek dan metafisika adalah kajian yang termasuk ke dalam teori tentang ada atau tentang tidak ada, hakikat keberadaan suatu zat, hakikat pikiran, dan kaitan antara pikiran dan zat. Metafisika juga mengkaji hal-hal yang gaib, misteri, rahasia, samara-samar atau juga disebut ontologi, yakni ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu. Politik ialah kajian mengenai organisasi pemerintahan yang ideal, bagaimana memusatkan kekuasaan (sentralisasi dan konsentrasi) serta membagi kekuasaan (desentralisasi dan dekeonsentrasi). 3. Agama Pada dasarnya manusia dibekali Tuhan instink atau intuisi, penginderaan dan perasaan, akal, agama, taufiq dan ‘inayah. Karena akal (rasio) dan rasa (perasaan) inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya dan lebih tinggi derajatnya. Manusia menggunakan akalnya untuk mencari, meneliti dan mempelajari rahasia-rahasia yang terkandung di dalam alam semesta. Manusia juga mempunyai sifat dasar ingin tahu dan tak pernah puas yang 33 mendorong mereka untuk mempertanyakan berbagai macam realitas yang dihadapinya kemudian berusaha mencari jawabnya sendiri. Apabila kemudian ia merasa, ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasan itulah manusia mulai berfilsafat. Ia akan berpikir bahwa di luar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran hakiki (Sudarsono dalam Mutadho 2001: 2). Namun jika manusia hanya menggunakan akal yang bersifat nisbi dan terbatas, tetap saja manusia tidak akan mampu menjangkau persoalan yang ada di hadapannya secara tuntas. Karena keterbatasan akal itulah maka hasil penetapannya pun hanyalah mencapai tingkat kebenaran relatif . Akal dapat mengalami perubahan sehingga keputusannya pun dapat pula berubah. Misalnya dalam Ilmu Pengetahuan yang pada umumnya mengandalkan analisa data dan fakta yang bersifat empiris dan dapat diuji kebenarannya secara empiris. Oleh karena itu konsepsi filsafat tentang persoalan apa saja terutama yang menyangkut Tuhan (metafisika) tidak pernah memberikan kebenaran yang bersifat abadi dan absolut, sehingga sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai pegangan hidup dan keyakinan. Betapapun pintarnya manusia dan betapapun hebatnya akal mereka, namun masih terlalu banyak hal-hal yang tidak dapat dipecahkan oleh akal murni. Terlalu banyak hal-hal yang absurd di dunia ini yang tidak dapat dijawab oleh logika biasa, sehingga persoalan-persoalannya harus 34 dikembalikan kepada agama dan kepada Tuhan untuk memperoleh jawaban yang memberi kepuasaan. Dengan demikian manusia memerlukan pegangan hidup yang bersifat absolut dan mutlak, agar dia tidak terombang-ambing dalam ketidakpastian di dalam hidupnya. Pegangan yang bersifat absolut itu tentunya hanya datang dari Dzat yang bersifat absolut pula, yaitu Tuhan. Pegangan-pegangan yang bersifat absolut itu langsung diturunkan oleh Tuhan YME melalui wahyu yang diturunkan kepada utusan-utusan-Nya. Ajaran-ajaran di dalam wahyu itulah yang kemudian disebut Agama. Kebenaran Agama bersifat eternal (abadi) dan tidak mungkin mengalami perubahan. Tetapi tidak berarti bahwa dengan sifatnya eternalnya itu agama akan menjadi kaku dan tidak dapat mengikuti perkembangan zaman yang selalu berubah (Depag 1997:135). Antara agama dan filsafat mempunyai kaitan timbal balik yang erat. Filsafat dapat berfingsi sebagai alat memperkokoh kedudukan agama, sedangkan Agama dapat menjadi dasar dan inspirasi bagi berbagai pemikiran filosofis yang kuat dan benar. Selain itu, agama sekaligus akan berperanan untuk menjadi kendali bagi pemikiran-pemikiran filosofis, sehingga tidak menyimpang dari kebenaran sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Tuhan YME. Dengan demikian fungsi agama bagi manusia meliputi: a) sebagai sistem kepercayaan, b) sebagai suatu sistem ibadah, c) sebagai sistem kemasyarakatan. Agama sebagai suatu sistem kepercayaan akan memberikan pegangan yang lebih kokoh tentang suatu masa depan yang pasti bagi manusia. Di samping itu 35 sistem kepercayaan yang benar dan dihayati dengan mendalam akan menjadikan manusia sebagai seorang yang memiliki taqwa, yang akan menjadikan motivator serta pengendali oleh setiap gerak langkahnya sehingga tidak terjerumus kepada perbuatan-perbuatan hina dan merusak. Agama sebagai suatu sistem ibadah, agama akan memberi petunjuk kepada mausia tentang tata cara berkomunikasi dengan Tuhan menurut jalan yag dikendaki-Nya sendiri. Karena menyimpang dari cara-cara yang telah ditetapkan merupakan perbuatan yang tidak disukai oleh Tuhan. Ibadah sebagai sistem komunikasi vertical antara hamba dengan makhluknya sangat besar efek positifnya. Oleh karena melalui ibadah itu si hamba dapat langsung berdialog dan bermunajat dengan Tuhannya, di mana dia akan mencurahkan segala problema yang di hadapinya dalam hidup ini. sistem ini tidak diragukan lagi akan manfaatnya yang dapat menetralisir keadaan jiwa manusia yang selalu sibuk dalam urusan duniawiahnya, sehingga tercipta suasana optimisme dalam hidup. Agama sebagai suatu sistem kemasyarakatan maka agama akan memberi pedoman-pedoman dasar dan ketentuan-ketentuan pokok yang harus dipegangi oleh manusia dalam mengatur hubungan-hubungannya dengan sesame manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat. Manusia sebagai mahkluk sosial tidak dapat mengelakkan dirinya dari hubungannya dengan sesame manusi. Dalam hubungannya dengan sesama manusia, akan tercipta aturan-aturan dan hukum-hukum sendiri yang harus 36 disepakati, yang meliputi apa yang disebut hak dan kewajiban (Depag 1997:138-139). 4. Mistik Mistik adalah hal-hal ghaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia biasa. Mistik merupakan subsistem yang ada dalam hampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia yang mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan. Misalnya berdoa, berzikir, mengadakan selametan dan sebagainya. Mistisisme adalah falsafah hidup yang dimaksudkan untuk meningkatkan jiwa seorang manusia, secara moral, lewat latihan-latihan tertentu, kadang untuk pemenuhan fana dalam Realitas Yang Tertinggi serta pengetahuan tentang-Nya secara intuitif, tidak secara rasional, yang buahnya ialah kebahagiaan rohaniah, yang hakekat realitasnya sulit diungkapkan dengan katakata, sebab karakternya bercorak intuitif dan subyektif (Murtadho 2002:19). Jadi mistik merupakan bagian dari sikap manusia yang secara tidak sadar mempercayai sesuatu yang tidak rasional sebagai cara untuk melepaskan pikiran dan perasaan yang hasilnya akan mendatangkan kebahagiaan rohani bagi manusia. 2. 4 Tokoh dan Penokohan 2. 4. 1 Pengertian Tokoh Tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga 37 berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot dan tema. Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2000:165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sayuti (1996:43) juga berpendapat bahwa tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam tindakan. Tokoh menurut Aminuddin (1995:79) adalah tokoh yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Menurut Sudjiman (1990:79) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Dari berbagai pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa tokoh adalah individu rekaan dalam cerita yang mengalami peristiwa dalam tindakan. 2. 4. 2 Jenis-jenis Tokoh Sebuah novel biasanya menghadirkan sejumlah tokoh di dalamnya. Namun, dalam kaitannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tidak sama. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, dibagi menjadi tokoh utama (central character, main character) dan tokoh tambahan (peripheral character). a) Tokoh utama cerita (central character, main character) yaitu tokoh yang diutamakan penceritannya dalam cerita. Tokoh ini biasanya ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. 38 b) Tokoh tambahan (peripheral character) adalah tokoh yang mempunyai peranan yang tidak penting dalam cerita dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama (Nurgiyantoro 2000: 176-177). 2. 4. 3 Pengertian Penokohan Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita baik keadaan lahirnya maupun keadaan batinnya, yang berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya (Suharianto 1982:31). Perwatakan dalam suatu fiksi dapat dipandang dari dua segi. Pertama mengacu pada suatu tokoh atau orang yang bermain dalam cerita, emosi dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam satu cerita (Stanson dalam Baribin 1985:54). Jones dalam Nurgiyantoro (2000:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang sesorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran sesorang yang jelas yang ditampilkan dalam sebuah cerita dan mempunyai sikap-sikap tertentu. 2. 4. 4 Teknik Pelukisan Tokoh Menurut Nurgiyantoro (2000:194) secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya dapat dibedakan menjadi dua yaitu teknik ekspositori (penjelasan) dan teknik dramatik. Istilah lain kedua teknik pelukisan tokoh di atas adalah teknik pelukisan secara langsung dan pelukisan secara tidak langsung. 39 a) Teknik Ekspositori Teknik ini sering disebut dengan teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri fisiknya (Nurgiyantoro 2000:195). Bahkan sering dijumpai dalam suatu karya fiksi, informasi tentang kedirian tokoh tersebut telah diterima secara lengkap. Hal semacam ini biasanya terdapat pada tahap perkenalan. Pengarang tidak hanya memperkenalkan latar dan suasana dalam rangka “menyituasikan” pembaca, melainkan juga data-data kedirian tokoh cerita. b) Teknik Dramatik Pada teknik dramatik ini tokoh ditampilkan mirip dengan ketika ditampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan melalui peristiwa yang terjadi . Dalam Nurgiyantoro (2000:201) penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan melalui beberapa teknik, antara lain: 40 1. Teknik Cakapan Percakapan yang dilakukan oleh tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan (Nurgiyantoro 2000:201). Tetapi tidak semua percakapan mencerminkan kedirian tokoh. Percakapan yang menggambarkan sifat-sifat tokoh biasanya adalah percakapan yang baik, efektif, lebih fungsional. 2. Teknik Tingkah Laku Teknik tingkah laku ini terwujud dari tindakan tokoh cerita yang bersifat nonverbal atau fisik (Nurgiyantoro 2000:203). Apa yang dilakukan tokoh dalam wujud tindakan dan tingkah laku, misalnya menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap dapat mencerminkan sifat-sifat kedirian tokoh cerita. 3. Teknik Pikiran dan Perasaan Keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang (sering) dipikir dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mecerminkan sifat-sifat kediriannya. Perbuatan dan kata-kata merupakan pewujudan konkret tingkah laku pikiran dan perasaan. Di samping itu, dalam bertingkah laku secara fisik dan verbal, orang mungkin berlaku atau dapat berpura-pura, berlaku secara tidak sesuai dengn yang ada dalam pikiran dan hatinya. Namun, orang tidak mungkin dapat berlaku pura-pura terhadap pikiran dan hatinya sendiri (Nurgiyantoro 2000:204). 41 4. Teknik Arus Kesadaran Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama-sama menggambarkan tingkah laku batin tokoh. Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, antara tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (Abrams dalam Nurgiyantoro 2000: 206). Aliran kesadaran berusaha menangkap dan mengungkapkan proses kehidupan batin, yang memang hanya terjadi di batin, baik yang berada di ambang kesadaran maupun ketaksadaran, termasuk kehidupan bawah sadar. Apa yang hanya ada di bawah sadar, atau minimal yang ada di pikiran dan perasaan manusia, jauh lebih banyak dan komplek daripada yang dimanifestasikan ke dalam perbuatan dan kata-kata. 5. Teknik Reaksi Tokoh Teknik reaksi tokoh merupakan reaksi tokoh terhdap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap, tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan. 6. Teknik Reaksi Tokoh Lain Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain. Dengan 42 kata lain, penilaian kedirian tokoh (utama) cerita oleh tokoh-tokoh cerita yang lain dalam sebuah karya (Nurgiyantoro 2000:209). 7. Teknik Pelukisan Latar Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain. Keadaan latar tertentu, dapat menimbulkan kesan yang tertentu pula di pihak pembaca. 8. Teknik Pelukisan Fisik Keadaan fisik sesorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya atau paling tidak pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu (Nurgiyantoro 2000:210). Misalnya, bibir tipis yang merujuk pada sifat ceriwis dan bawel. 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sasaran Penelitian Sasaran penelitian skripsi ini adalah tipe kepribadian tokoh utama dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer menurut teori psikoanalisa Carl Gustav Jung. Tipe kepribadian setiap individu berbeda-beda. Tipe kepribadian adalah tipikal dari pribadi seseorang yang menjadi karakteristik orang tersebut yang merupakan seluruh peristiwa kejiwaan di dalam diri seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. 3.2 Data dan Sumber Data Penelitian Data yang diteliti meliputi kalimat-kalimat atau pernyataan-pernyataan yang terdapat di dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer yang mengandung informasi tentang tipe kepribadian tokoh utama dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama. Sumber data penelitian ini berupa novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer dengan tebal 134 halaman, diterbitkan oleh Lentera Dipantara, cetakan pertama bulan juli tahun 2003. 44 3. 3 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan untuk meneliti novel ini adalah pendekatan Psikologi Sastra. Menurut Semi (1993:76) pendekatan psikologi sastra adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang penilaian kehidupan manusia. Dalam pandangan Wellek, Warren dan Hardjana (dalam Endraswara 2004:98), psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan penelitian. Pertama, penelitian terhadap psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Peneliti berusaha menangkap kondisi kejiwaan seorang pengarang pada saat menelurkan karya sastra. Kedua, penelitian proses kreatif dalam kaitannya dengan kejiwaan. Psikologi ini berhubungan dengan psikologi proses kreatif, yaitu bagaimana langkah-langkah psikologis ketika mengekspresikan karya sastra menjadi fokus. Ketiga, penelitian hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dalam kaitan ini studi dapat diarahkan pada teori-teori psikologi, misalnya psikoanalisis ke dalam sebuah teks sastra. Keempat, penelitian dampak psikologis teks sastra kepada pembaca. Studi ini lebih cenderung ke arah aspek-aspek pragmatik psikologis teks sastra terhadap pembacanya. Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana tipe kepribadian tokoh utama novel dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama dipandang dari teori psikoanalisa Carl Gustav Jung. Karena menggunakan teori psikologi yaitu teori psikoanalisa Jung untuk menganalisis tokoh novel, maka penelitian ini termasuk penelitian dengan menggunakan cara yang ketiga, yakni penelitian hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. 45 3. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Metode ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi penokohan tokoh utama yang ada dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas. Berdasarkan penokohan tersebut maka dapat mengungkap tipe kepribadian tokoh utama yang kemudian dikaji dengan menggunakan pendekatan psikologi. Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskripsi dengan pendekatan psikologi. Analisis dengan metode deskriptif dilakukan dengan cara mengidentifikasikan dan mendeskripsikan unsur pembangun cerita yang berupa tokoh dan penokohan. Data dianalisis bagian demi bagian sehingga menghasilkan kepribadian tokoh utama. Kajian tokoh dan penokohan yang telah dilakukan dengan metode deskriptif selanjutnya akan dikembangkan pada analisis tipe kepribadian tokoh utama dengan pendekatan psikologi menggunakan teori psikoanalisa Carl Gustav Jung. Selain mengungkap tipe kepribadian tokoh utama, teori ini juga digunakan untuk mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama. Adapun langkah-langkah konkret dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membaca teks novel secara keseluruhan dan memahami isinya. 2. Mendalami teori yang akan digunakan dalam mengkaji novel. 3. Menentukan tokoh utama yang akan dikaji. 4. Menentukan penokohan tokoh utama. 5. Menganalisis penokohan tokoh utama menurut tipe kepribadian Jung. 46 6. Mendeskripsikan tipe kepribadian tokoh utama menurut tipe kepribadian Jung. 7. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama. 8. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama. 9. Menyimpulkan keseluruhan hasil analisis. 47 BAB IV TIPE KEPRIBADIAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS Tipe kepribadian yang dibahas pada skripsi ini adalah tipe kepribadian tokoh utama novel Midah, Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer menurut teori psikoanalisa Carl Gustav Jung. Tokoh utama tersebut adalah Midah. Tokoh Midah mendominasi keseluruhan cerita dan diutamakan penceritaannya dalam novel ini. Selain itu, isi dari novel ini menceritakan perjalanan kehidupan dan perkembangan kepribadian Midah. Kehidupan Midah dengan segala permasalahan kehidupannya diceritakan pengarang secara runtut, yaitu dimulai dari kehidupan masa kecil yang bahagia, kemudian Midah kehilangan kebahagiannya itu yang akhirnya membuat Midah menjadi seorang yang berkepribadian keras hati, memegang prinsip, optimis, berani dan bijaksana. Jadi, tokoh atau pelaku utama yang terdapat dalam novel ini adalah Midah. 4. 1 Tipe Kepribadian Tokoh Utama Pada bab dua telah dijelaskan bahwa menurut Jung kepribadian seseorang terdiri dari dua alam yaitu alam kesadaran dan alam ketidaksadaran. Kesadaran berfungsi untuk penyesuaian terhadap dunia luar sedangkan ketidaksadaran untuk penyesuaian terhadap dunia dalam. Kepribadian juga dipengaruhi oleh alam ketidaksadaran. Jung membagi ketidaksadaran menjadi dua yaitu ketidaksadaran 48 pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Isi ketidaksadaran pribadi diperoleh melalui hal-hal yang diperoleh individu selama hidupnya sedangkan isi dari ketidaksadaran kolektif diperoleh selama pertumbuhan jiwa keseluruhannya, seluruh jiwa manusia melalui sensasi. Ketidaksadaran kolektif ini merupakan warisan kejiwaan yang besar dari perkembangan kemanusiaan yang terlahir kembali dalam struktur tiap individu (Budiningsih 2002:14). Antara kesadaran dan ketidaksadaran menurut Jung sama pentingnya dalam menentukan perilaku. Keduanya berhubungan kompensatoris dan saling berlawanan. Hal ini terlihat pada kepribadian Midah. pada kesadarannya Midah bertipe kepribadian perasa dan introvert maka, ketidaksadaran Midah bertipe pemikir dan ekstrovert. Kedua komponen kesadaran yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa berada di alam kesadaran Midah yang merupakan sifat dasar Midah dan tidak akan berubah dalam menghadapi lingkungan yang berbeda-beda namun hanya berada di diri Midah atau secara introvert (tertutup). Menurut kesadaran, yakni fungsi jiwa Midah bertipe kepribadian perasa dan berdasarkan sikap jiwa Midah bertipe kepribadian introvert. Ketidaksadaran Midah yakni ketidaksadaran pribadinya bertipe pemikir bersifat ekstrovert dan ketidaksadaran kolektifnya bertipe intuitif. Tipe inilah yang secara tidak disadari Midah keluar dari dirinya (ekstravert) yang tampak pada sifatnya yang keras hati dan memegang prinsip meskipun pada dasarnya Midah mempunyai sifat mengerti perasaan orang lain, dan tertutup. Kepribadian Midah dipengaruhi oleh ketidaksadaran pribadi yaitu faktor kedewasaan, motif cinta, faktor ancaman, faktor frustasi, dan faktor konflik. 49 Faktor-faktor ini diperoleh Midah sejak ketika ia mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari orang tuanya hingga ketika ia harus menanggung perbuatan yang telah dilakukannya. Kepribadian Midah yang berani, optimis, dan bijaksana dalam hidupnya juga dipengaruhi faktor ketidaksadaran kolektif antara lain faktor biologis, faktor filsafat, faktor agama dan faktor mistik. Ketidaksadaran kolektif ini merupakan pembawaan rasial dari perkembangan kemanusiaan yang terlahir kembali dalam struktur tiap individu. Jadi faktor-faktor ini melekat di semua orang dan ikut menentukan kepribadian seseorang namun seseorang itu tidak menyadari bahwa kepribadiannya dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Sifat-sifat Midah dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadiannya secara rinci adalah sebagai berikut. 4. 1. 1 Tipe Kepribadian Midah Berdasarkan Struktur Kesadaran Berdasarkan struktur kesadaran ini kepribadian Midah dilihat dari fungsi jiwa dan sikap jiwa. a. Berdasarkan Fungsi Jiwa Midah merupakan seorang pribadi yang perasa yakni menilai atas dasar menyenang dan tidak menyenangkan. Midah adalah seorang yang meyakini bahwa apa yang telah ia putuskan adalah benar. Ia merasa yakin bahwa keputusannya meninggalkan rumah suaminya, tak kembali ke rumah orang tuanya dan menjadi penyanyi keroncong adalah keputusan yang tepat. Ia sangat mengerti perasaan orang lain dan membutuhkan harmonisasi dalam hidup. Karena itu ia lebih suka menghindari pertentangan. Misalnya, Midah tak mau ada pertentangan 50 antara ia dengan suami, ia dengan orang tua, ia dengan Ahmad dan ia dengan masyarakat. Ia memilih untuk menghindar dari mereka dan mencoba menentukan hidupnya sendiri tanpa campur tangan orang lain. Ia memilih keluar dari rumah orang tuanya dan juga berpisah dengan anak pertamanya. Midah juga mudah tersinggung dan tidak mudah menerima kritikan dari orang lain. Hal ini disebabkan, seorang perasa seperti Midah cenderung menuntut orang lain agar mereka juga harus mengerti perasaannya karena Midah merasa telah mengerti perasaan mereka. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi jiwa yang dominan (superior) dalam diri Midah adalah rasional perasa. Jadi, tipe kepribadian Midah menurut fungsi jiwa adalah tipe perasa. Hal ini dibuktikan melalui sifatsifat Midah sebagai berikut. a. Yakin dalam Membuat Keputusan Midah yakin bahwa keputusannya keluar dari rumah suaminya adalah benar. Sebab ketika ia masih bersama suaminya ia menderita dan kesepian. Hal ini dapat dilihat melalui teknik ekspositori yaitu pendeskripsian pengarang secara langsung dalam kutipan berikut. Di tangan lelaki ini Midah tak ubahnya dengan sejumput tembakau. Ia bisa dipilin pendek dipilin panjang─dipilin dalam berbagai bentuk. Di daerah, di mana dahulu bapaknya dilahirkan, ia merasa sebagai sebatang tunggul terpancang di tengah-tengah padang. Apalagi setelah diketahuinya bahwa Haji Terbus bukan bujang dan bukan muda. Bininya telah tersebar banyak di seluruh Cibatok. Ini diketahuinya waktu ia mengandung tiga bulan. Waktu ia tak sanggup lagi menanggung segalanya, dengan diamdiam ia kembali ke Jakarta (MSBE, hlm. 20-21). 51 Kutipan di atas menggambarkan keadaan Midah berada di tangan suaminya. Ia selalu diperlakukan semena-mena seperti sejumput tembakau yang dapat dipilin dalam berbagai bentuk. Midah juga kesepian bagaikan sebatang tunggul yang terpancang di tengah padang. Apalagi ketika ia tahu suaminya mempunyai banyak istri. Karena itu semua Midah akhirnya tidak tahan dan memutuskan untuk pergi meninggalkan suaminya. Midah juga yakin akan keputusannya untuk tidak pulang ke rumah karena ia masih trauma dan takut kepada bapaknya. Hal ini ditunjukkan Midah dengan perkataannya kepada ibu kosnya yang membujuk Midah agarmau pulang ke rumah orang tuanya. Teknik pelukisan tokoh secara dramatik dengan teknik cakapan menggambarkan sifat Midah yang bersikeras tidak mau pulang ke rumah orang tuanya. Hal ini diungkapkan dalam kutipan berikut ini. Anakku, apakah untungnya beretak-retak dengan orangtua sendiri. pergilah padanya, Manis. Ibu, aku tidak berani. Mari aku antarkan. Aku tak bisa lupa tamparan ayahku. Tapi bukan tamparan pada pipiku yang kurasakan, tetapi tamparan yang mengenai hatiku. Tidak bisa anakku. Engkau harus maafkan mereka. Kalau engkau tahu bagaimana seorang tua harus membanting tulang mencari penghasilan, engkau akan mengerti bagaimana keruh hatinya bila tak dapat diterima apa yang sudah meminta banyak dari tenaganya. Orangtua ingin kembali ke rumahnya yang damai, dimana ia beristirahat dengan senang. Pekerjaan sehari melelahkan. Dan kalau di rumah terjadi yang tidak menyenangkan, tidak menghiburnya, dia gampang marah. Maafkan mereka. Tentu saja aku maafkan. Kalau begitu ayolah aku antarkan. Aku takut. (MSBE, hlm. 111). 52 Dari kutipan di atas menunjukkan bagaimana ibu kos itu meyakinkan Midah panjang lebar agar Midah mau pulang. Tetapi Midah tetap tidak mau pulang dengan alasan takut. Midah yang teguh dengan keputusannya juga terlihat ketika ia tetap mempertahankan keputusannya menjadi seorang penyanyi meskipun ia ditentang orang tuanya. Menurutnya menyanyi bukanlah suatu kesalahan. Hal ini dilukiskan pengarang melalui teknik cakapan yaitu dialog antara Midah dengan ibunya berikut ini. Ijinkanlah aku pergi, seperti dahulu aku pergi meninggalkan rumah ini. Jangan tahan aku, karena aku tahu benar apa yang akan aku perbuat. Apakah engkau akan siksa hati bapakmu dengan nyanyianmu melalui radio? Menyanyi bukan kesalahan, ibu. Juga bukan dosa. Jangan, Midah. Jangan pergi. Anakmu mesti pergi, ibu. Kutipan di atas menunjukkan bahwa keputusan Midah untuk menjadi penyanyi sudah tak dapat dipatahkan lagi meskipun keputusannya itu tak disetujui orang tuanya. Midah menganggap bahwa menyanyi bukanlah kesalahan dan dosa. b. Mengerti Perasaan Orang Lain Midah merupakan seorang yang mengerti akan perasaan orang lain karena bagi seseorang bertipe perasa sepertinya, sangat membutuhkan harmonisasi dalam hidup. Karena itu ia lebih cenderung mengerti dan mengalah untuk menghindari adanya pertentangan dengan orang lain. Misalnya ketika ia mengalah dengan keputusan Ahmad yang tidak mau bertanggung jawab atas bayinya. Ia lebih memilih semua itu ditanggungnya sendiri daripada harus memaksa Ahmad untuk bertanggung jawab karena ia tidak mau Ahmad dan keluarganya mendapat aib dan 53 Ahmad dimusuhi keluarganya. Hal ini ditunjukkan pengarang melalui teknik cakapan yaitu perkataan Midah kepada Ahmad dalam kutipan berikut ini. Aku tidak keberatan apabila engkau tak mau mengakui anakmu sendiri. aku pun tidak keberatan kau tuduh bercampur dengan lelaki-lelaki lain. Baiklah semua ini aku ambil untuk diriku sendiri. dan engkau, kak, engkau boleh terpandang sebagai orang baik-baik untuk selama-lamanya. Biarlah segala yang kotor aku ambil sebagai tanggung jawabku sendiri (MSBE, hlm. 110). Kutipan di atas menunjukkan Midah tidak mau memaksakan kehendaknya kepada Ahmad. Ia memilih untuk mengalah dan biarlah yang jelek ia yang tanggung agar Ahmad masih terpandang di mata orang sebagai pria baik-baik. Hal ini dimaksudkan Midah agar Ahmad tidak mendapat jelek dari orang-orang. Sifat Midah yang mengerti perasaan orang lain juga tercermin ketika ia rela meninggalkan rumah orang tuanya untuk kedua kalinya agar orang tuanya tidak ikut menanggung aib yang dibawanya dan tidak mendapat jelek dari masyarakat. Hal ini dapat disimak melalui teknik pikiran dan perasaan Midah berikut ini. Hormat keliling kepada bapaknya, membuat Midah tak tertahankan lagi mengingat kandungannya. Ah, cucunya yang kedua ini akan merusakkan segala-galanya. Dan itu tidak boleh. Bapak juga punya hak untuk memiliki kedamaian hati─bukan aku saja. Juga ibu berhak memilikinya. Alangkah daif dan sekakarku kalau semua hendak kurampas untuk diriku dan kandunganku belaka (MSBE, hlm. 123). Kutipan di atas menunjukkan Midah tidak mau karenanya, bapaknya menjadi tidak mempunyai kedamaian jiwa. Ia berpikir bahwa bukan ia saja yang membutuhkan kedamaian jiwa, tapi juga bapaknya. Ia berpikir alangkah daif dan sekakarnya ia jika hanya mementingkan dirinya dan bayinya. 54 c. Mudah Tersinggung Seorang perasa seperti Midah juga mempunyai sifat mudah tersinggung dan tidak mau menerima kritik dari orang lain. Ia tak mau begitu saja orang lain menilai, atau berpendapat tentang dirinya dan apa yang telah menjadi keputusannya. Karena ia merasa telah mengerti perasaan mereka, karena itu ia pun menuntut agar mereka juga mengerti dan memahami perasaannya, bukan malah menilai atau mengkritiknya. Sifat Midah yang mudah tersinggung ini ditunjukkan engarang melalui teknik dramatik yaitu teknik reaksi tokoh lain. Riah pernah bekerja di rumah Midah sebagai pembantu sejak Midah masih kecil sehingga ia tahu betul sifat Midah. Ketika Riah mendengar niat Midah yang ingin bekerja sebagai babu, ia tak menyetujuinya karena ia tahu sifat Midah yang mudah tersinggung. Hal tersebut dapat disimak dalam kutipan di bawah ini. Jadi babu aku bisa, akhirnya dengan suara rendah ia menjawab. Itu tidak baik bagi dirimu. Engkau cantik, lagipula tidak bisa diperintah orang. Engkau gampang tersinggung dan tidak cekatan (MSBE, hlm. 23). Kutipan di atas menunjukkan reaksi Riah yang tidak setuju dengan keputusan Midah menjadi babu. Midah adalah orang yang mudah tersinggung, karena itu ia tak bisa diperintah orang. Sosok Midah yang mudah tersinggung juga ditunjukkan pengarang melalui teknik dramatik yaitu teknik reaksi tokoh. Hal ini bisa dilihat lewat reaksi Midah yang menarik tangannya dari tangan Ahmad ketika Ahmad mengatakan bahwa mereka berbeda satu sama lain. Seperti dalam kutipan berikut. Ia tak kuat menahan kesakitan dan kepahitan di dalam dadanya, dan diletakkan tangannya di atas tangan pemuda itu. 55 Tapi engkau tahu, Manis, takkan mungkin aku jadi─ Ya, tahulah aku sekarang, engkau cin─tapi itu tidak boleh. Kita berdua adalah orang dari lain-lain sifat, asal, dan daerah. Tangan Midah ditariknya kembali. Hanya terasa olehnya ucapan pemuda yang terakhir itu merupakan hinaan baginya, hinaan untuk membentengi diri pemuda di sampingnya (MSBE, hlm. 84). Kutipan di atas menggambarkan betapa Midah sangat tersinggung dengan ucapan Ahmad. Ia merasa telah dihina oleh Ahmad. Dan hinaan tersebut tidak lain untuk melindungi diri Ahmad sendiri agar ia tak terlanjur mencintai Midah. Dari uraian di atas dapat diambil simpulan bahwa fungsi jiwa yang menjadi fungsi dominan (superior) dalam diri Midah adalah fungsi rasional perasa. Fungsi ini menguasai kehidupan alam sadar Midah. Selain fungsi yang dominan juga terdapat fungsi bantu. Fungsi bantu yang berada di alam sadar Midah adalah fungsi pengindra. Fungsi pengindra yang ada dalam diri Midah adalah rasa cinta Midah menjadi penyanyi seni musik keroncong. Midah menemukan ketenangan jiwa, dan merasa hidup saat mengabdi pada musik tersebut. Pengarang menggunakan teknik dramatik melalui teknik tingkah laku yang tercermin lewat tingkah laku Midah yang terus mengikuti rombongan keroncong ketika pertama kalinya Midah jatuh cinta pada kesenian itu. Seperti dalam kutipan beikut ini. Hingga berkilo-kilo jauhnya ia ikuti rombongan pengamen itu. Bahkan dia sendiri, banyak lagi pemuda dan pemudi kecil berbuat seperti dirinya. Dan dengan diam-diam mereka ini meneguk habis seluruh rangkaian suara yang keluar dari rombongan pengamen itu. Bahkan canda sindiran anggota-anggota rombongan satu sama lain seakan memberi silaan kepada mereka untuk ikut serta dengan kehidupan mereka yang lepas dari segala kesulitan: hidup yang hanya dipergunakan untuk mengabdi pada kesukaan: kesukaan menyanyi, kesukaan membagi kesukaan dengan para pendengarnya (MSBE, hlm.17). 56 Kutipan di atas menunjukkan sikap Midah yang rela membuntuti rombongan pengamen keroncong dengan harapan ia bisa menyanyi dengan mereka dan mengabdikan diri kepada musik keroncong. b. Berdasarkan Sikap Jiwa Berdasarkan sikap jiwa tipe kepribadian Midah adalah tipe introvert. Midah merupakan sosok pendiam dan senang memendam perasaan. Perasaan iri, cemburu dan kesepian ketika melihat kebersamaan orang tuanya dan adik-adiknya tak pernah ia ungkapkan. Ketika menjalani segala penderitaan hidup di jalanan pun ia tak pernah mengeluh kepada siapapun. Juga kepada Riah, mantan pembantu di rumahnya yang siap menolongnya. Midah tidak mau melibatkan orang lain dalam permasalahannya. Ia ingin menghadapi cobaan hidup sendirian dan menyelesaikannya dengan caranya sendiri. Seperti ketika ia memutuskan untuk selamanya pergi dari rumahnya dan berprofesi sebagai penyanyi. Midah adalah sosok yang lebih sering merenung dan berbicara dalam hati. Ia lebih senang mengingat kisah-kisah masa lalunya sendirian daripada harus menceritakannya dengan orang lain. Ia tak pernah bercerita mengenai masa lalunya dengan para anggota rombongan keroncong bahkan memberitahukan nama aslinya pun tidak. Berdasarkan uraian di atas maka kepribadian Midah dapat digolongkan ke dalam tipe introvert. Ciri-ciri sifat introvert Midah adalah sebagai berikut: 57 a. Tertutup Midah adalah pribadi yang tertutup. Ia tak pernah menceritakan siapa sebenarnya dirinya, keluarganya, suaminya dan kesulitannya kepada orang lain. Ketika ditanya oleh kepala rombongan keroncong mengenai keluarganya, Midah mengaku tidak mempunyai keluarga. Hal ini ditunjukkan pengarang menggunakan teknik dramatik melalui teknik cakapan yaitu dialog antara Midah dengan kepala rombongan keroncong dalam kutipan berikut. Ya, bagaimana pendapat keluargamu nanti, tanya kepala itu. Tidak punya keluarga. Tapi pakaianmu begitu baik. Engkau masih bercincin emas. Tasmu dari kulit baik dan tidak begitu jelek. Aku sendiri punya . Kalau ada yang mengadukan kami pada polisi. Diam-diam mereka meneruskan makan lagi. Tiba-tiba: Siapa namamu? Pemimpin rombongan itu bertanya Aku? Ah. Midah tidak bisa meneruskan. Sekaligus terbayang segalagalanya, dan terutama yang tidak menyenangkan, dalam sanubarinya. Ah. Mengapa malu menyebut nama? Seorang tukang yang bermata satu mencoba menolong kebingungan Midah (MSBE, hlm.34). Kutipan di atas menunjukkan sifat tertutup Midah lewat ucapan Midah yang mengaku tak mempunyai keluarga. Hal ini disebabkan karena ia tak mau orang lain tahu asal usulnya sekaligus ia ingin menutupi masa lalunya. Sifat tertutup Midah juga ditunjukkan ketika Midah berada di rumah sakit waktu melahirkan. Midah tak mau mengatakan siapa suaminya. Ia tak mau mengingat suaminya lagi. Seperti ditunjukkan pengarang melalui teknik cakapan yaitu dalam dialog Midah dengan suster pada kutipan berikut ini. Seorang bidan berdiri di dekatnya. Ia memandanginya lama-lama. Kemudian: Siapa nama? Midah─ kalau boleh berilah aku minum. Di mana tinggal? 58 Di penginapan. Suami? Ah, berilah aku minum. Midah tak kuasa menjawab. Sakit perutnya mulai mengaduk kembali. Aku di sini kerja, bukan main-main. Dan Midah mendapat mendapat minum air dingin. Kemudian datang bidan lain lagi, memandanginya lama-lama, kemudian: Memang manis. Patut tak tahu lakinya. Midah tidak menyambut (MSBE, hlm. 50-51). Kutipan di atas menggambarkan Midah berusaha mengalihkan pertanyaan suster tentang siapa suaminya. Meski dipaksa Midah tetap tidak mau mengatakan siapa suaminya bahkan dikatakan tak bersuami oleh suster. Ia tak mau mengingat masa lalunya lagi. b. Suka Memendam Perasaan Ketika tak mendapatkan kasih sayang lagi dari kedua orang tuanya, ia tak pernah mengungkapkan perasaan iri, cemburunya kepada orang tuanya maupun kepada orang lain. Ia hanya memendam perasaan itu di dalam hatinya. Seperti ketika ia melihat emak berada di sisi adiknya ketika ia sembuh dari sakit. Hal tersebut dideskripsikan secara langsung dalam kutipan berikut. Waktu ia sembuh dari sakitnya, dengan pipi kempot dan kaki gemetar melangkah, ia melihat siadik di sisi emak. Emak tertawa kepadanya. Tapi mata Midah terbuka lebar─kosong dari segala kesan. Dan bibirnya tidak terbuka. Cuma dalam hatinya terasa: itu dia yang merampas segala-galanya yang menjadi milikku. (MSBE, hlm.16). Kutipan di atas menggambarkan bagaimana Midah merasa cemburu, dan iri terhadap kebersamaan emak dan adiknya.. Dan ia tak bisa berkata apa-apa selain menatap mereka dengan pandangan kosong tanpa kesan. Ia hanya diam dan berkata dalam hati bahwa adiknyalah yang merebut segala-galanya dari Midah. 59 Sifat Midah yang suka memendam perasaan juga tampak ketika ia tak berani mengungkapkan perasaan cintanya kepada Ahmad. Hal ini digambarkan pengarang lewat pikiran dan perasaan Midah pada kutipan berikut ini. Biarlah hatiku goncang sendirian. Dan biarlah gunung dalam hatinya tetap agung tidak tergnggu oleh apapun juga. Dan dengan demikian mulailah Midah berkenalan dengan perasaan cinta. Perasaan sakit dan pahit. Tapi walau bagaimanapun jua kesakitan dn kepahitan itu ia kasihi dan ia berjanji akan tetap menyimpannya untuk selama-lamanya: sakit dan pahit untuk selama-lamanya (MSBE, hlm. 83). Midah sadar akan keadaan dirinya yang telah bersuami dan mempunyai anak. Untuk itu ia berpikir ia tak pantas bersanding dengan Ahmad. Ia hanya menyimpan rasa cintanya kepada Ahmad di dalam hati. Dan ia akan menyimpannya rasa sakit dan pahit itu selama-lamanya. c. Suka Merenung dan Tenggelam ke Dalam Diri Sendiri Midah lebih suka merenung, berpikir dan tenggelam ke dalam dirinya sendiri dibandingkan harus bercerita atau mengobrol dengan orang lain. Ia adalah sosok pendiam. Ia lebih suka berbicara dengan dirinya sendiri dalam hati. Misalnya ketika ia merenungkan dan mengingat semua kisah-kisah hidupnya. Ia ingat Riah, anak dalam kandunganya, dan ingat orang tuanya. Hal ini digambarkan melalui teknik ekspositori dengan deskripsi langsung oleh pengarang di bawah ini. Waktu kamar telah digelapkan, dan hanya ia sendiri tinggal jaga di samping kepala rombongan, ia teringat segala-galanya yang telah terjadi. Juga ia ingat pada Riah. Sekilas ingin ia mengunjungi perempuan yang baik hati itu, tetapi niat itu ditelan bersama ludahnya. Ia merasa terpencil. Ia raba perutnya dan ia merasa lebih kaya dari semua orang di atas dunia ini. ia ingat pada kedua orangtuanya yang tidak pernah ia dengar kabar beritanya lagi. Ia pun ingat pada suaminya yang menjadi raja di kampungnya. Akhirnya ia ingat pada dirinya dan keluarganya (MSBE, hlm. 47-48). 60 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Midah selalu merenung sendirian membayangkan segala yang telah terjadi. Ia tak pernah bercerita dengan orang lain di sekelilingnya. Midah yang selalu berbicara dalam hati ditunjukkan pengarang melalui teknik ekspositori pelukisan secara langsung dalam kutipan di bawah ini. Dan ia tidak menyesal meninggalkan kekayaan itu. Dalam terlelap itu ia bertemu sebentar dengan anaknya sendiri yang belum ia lahirkan. Ia bercakap sebentar dan kemudian tersentak bangun (MSBE, hlm. 39). Kutipan di atas menunjukkan Midah berbicara dengan anak dalam kandungannya. Tetapi pada kenyataannya ia berbicara dengan dirinya sendiri. d. Merasa Mampu Mencukupi Diri Sendiri Midah merasa masalahnya itu hanya dirinya sendiri yang mengalami sehingga hanya ia yang dapat menyelesaikannya. Ia tak mau melibatkan orang lain. Ia melakukan sesuatu menurut caranya sendiri atau egosentris. Ia merasa mampu untuk mempertahankan hidupnya. Misalnya ketika ia memutuskan bergabung dengan rombongan keroncong dan ikut mengamen. Ia butuh pekerjaan agar ia bisa bertahan hidup dan tidak merepotkan Riah lagi. Hal ini ditunjukkan pengarang lewat teknik cakapan yaitu perkataan Midah kepada Riah seperti dalam kutipan berikut ini. Riah, jangan engkau kuatir─aku tidak akan memberatkan tanggunganmu. Untuk beberapa hari ini biarlah aku coba-coba mencari pekerjaan. Kalau ketemu orangtuamu? Emak tidak pernah keluar rumah kalau tidak pergi ke peralatan. Dan bapak selalu ada di tokonya. Matamu bersinar-sinar. Engkau punya jalan sendiri nampaknya. Dan Midah terkenang pada rombongan kroncong. Kini tarikan untuk memasuki kehidupan tanpa kesulitan itu makin terasa. Kehidupan yang 61 hanya mengabdi kepada kenikmatan, kegirangan, dan keriaan ditingkah kroncong (MSBE, hlm.25). Kutipan di atas menggambarkan Midah mempunyai rencana untuk mempertahankan hidupnya yakni dengan menjadi pengamen musik keroncong. Sifat Midah yang tidak mau melibatkan orang lain dalam hidupnya karena ia merasa mampu mencukupi dirinya juga terlihat ketika Midah bertemu Riah di jalan. Riah mengajak Midah untuk pulang saja karena Riah tidak tahan melihat Midah hidup di jalanan menjadi pengamen dengan anak dalam gendongan. Tetapi Midah tidak mau. Ia merasa mampu melindungi anaknya tersebut. Hal ini terlihat dalam dialog antara Midah dengan Riah di bawah ini. Anakku! Anakku! Di mana engkau tinggal sekarang? Midah menutup dadanya dan berdiri. Dimana saja aku tinggal, Riah. Engkau mau ke pasar? Dan anakmu itu! Alangkah sehat. Engkau bawa-bawa ke mana-mana juga dia? Ya. Mari pulang. Mari aku antarkan pulang ke rumah orang-tuamu. Biarlah aku hidup begini. Kalau begitu pulanglah ke rumahku. Biarlah. Mau ke mana lagi engkau ini? Meneruskan perjalanan. Riah memegangi lengan bajunya. Jangan halangi aku. Biarlah aku pergi. Setidak-tidaknya ia merasa aman dalam gendongan emaknya (MSBE, hlm. 62-63). Percakapan di atas menunjukkan sifat Midah yang tetap tidak mau melibatkan orang lain meskipun ia dalam kesusahan. Ia mencoba hidup menurut caranya sendiri. Midah juga bertekad untuk membawa sendiri hidupnya, ia tak mau pulang ke rumahnya. Ia tak mau orang tuanya ikut mencampuri kehidupannya lagi. Ia 62 merasa mampu membawa hidupnya sendiri. Karena itu ia tetap tidak mau pulang ke rumah. Hal ini ditunjukkan pengarang melalui teknik dramatik yaitu teknik cakapan. Seperti dalam dialog antara Midah dengan Riah dalam kutipan di bawah ini. Mau engkau aku antarkan pulang? Midah menggeleng. Kemudian: Biarlah aku bawa hidupku sendiri. Engkau akan menyesal. Biarlah kucoba dahulu (MSBE, hlm. 42) Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Midah adalah wanita yang tidak mau menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Ia ingin hidup menurut caranya sendiri. Ia tak mau melibatkan orang lain. e. Kesepian Midah juga pribadi yang selalu kesepian yakni sejak ia merasa tak mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tuanya lagi meskipun berada di tengah keluarganya. Ia merasa tak mempunyai siapa-siapa lagi. Hal ini diuraikan pengarang melalui teknik ekspositori yaitu deskripsi secara langsung dalam kutipan di bawah ini. Seminggu kemudian ia demam. Bapak hanya datang sebentar membawakan kue. Dan emak masih terbujur saja di ranjang di dekat siadik. Midah harus memulai yang baru─memulai tanpa dimanjakan, tanpa duduk di pangkuan Bapak mendengarkan Umi Kalsum. Tanpa segala-galanya. Ia terlepas seorang diri. Ia hendak kembali ke suasana manis yang bertahun-tahun dihirupnya. Tapi suasana itu bukan miliknya lagi─milik adiknya (MSBE, hlm.15). Kutipan di atas menunjukkan betapa Midah merasa terlepas seorang diri meskipun ia tinggal bersama orang tua dan adik-adiknya. Ia merasa suasana yang manis dulu bukanlah miliknya lagi, tetapi kini milik adiknya. 63 Ketika telah bersuami pun Midah masih merasakan hal yang sama. Ia diperlakukan suaminya sesuka hati. Ia merasa bagaikan sebatang tunggul terpancang di tengah-tengah padang. Seperti yang dituturkan pengarang lewat uraian berikut ini. Di tangan lelaki ini Midah tak ubahnya dengan sejumput tembakau. Ia bisa dipilin pendek dipilin panjang─dipilin dalam berbagai bentuk. Di daerah, di mana dahulu bapaknya dilahirkan, ia merasa sebagai sebatang tunggul terpancang di tengah-tengah padang. Apalagi setelah diketahuinya bahwa Haji Terbus bukan bujang dan bukan muda. Ini diketahuinya waktu ia mengandung tiga bulan (MSBE, hlm. 20-21). Kutipan di atas menggambarkan keadaan Midah ketika berada di rumah suaminya. Midah menderita dan kesepian. Apalagi ketika ia mengetahui bahwa suaminya itu punya banyak istri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menurut sikap jiwanya, tipe kepribadian Midah adalah tipe introvert. Hal ini tampak lewat ciriciri sifat introvert yang berada di dalam diri Midah. Sifat-sifat tersebut adalah tertutup, suka memendam perasaan, suka merenung dan tenggelam ke dalam diri sendiri, merasa mampu mencukupi diri sendiri dan kesepian. Tipe kepribadian tersebut dipandang dari sikap jiwa dan fungsi jiwa. Tipe introvert Midah tampak pada sifat-sifatnya yang pemalu, tertutup, suka memendam perasaan, suka merenung dan tenggelam ke dalam diri sendiri serta kesepian. Sedangkan tipe perasa Midah memunculkan sifat Midah yang yakin membuat keputusan, mengerti perasaan orang lain dan mudah tersinggung. 64 4. 2. 2. Tipe Kepribadian Midah berdasarkan Struktur Ketidaksadaran a. Ketidaksadaran Pribadi Fungsi yang menjadi fungsi pasangan dari fungsi superior merupakan fungsi yang tidak berkembang (inferior). Fungsi yang menjadi fungsi inferior dari kepribadian Midah yaitu fungsi pemikir. Fungsi ini berada dalam alam ketidaksadaran dan sangat mempengaruhi tingkah laku Midah. Fungsi berpikir ada dalam diri Midah tampak melalui sifat-sifatnya yang keras hati, dan memegang prinsip. Sifat–sifat Midah tersebut terlihat dalam kutipan-kutipan di bawah ini. a. Keras Hati Sifat keras hati Midah tercermin waktu ia dibujuk untuk pulang ke rumah orang tuanya oleh Riah. Pengarang menggunakan teknik dramatik melalui teknik cakapan. Seperti dalam percakapan antara Midah dengan Riah berikut ini. Anakku! Anakku! Di mana engkau tinggal sekarang? Midah menutup dadanya dan berdiri. Dimana saja aku tinggal, Riah. Engkau mau ke pasar? Dan anakmu itu! Alangkah sehat. Engkau bawa-bawa ke mana-mana juga dia? Ya. Mari pulang. Mari aku antarkan pulang ke rumah orang-tuamu. Biarlah aku hidup begini. Kalau begitu pulanglah ke rumahku. Biarlah. Mau ke mana lagi engkau ini? Meneruskan perjalanan. Riah memegangi lengan bajunya. Jangan halangi aku. Biarlah aku pergi. Setidak-tidaknya ia merasa aman dalam gendongan emaknya (MSBE, hlm. 62-63). Kutipan di atas menyatakan bahwa Midah masih tetap tidak mau pulang ke rumah meski keadaannya seperti itu, hidup di jalanan yang selalu berpindah-pindah dan serba kekurangan. 65 Sifat keras hati Midah juga tampak ketika ibunya masih meminta Midah untuk menangguhkan niatnya untuk pergi dari rumah untuk kedua kalinya dan meninggalkan anak pertamanya bersama neneknya. Pengarang juga menggunakan teknik dramatik melalui teknik percakapan. Hal ini tercermin dalam dialog antara Midah dengan ibunya berikut ini. Djali, Midah berbisik, ibu mau pergi. Engkau tinggal di sini dengan nenek. Anak itu tertawa. Barangkali ibu datang lagi menengok engkau. Barang kali juga tidak, Djali. Midah, tak bisakah engkau menangguhkan niatmu? Semua sudah kupikirkan baik-baik, ibu. Nyonya tak bisa meneruskan (MSBE, hlm. 128). Kutipan di atas menunjukkan ibu Midah masih mempertanyakan apakah kemauan Midah untuk pergi dan meninggalkan anaknya masih bisa ditangguhkan. Tetapi Midah menjawab bahwa keputusannya tersebut sudah ia pikirkan baik-baik yang artinya Midah tetap dengan keputusan yang diambilnya yaitu pergi meninggalkan rumah dan anak pertamanya, Djali agar ia dirawat neneknya secara baik-baik. b. Memegang Prinsip Latar belakang kehidupan Midah yang menyedihkan, membuat Midah tak mau lagi kehidupannya dicampuri orang lain. Ia senang memutuskan sesuatu yang menurutnya benar walaupun keputusannya itu memunculkan banyak penentang. Ia merasa apa yang telah menjadi keputusannya itu menimbulkan kebahagiaan dan ketenangan di dirinya yang selama ini ia dambakan. Karena itu apaun pendapat orang tentang dirinya, ia tetap pada keputusannya dan menghadapi segala resikonya. Seperti dalam uraian pengarang melalui teknik 66 ekspositori yang menggambarkan Midah sebagai sosok yang terpancang kuat di atas pendiriannya. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut ini. Mempunyai pendirian sendiri adalah berhadapan dengan pendapat umum. Bertambah kuat pendirian seseorang, bertambah banyak ia memanggil penentang. Dan Midah terpancang kuat di atas bumi pendiriannya (MSBE, hlm. 121). Kutipan di atas menunjukkan bahwa Midah adalah sosok yang tetap berdiri dengan segala pendiriannya meskipun orang lain menentangnya. Ia hanya tahu bahwa apa yang telah dipilihnya adalah benar. Midah menjadi sosok yang teguh pada prinsip telah berhasil hidup di bawah keinginannya sendiri dengan segala keyakinan yang ada dalam dirinya. Setelah keluar dari rumah orang tuanya, Midah menjadi seorang penyanyi yang kehidupannya sangat bebas dengan para lelaki. Kesenangannya menyanyi, kekecewaannya terhadap cinta, dan rasa rindunya terhadap Djali membuat Midah memutuskan untuk menjalani hidupnya seperti itu. Pengarang menggunakan teknik ekspositori melalui deskripsi secara langsung yang mengungkap keputusan-keputusan yang telah diambil Midah. Seperti dalam kutipan berikut ini. Bertambah jauh Midah melalui jalan hidupnya, terasa olehnya bertambah tidak berarti kepahitan yang berulang-ulang menimpa dirinya. Dengan anak kedua di tangan kanan ia mencoba, dan terus mencoba, untuk menyanyi bagi dirinya, bagi anaknya yang kedua dan bagi Rodjali, dan bagi semua orang yang sudi, dan bagi semua orang yang mendengarnya. Hanya waktu ia menyanyi itu ia merasa dirinya berjasa (MSBE, hlm. 131). Kesusilaan dan ketertiban peradaban antara baik dan buruk yang dibawanya dari rumahnya, kini tidak membangkitkan pikiran lagi padanya. Dan tambah hebat rasa kangennya pada Djali, tambah sering pula ia coba untuk bertemu dengan lelaki yang sonder cinta, dapat mendesirkan darahnya. Tetapi: 67 Selain bapak dan ibu dan dirinya, tak ada seorangpun di dunia pernah mencoba mengetahui apa sesungguhnya yang terjadi dan telah terjadi dalam jiwanya (MSBE, hlm. 132). Kutipan di atas menunjukkan bagaimana Midah telah hidup dengan segala prinsipnya. Setelah melalui perjalanan hidupnya yang berliku, Midah memutuskan menjadi penyanyi sekaligus menjadi pelacur. Ia tak lagi mempedulikan mana yang baik dan buruk. Dan selain orang tuanya dan dirinya, tak seorang pun mengetahui apa alasan Midah memilih jalan hidup seperti itu. Kehilangan kasih sayang dari orang tuanya, lari dari suaminya, menjadi pengamen keroncong, akhirnya hamil di luar nikah merupakan kisah hidup dan perjalanan hidup Midah yang membuatnya berada di bawah tekanan batin. Keadaan seperti ini membuat Midah berada dalam keadaan tidak normal yang kemudian menyebabkan Midah berada dalam kecemasan. Kecemasan ini merupakan salah satu bentuk neurotik dari pribadi introvert. Neurotik ini muncul karena secara psikis kesadaran Midah tak mampu mengimbangi tuntutan dari luar dan ketidaksadaran pribadinya. Kecemasan ini berada dalam alam prasadar atau ketidaksadaran pribadi Midah yang mempengaruhi perilakunya. Hal ini terlihat saat Midah bingung menjawab pertanyaan ketika ia ditanya namanya oleh kepala rombongan keroncong (tuntutan dari luar) dan ketika ia ingat konflik antara ia dan keluarganya (ketidaksadaran pribadi) Alam prasadar Midah tersebut kemudian masuk ke kesadaran Midah bahwa ia harus menutupi jatidirinya agar ia tak ditemukan keluarganya. Kesadaran Midah ini membuat Midah tidak menjawab 68 pertanyaan tersebut. Hal ini tercermin lewat tingkah laku Midah ketika ditanya oleh kepala rombongan keroncong mengenai namanya dalam kutipan berikut. Siapa namamu? Pemimpin rombongan itu bertanya. Aku? Ah. Midah tidak meneruskan. Ah. Mengapa malu menyebut nama? Seorang tukang gitar yang bermata satu mencoba menolong kebingungan Midah.(MSBE, hlm. 34). Kutipan di atas menunjukkan bagaimana tingkah laku Midah yang kebingungan ketika ia ditanya namanya. Ia bingung karena cemas jika nanti ia memberitahukan namanya, ia akan mudah ditemukan keluarganya. Bentuk neurotik lain yang dialami Midah adalah rasa tidak nyaman Midah (ketidaksadaran pribadi) terhadap anggapan masyarakat mengenai kehamilannya yang di luar nikah (tuntutan dari luar). Ia merasa masyarakat sekelilingnya menghukum bayi dalam perutnya. Hal ini terlihat dalam uraian pengarang dalam kutipan berikut ini. Midah ingat pada semua orang yang menengoknya. Dengan kejap mata mereka terasa olehnya menghukum perutnya, kandungannya, cintanya. Dan itu tetap tak tertahankan olehnya (MSBE, hlm. 123). Alam prasadar Midah yang berupa rasa tidak nyaman itu akhirnya masuk ke kesadaran Midah bahwa ia harus keluar dari rumah orang tuanya tersebut agar nama baik orang tuanya yang haji itu tidak tercemar karena ia mengandung anak di luar nikah. Hal ini tercermin dalam perkataan Midah kepada ibunya seperti dalam kutipan di bawah ini. Aku hendak pergi, bu. Biarlah bapak dan ibu hidup tenang di sini. Tambah lama aku tambah yakin, bahwa aku tidaklah sebaik orangtuaku. Dan apakah hasilnya keyakinan itu untuk dirimu sendiri? Bahwa tidak sepatutnya aku merusakkan nama baik orangtuaku sendiri (MSBE, hlm. 124). 69 Kutipan di atas menunjukkan Midah menyadari bahwa keberadaannya di rumah akan merusak nama baik orang tuanya. Selain itu ia juga menyadari bahwa ia harus menyelamatkan anak buah cintanya tersebut dari anggapan masyarakat. Ibu, pada suatu kali aku akan melahirkan anak tiada bapak. Apabila anak itu turun ke atas dunia, dan dia menjerit─apakah akan rasa ibu, apakah akan kata bapak, dan apakah akan cerita orang-orang lain. Aku sendiri tidak berani mengira-irakan, bakalnya aku cinta pada anak ini. aku kira bakal lebih cinta padanya daripada Djali. Dia adalah anak yang akan dilahirkan dengan cinta ibunya dan dia diadakan oleh cinta orangtuanya. (MSBE, hlm. 124-125). Midah menyadari bahwa apa yang dilakukannya dengan Ahmad merupakan suatu kesalahan di mata masyarakat. dan ia pun menyadari dampak dari perbuatannya itu bagi keluarganya dan juga bayinya. Meskipun Midah memandang apa yang dilakukannya tersebut bukanlah suatu kesalahan tetapi semata karena cinta. Tetapi kenyataannya, di tengah masyarakat Midah telah kalah secara moral. Maka dari itu ia memutuskan untuk pergi dari rumah orang tuanya. b. Ketidaksadaran Kolektif Fungsi intuitif ini merupakan fungsi pembantu kedua setelah fungsi pengindra. Fungsi intuitif berada di alam ketidaksadaran. Fungsi ini muncul secara alamiah dalam perilaku hidup manusia setiap hari atau dalam istilah Levy Buhl adalah mistik kolektif. Fungsi intuitif yang ada dalam perilaku Midah ini berupa kompleks dan archetypus. Kompleks dan archetypus tersebut antara lain berupa perilaku Midah yang bercakap-cakap dengan anaknya yang masih berada dalam kandungannya, mengusap perutnya, dan berdoa, yang mengakibatkan 70 Midah lebih berani, lebih optimis dan bijaksana menghadapi cobaan hidup. Halhal tersebut dapat disimak dalam kutipan berikut ini. a. Berani Sikap berani Midah ditunjukkan waktu ia mencoba memikat rombongan pengamen. Midah mengikuti kemana pun rombongan itu berjalan dengan berbagai pikatan agar ia diterima menjadi anggota rombongan. Hal tersebut ditampakkan pengarang melalui teknik ekspositori yaitu uraian secara langsung pada kutipan berikut. Midah mencoba tersenyum oleh pandangan itu. Tetapi pikatannya belum lagi berhasil. Dan dalam hatinya ia berjanji akan memperbaiki usahanya. Kembali ia mengusap perut dan berbisik penuh kepercayaan: Tidak, Nak. Engkau tidak akan emak rusakkan. Tidak raja, tidak Dengan kepercayaan diri ia melangkah lambat-lambat mengikuti rombongan itu (MSBE, hlm. 30). Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa ketika Midah sedang berusaha memikat rombongan keroncong agar ia diterima menjadi usahanya, ia mengusap perutnya dan kembali berbisik kepada bayinya dengan harapan memperoleh keberanian dan setelah itu ia mulai mengikuti rombongan itu. Keberanian Midah juga ditunjukkan waktu Midah berada di rumah sakit dalam keadaan tak berdaya. Namun, perawat rumah sakit tak menghiraukannya dan tak memberi pertolongan kepadanya. Tak peduli sikap perawat tersebut ia dengan lantang memanggil perawat tersebut agar menolongnya. Hal ini ditampilkan pengarang dengan menggunakan teknik deskripsi secara langsung seperti dalam kutipan berikut ini. Midah tidak menyambut. Sakit dalam perutnya berlumba dengan teriak anak-anak yang baru dating mengunjungi dunia. Ada ia rasa perutnya pecah dan anaknya akan datang. Ia berzikir. Dalam zikir ia minta 71 ampun pada Tuhannya, pada kedua orangtuanya, juga pada suaminya. Dalam hatinya ia terus-menerus berseru bahwa ia tidak pernah berdosa. Dan waktu anak itu tak dapat ia tahan lagi, ia pun berteriak sekuat tenaga. Nona, anakku…..anakku……(MSBE, hlm. 50). Kutipan di atas menunjukkan dalam rasa sakitnya Midah terus berdzikir kepada Tuhan agar diampuni segala dosanya. Dan setelah itu dengan lantang Midah memanggil perawat yang tak mengacuhkannya.itu untuk menolongnya. Keberanian Midah yang lain juga ditunjukkan pengarang ketika Midah pertama kali pulang ke rumahnya setelah lama ia tak kembali. Ia masih taku kepada bapaknya. Ia takut masuk ke rumahnya. Tetapi kemudian ia meminta kekuatan kepada Tuhan. Seperti dalam kutipan berikut ini. Anakku! Ia belum juga berani mengetuk pintu. Potongan-potongan hidup yang terenggut oleh waktu dan compang-camping bersebaran ke mana-mana datang kembali berduyun-duyun dalam kepalanya. Tuhan, beri aku kekuatan. Ya, aku beri engkau kekuatan, masuklah, ia dengar suara sayupsayup dari hatinya sendiri. Tetapi ia belum berani. Tuhan, berilah aku kekuatan. Sebelum ia sempat berpikir tangannya telah mencekam kenop pintu itu dan digoncang-goncangkan (MSBE, hlm. 114). Kutipan di atas menunjukkan sikap Midah yang menjadi berani masuk ke dalam rumahnya setelah ia meminta kekuatan kepada Tuhan. Midah yakin bahwa Tuhan akan memberi kekuatan dan melindungi dirinya dari apapun juga. b. Optimis Sikap optimis Midah ini tampak ketika ia akan memulai menentukan hidupnya sendiri tanpa campur tangan orang lain. Sikap optimis Midah ini ditampakkan langsung oleh pengarang melalui teknik ekspositori. Seperti dalam kutipan berikut. 72 Dan untuk engkau, katanya kepada makhluk yang bersanggar di bawah jantungnya, segala-galanya tersedia untuk memilih sendiri yang kauhendaki. Dengan keputusan itu hilang lenyap seluruh kesedihannya, perasaan akan kegoyahan nasibnya, ketakutan dan keliarannya. Ia sendiri kini telah memilih yang dianggapnya sebaik-baiknya untuk dirinya. Dan ia merasa di depannya telah tersedia jalan yang akan dilaluinya (MSBE, hlm. 26). Kutipan di atas menunjukkan bahwa setelah Midah berbicara dengan anak dalam kandungannya dalam hati, ia memperoleh kemantapan, dan keberanian dalam menjalani cobaan hidup selanjutnya. Optimisme Midah juga terlihat ketika ia mengikuti rombongan keroncong dari tempat satu ke tempat yang lain. Sikap optimisme ini ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik yaitu teknik tingkah laku dan arus kesadaran seperti dalam kutipan berikut ini. Kembali ia usap perutnya, berbisik: Kita sekarang berjalan lagi, Nak. Engkau adalah makhluk yang membawakan kejayaan bagi orangtua. Engkau membawakan keselamatan, rejeki, dan kebahagiaan. Barulah ia mulai dengan usahanya. (MSBE, hlm. 28). Kutipan di atas menyatakan bahwa setelah Midah mengusap-usap perutnya, Midah pun yakin untuk memulai usahanya yaitu mencari rombongan keroncong. b. Bijaksana Selain kompleks, wujud dari ketidaksadaran perilaku Midah adalah archetypus. Archetypus ini merupakan medan tenaga ketidaksadaran yang mampu mengubah sikap kehidupan sadar manusia. Hal tersebut terdapat dalam sikap Midah yang memaafkan kesalahan orang lain sebab ia menyadari bahwa dirinya 73 dan diri orang yang dimaafkan tersebut adalah manusia yang sama-sama tempat khilaf dan kesalahan. Hal ini tercermin dalam kutipan berikut ini. Begitu dihinakan! Teriak hatinya. Sedang mereka tidaklah mengemis. Mereka membagi keriangannya kepada pendengarnya dan minta perhatian dari si pendengar dengan sekedar penghargaan. Kemudian ia mengerti, bahwa tidak semua orang sudi beriang dengan rombongan orang asing yang tak dikenalnya. Pengertian itu membuat ia memaafkan. Dan ia ingat dirinya sendiri. Mungkin aku pun sering menyinggung perasaan orang karena tak adanya pengertian padaku. Ia mulai mengingat-ingat. Akhirnya yang mula-mula teringat adalah bapaknya sendiri yang untuk selama-lamamnya takkan dilupakannya: tindakan yang satu itu! Tindakan yang merampas kesenangan daripadanya. Dan apa yang diperbuatnya sendiri hingga menyinggung perasaan orang lain tak dapat ia mengenangnya kembali. Berkali-kali ia mencoba, tetapi tidak bias. Kemudian ia menghibur dirinya dengan ucapan yang biasa itu: kekhilafan sudah sifatnya manusia. Dan dengan itu selesailah pemikirannya (MSBE, hlm. 29). Kutipan di atas menggambarkan sikap Midah yang menjadi bijaksana dalam hidup dengan memaafkan kesalahan orang lain. Ketidaksadaran Midah yang mengingat peristiwa-peristiwa yang pernah dilakukannya yang menyinggung orang lain membawa tenaga baru ke alam sadarnya yang membuat ia menjadi sosok yang memaafkan. Ia sadar bahwa ia juga pernah berbuat khilaf seperti yang dilakukan orang di restoran tersebut karena ia juga manusia yang merupakan tempat berbuat salah dan khilaf. Midah juga menunjukkan sikap bijaksananya ketika ia hidup di tengahtengah rombongan keroncong. Ia berpikir bahwa seorang dikatakan miskin hanya ditentukan oleh kebutuhan. Dan ia merasa tidak miskin lagi ketika meninggalkan suaminya dan segala kekayaannya. Sebab ketika ia masih bersama suaminya ia miskin kebebasan dan keceriaan yang sekarang justru diperolehnya ketika ia bersama rombongan keroncong dan hidup di jalanan. Hal ini diungkapkan 74 langsung oleh pengarang melalui teknik ekspositori seperti dalam kutipan di bawah ini. Sekarang ia berpikir, adakah dirinya kini miskin atau kaya. Tiba-tiba tergelimang senyum pada bibirnya yang menggairahkan lelaki itu. Sesungguhnya pengertian miskin itu telah hilang lenyap setelah ia meninggalkan suaminya. Kemiskinan baru ada setelah ada perbandingan dengan keliling, kemiskinan hanya ditentukan oleh kebutuhan. Dan anakku ini, anak yang tidak akan kunodai dengan kesalahan susila ini, dia tidak akan miskin, karena ia tidak lari pada kebutuhan, tetapi kebutuhan yang lari kepadanya. Dia tidak akan kaya, karena kekayaan dilahirkan oleh kemiskinan keliling, dan dia tidak akan memiskinkan kelilingnya. Dia akan jadi sebagai aku, jadi penyanyi yang mengajak semua orang ikut girang, ikut merasakan apa yang dirasakan juga oleh orang lain─perasaan murni (MSBE, hlm. 38). Dari kutipan di atas dapat dilhat sikap Midah yang bijaksana dalam menilai kemiskinan. Bahwa kemiskinan hanya ditentukan oleh kebutuhan dan ia tidak merasa miskin setelah meninggalkan suaminya yang kaya itu tetapi justru ia kini merasa kaya secara jiwa. Berdasarkan tipe introvert dan ekstrovert kepribadian Midah dapat ditulis dapat ditulis dengan tabel berikut ini. 75 Fungsi pembantu Tipe Sikap jiwa Fungsi jiwa Ketidak sadarannya kesadaran Ketidak sadaran Perasa Introvert Introvert Perasa Pemikir ekstrovert Pengindra Intuitif Tertutup Suka memendam perasaan Suka merenung tenggelam ke dalam diri sendiri kesepian yakin membuat keputusan mengerti perasaan orang lain mudah tersinggung keras hati memegang prinsip mencintai seni (musik keroncong) berani optimis bijaksana Kedua komponen kesadaran yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa berada di alam kesadaran Midah yang merupakan sifat dasar Midah dan tidak akan berubah dalam menghadapi lingkungan yang berbeda-beda namun hanya berada di diri Midah atau secara introvert (tertutup). Jika menurut kesadaran Midah bertipe kepribadian perasa introvert, maka ketidaksadaran Midah bertipe pemikir ekstrovert. Tipe inilah yang secara tidak disadari Midah keluar dari dirinya (ekstravert) yang tampak pada sifatnya yang keras hati dan memegang prinsip. Sedangkan dua fungsi lain sebagai fungsi pembantu yaitu fungsi pengindra dan intuitif juga turut mempengaruhi kepribadian Midah. Fungsi pengindra Midah yakni kesukaannya terhadap musik keroncong berada di alam kesadaran. Midah paham dan sadar bahwa ia sangat menyukai musik keroncong dan merasa tenang dan bahagia mengabdi pada musik tersebut. Sehingga meskipun pilihannya tersebut banyak yang menentang, namun ia 76 bersikeras untuk menjalaninya. Dan sikap Midah yang keras hati ini tidak disadari Midah muncul begitu saja sebagai wujud pembelaan terhadap apa yang disenanginya. Sedangkan fungsi pembantu satunya yakni fungsi intuitif Midah berada di alam ketidaksadaran. Fungsi ini tampak pada perilaku Midah yang tidak disadarinya. Sebagai contoh selalu mengusap-usap perutnya ketika ia butuh kekuatan. Hal ini memunculkan sifat berani, optimis dan bijaksana dalam diri Midah ketika ia menjalani berbagai penderitaan hidup. 4. 2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Tokoh Utama Dari analisis di atas diketahui bahwa tipe kepribadian Midah adalah tipe perasa dan introvert. Kepribadian Midah tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi faktor ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. 4. 2. 1 Ketidaksadaran Pribadi Faktor ketidaksadaran pribadi berupa faktor kedewasaan, faktor frustasi, faktor konflik, dan faktor ancaman. 1. Faktor Kedewasaan Midah telah dewasa dan menjadi seorang ibu. Ia lebih berpikir secara dewasa dan bisa menentukan hidupnya sendiri. Midah tumbuh menjadi pribadi yang keras hati dan berusaha membawa hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Dan ia pun yakin bisa melindungi anaknya sendiri. Hal ini ditunjukkan dalam dialog pada kutipan beikut ini. Mari pulang. Mari aku antarkan pulang ke rumah orang-tuamu. Biarlah aku hidup begini. Kalau begitu pulanglah ke rumahku. Biarlah. 77 Mau ke mana lagi engkau ini? Meneruskan perjalanan. Riah memegangi lengan bajunya. Jangan halangi aku. Biarlah aku pergi. Setidak-tidaknya ia merasa aman dalam gendongan emaknya (MSBE, hlm. 62-63). Kutipan di atas menggambarkan bertekad Midah yang merasa mampu membawa hidupnya sendiri tanpa campur tangan Riah, atau campur tangan orang lain karena Midah merasa bisa dan sanggup menanggung sendiri hidupnya dan memberi perlindungan kepada bayinya. Kedewasaan Midah juga membuatnya sangat memegang prinsip. Ia merasa bisa memilih dan menentukan apa yang terbaik untuk ia dan bayinya. Karena itu, meskipun keputusannya sering tidak disetujui orang lain, ia tetap dengan keputusannya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. Mempunyai pendirian sendiri adalah berhadapan dengan pendapat umum. Bertambah kuat pendirian seseorang, bertambah banyak ia memanggil penentang. Dan Midah terpancang kuat di atas bumi pendiriannya. Wanita ini akhirnya menjadi pemeluk kepercayaan cinta yang fanatic. Ah, mengapa tidak kalau cinta menjadi satu-satunya harapan baginya─harapan akan berkahnya kedamaian jiwa! (MSBE, hlm. 121). Kedewasaan dan pengalaman pribadi Midah juga membuatnya menjadi pribadi yang bijaksana. Seperti tersirat dalam kutipan berikut ini. Siapa yang tidak akan merenung-renung dalam memasuki dunia baru yang tidak dikenalnya sebelumnya? Dan Midah bukanlah orang yang luar biasa. Ia yang selalu hidup di antara kekayaan, baik orangtuanya sendiri maupun suaminya─kekayaan─yang begitu biasa dengan kegampangan hidup─kekayaan itu pula yang menerbitkan pikiran-pikiran baru padanya. Dan ia tidak menyesal meninggalkan kekayaan itu (MSBE, hlm. 39). Kutipan di atas menunjukkan bahwa karena pengalaman hidup Midah berubah menjadi wanita yang mengerti bahwa kekayaan bukanlah segala-galanya. 78 Dan Midah tidak menyesal telah meninggalkan masa lalunya yang penuh kegampangan itu. 2. Motif cinta Motif cinta ini mempengaruhi Midah menjadi seorang pribadi yang yakin membuat keputusan dan keras hati. Midah tidak terlalu menuntut Ahmad untuk bertanggung jawab atas kehamilannya dan memutuskan untuk memelihara sendiri anaknya itu. Midah ikhlas dengan keputusan Ahmad yang tidak mau mengakui kehamilannya tersebut. Ia menyadari ketika berhubungan intim dengan Ahmad perasaan Midah adalah murni karena Midah mencintai Ahmad. Selama hidupnya baru kali ini Midah merasakan cinta pada seorang laki-laki. Sehingga Midah lebih memilih pergi dari rumahnya menyelamatkan anaknya tersebut daripada anaknya dianggap jelek oleh masyarakat. Seperti ditunjukkan dalam kutipan berikut ini. Tapi ini! Dia harus kuselamatkan! Harus! Dia tidak boleh dihina orang, sekalipun seluruh dunia akan menamainya anak haram. Dia anakku yang ada karena cinta, karena kerelaan, karena aku butuh dicintai, sekalipun akhirnya hanya aku sendiri yang mencintai orang yang sebenarnya tidak cinta kepadaku. Tapi ini semua lebih baik daripada hidup dengan hati kosong dan keras dibatukan oleh segala-galanya (MSBE, hlm. 126). Berdasarkan kutipan tersebut menunjukkan bahwa Midah sangat menyayangi bayinya itu karena lahir dari buah cintanya dengan Ahmad sehingga Midah melindunginya seperti itu. Rasa cinta Midah terhadap musik keroncong juga mempengaruhi kehidupan Midah sehingga ia berkeras hati untuk menjadi seorang penyanyi keroncong. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan di bawah ini. 79 Ah itu musik! Itu lagu! Itu kebebasan, keriangan, kebahagiaan─terkurung dalam kumpulan manusia yang tergilas nafsunafsunya (MSBE, hlm. 29). Kutipan di atas menunjukkan sikap Midah terhadap musik keroncong. Ia menganggap bahwa di dalam musik keroncong terdapat kebebasan, keriangan, dan kebahagiaan sehingga Midah ingin sekali mengabdikan dirinya untuk musik tersebut. Faktor cinta ini juga mempengaruhi sifat Midah yang mengerti perasaan orang lain. Dalam hal ini adalah perasaan Ahmad dan kedua orang tuanya. Midah tidak mau Ahmad menjadi cemar namanya dan tidak diakui keluarganya karena dia. Karena itu ia lebih memilih mengalah dan tidak menuntut Ahmad mengawininya. Seperti dalam kutipan berikut ini. Aku tidak akan kawin dengannya. Dia hanya satu-satunya milik orangtuanya. Dan aku tak akan dia tercemar (MSBE, hlm. 119). Kutipan di atas menunjukkan Midah tidak akan menikah dengan Ahmad karena ia tidak mau Ahmad dibenci orang tuanya dan tercemar namanya karena ia dan kehamilannya. 3. Faktor Frustasi Setelah tak mendapatkan kasih sayang orang tuanya, Midah masih mencoba untuk merebut kasih sayang tersebut. Tetapi apapun usaha Midah, ia tak sanggup lagi merebutnya kembali. Perhatian dan kasih sayang orang tuanya hanya untuk adik-adiknya. Hal ini menyebabkan Midah menjadi sosok yang suka memendam perasaan dan pribadi yang kesepian. Seperti dalam kutipan berikut ini. Kelahiran siadik bukan saja menggoncangkan iman bapak! Juga hati Midah goncang karenanya. Tak cukup kata-kata padanya untuk mengucapkan itu. Hanya dalam hatinya timbul perasaan yang tidak enak. 80 Sejak kelahiran siadik, ia tidak mendapat perhatian dari bapak. Juga tidak dari emak. Berbagai lagak dan lagu ia perlihatkan, tapi semua luput (MSBE, hlm. 15). Kutipan di atas menggambarkan bagaimana perasaan Midah ketika ia tak lagi mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Midah sangat tergoncang dan perasaannya itu hanya ia sendiri yang tahu. Ia tak pernah menceritakan isi hatinya kepada siapapun. Dan ia merasa kesepian mengalami semua itu. Frustasi yang dialami Midah ini menyebabkan ia tumbuh menjadi seorang yang introvert. 4) Faktor Konflik Konflik-konflik yang di alami Midah juga membentuk kepribadian Midah yakni membuatnya menjadi seorang yang introvert dan seorang yang yakin dalam membuat keputusan. Karena tak mendapatkan kasih sayang dan perhatian lagi dari orang tuanya, Midah mencari kesenangan lainnya untuk mengobati rasa kesepiannya dengan membeli kaset keroncong. Tetapi, kesenangan barunya tersebut dirusak oleh bapaknya dan kemudian ia dipukuli. Hal ini membuat Midah sakit hati dan takut kepada bapaknya. Seperti dalam kutipan berikut ini. Ia masih ingat betapa sakit hatinya terhadap ayahnya atas tindakannya dahulu: piringan-piringan hitam kroncong yang dicintainya ditarik dengan kasarnya kemudian dibantingkan ke lantai: pecah belah (MSBE, hlm. 26). Kutipan di atas menunjukkan bahwa Midah masih sangat sakit hati terhadap perlakuan bapaknya tersebut. Sehingga membuat Midah takut dengan bapaknya dan kemudian memutuskan untuk tidak kembali ke rumah bapaknya. Faktor konflik juga terjadi antara Midah dengan masyarakat. Midah merasa bahwa ia tak diterima oleh masyarakat karena mengandung anak di luar 81 nikah. Hal ini membuat Midah tidak nyaman yang akhirnya memilih menghindari pertentangan itu sekaligus menghindari hinaan bagi bayinya dan bagi orang tuanya. Hal ini terangkum dalam kutipan berikut ini. Ibu, sebelum anak ini lahir, tidaklah susah untuk berjanji demikian. Tapi sekali ia lahir, sepanjang hidupnya dia akan mengotori hati ibu dan bapak. Dan itu aku tak suka. Kutipan di atas menunjukkan usaha Midah agar anak dalam kandungannya itu tidak mengotori hati orang tuanya. Baik mengotori hati orang tuanya karena bayi itu anak haram, juga mengotori hati orang tuanya karena anggapan miring masyarakat karena bayi itu kepada orang tuanya. untuk menghindari konflik tersebut Midah lebih baik mengalah dan yakin untuk meninggalkan rumah orang tuanya. Konflik antara Midah dengan orang tuanya juga membuat Midah berkepribadian tertutup kepada siapapun. Ia tidak mau orang lain tahu asalusulnya bahkan namanya agar ia tak ditemukan oleh orang tuanya maupun suaminya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. Ya, bagaimana pendapat keluargamu nanti, tanya kepala itu. Tidak punya keluarga. Tapi pakaianmu begitu baik. Engkau masih bercincin emas. Tasmu dari kulit baik dan tidak begitu jelek. Aku sendiri punya . Kalau ada yang mengadukan kami pada polisi. Diam-diam mereka meneruskan makan lagi. Tiba-tiba: Siapa namamu? Pemimpin rombongan itu bertanya Aku? Ah. Midah tidak bisa meneruskan. Sekaligus terbayang segalagalanya, dan terutama yang tidak menyenangkan, dalam sanubarinya. Ah. Mengapa malu menyebut nama? Seorang tukang yang bermata satu mencoba menolong kebingungan Midah (MSBE, hlm.34). Kutipan di atas menunjukkan sikap Midah yang tidak mau mengaku tentang keluarganya dan juga namanya. Hal ini disebabkan karena Midah tidak 82 mau orang lain tahu keluarganya dan konflik antara ia dengan orang tuanya dan suaminya sehingga ia lari dari rumah suaminya dan tak kembali ke rumah orang tuanya. Konflik antara Midah dengan orang tuanya juga menyebabkan Midah lebih suka merenung dan tenggelam ke dalam diri sendiri. Ia lebih suka berpikir tentang masalahnya dengan orang tuanya daripada harus menceritakannya kepada orang lain. Seperti dalam kutipan berikut ini. Waktu kamar telah digelapkan, dan hanya ia sendiri tinggal jaga di samping kepala rombongan, ia teringat segala-galanya yang telah terjadi. Juga ia ingat pada Riah. Sekilas ingin ia mengunjungi perempuan yang baik hati itu, tetapi niat itu ditelan bersama ludahnya. Ia merasa terpencil. Ia raba perutnya dan ia merasa lebih kaya dari semua orang di atas dunia ini. ia ingat pada kedua orangtuanya yang tidak pernah ia dengar kabar beritanya lagi. Ia pun ingat pada suaminya yang menjadi raja di kampungnya. Akhirnya ia ingat pada dirinya dan keluarganya (MSBE, hlm. 47-48). Kutipan tersebut menunjukkan Midah yang tengah merenungi atas apa yang telah terjadi antara ia dengan orang tua dan suaminya. Persoalan tersebut ia simpan sendirian dalam hati. Ia tak mau melibatkan orang lain dalam masalahnya. 5) Faktor Ancaman Midah menyadari bahwa masyarakat tak akan mengerti dirinya dan apa yang dirasakannya. Meskipun bagi Midah anak yang dalam kandungannya tersebut adalah anak yang ia dambakan karena lahir dari cinta. Mereka hanya tahu bahwa apa yang dibawa Midah merupakan sesuatu yang buruk dan memalukan. Tetapi Midah tetap berkeras hati mempertahankan bayinya tersebut .Hal ini tercermin dalam kutipan di bawah ini. Hampir-hampir ia tak sanggup berhadapan dengan para tetangganya yang datang menengok. 83 Mereka semua musuh! Musuh kepercayaannya. Musuh pendiriannya! Musuh kedamaian jiwa yang dengan susahpayah ia pupuk. Ia dapat mengira-ira apa saja yang dipercakapkan mereka atas dirinya. Ia pun sudah bisa mengira-ngirakan bahwa mereka, karena sifat berkuasanya, akan membuat dirinya menjadi aduan yang bisa dibuat kue sekehendak hati mereka. Tidak mengherankan kalau ia lebih suka menyembunyikan dirinya di dalam kamar (MSBE, hlm. 122). Kutipan di atas menunjukkan Midah menyadari bahwa masyarakat di sekelilingnya tidak bisa menerima keadaan Midah yang tengah hamil. Mereka menganggap apa yang dilakukan Midah merupakan perbuatan yang sangat memalukan dan tidak pantas. Karena itu masyarakat menunjukkan sikap tidak senang dan selalu menggunjingkan Midah. Dan hal ini menurut Midah merupakan suatu ancaman, baik bagi bayinya maupun bagi orang tuanya. karena itu meskipun orang tuanya tidak menyetujui keputusan Midah untuk keluar dari rumah, Midah tetap berkeras hati untuk memilih untuk keluar saja dari rumah orang tuanya. Hal ini tampak pada kutipan berikut. Midah menyatakan kandungan hatinya. Ia tak boleh mengganggu kedamaian orangtuanya karena hal-hal yang tak disetujui orang banyak ada padanya. Midah, apalagi yang hendak kau perbuat ini? Aku hendak pergi, bu. Biarlah bapak dan ibu hidup tenang di sini. Tambah lama aku tambah yakin, bahwa aku tidaklah sebaik orangtuaku (MSBE, hlm. 123). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Midah tetap pada pendiriannya untuk keluar dari rumah orang tuanya demi mempertahankan bayinya. Ia yakin bahwa jalan inilah yang terbaik untuknya, untuk bayinya dan untuk orang tuanya. 84 4. 2. 2 Ketidaksadaran Kolektif Ketidaksadaran kolektif ini meliputi faktor biologis, faktor filsafat, faktor agama dan faktor mistik. a. Faktor Biologis Salah satu faktor yang mendasari Midah mengerti perasaan orang lain adalah faktor biologis. Faktor ini merupakan faktor kejiwaan yang merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan. Faktor ini tampak ketika Midah tidak terlalu menuntut Ahmad untuk bertanggung jawab atas kehamilannya karena sewaktu berhubungan badan dengan Ahmad Midah sadar bahwa semua itu adalah kebutuhan biologis Midah mengingat ia pernah bersuami. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan di bawah ini. Kau telah pernah kawin. Engkau telah punya anak. Tidak mungkin itu karena cinta. Kalau engkau tahu, Midah, bagaimana rasa hatiku. Engkau telah nodai rumahtanggaku………..(MSBE, hlm. 112). Kutipan di atas menyebutkan Midah terpengaruh akan kebutuhan biologisnya sehingga ia menerima ajakan Ahmad untuk berhubungan badan. Pengaruh kebutuhan biologis ini juga ditunjukkan dalam kutipan di bawah ini. Genderang perang berdentaman di hati Midah. Segala perjuangannya, cinta, kekuatan, dan kelemahannya menghadapi hidup dan hawa nafsunya sendiri ia ceritakan, berderet berbaris memasuki sanubari kedua orangtuanya (MSBE, hlm. 119). Berdasarkan kutipan tersebut menunjukkan bahwa selain cinta, hal lain yang membuat Midah akhirnya mau berhubungan intim dan mau bertanggung jawab atas anaknya adalah kebutuhan biologis yaitu hawa nafsu Midah. 85 2. Faktor Filsafat Berpikir secara bijaksana juga mewarnai pembentukan kepribadian Midah. Ia menjadi seorang yang bijaksana, yang memandang hidup tidak hanya sebatas kulit arinya saja. Seperti ketika Midah menyikapi kesulitan hidupnya bersama rombongan keroncong. Ia merasakan perbedaan antara hidup di tengah kekayaan dengan hidup di tengah kemiskinan. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan di bawah ini. Sekarang ia berpikir, adakah dirinya kini miskin atau kaya. Tiba-tiba tergelimang senyum pada bibirnya yang menggairahkan lelaki itu. Sesungguhnya pengertian miskin itu telah hilang lenyap setelah ia meninggalkan suaminya. Kemiskinan baru ada setelah ada perbandingan dengan keliling, kemiskinan hanya ditentukan oleh kebutuhan. Dan anakku ini, anak yang tidak akan kunodai dengan kesalahan susila ini, di tidak akan miskin, karena ia tidak lari pada kebutuhan, tetapi kebutuhan yang lari kepadanya. Dia tidak akan kaya, karena kekayaan dilahirkan oleh kemiskinan keliling, dan dia tidak akan memiskinkan kelilingnya. Dia akan jadi sebagai aku, jadi penyanyi yang mengajak semua orang ikut girang, ikut merasakan apa yang dirasakan juga oleh orang lain─perasaan murni (MSBE, hlm. 38). Kutipan di atas menunjukkan sikap Midah yang lebih bijaksana memandang hidup. Ketika hidup di tengah kekayaan ia tidak pernah merasakan senang, bahagia, dan sebebas ketika ia berada di tengah rombongan keroncong yang hidup serba kekurangan. Hidup di tengah orang-orang tersebut membuat Midah merasa lebih kaya jiwa dan berpikir bahwa kemiskinan ada hanya ditentukan oleh kebutuhan. Bukan hanya kekayaan materi yang menjadikan orang bahagia, tetapi apa yang dinikmati dan menimbulkan kebahagiaan, itulah kekayaan. Hal ini dikarenakan ia telah merasakan pahit manis berada di antara kekayaan dan kemiskinan. Dan ia bertekad akan menjadikan anaknya kelak 86 seperti dirinya, menghibur semua orang dan menjadikan mereka kaya dengan menyanyi. Perjalanan hidup Midah juga mengajari Midah untuk menjadi seorang pemaaf. Sebab ia menyadari bahwa manusia pada dasarnya tidak pernah luput dari kesalahan. Begitu juga dirinya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini. Pengertian itu membuat ia memaafkan. Dan ia ingat dirinya sendiri. Mungkin aku pun sering menyinggung perasaan orang karena tak adanya pengertian padaku. Ia mulai mengingat-ingat. Akhirnya yang mula-mula teringat adalah bapaknya sendiri yang untuk selama-lamamnya takkan dilupakannya: tindakan yang satu itu! Tindakan yang merampas kesenangan daripadanya. Dan apa yang diperbuatnya sendiri hingga menyinggung perasaan orang lain tak dapat ia mengenangnya kembali. Berkali-kali ia mencoba, tetapi tidak bias. Kemudian ia menghibur dirinya dengan ucapan yang biasa itu: kekhilafan sudah sifatnya manusia. Dan dengan itu selesailah pemikirannya (MSBE, hlm. 29). Kutipan di atas menggambarkan sikap Midah yang menjadi bijaksana memaafkan kesalahan orang lain. Karena ia menyadari bahwa sudah hakikat manusia bahwa mereka tak pernah luput dari kekhilafan. 3. Faktor Agama Midah lahir dari keluarga yang taat beragama. Midah dibekali oleh orang tuanya dengan pengetahuan agama. Hal ini masih melekat di hati Midah meskipun Midah telah keluar dari rumahnya dan meninggalkan orangtuanya. Midah masih ingat akan Tuhan dan menyebabkan ia lebih berani dalam menjalani kesulitan hidup sebab ia yakin akan selalu diberi keselamatan oleh Tuhan. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut. Jangan dengarkan dia, orang itu menasehati Midah. Mau engkau ikut rombongan? Midah mengangguk, dan dalam hatinya ia bersyukur kepada Tuhannya─Tuhan bapaknya juga (MSBE, hlm. 33). 87 Kutipan di atas menggambarkan Midah masih mempunyai iman sekalipun ia telah berpisah dengan orangtuanya. Ia percaya bahwa ia telah diselamatkan Tuhan sehingga ia mengucap syukur untuk Tuhan-Nya. Dan Midah yakin bahwa Tuhanlah tempatnya menenangkan pikiran dan jiwa. Faktor agama juga membuat Midah untuk tidak menggugurkan anak yang berada di dalam perutnya. Ia sadar apa yang dilakukannya dengan Ahmad merupak suatu dosa dan ia tak mau menambah dosa lagi dengan menggugurkan bayinya. Untuk itu ia bertekad mempertahankan bayi itu dan memberanikan diri untuk berkata jujur kepada orang tuanya walaupun apa yang terjadi. Anakku, buatku sendiri itu bukanlah dosa sekiranya engkau cinta benar-benar kepadanya. Tapi agama ada hukum, dan hukum itu menyalahkan perbuatanmu. Bila aku bersalah, hukumlah aku. Tapi aku sanggup melepaskan cintaku kepadanya. Dan anak yang kukandungkan ini adalah anak yang dirahmati cinta (MSBE, hlm. 119). Kutipan di atas menunjukkan bahwa apapun hukuman dari orang tuanya ia sanggup menerimanya dan ia pun sanggup melepas cintanya kepada Ahmad. Tapi jika untuk menggugurkan bayinya Midah tidak mau karena bagi Midah anak tersebut merupakan anak yang dirahmati cinta yakni cintanya kepada Ahmad. 4. Faktor Mistik Midah percaya dan yakin bahwa dengan berdoa ia akan selamat karena ia merasa lebih dekat dengan Tuhan. Dengan keyakinan seperti itu, Midah lebih berani dan lebih optimis akan keputusan yang diambilnya nanti. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Midah terus-menerus memohon kepada Tuhannya agar selalu selamat, agar anak yang dikandungnya tidak diganggu oleh siapapun juga. Dan waktu tengah malam telah lama lewat dan kepala rombongan itu jatuh 88 tertidur sambil merangkulnya ia masih tetap mendoa, dan terus mendoa sehingga akhirnya pun jatuh tertidur pula (MSBE, hlm. 43). Kutipan di atas menunjukkan bahwa Midah terus menerus berdoa agar ia diberi keselamatan oleh Tuhan. Dengan berdoa, Midah menjadi lebih tenang dan akhirnya tertidur. Midah juga selalu bercakap-cakap dengan bayi yang masih berada di dalam kandungannya. Midah percaya bahwa anak dalam kandungannya merupakan titipan dari Tuhan yang dibekali keselamatan, rejeki, dan kebahagiaan. Dengan keyakinan seperti itu Midah lebih optimis dan berani dalam menjalani hidup. Seperti dalam kutipan berikut ini. Kita sekarang berjalan lagi, Nak. Engkau adalah makhluk yang membawakan kejayaan bagi orangtua. Engkau membawakan keselamatan, rejeki, dan kebahagiaan. Barulah ia mulai dengan usahanya. Kutipan di atas menyatakan Midah menghimpun kekuatan agar ia kuat menghadapi semuanya karena percaya bayi dalam kandungannya membawa keselamatan, rejeki, dan kebahagiaan untuknya. Midah juga selalu mengelus-elus perutnya untuk memperoleh keberanian. Hal ini tertuang dalam kutipan berikut. Midah mencoba tersenyum oleh pandangan itu. Tetapi pikatannya belum lagi berhasil. Dan dalam hatinya ia berjanji akan memperbaiki usahanya. Kembali ia mengusap perut dan berbisik penuh kepercayaan: Tidak, Nak. Engkau tidak akan emak rusakkan. Tidak raja, tidak (MSBE, hlm. 30). Kutipan di atas menunjukkan bahwa selain bercakap dengan bayinya dan berdoa, Midah juga melakukan ritual mistik mengusap perutnya saat ingin memperoleh kekuatan. 89 Berdasarkan uraian di atas dapat diambil simpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Midah adalah faktor ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran pribadi meliputi faktor kedewasaan, faktor motif cinta, faktor frustasi, faktor konflik, dan faktor ancaman. Ketidaksadaran kolektif meliputi faktor biologis, faktor filsafat, faktor agama dan faktor mistik. 90 BAB V PENUTUP 5. 1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Tipe kepribadian tokoh utama novel Midah Simanis Bergigi Emas berdasarkan teori Carl Gustav Jung adalah dari fungsi jiwa Midah mempunyai kepribadian tipe perasa yaitu yakin membuat keputusan, mengerti perasaan orang lain dan tak mau menimbulkan pertentangan, dan mudah tersinggung. Dipandang dari sikap jiwa kepribadian Midah mempunyai kepribadian tipe introvert yaitu tertutup, suka memendam perasaan, suka merenung dan tenggelam ke dalam diri sendiri serta kesepian. Berdasarkan ketidaksadarannya, ketidaksadaran pribadi Midah bertipe pemikir yaitu keras hati, dan senang memutuskan sendiri. Berdasarkan ketidaksadaran kolektif Midah bertipe intuitif yaitu berani, optimis, dan bijaksana. Berdasarkan tipe introvert dan ekstravert, tipe kepribadian Midah adalah tipe perasa introvert. Kesadaran Midah bertipe perasa dan introvert bersifat introvert sedangkan ketidaksadarannya bertipe pemikir dan intuitif bersifat ekstravert. Sedangkan fungsi pembantunya, yaitu pengindra berada di kesadaran dan fungsi intuitif berada di ketidaksadaran. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama adalah faktor ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran pribadi meliputi faktor kedewasaan, faktor motif cinta, faktor frustasi, faktor konflik, 91 dan faktor ancaman. Ketidaksadaran kolektif meliputi faktor biologis, faktor filsafat, faktor agama dan faktor mistik. 5. 2 Saran Penelitian ini hendaknya dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan psikologi sastra khususnya penelitian yang menggunakan teori psikoanalisa Carl Gustav Jung. Penelitian tentang novel ini hendaknya juga dikembangkan lebih lanjut selain menggunakan teori kepribadian, karena novel Midah Simanis Bergigi Emas merupakan novel yang kaya akan tema kehidupan. 92 DAFTAR PUSTAKA Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Baribin, Raminah. 1985. Kritik dan Penilaian Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press. Budiningsih. 2002. Psikologi Kepribadian. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Departemen Agama Republik Indonesia. 1997. Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan kelembagaan Agama Islam. Dirgagunarsa, Singgih. 1978. Pengantar psikologi. Jakarta: Mutiara. Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Utama Widyatama. Fananie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Universitas Muhammadiyah. Hae, Zen. 2003. Surat Kepada Pramoedya. www.mediaindo.com (01 November 2005). Hurlock, Ellizabeth. 1992. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Murtadho, M. 2002. Islam Jawa. Yogyakarta: LAPERA Pustaka Utama. Muntasyir, Rizal dan Misnal Munir. 2002. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Naisaban, Ladislaus. 2003. Psikologi Jung: Tipe Kepribadian Manusia dan Rahasia Sukses dalam Hidup (Tipe Kebijaksanaan Jung). Jakarta: Grasindo. Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press. Rachman Dkk, Maman. 2003. Filsafat Ilmu. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Rakhmat, Jalaluddin. 1986. psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya. 93 Sarwono, Wirawan Sarlito. 1987. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta.: Raja Grafindo Persada. Sayuti, Suminto A. 1996. Apresiasi Prosa Fiksi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Semi, Atar. 1993. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa. Sudjiman, Panuti. 1990. Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Angkasa Suharianto, S. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta. Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Swastika, Alia. 2003. Perempuan dalam Sastra Indonesia Perjalanan dari Objek ke Subjek. www. mediaindo. com (01 November 2005). 94 SINOPSIS MIDAH SI MANIS BERGIGI EMAS Midah lahir dari keluarga yang taat beragama dan kaya. Ia anak seorang Haji yaitu Haji Abdul. Midah kecil sangat dimanja dan disayang kedua orang tuanya karena ia adalah anak tunggal. Ayahnya yang fanatik musik Arab selalu memangku Midah setiap kali pulang dari tokonya. Namun, situasi berubah ketika Midah mempunyai adik yang mulai membanyak. Ia mulai disepelekan. Perhatian bapaknya sudah sepenuhnya kepada adik-adiknya. Ia tak lagi dipangku-pangku. Ia tak lagi ditemani ayahnya untuk mendengarkan lagu Umi Kalsum. Midah sekarang seperti terkucil di rumahnya. Adik-adiknya telah merampas semuanya. Karena tidak betah, Midah sering keluar rumah dan biasanya pulang sore atau bahkan malam hari. Begitu seterusnya. Tapi bapaknya cuek saja. Apalagi ibunya. Situasi tidak berubah sama sekali. Ini makin membetahkan Midah untuk bermain-main di jalanan. Di jalanan inilah Midah tertarik dengan pengamen keliling. Terutama lagu-lagu keroncong yang mereka bawakan. Midah senang sekali dengan kroncong. Ia ternyata sudah bosan dengan Umi Kalsum. Dibelinya beberapa piringan hitam keroncong dan disetelnya di rumah. Midah hafal semua isi piringan keroncong itu dengan singkat. Ketika bapaknya pulang dari toko dan mendengar musik keroncong tersebut, ia marah-marah dan menghajar Midah habis-habisan. Ia menganggap bahwa musik yang sedang disetel itu adalah musik haram. Di antara rasa takut berkecamuk di hati, Midah menyimpan rasa benci kepada bapaknya itu. Ibunya pun hanya diam tak berbuat apa-apa melihat Midah 95 dihajar seperti itu. Di hadapan bapaknya, ibunya tak memiliki kekuatan. Ia kemudian minta perlindungan kepada pembantunya, yaitu Riah. Suatu hari, bapaknya menikahkan Midah dengan laki-laki pilihan bapaknya. Ia adalah seorang yang berharta, taat beragama dan berasal dari Cibatok, desa bapaknya. Laki-laki itu bernama Haji Terbus. Setelah tiga bulan perkawinan, Midah lari suaminya itu. Ternyata suaminya tersebut tak hanya menguasainya, tetapi juga mempunyai banyak istri. Midah lari dari suaminya dalam keadaan hamil. Ia tak berani pulang k erumah, ia takut dengan bapaknya. Ia singgah sebentar ke rumah Riah. Riah menyarankan Midah untuk pulang ke rumah saja karena Riah tahu Midah tidak akan bisa hidup di luar sana. Tetapi Midah tetap tidak mau. Ia bertekad untuk hidup sendiri dengan cara apa pun. Midah mempunyai semangat hidup untuk dirinya maupun untuk bayi di dalam kandungannya. Dengan membawa uang yang dibawa dari suaminya, ia mulai mengembara. Ia kemudian menjadi anggota keroncong keliling untuk menghidupi dirinya dan bayinya. Midah merahasiakan identitas dirinya dan juga namanya. Hidup di tengah-tengah rombongan pengamen keroncong begitu berat dirasakan Midah. Mulai dari dipandang sinis oleh masyarakat, hingga ketika ia akan diperkosa oleh laki-laki rombongan keroncong. Ia tidur berpindah-pindah dan bercampur menjadi satu antara laki-laki dan perempuan. Ia merasakan begitu bebasnya kehidupan mereka. Berbeda sekali dengan kehidupannya yang dahulu. Namun, ia mencoba kuat menghadapi itu semua dan percaya bahwa anak di dalam kandungannya itu membawa berkah dan keselamatan untuknya. 96 Ketika ia akan melahirkan anaknya tak seorang pun yang membantunya. Berbekal uang hasil dari menyanyi keroncong selama ini ia mendatangi sebuah rumah sakit. Namun pihak rumah sakit sangsi apakah nantinya ia bisa membayar atau tidak. Tapi Midah tak kuat lagi, ia ambruk di rumah sakit itu. Setelah sadar ia kemudian melahirkan anaknya. Ketika ditanya oleh suster, ia tetap saja merahasiakan siapa dirinya. Hanya namanya saja yang disebutkan sedangkan suami atau keluarganya ia tak mau menjawab. Ia dianggap sebagai wanita tidak baik oleh suster. Suatu hari Riah melihat Midah di jalanan. Tetapi Midah menghindar. Riah kemudian melapor ke rumah Haji Abdul. Mendengar Midah menjadi penyanyi keliling dan ternyata ia sudah mempunyai cucu, ia hanya bisa berdoa agar Midah selalu diberi keselamatan. Setelah keluar dari rumah sakit, Midah bergabung lagi dengan rombongan pengamen itu. Ia kemudian bertemu dengan seorang polisi bernama Ahmad. Mereka akhirnya jatuh cinta. Midah kemudian hamil dengan polisi itu. Tetapi polisi tersebut tak mau bertanggung jawab karena alasan orang tuanya. Midah paham dan tak menuntut. Sedangkan waktu itu, ibu Midah sibuk mencari-cari keberadaan Midah dan akan membawa Midah pulang ke rumah. Ketika Midah sedang bekerja, anaknya diambil di rumah kontrakannya dan dibawanya pulang. Ia senang sekali bertemu dengan cucunya itu, begitu juga Haji Abdul di rumah. Ketika pulang bekerja dan mengetahui bayinya telah diambil ibunya, Midah menyusul ke rumah. Ia disambut dengan suka cita oleh keluarga dan 97 disuruh untuk tinggal saja. Tetapi Midah tidak mau. Ia telah telah membawa aib di dalam perutnya. Ia tidak mau hanya karena dia, bapaknya yang dihormati di kampungnya itu mendapat celaan dari masyarakat. Midah keluar dari rumahnya dan menjadi seorang penyanyi terkenal. Ia pun terus menjalani kehidupan bebas dengan laki-laki.