You are on page 1of 28

PENDAHULUAN

Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils,
atau volatile oils adalah salah satu komoditi yang memiliki potensi besar di
Indonesia. Minyak atsiri adalah ekstrak alami dari jenis tumbuhan tertentu, baik
berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Setidaknya ada 70
jenis minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40
jenis di antaranya dapat diproduksi di Indonesia (Lutony, Rahmayati, 2000).
Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, baru
sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah diusahakan di Indonesia.

Peluang pasar komoditi minyak atsiri ini masih terbuka luas baik di dalam
maupun luar negeri. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa hanya
sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah diproduksi di Indonesia. Permintaan
minyak atsiri ini pun diperkirakan terus meningkat dengan bertambahnya populasi
penduduk dunia.

Kegunaan minyak atsiri sangat banyak, tergantung dari jenis tumbuhan


yang diambil hasil sulingnya. Minyak atsiri ini digunakan sebagai bahan baku
minyak wangi, komestik dan obat-obatan. Minyak atsiri juga digunakan sebagai
kandungan dalam bumbu maupun pewangi (flavour and fragrance ingredients).
Industri komestik dan minyak wangi menggunakan minyak atsiri sebagai bahan
pembuatan sabun, pasta gigi, samphoo, lotion dan parfum. Industri makanan
menggunakan minyak atsiri sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri
farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri.
Fungsi minyak atsiri sebagai wewangian juga digunakan untuk menutupi bau tak
sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh
industri bahan pengawet dan bahan insektisida.

Komoditi minyak atsiri banyak dikembangkan oleh negara-negara, seperti


Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jepang, Jerman, Swiss, Belanda, Hongkong,
Irlandia dan Kanada. Berdasarkan estimasi yang dilakukan oleh Essential Oil
Association of India dalam publikasinya yang berjudul Vasion 2005 India
Essential Oil Industry, peringkat pertama produsen minyak atsiri dunia adalah
Brasil disusul oleh Amerika Serikat dan India.

Industri pengolahan minyak atsiri di Indonesia telah muncul sejak jaman


penjajahan (Lutony, Rahmayati, 2000). Namun jika dilihat dari kualitas dan
kuantitasnya tidak mengalami banyak perubahan. Ini disebabkan karena sebagian
besar pengolahan minyak atsiri masih menggunakan teknologi
sederhana/tradisional dan umumnya memiliki kapasitas produksi yang terbatas.

Industri ini biasanya terletak di daerah pedesaan. Ada beberapa daerah di


Indonesia yang menjadi sentra industri minyak atsiri , misalnya Daerah Istimewa
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Dari beberapa
jenis minyak atsiri yang dapat diproduksi di Indonesia, sebagian besar diekspor ke
berbagai negara seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1.
Ekspor Minyak Atsiri dengan Nilai Ekspor > 1 juta US$
Nilai (Juta US$)
No. Negara Tujuan
1999 2000 2001
1 Amerika Serikat 11,3 12,6 18,3
2 Singapura 17,5 10,5 14,2
3 Swiss - 1 3,1
4 Perancis 3,7 3,5 3,5
5 Inggris - 3,1 3,9
6 Spanyol 2,8 1,2 1
7 Jerman - 1,1 1,3
8 Belanda 1,1 - -
9 India 1 1,4 1,5
10 Jepang , - 1
11 Lain-lain 9,1 3,8 6
Total 46,5 38,2 53,8
Sumber: BPEN, 2002

Salah satu sentra minyak atsiri di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


adalah Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di Kecamatan Samigaluh. Di kecamatan
tersebut terdapat kelompok usaha minyak atsiri yang terdiri dari 22 (dua puluh
dua) pengusaha kecil. Sebagian besar minyak atsiri yang dihasilkan adalah
minyak daun cengkeh. Tanaman cengkeh (Eugenia caryophillata) dapat digunakan
untuk menghasilkan minyak cengkeh (clove oil), minyak tangkai cengkeh (clove
stem oil), dan minyak daun cengkeh (clove leaf oil).
Gambar 1.1. Cengkeh

Minyak cengkeh merupakan hasil penyulingan serbuk bunga cengkeh


kering. Minyak atsiri jenis ini memiliki pasaran yang luas di industri farmasi,
penyedap masakan dan wewangian. Kandungan minyak cengkeh adalah eugenol
(90%), eugenil acetate, methyl n-hepthyl alcohol, benzyl alcohol, methyl
salicylate, methyl n-amyl carbinol, dan terpene caryo-phyllene. Minyak tangkai
cengkeh adalah minyak atsiri hasil penyulingan tangkai kuntum cengkeh. Jenis ini
jarang ditemukan di Kecamatan Samigaluh. Jenis minyak cengkeh yang terakhir,
minyak daun cengkeh (clove leaf oil) adalah minyak atsiri hasil sulingan daun
cengkeh kering (umumnya yang sudah gugur) dan banyak ditemukan di lokasi
survai di Kecamatan Samigaluh. Minyak daun cengkeh mulai dikembangkan pada
tahun 1960 yang digunakan untuk bahan baku obat, pewangi sabun dan deterjen.
Minyak daun cengkeh juga digunakan di industri wewangian dengan ketetapan
standar mutu tertentu yang lebih ketat.
Tabel 1.2.
Standar mutu minyak daun cengkeh menurut SNI 1991
Minyak Daun Cengkeh Karakteristik
o
Berat Jenis pada 15 C 1,03 - 1,06
Putaran Optik (ad)����� - 1o 35
Indeks Refraksi pd 20oC (nd20) 1,52 - 1,54
Kadar eugenol 78 - 93 %
(%)��������
Minyak pelikan Negatif
Minyak lemak Negatif
Kelarutan dalam Alkohol 70% Larut dalam dua volume
Sumber : http://agribisnis.deptan.go.id

Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna kuning pucat sesaat setelah
disuling dan mudah berubah warna menjadi coklat atau ungu bila terkena logam
besi sehingga minyak ini lebih baik dikemas dalam botol kaca, drum aluminium
atau drum timah putih.

Alasan pemilihan jenis minyak daun cengkeh di wilayah Kecamatan


Samigaluh adalah kemudahan operasi pengolahan dan modal yang rendah.
Berdasarkan in-depth interview yang dilakukan dengan pengusaha setempat, daun
cengkeh menghasilkan minyak atsiri yang tidak terlalu keras dibandingkan
tangkai bunga cengkeh sehingga ketel yang digunakan tidak cepat rusak dan dapat
menggunakan hanya satu ketel saja (bahan baku dan air dalam satu ketel)
sehingga harganya lebih murah. Berbeda dengan minyak nilam yang memerlukan
dua ketel terpisah, yang berisi air dan daun nilam dalam ketel terpisah, untuk
menghasilkan minyak nilam dengan kualitas yang diinginkan. Saat ini, kualitas
untuk minyak daun cengkeh tidak telalu ketat diberlakukan oleh pengusaha
pengumpul yang membeli hasil penyulingan. Ini menyebabkan proses produksi
minyak daun cengkeh tidak terlalu sulit.

Perhatian pemerintah daerah terhadap industri minyak daun cengkeh


cukup baik. Pemerintah melalui Departemen Pertanian telah memberikan
pelatihan-pelatihan mengenai pengembangan usaha minyak atsiri termasuk
minyak daun cengkeh untuk meningkatkan daya saing minyak atsiri melalui
peningkatan mutu, harga yang kompetitif dan keberlanjutan suplai melalui
pembinaan yang terintegrasi oleh instansi terkait.

Saat ini sedang dipertimbangkan pembangunan industri pengolahan yang


menggunakan bahan baku minyak atsiri di lingkup regional Kabupaten Kulon
Progo agar masyarakat dan pemerintah dapat menikmati nilai tambah yang lebih
besar dari pengolahan minyak atsiri. Jika minyak atsiri dapat diolah di wilayah
lokal, para pengusaha minyak atsiri tidak perlu menjual produknya ke luar daerah.

Selain bantuan teknis, Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo juga


telah memberikan pinjaman berupa penguatan modal melalui PT. Bank
Pembangunan Daerah Yogyakarta (selanjutnya disebut BPD) sebagai bentuk
perhatian pemerintah daerah terhadap potensi usaha minyak atsiri di wilayahnya.
Pembuatan peta pewilayahan untuk usaha pengolahan minyak atsiri juga
bermanfaat untuk memberikan informasi keberadaan usaha minyak atsiri yang
umumnya terdapat di pedesaan dan berskala kecil. Pemerintah juga berusaha
untuk menyediakan data dan informasi mutakhir yang akurat mengenai produksi,
kebutuhan pasar, kecenderungan pasar dan informasi harga minyak atsiri.

Industri minyak daun cengkeh ini tidak saja memproduksi minyak daun
cengkeh sebagai komoditas ekspor yang menghasilkan devisa, tetapi juga
menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Setiap unit usaha dapat menyerap
tenaga kerja rata-rata 6 orang di unit penyulingannya dan seratus orang lebih
sebagai tenaga pencari (pengumpul) daun cengkeh. Pekerjaan
memungut/mengumpulkan daun cengkeh ini pada umumnya merupakan
pekerjaan sambilan dan hasilnya dapat dijual dengan harga berkisar Rp 200-Rp
350/kg. Tingkat harga sangat tergantung pada musim. Pada saat banyak daun
cengkeh kering yang gugur, harga akan turun dan sebaliknya.

Walaupun pada pengolahan minyak daun cengkeh sendiri penyerapan


tenaga kerja relatif sedikit, namun setidaknya dapat memberikan kesempatan kerja
bagi para pemuda yang sebelumnya tidak produktif. Di wilayah Kulon Progo,
para pekerja usaha minyak daun cengkeh ini dibayar secara borongan (pekerja
tidak tetap) dengan sistem bergilir (shift). Setidaknya dibutuhkan 3 orang pekerja
untuk satu kali suling dengan satu ketel.

Usaha minyak daun cengkeh tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.


Sisa daun yang telah disuling dapat dikeringkan dan digunakan sebagai bahan
bakar dan abunya dapat digunakan sebagai pupuk. Sisa air limbah yang sudah
dipisahkan secara sempurna dengan minyak daun cengkeh tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan. Sampai saat ini, polusi udara berupa asap yang
ditimbulkan pada saat proses penyulingan sama sekali tidak dikeluhkan oleh
warga sekitar lokasi penyulingan.

Usaha penyulingan minyak daun cengkeh menggunakan modal yang


sebagian dapat diperoleh dari bank berupa pinjaman modal, baik modal investasi
maupun modal kerja. Untuk PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
(selanjutnya disebut Bank BRI) di tingkat Kantor Unit, modal yang dapat
diberikan adalah 25 juta rupiah ke bawah sedangkan keputusan pemberian kredit
di atas 25 juta rupiah ditentukan oleh kantor cabang. Plafon dana yang berasal dari
dana nasabah sendiri untuk modal investasi + 30% sedangkan untuk modal kerja +
50%.Tingkat bunga yang diberlakukan adalah tingkat bunga flat sebesar 18% per
tahun.

PROFIL USAHA
Usaha minyak daun cengkeh adalah salah satu jenis minyak atsiri yang
dapat dihasilkan dari tanaman cengkeh yang diperoleh melalui proses distilasi
atau proses penyulingan daun cengkeh kering. Usaha ini relatif tidak memerlukan
modal yang besar. Bahan baku utama untuk menghasilkan minyak daun cengkeh
adalah daun cengkeh kering. Daun cengkeh kering relatif mudah diperoleh pada
musim kemarau karena perkebunan cengkeh di wilayah Kulon Progo dan
sekitarnya cukup banyak.

Lokasi penyulingan sebaiknya dekat dengan sumber bahan baku atau


setidaknya memiliki akses yang mudah untuk penyediaan bahan baku dan dekat
dengan sumber air. Sumber air yang melimpah seperti di Kulon Progo
memudahkan para penyuling memperoleh air untuk proses penyulingan dan
terutama pada proses pendinginan atau kondensasi.

Di Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo terdapat 22 pengusaha minyak


atsiri yang tergabung dalam kelompok pengusaha penyulingan minyak atsiri.
Sebagian besar dari mereka menghasilkan minyak daun cengkeh sedangkan
penyulingan tangkai atau putik cengkeh hanya dilakukan jika ada pesanan khusus
dari pembeli. Minyak dari tangkai cengkeh memiliki sifat yang lebih keras
sehingga mudah merusak lapisan ketel yang digunakan untuk menyuling. Pesanan
dalam jumlah besar pada waktu tertentu kadang dapat dilakukan secara
berkelompok. Dari 22 pengusaha minyak atsiri di lokasi survai, hanya satu
pengusaha yang menghasilkan minyak atsiri jenis lain, yaitu minyak nilam. Modal
untuk usaha minyak nilam ini relatif lebih besar karena ketel yang digunakan
lebih baik dan lebih mahal. Khusus untuk minyak nilam ini memang sudah
memiliki standar yang baku. Secara umum, teknologi yang digunakan tetap sama.
Perbedaannya hanya pada pemisahan tangki air dan tangki bahan baku dan jenis
bahan ketel yang lebih baik untuk menjaga mutu.

Ketersediaan bahan baku untuk daun cengkeh bersifat musiman, yaitu


kurang lebih enam bulan kerja dalam setahun. Pada saat musim kemarau daun
cengkeh gugur dan kering, barulah penyulingan dapat dilakukan. Berbeda dengan
penyulingan minyak nilam yang dapat dilaksanakan sepanjang tahun.

ASPEK PRODUKSI
Lokasi Usaha

Minyak atsiri dapat diproduksi dengan berberapa cara, seperti


penyulingan, ekstraksi dengan menggunakan pelarut dan metode pengempaan.
Cara yang umum digunakan pengusaha kecil adalah dengan proses penyulingan
atau hidrodestilasi yang relatif lebih murah dan menggunakan peralatan yang
sederhana.

Penentuan lokasi usaha sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan


hidup suatu usaha. Semakin dekat lokasi usaha dengan sumber bahan baku atau
input-input lainnya, maka usaha tersebut memiliki peluang yang lebih besar untuk
hidup dan memperoleh profit yang lebih besar karena biaya transportasi dapat
ditekan serendah mungkin. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh usaha
pengolahan minyak daun cengkeh agar dapat berkelanjutan. Pertama, lokasi usaha
yang berdekatan dengan lokasi sumber bahan baku. Dekat dalam hal ini berarti
mudah untuk memperoleh bahan baku dengan harga yang normal (tidak terlalu
mahal karena biaya transportasi yang tinggi).

Kedua, dekat dengan sumber air. Air merupakan bahan input yang
dibutuhkan dalam jumlah besar untuk usaha pengolahan minyak daun cengkeh.
Air tersebut berfungsi sebagai pendingin pada proses kondensasi dari uap menjadi
cair yang terdiri dari minyak daun cengkeh dan air. Di daerah pedesaan tertentu,
seperti Kecamatan Samigaluh, memiliki keuntungan dalam hal ini. Air melimpah
dan mudah untuk dimanfaatkan dalam proses produksi.

Ketiga, kemudahan memperoleh bahan bakar. Ketersediaan bahan bakar


harus cukup. Dalam penyulingan minyak daun cengkeh secara umum pembakaran
(pemanasan) harus terus menerus dan tetap agar mutu hasil terjaga. Minyak daun
cengkeh juga memiliki keuntungan yang dapat menghemat biaya bahan bakar.
Proses pengolahan dapat menggunakan bahan bakar berupa limbah daun yang
telah disuling sebelumnya dengan dikeringkan terlebih dahulu. Berdasarkan
pengalaman para pengolah minyak daun cengkeh di Kecamatan Samigaluh, Kulon
Progo, jumlah sisa daun sudah cukup untuk bahan bakar pengolahan berikutnya
sehingga tidak perlu membeli bahan bakar tambahan seperti kayu bakar atau
lainnya.

Fasilitas Produksi dan Peralatan

Ada beberapa alat dan peralatan produksi yang diperlukan dalam proses
pengolahan minyak daun cengkeh. Fasilitas produksi yang utama adalah ketel dari
platbesi (plateser), tungku (Gambar 4.1) dan kondensor (Gambar 4.2.).

Gambar 4.1. Ketel dan Tungku Suling

Kondensor berupa kolam yang di dalamnya terendam pipa dengan bentuk


spiral atau pipa baja biasa yang dibentuk melingkar. Kolam pendingin yang
digunakan oleh salah seorang responden seperti tampak pada Gambar 4.2. Kolam
terdiri dari dua buah kolam dengan posisi yang berdekatan agar pipa yang
digunakan tidak terlalu panjang. Peralatan lain yang diperlukan berupa 4 drum
plastik berukuran 200 liter untuk menampung minyak daun cengkeh, garu,
sendok, 5 jerigen, corong minyak, dan kain penyaring.
Gambar 4.2. Kolam Pendingin

Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan pada minyak daun cengkeh adalah
daun cengkeh kering yang sudah gugur. Ini menyebabkan usaha minyak daun
cengkeh bersifat musiman karena sangat tergantung pada ketersediaan bahan
baku. Pada musim kemarau ketersediaan bahan baku melimpah dan sebaliknya
pada musim penghujan terjadi kekurangan suplai bahan baku. Beberapa
pengusaha pengolahan minyak daun cengkeh mengantisipasinya dengan
menyimpan sebagian hasil produksinya untuk dijual pada saat mereka tidak dapat
melakukan proses produksi dengan harga yang lebih baik. Pada umumnya, proses
produksi dapat dilakukan 5-6 bulan dalam satu tahun.

Gambar 4.3. Daun Cengkeh Kering yang Siap Diproses


Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang diperlukan dalam proses produksi relatif tidak terlalu
banyak. Tenaga untuk proses produksi hanya membutuhkan 3 orang per proses
penyulingan. Jika dalam 1 hari pengusaha melakukan 2 kali proses penyulingan
maka diperlukan 6 orang pekerja tidak tetap per hari per ketel (diasumsikan
pengusaha memiliki dua buah ketel). Para pekerja tersebut biasanya dibayar
secara borongan untuk satu kali proses penyulingan. Proses penyulingan tersebut
membutuhkan waktu antara 6 sampai 8 jam dan dalam satu hari dapat dilakukan 2
hingga 3 kali penyulingan per ketel.

Teknologi

Teknologi yang digunakan dalam proses produksi pengolahan minyak


daun cengkeh ini termasuk teknologi sederhana atau tradisional. Proses yang
umum digunakan adalah penyulingan dengan uap air.

Gambar 4.4. Penyulingan Sederhana

Proses penyulingan dilakukan dengan memanaskan bahan baku dan air


yang dimasukkan dalam ketel seperti tampak pada Gambar 4.4 yang kemudian
dipanaskan. Proses pemanasan dapat menggunakan bahan bakar berupa limbah
daun yang disuling sebelumnya. Uap air dan uap minyak daun cengkeh akan
mengalir melalui pipa masuk ke dalam kondensor. Kondensor tersebut dapat
berupa kolam seperti tampak pada Gambar 4.2. Semakin lama uap minyak daun
cengkeh dan uap air berada dalam kolam pendingin, semakin baik proses
kondensasi yang terjadi. Biasanya para penyuling di pedesaan menggunakan 2
kolam pendingin untuk proses kondensasi ini. Air kolam harus terus dijaga agar
tetap berada pada suhu yang dingin. Kondensasi mengubah uap air dan uap
minyak daun cengkeh menjadi bentuk cair berupa minyak daun cengkeh dan air
yang ditampung dalam drum.

Gambar 4.5. Drum Penampung Hasil Proses Penyulingan

Metode penyulingan dengan menggunakan uap air memiliki kelebihan


tersendiri. Penyulingan dengan air dan uap ini relatif murah atau ekonomis. Biaya
yang diperlukan relatif rendah dengan rendemen minyak daun cengkeh yang
memadai dan masih memenuhi standar mutu yang diinginkan konsumen.
Kelemahan utamanya adalah kecepatan penyulingan yang rendah.
Proses Produksi

1. Penyiapan Bahan Baku

Daun cengkeh yang digunakan merupakan daun yang sudah gugur, kering,
masih utuh dan bersih.

2. Penyulingan

Penyulingan dengan menggunakan uap air adalah cara yang paling banyak
digunakan. Cara ini hanya cocok untuk jenis minyak atsiri yang tidak
rusak oleh panas uap air. Salah satunya adalah minyak daun cengkeh.
Bahan baku diletakkan terpisah dengan air (Gambar 4.4). Untuk
memudahkan proses penguapan, bagian ketel untuk bahan baku harus
diberi ruang yang cukup. Bahan tidak boleh dipadatkan. Setelah siap, ketel
ditutup dan kemudian dipanaskan selama 5-7 jam. Uap air dan uap minyak
daun cengkeh dicairkan dengan mengalirkan pipa melingkar ke dalam
kolam pendingin (kondensor). Suhu udara sangat berpengaruh pada suhu
air. Pipa yang berada di dalam kolam pendingin kurang lebih memiliki
panjang 10 meter. Semakin panjang pipa yang digunakan, semakin baik
proses kondensasi yang terjadi. Di Samigaluh, seringkali pipa yang
digunakan berbentuk memanjang, tidak melingkar (spiral) karena harganya
yang relatif lebih murah. Pipa tidak boleh bocor dan suhu air harus dijaga
untuk selalu tetap dingin agar proses kondensasi dapat berlangsung dengan
baik. Hasil sulingan minyak daun cengkeh dan air dialirkan ke dalam
tempat berupa drum yang sudah disediakan. Setelah proses penyulingan
selama kurang lebih 7 jam, hasil proses penyulingan didiamkan beberapa
saat sehingga air dan minyak daun cengkeh terpisah. Minyak daun
cengkeh berada di bawah air karena memiliki berat jenis yang lebih besar.
Air dan minyak daun cengkeh dapat dipisahkan dengan sejenis kain
khusus atau dipisahkan secara manual. Sisa air yang telah dipisahkan
masih mengandung minyak daun cengkeh dan masih dapat dipisahkan lagi
setelah beberapa lama.

Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi

Hasil penyulingan 1,3 ton daun cengkeh kira-kira akan menghasilkan 35


kg minyak daun cengkeh. Jika dalam sehari dapat dilakukan 2 kali penyulingan,
maka satu ketel dapat menghasilkan 70 kg minyak daun cengkeh per hari.

Minyak daun cengkeh dapat dibedakan berdasarkan mutunya. Mutu


minyak daun cengkeh dipengaruhi setidaknya oleh 3 hal. Pertama, pemilihan
bahan baku. Daun cengkeh yang kering, bersih dan tidak tercampur bahan-bahan
lain akan menghasilkan minyak sesuai dengan yang diinginkan. Kedua, proses
produksi. Mutu minyak daun cengkeh dipengaruhi oleh kondisi peralatan yang
digunakan dan waktu proses penyulingan. Ketel dengan bahan anti karat akan
menghasilkan minyak daun cengkeh yang lebih baik dibandingkan penyulingan
dengan menggunakan ketel yang terbuat dari besi plat biasa, apalagi dengan
menggunakan drum-drum kaleng biasa. Waktu penyulingan yang lebih singkat
juga mempengaruhi kualitas minyak daun cengkeh yang dihasilkan. Ketiga,
penanganan hasil produksi. Minyak daun cengkeh yang seharusnya ditampung
dan disimpan dalam kemasan dari bahan gelas, plastik atau bahan anti karat
lainnya akan menurun kualitasnya jika hanya disimpan dalam kemasan dari logam
berkarat. Minyak daun cengkeh mudah beroksidasi dengan bahan logam.

Produksi Optimum

Produksi minyak daun cengkeh yang optimum tergantung pada kapasitas


ketel yang digunakan. Ketel dengan kapasitas 1,3 ton daun cengkeh dapat
menghasilkan kurang lebih 35 kg minyak daun cengkeh. Dengan menggunakan
dua ketel dan dua kali proses suling per ketel maka dalam sehari dapat dihasilkan
minyak daun cengkeh sebanyak 1,4 kwintal.
Kendala Produksi

Kendala produksi utama yang dihadapi oleh pengusaha minyak daun


cengkeh ini terutama terkait dengan pengadaan bahan baku yang bersifat
musiman. Ketersediaan bahan baku daun cengkeh sangat tergantung pada musim.
Pada musim penghujan, pasokan bahan baku bisa dikatakan tidak ada sehingga
para pengusaha tidak berproduksi. Hambatan yang kedua adalah kapasitas
produksi yang masih sangat terbatas. Seringkali pengusaha kecil penyulingan
minyak daun cengkeh di pedesaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen
dalam jumlah besar pada waktu tertentu.
ASPEK PEMASARAN

Pasar

Dalam aspek pemasaran akan dibahas aspek pasar dan pemasaran yang
terkait dengan permintaan, penawaran, harga, persaingan dan pemasaran minyak
daun cengkeh.

1. Permintaan

Minyak daun cengkeh memiliki pasar yang sangat luas terutama di pasar
internasional. Di wilayah Kulon Progo, permintaan minyak daun cengkeh oleh
pedagang pengumpul, yaitu PT. Djasula Wangi di Solo, CV. Indaroma di
Yogyakarta, dan PT. Prodexco di Semarang. Dari informasi yang terakhir
dikumpulkan, permintaan minyak daun cengkeh selalu meningkat dan sering
terjadi kelebihan permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas produksi
industri kecil minyak daun cengkeh yang terbatas. Permintaan dalam jumlah besar
untuk waktu yang singkat biasanya diusahakan secara berkelompok.

Tabel 3.1. Ekspor Minyak Daun Cengkeh

Tahun Volume(ton) Nilai (ribu US$)


1986 1.093 3.348
1987 1.047 2.675
1988 646 1.455
1989 651 1.398
1990 707 1.660
1991 758 2.098
1992 n.a n.a
1993 n.a n.a
1994 622 1.905
1995 370 1.571
Sumber: BPS, beberapa tahun
Pemanfaatan minyak cengkeh, untuk dunia industri memang cukup luas.
terutama untuk keperluan industri farmasi atau obat- obatan. Begitu juga untuk
industri parfum, yang merupakan campuran utama untuk Geranium, Bergamot,
Caraway, Cassie dan bahan untuk pembuatan vanillin sintetis sebagai bahan baku
industri makanan dan minuman. Sebagian besar hasil produksi minyak daun
cengkeh diekspor ke luar negeri seperti yang telah ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Perkembangan permintaan ekspor minyak daun cengkeh Indonesia mengalami
pasang surut seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1

2. Penawaran

Dari segi penawaran, suplai minyak daun cengkeh relatif masih kurang.
Masih diperlukan tambahan produksi untuk memenuhi permintaan pasar. Selain
Kabupaten Kulon Progo, sentra produksi pengolahan minyak daun cengkeh juga
terdapat di Kabupaten Blitar dan Trenggalek. Produksi minyak daun cengkeh dari
daerah Blitar cukup besar, dengan rata-rata setiap tahunnya mencapai 80 ton.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian Pertambangan dan Perdagangan
(Disperindag) Kabupaten Blitar, produksi rata-rata 80 ton per tahun itu hanya
dihasilkan oleh 5 unit industri yang semuanya tergolong industri kecil. Sentra
produksinya berada di wilayah Kecamatan Doko. (http://www.kabblitar.go.id).

Potensi usaha minyak daun cengkeh masih sangat luas di Indonesia


terutama di daerah-daerah yang dekat dengan sumber bahan baku. Saat ini,
cengkeh telah dibudidayakan di hampir seluruh wilayah Indonesia (Harris, 1990)
sehingga potensi untuk mendirikan usaha pengolahan minyak daun cengkeh
sangatlah besar.

3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar

Tingkat persaingan minyak daun cengkeh Indonesia di pasar internasional


terutama ditentukan oleh kualitas minyak daun cengkeh yang dihasilkan Indonesia
dan negara-negara pesaing, seperti Madagaskar, Tanzania dan Srilanka. Negara
penghasil minyak atsiri bukan hanya berasal dari negara-negara berkembang saja,
seperti Cina, Brasil, Indonesia, India, Argentina dan Meksiko melainkan juga
negara maju, seperti Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Italia, dan Inggris.
Perbedaannya, negara-negara berkembang lebih banyak memproduksi minyak
atsiri menjadi bahan setengah jadi dan kemudian mengekspornya ke negara maju.
Lain halnya yang dilakukan oleh negara maju. Meskipun mereka mengimpor
bahan setengah jadi dari negara berkembang untuk diolah menjadi barang jadi,
mereka mengekspornya sebagian kembali ke negara-negara lain termasuk negara
berkembang dalam bentuk barang jadi dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
Namun demikian, peluang pasar minyak daun cengkeh masih terbuka luas
terutama di pasar dunia yang volume permintaannya terus meningkat (lihat Tabel
1.1)

Pemasaran

Pemasaran minyak daun cengkeh dapat melalui para pedagang pengumpul


maupun langsung ke pihak produsen barang jadi yang membutuhkan. Namun
pada umumnya jalur penjualan ke pedagang pengumpul relatif lebih mudah.
Harga yang ada di pasar perdagangan minyak daun cengkeh dalam negeri juga
relatif stabil.

1. Harga

Harga minyak daun cengkeh relatif stabil pada tahun 2002 dan 2003. Pada
awal tahun 2002 harga minyak daun cengkeh mencapai Rp 29.500,- dan pada
tahun 2003 berfluktuasi antara Rp 23.000,- sampai Rp 25.000,- per kilogram.
Harga tersebut juga cenderung stabil hingga memasuki tahun 2004. Fluktuasi
harga minyak daun cengkeh sedikit banyak juga dipengaruhi oleh fluktuasi nilai
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada saat krisis tahun 1997, harga minyak
daun cengkeh bisa mencapai Rp 57.000,- per kilogram (data primer). Berdasarkan
data primer lapangan yang diperoleh, para pengusaha minyak daun cengkeh
memperkirakan harga untuk kondisi breakeven point (BEP) atau impas adalah
sekitar Rp 20.000,- per kilogram. Dengan melihat selisih harga pada kondisi BEP
dengan harga jual di pasar, maka usaha ini cukup menjanjikan.

2. Jalur Pemasaran

Secara umum, jalur pemasaran minyak daun cengkeh tidak berbeda


dengan komoditi pertanian lainnya. Di pemasaran dalam negeri, produsen menjual
produk ke pedagang pengumpul atau agen eksportir. Barulah kemudian produk
tersebut sampai ke tangan eksportir. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
sebagian besar perdagangan minyak daun cengkeh adalah untuk ekspor.

Pada praktiknya, keadaan pasar sering dipengaruhi oleh orang yang


pertama kali melakukan proses transaksi. Ada beberapa situasi pemasaran yang
terjadi. Pertama, pihak produsen langsung menjual produk ke tengkulak,
pedagang perantara, atau agen eksportir. Dalam hal ini, produsen memiliki posisi
tawar yang lemah. Harga lebih banyak dipengaruhi oleh pembeli. Situasi kedua,
pihak pembeli yang mencari produsen. Pada situasi ini, produsen dapat
memperoleh harga yang relatif lebih baik. Hal ini seringkali terjadi, terbukti
dengan adanya pemesanan dengan uang muka terlebih dahulu oleh pembeli
kepada produsen sementara minyak daun cengkeh masih pada proses produksi.

Jalur pemasaran minyak daun cengkeh dari pengusaha pengolahan


sebagian besar ditampung terlebih dahulu oleh para pengumpul. Dari survai di
wilayah Kulon Progo, setidaknya ada tiga perusahaan pengumpul yang cukup
besar, yaitu PT Djasula Wangi di Solo, CV Indaroma di Yogyakarta, dan PT
Prodexco di Semarang.

Untuk jalur pemasaran luar negeri ada beberapa pihak yang mungkin
terlibat, yaitu pemakai (end-user), broker murni, broker merangkap trader, dan
pedagang (trader). Jalur perdagangan minyak daun cengkeh dapat digambarkan
sebagaimana terdapat pada Gambar 3.1. Pemasaran tersebut juga dapat menjadi
lebih pendek. Produsen menjual minyak daun cengkeh pada pedagang kecil dan
pedagang besar dan kedua jenis pedagang tersebut langsung menjualnya pada
eksportir, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1 bagian bawah.

Gambar 3.1. Jalur Pemasaran Minyak Daun Cengkeh

3. Kendala Pemasaran

Kendala pemasaran yang utama pada minyak daun cengkeh ini adalah
mata rantai perdagangan yang cukup panjang. Para pengusaha pengolahan minyak
daun cengkeh masih mengalami kesulitan untuk memasok langsung ke eksportir
atau end-user. Akibat panjangnya rantai perdagangan ini adalah ketidakseragaman
mutu yang ditetapkan. Faktor yang harus diperhatikan dalam upaya pemasaran
minyak daun cengkeh, terutama untuk tujuan ekspor adalah dengan
memperhatikan kualitas, harga yang kompetitif dan keberlangsungan produksi.
Secara umum, kendala pemasaran minyak daun cengkeh disebabkan oleh tiga hal,
yaitu:
1. mutu yang rendah karena sifat usaha penyulingan minyak daun cengkeh
yang umumnya berbentuk usaha kecil dengan berbagai keterbatasan modal
dan teknologi,
2. pemasaran dalam negeri masih bersifat buyer market (harga ditentukan
pembeli) karena lemahnya posisi tawar pengusaha pengolah, dan
3. harga yang berfluktuasi (dalam dan luar negeri) akibat tidak terkendalinya
produksi dalam negeri dan persaingan negara sesama produsen.
ASPEK SOSIAL EKONOMI

Usaha penyulingan minyak daun cengkeh merupakan merupakan komoditi


yang dapat diunggulkan di pasar internasional. Meskipun kontribusinya relatif
rendah dibandingkan komoditi yang lain, namun setidaknya ekspor minyak daun
cengkeh ini telah memberikan pemasukan devisa di atas satu juta dolar per tahun
sejak tahun 1988. Rendahnya nilai ekspor ini disebabkan karena rendahnya hasil
produksi yang sangat dipengaruhi oleh musim. Dari sisi permintaan, permintaan
minyak daun cengkeh masih tinggi sehingga peluang untuk mengembangkan dan
membuka usaha penyulingan minyak daun cengkeh di daerah lain di Indonesia
masih memiliki potensi pasar yang terbuka luas.

Dari aspek ketenagakerjaan, usaha penyulingan minyak daun cengkeh ini


tidak menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak. Tetapi memiliki pengaruh ke
belakang (backward effect) setidaknya pada usaha pembuatan peralatan dan petani
cengkeh yang menjadi pemasok bahan baku. Usaha ini pun memiliki nilai tambah
yang tinggi.

Penyerapan tenaga kerja dari usaha ini dapat dirasakan oleh masyarakat
sekitar di pedesaan yang umumnya petani dan memiliki dampak langsung
terhadap peningkatan pendapatan dan ekonomi mereka. Dengan berkurangnya
pengangguran secara langsung akan berdampak pada kondisi sosial masyarakat
seperti penurunan tingkat kriminalitas.
ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN

Usaha pengolahan minyak daun cengkeh menghasilkan limbah cair yang


tidak berbahaya dan dapat ditoleransi lingkungan. Limbah cair tersebut adalah air
sisa penyulingan. Jika proses pemisahan air dan minyak daun cengkeh
berlangsung dengan sempurna, maka air yang tersisa tidak berdampak buruk pada
lingkungan. Limbah padat yang lain adalah abu daun kering sisa pembakaran
yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Secara umum, usaha penyulingan
minyak daun cengkeh ini termasuk usaha yang ramah lingkungan.
KESIMPULAN

1. Usaha penyulingan minyak daun cengkeh pada umumnya dilakukan di


wilayah pedesaan dengan teknologi sederhana dan berskala kecil.
2. Usaha minyak daun cengkeh memiliki masa depan yang cerah. Peluang
pasar komoditas minyak daun cengkeh, terutama untuk ekspor masih
terbuka, sehingga secara langsung memberikan peluang bagi
pengembangan dan peningkatan produksi minyak daun cengkeh.
3. Berdasarkan kondisi alam di Indonesia, potensi usaha penyulingan minyak
daun cengkeh dapat dilakukan di banyak wilayah di Indonesia terutama di
wilayah pedesaan dengan sumber air yang cukup.
4. Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh para pengusaha penyulingan
minyak daun cengkeh adalah masalah bahan baku yang sangat tergantung
pada musim. Bahan baku berupa daun cengkeh kering hanya tersedia pada
musim kemarau.
5. Di daerah survai, terdapat dua macam pola pembiayaan usaha yaitu
pembiayaan pemerintah daerah dan pembiayaan bank. Dari pemerintah
daerah, terdapat program penguatan modal usaha kecil yang berupa kredit
melalui BPD dengan bunga yang lebih rendah. Pembiayaan melalui bank
dilaksanakan oleh Kantor Bank BRI Unit Samigaluh melalui pendekatan-
pendekatan yang sifatnya personal.
6. Munculnya usaha penyulingan minyak atsiri memberikan peluang kerja
bagi masyarakat setempat, baik untuk pengusaha maupun para pekerjanya,
sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.
7. Usaha penyulingan daun cengkeh tidak menimbulkan pencemaran dan
tidak menghasilkan limbah yang berbahaya. Limbah berupa abu daun
cengkeh bahkan dapat digunakan sebagai pupuk.
PENUTUP

Usaha minyak daun cengkeh di pedesaan masih dapat dikembangkan lagi


di wilayah lain di Indonesia, terutama yang dekat dengan sumber bahan baku.

Untuk memperbaiki mutu minyak daun cengkeh, yang sangat penting


dalam persaingan di masa yang akan datang, pengusaha perlu membekali diri
dengan pengetahuan yang memadai mengenai minyak daun cengkeh dari
pengolahan sampai pengemasannya.

Faktor yang harus diperhatikan dalam dalam upaya pemasaran minyak


daun cengkeh, terutama untuk tujuan ekspor adalah dengan memperhatikan
kualitas, harga yang kompetitif dan keberlangsungan produksi.

Secara finansial dan dari kondisi di lapangan, usaha penyulingan minyak


daun cengkeh ini layak untuk dibiayai. Namun, pihak bank tetap harus
memberikan kredit berdasarkan analisis usaha yang komprehensif berdasarkan
prinsip kehati-hatian.
MAKALAH TATANIAGA PERTANIAN
USAHA MINYAK DAUN CENGKEH
( CLOVE LEAF OIL )

DISUSUN OLEH :

INDRA EVRYNALDY

08 / 12821 / EP

INSTITUT PERTANIAN STIPER


YOGYAKARTA
2010

You might also like