You are on page 1of 12

IMPLEMENTASI DAN

PENYIMPANGAN NILAI SILA KE-4

Disusun Oleh :

• Dio Patra Perkasa

• Septi Saraswati 120110100162

2010
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penulisan karya tulis ini. Adapun tujuan dari laporan ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Pendidikan
Pancasila.
Dalam penulisan ini kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi materi , susunan bahasa maupun cara
penyajiannya. Hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan kami. Untuk
semua itu , dengan kerendahan hati dan keterbatasan kami sangat
mengharapkan kritik yang sifatnya membangun serta saran yang dapat
memberikan manfaat dan dorongan bagi peningkatan kemampuan kami
di masa depan.
Akhir kata kami berharap karya tulis ini bermanfaat bagi kami
khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.
Bandung , 25 November
2010

Penyusun

2
PENDAHULUAN

Tanggal 1 Juni 1945, Soekarno memberikan dasar filosofi negara


Indonesia yang belum merdeka. Ia menyebutkan lima dasar utama, yaitu
Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat
atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan yang
berkebudayaan atau Ketuhanan Yang Maha Esa. Tanggal 22 Juni 1945,
dirumuskan kembali menjadi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi para pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Mohammad Yamin kemudian menamakan
rumusan baru itu sebagai Piagam Djakarta. Dalam sidangnya sehari
setelah proklamasi, 18 Agustus 1945 PPKI memutuskan menghapus tujuh
kata dalam Piagam Djakarta, yaitu mengganti rumusan “dengan
berdasarkan pada ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi para pemeluknya” menjadi “dengan berdasarkan pada
Ketuhanan Yang Mahaesa”. Pada sidang itu PPKI sekaligus meresmikan
UUD 1945 yang pembukaannya memuat rumusan resmi Pancasila yang
telah diperbarui.

Pengertian Pancasila
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan
jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan
pandangan hidup. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa
akan memiliki pandangan dan pedoman bagaimana mengenal dan
memecahkan masalah politik, ekonomi, sosial budaya, dan Hankam yang
timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Pancasila bukanlah
sublimasi atau penarikan keatas (hogere optrekking) dari Declaration of
independence, Manifesto komunis, atau paham lain yang ada di dunia.
Pancasila tidak bersumber pada berbagai paham tersebut, meskipun
diakui bahwa terbentuknya dasar Negara Pancasila memang menghadapi
bermacam-macam pengaruh idiologi yang berkembang pada masa itu.
Istilah “Pancasila” pertama kali dapat ditemukan dalam buku
“Sutasoma” karya Empu Tantular yang ditulis pada masa kejayaan
Majapahit (abad ke-14). Dalam buku tersebut istilah Pancasila diartikan
sebagai perintah kesusilaan yang berjumlah lima (Pancasila Krama) dan
berisi lima larangan, yaitu untuk :
1. Melakukan kekerasan
2. Mencuri
3. berjiwa dengki
4. Berbohong
5. Mabuk akibat minuman keras
Selanjutnya istilah “sila” dapat diartikan sebagai aturan yang
melatar belakangi perilaku seseorang atau bangsa, kelakuan atau
perbuatan yang menurut adab (sopan santun), sesuai adab, moral, atau
akhlak. Pengertian yang termasuk dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
Pancasila yang terdiri dari kumpulan lima sila yang merupakan rangkaian
yang utuh dan bulat, tidak bisa berdiri sendiri lepas satu sama lain. Sila-

3
sila Pancasila mempunyai sifat yang abstrak dan Universal. Ini berarti sila-
silanya bersifat sangat umum dan mempunyai kekuatan untuk
membentuk moral baik untuk bangsa Indonesia maupun bangsa lain
didunia.
Oleh karena itu sifat abstrak dan universal itu, maka Pancasila memiliki isi
sebagai berikut.
1. Mutlak bagi seluruh bangsa Indonesia
2. Berfungsi sebagai asas persatuan, kerjasama, dan asas damai bagi
bangsa Indonesia yang beraneka ragam adat istiadatnya.
3. Memiliki sifat yang tetap, namun juga dapat berubah secara
fleksibel
4. Membawa jaran-ajaran moral dalam kehidupan bangsa dalam
membina hubungan antara sesama manusia, manusia dengan
lingkungan dan manusia dengan Tuhan.
5. Memungkinkan untuk kerja sama bangsa Indonesia dengan bangsa
lain yang berdasarkan kemerdekaan dan keadilan social.
6. merupakan sumber hokum bagi perkembangan Negara dan bangsa
Indonesia.

Namun nilai – nilai pancasila yang seharusnya di aplikasikan dalam


kehidupan bernegara ataupun kehidupan bangsa Indonesia sehari – hari
belum sepenuhnya dilaksanakan. Banyak penyimpangan – penyimpangan
yang terjadi terhadap nilai – nilai pancasila sehingga bisa menimbulkan
dampak negative misalnya dalam penyimpangan sila ke empat yaitu
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Penyimpangan sila ke empat tersebut bisa
disebabkan oleh beberapa factor misalnya kurangnya penghayatan
terhadap pancasila ataupun mulai lunturnya nilai – nilai pancasila di
dalam jati diri bangsa Indonesia.

4
PEMBAHASAN
Dasar pemikiran kenapa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dijadikan sila ke-4 dari
Pancasila, kemungkinan besar adalah pengaruh perkembangan
ketatanegraan di Eropa dan Amerika Serikat pada saat itu yang menjadi
inspirasi para pejuang kemerdekaan. Bentuk pemerintahan yang paling
bawah di Indonesia yaitu kepala desa telah menggunakan sistem
pemilihan langsung oleh rakyat yang seperti model demokrasi modern di
Eropa dan Amerika Serikat. Termasuk juga sistem pemilihan ketua adat di
banyak daerah di Indonesia, pada umumnya dipilih secara langsung oleh
masyarakat. Dipilih diantara mereka yang dianggap tetua yang bijaksana
dengan pemilihan melalui permusyawaratan dikalangan yang mewakili
masyarakat maupun dipilih secara langsung oleh masyarakat.
Walaupun bagaimana sila ke-4 dari Pancasila – Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusywaratan/Perwakilan –
ini yang paling sering di-interpretasikan secara salah oleh para pemimpin
bangsa, bahkan oleh pemimpin yang telah menggali dan
mempresentasikan Pancasila didepan PPPK pada tanggal 1 Juni 1945 –
Bung Karno. Hal ini dikarenakan UUD ’45 pada awalnya tidak secara jelas
menjabarkan sila ini dalam bentuk operasional yang mencerminkan sila
ke-4 secara tegas dan rinci. Oleh karena itu sebelum amandemen UUD’45
– amandemen dilakukakan pada masa reformasi yaitu dari tahun 1999 s/d
2002 – cerminan sila ke 4 dari Pancasila yang ada di UUD’45 saat itu
memberikan kekuasaan yang hampir tidak terbatas kepada Presiden
(Eksekutif) terpilih untuk mejalankan roda pemerintahan, dan ini betul-
betul terjadi dengan kerancuan-kerancuan ketatanegaran yang terjadi
sebelum masa reformasi, yaitu:
1. Presiden Soekarno ditunjuk oleh MPR – yang anggotanya ditunjuk
oleh Presiden, bahkan anggota kabinet juga jadi anggota MPR, suatu
kerancuan ketatanegaraan yang akut – saat itu menjadi presiden
seumur hidup. Pemerintahannya dijatuhkan secara tragis dengan
trigger peristiwa 30 September 1965.
2. Presiden Soeharto bisa memerintah selama 32 tahun dan
memasukkan unsur ABRI yang ditunjuk begitu saja kedalam DPR dan
MPR. Hanya bisa dijatuhkan setelah terjadi krisis ekonomi yang tidak
bisa diatasi maupun gejolak perubahan yang berkembang di secara
informal diluar sistem demokrasi itu sendiri.
Kedua pemerintahan tersebut selalu menganggap tidak pernah
melanggar UUD’45 bahkan merasa telah mejalankan ideologi Pancasila

5
secara baik. Oleh karena itu adalah langkah yang sudah benar yang telah
dilakukan oleh anggota legislatif (DPR) yang diperkuat oleh anggota MPR
secara keseluruhan hasil pemilu 1999 yang telah melaksanakan
amandemen UUD’45 terutama yang berkaitan dengan ketatanegaran
didalamnya. Adalah pemikiran set-back kalau kita ingin kembali ke
UUD’45 yang asli. Dengan demikian pencabaran pembukaan UUD ’45
berkenaan dengan sila ke-4 dari Pancasila di UUD’45 sudah lebih
mencerminkan suatu sistem pemerintahan yang berdasarkan kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
Apakah sila ke 4 dari Pancasila sudah terefleksikan di UUD’45 sebagai
petunjuk operasional secara baik?
Setelah empat kali amandemen, sila ke 4 dari Pancasila yang bisa
diartikan sebagai sistem pemerintahan yang demokratis yaitu sistem
pemerintahan yang mendasarkan diri kepada kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, telah
tercermin dalam pasal-pasal di UUD’45, sebagai berikut:
1. BAB II – MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, pasal 2 s/d pasal 3.
2. BAB III – KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA, pasal 4 s/d pasal 16.
3. BAB IV – DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG, dihapus pada
amandemen IV – 2002.
4. BAB V – KEMENTERIAN NEGARA, pasal 17
5. BAB VI – PEMERINTAH DAERAH, pasal 18, 18A, dan 18B
6. BAB VII – DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Pasal 19 s/d pasal 22B
7. BAB VIIA - DEWAN PERWAKILAN DAERAH, pasal 22C, 22D
8. BAB VIIB – PEMILIHAN UMUM, pasal 22E
9. BAB VIII - HAL KEUANGAN, pasal 23 s/d 23D
10. BAB VIIIA - BADAN PEMERIKSA KEUANGAN, pasal 23E s/d 23G
11. BAB IX – KEKUASAAN KEHAKIMAN, pasal 24 s/d pasal 25
Pasal-pasal tersebut telah mengalami empat kali amandemen untuk
sampai pada bentuk yang sekarang ini yang pada hakekatnya membagi
kekuasaan negara untuk lebih berimbang diantara lembaga tinggi negara
(MPR, DPR, DPD, BPK, Presiden dan Mahkamah Agung) sehingga
kekuasaan tidak terpusat terlalu besar di Presiden (Eksekutif) saja seperti
yang tercermin pada UUD’45 sebelum amandemen. Kalau kita
menterjemahkan sila ke-4 dari Pancasila - kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan – adalah
sistem demokrasi untuk penyelenggaraan Negara, sudah barang tentu
amandemen UUD’45 yang berkaitan dengan ketatanegraan ini adalah
kemajuan yang sangat besar dibandingkan dengan UUD’45 versi aslinya
yang kekuasaan Negara terlalu besar berada di Presiden (Eksekutif). Tapi
apakah sistem demokrasi ini yang dimaksudkan dalam Pancasila? Jadi apa
bedanya prinsip dasar Pancasila dengan sistem demokrasi yang telah ada
di negara-negara Barat? Apa sama saja?
Pancasila sebagai kesatuan yang utuh
Untuk pertama kalinya, apabila kita membahas sila ke 4 dari
Pancasila, ada kebutuhan melihat Pancasila sebagai suatu keutuhan, tidak
bisa melihat Pancasila satu persatu sila yang ada, karena kalau kita
melihat sila dalam Pancasila satu persatu, kita tidak akan bisa melihat

6
sesuatu yang unik di Pancasila. Kita harus melihat Pancasila dalam bentuk
kesatuan atau benang merah yang terangkai dalam sila-sila Pancasila
sehingga maknanya adalah sebuah prinsip dasar yang unik dan hanya
dipunyai oleh bangsa Indonesia yang berbeda dengan prinsip yang
mendasari demokrasi barat ataupun komunis/sosialis yang mendasari
negara-negara Eropa Timur, China, dll. Karena itu kita bisa membentuk
persepsi baru tentang Pancasila sebagai konsep dasar bangsa Indonesia
dalam melaksanakan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka
dan berdaulat dengan sistem penyelenggaraan Negara secara demokratis
yaitu sesuai dengan sila ke-4 dari Pancasila – Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan – tapi
sistem demokrasi yang dibangun harus dalam koridor atau dalam ruang
lingkup sila-sila yang lain dalam Pancasila.
Suatu sistem demokrasi yang ber-Ketuhanan Maha Esa (sila-1
sebagai prinsip keharusan mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa dan
kebebasan memilih agama dan kepercayaan masing-masing), yang ber-
Peri Kemanusian Yang Beradab (sila-2 sebagai prinsip keharusan bagi
Negara dan rakyat Indonesia untuk mematuhi dan melaksanakan prinsip-
prinsip hak-hak azasi manusia), yang tetap menjaga Persatuan Indonesia
(sila ke-3 prinsip keharusan bagi Negara dan rakyat Indonesia untuk
menjaga prinsip satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, Indonesia),
yang mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
(sila ke-5 yang mengharuskan Negara menjamin dan mewujudkan
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.)
Kalau kita meterjemahkan Pancasila seperti tersebut diatas kita
baru bisa melihat Pancasila sebagai ideologi yang unik yang mungkin baru
dimulai di Indonesia yang mungkin bisa menjadi ideologi yang universal
kalau negara dan bangsa Indonesia mampu merealisasikan dalam bentuk
nyata. Prinsip demokrasi yang punya koridor yang sangat jelas pada
batas-batas sila yang lain dalam Pancasila. Bukan prinsip demokrasi untuk
demokrasi tapi demokrasi yang punya tujuan mulia. Bukan juga
demokrasi Barat yang berpasangan dengan sistem ekonomi pasar bebas
dan kapitalisme.
Pancasila adalah ideologi yang juga berarti suatu sistem ide yang
dijadikan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai prinsip
dasar negara yang diharapkan menjadi “basic belief” ataupun “way of
life” sudah pasti dibuat sesempurna mungkin jadi tidak harus dirubah dari
waktu ke waktu, kalau bisa sistem ide ini memang dibuat sekali tapi
sudah bisa mencakup periode yang selama-lamanya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia.
Tantangan dari para penyelengara NKRI maupun rakyat Indonesia
adalah untuk merealisasikan mimpi atau impian konsep dasar Pancasila
yang telah diletakkan oleh para pejuang kemerdekaan ini menjadi suatu
kenyataan, bisa terwujud dalam penyelenggaraan NKRI maupun terwujud
dalam tata masyarakat bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Apakah konsep demokrasi yang kita bangun sudah sesuai dengan
prinsip-prinsip Pancasila seabagai dasar NKRI?
Pertanyaan ini sangat mudah diajukan dan jawabannya pun juga
mudah. Kita coba lihat apakah prinsip demokrasi yang sudah kita coba

7
bangun dengan melakukan amandemen 1,2,3, dan 4 pada UUD’45 sudah
menjadikan Negara dan rakyat Indonesia melaksanakan:
• Prinsip sila – 4 dari Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Apakah
pemimpin yang dipilih atau dipercaya rakyat untuk melaksanakan
hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan betul-
betul telah melaksanakan amanah yang diberikan oleh rakyat
secara bijaksana dan berpihak kepada kepentingan mayoritas
rakyat Indonesia?
Jawabannya pasti ada yang sudah dilaksanakan dan ada yang
belum, tapi kalau mayoritas jawabannya kita “belum” pada pertanyaan
diatas, berarti penyelengara NKRI maupun rakyat Indonesia belum
menjalankan prinsip-prinsip ideal dari sila-sila Pancasila sebagai dasar
NKRI yang tertera di preambul UUD’45 yang seharusnya dipatuhi oleh
para penyelenggara NKRI maupun seluruh rakyat Indonesia.
Sistem demokrasi saat ini yang sedang dibangun, dimulai pada
masa reformasi 1998 sampai dengan saat ini, memang belum merupakan
cerminan sistem demokrasi yang dimaksud oleh prinsip-prinsip dalam sila-
sila di Pancasila, dikarenakan:
1. Demokrasi yang dibangun adalah demokrasi untuk demokrasi yang
terlalu menekankan pada prinsip kebebasan dan kesetaraan tanpa
mempedulikan aturan-aturan atau hukum yang berlaku. Oleh karena itu
demokrasi telah dijalankan secara anarkis baik oleh penyelenggara NKRI
maupun oleh rakyat Indonesia. Demokrasi seharusnya dibangun dengan
tujuan yang jelas yaitu melaksanakan semangat yang ada pada sila-sila
didalam Pancasila.
2. Demokrasi yang dibangun hanyalah alat bagi partai politik untuk
mendapatkan kekuasaan. Kekuasaan yang diraih dipakai untuk
membentuk koalisi yang bersifat “diktator mayoritas” yang kepentingan
pribadi, kepentingan kelompok lebih mengemuka dibandingkan dengan
kepentingan yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat banyak.
3. Tidak terbentuknya oposisi yang kuat sebagai pengimbang kekuasaan
yang ada dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang bertentangan
dengan kepentingan hajat hidup rakyat banyak. Oposisi masih dianggap
sebagai “trouble maker” yang cenderung menjatuhkan pemerintahan
bukan melakukan koreksi kebijakan agar lebih berpihak bagi kepentingan
mayoritas rakyat. Jadi prinsip yang penting dalam demokrasi yaitu
terjadinya “check dan balance” pada sistem kekuasaan tidak terjadi.

4. Lemahnya supremasi hukum ataupun independensi institusi peradilan


(yudikatif) yang menjadi sumber utama:
• Perilaku korupsi yang akut yang hampir dilakukan oleh mayoritas
para penyelenggara NKRI (baik yang berada di Eksekutif, Legislatif
maupun Yudikatif). Karena hukum dan sistem peradilan yang
tumpul memerangi tindak korupsi disebabkan sistem peradilan
sendiri terimbas dengan pola tindak korupsi.
• Tidak dihargainya hak-hak azasi manusia secara baik.
Penyelenggara NKRI maupuan rakyatnya banyak yang tidak

8
memahami hak-hak azasi manusia adalah cerminan dari sila ke-2
Pancasila, Peri Kemanusian yang adil dan beradab.
5. Demokrasi yang dibangun tidak mampu membentuk pemerintahan
eksekutif yang kuat yang sepenuhnya berpihak bagi kepentingan rakyat
secara keseluruhan. Pemerintahan (eksekuti) sama saja dengan DPR
(Legislatif) adalah ajang persaingan antara partai politik yang tidak sehat,
yang sangat fokus pada kepentingan-kepentingan partai politik.
Kepentingan rakyat adalah prioritas terakhir. Oleh karena itu
kesejahteraan rakyat makin jauh dari jangkauan tapi dilain pihak makin
terbentuknya minoritas rakyat yang menjadi orang-orang super kaya.
6. Demokrasi yang dibangun secara otomatis telah meniru pola demokrasi
barat yang secara umum berpasangan dengan sistem ekonomi yang
dibangun dengan sistem pasar bebas dan kapitalistik sehingga
mengingkari prinsip sila ke-5 dari Pancasila, mewujudkan suatu Keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem
penghisapan manusia yang kebetulan punya modal (capital) terhadap
manusia lain yang tidak punya modal (modal dana maupun modal
keahlian).

Makna kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan


dalam permusyawaran perwakilan
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap
manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang
sama. Didalam pelaksanaannya menjadi rumit, karena pengertian
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama nya bisa di interpelasikan
sendiri-sendiri.
2. Tidak Boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
Apakah benar sudah dilaksanakan didalam kehidupan sehari-hari ?
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan
untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh
semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan
yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima
dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Didalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama
diatas kepentingan pribadi atau golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai
dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung
jawabkan secara moral kepada Tuhan yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran, dan
keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-Wakil yang
dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan. Dari point ke 3 sd
ke 10 bisa dilaksanakan dalam masyarakat kecil di pedesan dan bisa
dibilang berjalan tanpa ada banyak kendala, berlainan ketika

9
pelaksanaan ini diterapkan di kalang an perkotaan dan masyarakat
yang pada umumnya sudah memiliki pendidikan yang memadai.

Contoh pelanggaran yang terjadi yang berhubungan dengan sila ke-4:


 1. Demonstrasi atau ujuk rasa yang dilakukan tanpa melapor kepada pihak yang
berwajib, sesugguhnya demonstrasi adalah hal yang sah dan juga hak kita sebagai
warga negara untu dapat menyampaikan aspirasi kita. Namun bila itu dilakukan sesuai
dengan perosedur yang telah ditentukan dan tertulis dalam UU no. 9 tahun 1998,
dimana sebelum melakukan tindak demonstrasai kita harus melapor terlebih dahulu
kepada pihak yang berwajib dan memberikan laporan yang secara detail tentang
demonstasi yang akan dilakukan, sehingga tidak terjadi kerusuhan.
 2. Banyaknya orang yang tidak menerima dan menghargai pendapat orang lain,
seperti yang terjadi pada saat sidang panipurna (2/3/2010), banyaknya anggota DPR
yang tidak setuju dengan pernyataan dari anggota Fraksi Partai Golkar yang juga
motor hak angket Century di DPR, Bambang Soesatyo. Ada juga yang seorang
anggota DPR yang membanting botol minuman karena tidak setuju dengam
keputusan Ketua DPR Marsuki Alie. Sehingga terjadi kericuhan serta baku hantam
pada rapat tersebut.

Kesimpulan

Pengamalan nilai – nilai pancasila sangat memiliki nilai penting bagi kehidupan
bangsa indonesia karena pancasila merupakan cerminan bangsa indonesia dan merupakan jati
diri bangsa indonesia. Penyimpangan – penyimpangan yang terjadi disebabkan karena
lunturnya kesadaran bangsa indonesia akan pentingnya nilai – nilai pancasila serta banyaknya

10
pihak yang mencari keuntungan pribadi sehingga melupakan pedoman dasar bangsa
indonesia yaitu pancasila. Sebaiknya setiap komponen masyarakat saling
berinterospeksi diri untuk dikemudian bersatu bahu membahu membawa
bangsa ini dari keterpurukan dan krisis multidimensi. Selain itu juga
diberikan arahan dan sanksi yang tegas kepada masyarakat yang
melanggar, agar masyarakat tersebut dapat lebih menaati dan
menghormati dasar negara dan ideologi bangsa kita, Indonesia.

Daftar Pustaka

• Hanapiah , Pipin Drs ,’Makalah Pendidikan Pancasila ‘ , Bandung , 2002.


• http://mlebu.blogdetik.com/2010/04/16/makalah-pancasila/
• http://www.facebook.com/topic.php?uid=31959461774&topic=9369
Makalah pendidikan pancasila

11
12

You might also like