You are on page 1of 59

KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN KEPALA SEKOLAH

PENDIDIKAN DASAR

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN


DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
TAHUN 2007
PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007


tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa
ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial,
Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan
kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai
lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan
telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan
kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.
Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan
untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam
melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala
sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di
setiap daerah.
Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi
diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini
atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat
diselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita
dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.

Jakarta, November 2007


Direktur Tenaga Kependidikan

Surya Dharma, MPA, Ph.D


NIP. 130 783 511

i
DAFTAR ISI

PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Dimensi kompetensi ................................................. 2
C. Kompetensi yang Diharapkan Dicapai...................... 2
D. Indikator Pencapaian Kompetensi ............................ 3
E. Alokasi Waktu ........................................................... 4
F. Skenario ................................................................... 4

BAB II HAKIKAT KEWIRAUSAHAAN BERBASIS


KREATIVITAS DAN INOVASI ..................................... 6
A. Hakikat Kreativitas .................................................... 6
B. Kreativitas dan Inovasi ............................................. 7
C. Hakikat Kewirausahaan ............................................ 8
D. Fungsi Kreativitas, Inovasi dan Jiwa
Kewirausahaan di Sekolah ....................................... 12
E. Jalan Menuju Wirausaha Sukses ............................. 14
F. Etika Kewirausahaan ................................................ 14

BAB III KEPEMIMPINAN KREATIF DAN INOVATIF ............... 16


A. Entrepreneur Model (Joseph Schumpeter) ............... 16
B. Meraih Kinerja Unggul dengan Melejitkan
Kreativitas ................................................................. 17
C. Membangun Tim Kreatif dan Inovatif di Sekolah ...... 21
D. Teknik Pemecahan Masalah Kreatif ......................... 21
E. Perspektif Kepala Sekolah Selaku Knowledge
Leader ...................................................................... 23

ii
BAB IV KEPEMIMPINAN KREATIF DAN INOVATIF KEPALA
SEKOLAH .................................................................... 27
A. Meraih Kinerja Unggul dengan Melejitkan
Kreativitas ................................................................. 27
B. Membangun Tim Kreatif dan Inovatif Di Sekolah...... 30
C. Teknik Pemecahan Masalah Kreatif ......................... 31
D. Perspektif Kepala Sekolah Selaku Knowledge
Leader ...................................................................... 33

BAB V BEST PRACTICE KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH ..... 37


A. Best Practice ............................................................ 37
B. Penerapan Semangat Kewirausahaan di Sekolah ... 40
C. Bentuk Kewirausahaan Sekolah ............................... 40
D. Kiat Menerapkan Inovasi dalam Wirausaha ............. 43
E. Kiat Menggalang Sumber Daya ................................ 44

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 53

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persaingan dan perubahan yang terjadi dalam konteks multi-
dimensional mensyaratkan kemampuan kepala sekolah yang handal
untuk melakukan beraneka ragam pekerjaan. Pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diperoleh dan dikembangkan dari
lembaga pendidikan dan latihan sebelumnya seringkali dianggap
kurang sesuai dengan tuntutan persyaratan kerja kepala sekolah yang
bereskalasi tinggi. Di lingkungan pendidikan formal, pengkajian
mengenai profesionalisame kepala sekolah sepertinya sudah klise,
dalam makna selalu dibicarakan. Meskipun demikian, dari waktu ke
waktu persyaratan kepala sekolah ideal senantiasa berubah sehingga
pertumbuhan profesionalismenya harus terus-menerus juga
dirangsang.
Pada kenyataannya, sistem pengangkatan para kepala sekolah di
Indonesia, telah mengacu pada pendekatan institusional dan
pendekatan legalistik. Demikian pula, hingga kini telah ada
pendekatan dalam pengangkatan kepala sekolah yang secara khusus
menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh negara,
meskipun belum menempuh langkah sistematis seperti registrasi,
sertifikasi dan lisensi.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 pasal 20 ayat (1)
dan ayat (3) pada intinya menyebutkan bahwa tenaga kependidikan
yang akan ditugaskan untuk bekerja mengelola satuan pendidikan
dipersiapkan melalui pendidikan khusus. Meskipun di dalam
Peraturan Pemerintah tersebut tidak disebutkan tentang pendidikan

1
khusus kewirausahaan bagi (calon) kepala sekolah, namun di sini ada
komitmen kuat dari pemerintah untuk mempersiapkan, secara khusus,
pendidikan dan latihan bagi pengelola satuan pendidikan.
Kelemahan manajemen kewirausahaan lembaga pendidikan kita
sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan pengelola dalam
menjalankan fungsinya secara profesional. Oleh karena itu kreativitas
dan inovasi dalam berbagai bidang pendidikan kewirausahaan seperti
kurikulum, sarana dan prasarana, pola pendidikan kepada anak didik
dan sebagainya tidak akan banyak manfaatnya tanpa kemampuan
wirausaha yang memadai dari para pengelolanya. Dengan demikian
kita harus bekerja dengan konsep manajemen pendidikan yang
dilandasi seperangkat paradigma baru “kewirausahaan berbasis
kreativitas dan inovasi” yang lebih mencerminkan kebutuhan
pendidikan di masa kini dan masa depan.

B. Dimensi kompetensi
Dimensi kempetensi yang diharapkan dibentuk pada akhir
pendidikan dan pelatihan ini adalah dimensi kewirausahaan sekolah.

C. Kompetensi yang Diharapkan Dicapai


Kompetensi kewirausahaan yang diharapkan dicapai oleh
calon/kepala sekolah berdasarkan hasil revisi atas masukan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomoor 13 Tahun 2007
tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah adalah:
1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah.
2. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai
organisasi pembelajar yang efektif.

2
3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin satuan pendidikan.
4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam
menghadapi kendala yang dihadapi sekolah.
5. Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan
produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar siswa.

D. Indikator Pencapaian Kompetensi


Setelah mempelajari materi pelatihan kewirausahaan sekolah ini
diharapkan peserta mampu:
1. Mampu menjelaskan hakikat kewirausahaan sekolah yang
berbasis kreativitas dan inovasi warga sekolah.
2. Mampu mendeskripsikan wujud dari elemen model/pendekatan 4-
P (produk, proses, perilaku, pers atau lingkungan) kreatif/inovatif
yang dihasilkan oleh kepala sekolah bersama warga sekolah.
3. Mampu mendeskripsikan wujud perilaku kepala sekolah yang
berjiwa wirausaha yang didasarkan pada penerapan konsep
organisasi pembelajar yang efektif.
4. Mampu membandingkan karakteristik perilaku kepemimpinan
kepala sekolah yang kreatif inovatif dengan kepala sekolah yang
kreatif adapatif.
5. Mampu menggambarkan langkah konstruktif kepala sekolah
dalam menetapkan solusi kreatif atas permasalahan faktual yang
dihadapi oleh warga sekolah.
6. Mampu menerapkan best practice kewirausahaan sekolah
sebagai sumber belajar bagi siswa yang didasarkan pada
kreativitas dan inovasi warga sekolah.

3
E. Alokasi Waktu
Dalam rangka penguasaan kompetensi peserta (calon/kepala
sekolah) dalam pengembangan kewirausahaan sekolah dan
memenuhi persyaratan indikator di atas, ada lima mata pendidikan
dan pelatihan kewirausahaan sekolah, yakni:

No. Materi Diklat Alokasi


Waktu
1 Konsep Kewirausahaan Berbasis Kreativitas dan 4
Inovasi.
2 Sekolah sebagai Organisasi Pembelajaran. 4
3 Kepemimpinan yang Kreatif dan Inovatif Kepala 6
Sekolah.
4 Mengelola Organisasi Sekolah secara Kreatif dan 6
Inovatif.
5 Best Practice Kewirausahaan Sekolah. 10
Jumlah 30

F. Skenario
Secara tentatif( dapat dikembangkan lebih lanjut oleh fasilittor
pendidikan dan pelatihan), skenario pendidikan dan pelatihan
Kewirausahaan sekolah ini sebagai berikut.
1. Perkenalan.
2. Penjelasan sinkat, jelas, dan terarah tentang dimensi
kempetensi, indikatot, alokasi waktu dan skenario pendidika dan
pelatihan kewirausahaan sekolah.
3. Pre-test
4. Eksplrasi pemahaman peserta berkenaan dengan seluk beluk
kewirausahaan melalui pendekatan andragogi.
5. Presentasi materi kewirausahaan sekolah dengan menggunakan
erbagai metodologi dan strategi pembelajaran yang menarik.

4
6. Disksi pembeuatan rencana untuk menjalankan usaha terkait
denga implemetasi kewirausahaan
7. Bila memungkinkan praktik menjalankan kewirausahaan, mial
teknik nogosiasi, promosi, dan berjualamlangsung.
8. Diskusi kelas pembahasan hsil simulasi praktik kewirausahaan
sekolah.
9. Post-test
10. Penutup

5
BAB II

HAKIKAT KEWIRAUSAHAAN BERBASIS


KREATIVITAS DAN INOVASI

A. Hakikat Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu bidang kajian yang kompleks dan
menimbulkan berbagai perbedaan pandangan. Perbedaan tersebut
terletak pada bagaimana kreativitas itu didefinisikan. Pada mulanya,
kreativitas dipahami sebagai proses berpikir dengan menggunakan
teknik-teknik berpikir kreatif (Ivanyi dan Hoffer, 1999). Kreativitas
diartikan sebagai proses menggunakan imajinasi dan keahlian untuk
melahirkan gagasan baru, asli, unik, berbeda atau bermanfaat
(Couger, 1996; Linberg, 1998; Oldham dan Cummings, 1996). Suatu
definisi yang lebih ilmiah menyatakan bahwa “kreativitas adalah suatu
pertimbangan subjektif dan berkonteks mengenai kebaruan dan nilai
hasil dari perilaku individual atau kolektif” (Ford, 1995).
Guilford (1950) memperkenalkan lima ciri yang menjadi sifat
kemampuan berpikir kreatif: (1) Kelancaran (fluency), (2) Keluwesan
(flexibility), (3). Keaslian (originality), (4) Penguraian (elaboration), (5)
Perumusan kembali (redefinition). Selanjutnya, Munandar (1992)
menunjukkan adanya tiga tekanan kemampuan, yaitu yang berkaitan
dengan kemampuan untuk mengkombinasi, memecahkan atau
menjawab masalah dan cerminan kemampuan operasional kreatif.
Kreativitas merupakan esensi dan orientasi pengembangan
sumber daya manusia (Dharma dan Akib, 2004). Kreativitas terlihat
melalui gagasan, produk, pelayanan, usaha, mode atau model baru
yang dihasilkan dan perilaku yang diperankan oleh individu, kelompok
dan organisasi.Dalam definisi kreativitas terkandung ciri keaslian

6
(baru, tidak lazim, tidak terduga) dan potensi utilitas (berguna, baik,
adaptif, sesuai) gagasan, produk, mode atau model dan proses yang
dihasilkan serta perilaku yang diperankan.

B. Kreativitas dan Inovasi


Pandangan Heerwagen (2003: 1) tentang keterkaitan kreativitas
dan inovasi relevan dijadikan sebagai pengantar dalam memahami
state of the science kreativitas. Heerwagen menyatakan kreativitas
dan inovasi merupakan konsep kembar yang saling berhubungan,
namun seringkali dikaji secara terpisah dengan menggunakan metode
dan model yang berbeda.
Mengingat kreativitas dipahami sebagai kapabilitas melahirkan,
mengembangkan dan mengubah gagasan, proses, produk, mode,
model, pelayanan dan perilaku tertentu, maka inovasi adalah proses
penerapan kreativitas secara faktual ke dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam dunia pendidikan, inovasi sekolah termasuk di dalamnya
inovasi pengajaran juga mengalami terobosan yang sangat cepat,
sehingga sekolah yang tidak memprioritaskan program inovasi akan
ditinggalkan oleh masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas terlihat hubungan erat antara konsep
kreativitas dan inovasi yang keduanya sangat diperlukan dalam
mengembangkan sekolah. Kreativitas tanpa inovasi bagaikan pisau
tajam yang tidak pernah dipakai, sedangkan inovasi tanpa dilandasi
kreativitas tidak menghasilkan sesuatu yang baru bagi organisasi
sekolah. Dengan pengertian tersebut, inovasi secara sederhana dapat
dipahami sebagai proses pengenalan cara baru dan lebih baik dalam
mengerjakan berbagai hal dalam lembaga pendidikan (sekolah).

7
Inovasi tidak selalu berwujud perubahan radikal lembaga
pendidikan namun dapat juga berupa perubahan kecil dan sederhana
yang melibatkan berbagai komponen sekolah. Inovasi tidak harus
didominasi perubahan dengan teknologi tinggi, tetapi sentuhan
teknologi hanyalah merupakan salah satu faktor inovasi dalam
mengelola sekolah. Inovasi bisa juga ditemukan dalam perubahan
administratif sekolah dengan menerapkan model database baik untuk
guru dan siswa maupun pendukung sekolah lainnya (tenaga
administrasi). Dalam bahasa yang lebih eksplisit inovasi tidak
mengisyaratkan atau mengharuskan pembaharuan absolut. Inovasi
tidak harus setara dengan proses penemuan modul pembelajaran
“Quantum Learning”

C. Hakikat Kewirausahaan
Kewirausahaan merujuk pada sifat, watak dan ciri-ciri yang
melekat pada individu yang mempunyai kemauan keras untuk
mewujudkan dan mengembangkan gagasan kreatif dan inovatif yang
dimiliki ke dalam kegiatan yang bernilai. Jiwa dan sikap
kewirausahaan tidak hanya dimiliki oleh usahawan, melainkan pula
setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif.
Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan
dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari dan memanfaatkan
peluang menuju sukses
Istilah wirausaha berasal dari kata entrepreneur (bahasa Francis)
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between
taker atau go-between. (Buchari, 2006: 20). Menurut Suparman
Sumohamijaya istilah wirausaha sama dengan istilah wiraswasta.
Wiraswasta berarti keberanian, keutamaan dan keperkasaan dalam

8
memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup
dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri (Sumohamijaya, 1980:
115).
Dengan demikian, wirausaha dalam konteks persekolahan adalah
seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem
kegiatan suatu lembaga yang bebas dari keterikatan lembaga lain.
Sebagian besar pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan
dinamika kegiatan di sekolah akan datang dari kepala sekolah yang
memiliki jiwa wirausaha. Wirausaha adalah orang yang mempunyai
tenaga dan keinginan untuk terlibat dalam petualangan inovatif.
Wirausaha juga memiliki kemauan menerima tanggung jawab pribadi
dalam mewujudkan keinginan yang dipilih.
Seorang wirausaha memiliki daya inovasi yang tinggi, dimana
dalam proses inovasinya menunjukkan cara-cara baru yang lebih baik
dalam mengerjakan pekerjaan. Dalam kaitannya dengan tugas kepala
sekolah, kebanyakan di antaranya tidak menyadari keragaman dan
keluasan bidang yang menentukan tindakannya guna memajukan
sekolah. Mencapai kesempurnaan dalam melakukan rencana
merupakan sesuatu yang ideal dalam mengejar tujuan, tetapi bukan
merupakan sasaran yang realistik bagi kebanyakan kepala sekolah
yang berjiwa wirausaha. Bagi kepala sekolah yang realistik hasil yang
dapat diterima lebih penting daripada hasil yang sempurna. Setiap
orang termasuk kepala sekolah yang kreatif dan inovatif adalah
individu yang unik dan spesifik.
Kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha pada umumnya
mempunyai tujuan dan pengharapan tertentu yang dijabarkan dalam
visi, misi, tujuan dan rencana strategis yang realistik. Realistik berarti
tujuan disesuaikan dengan sumber daya pendukung yang dimiliki.

9
Semakin jelas tujuan yang ditetapkan semakin besar peluang untuk
dapat meraihnya. Dengan demikian, kepala sekolah yang berjiwa
wirausaha harus memiliki tujuan yang jelas dan terukur dalam
mengembangkan sekolah. Untuk mengetahui apakah tujuan tersebut
dapat dicapai maka visi, misi, tujuan dan sasarannya dikembangkan
ke dalam indikator yang lebih terinci dan terukur untuk masing-masing
aspek atau dimensi. Dari indikator tersebut juga dapat dikembangkan
menjadi program dan sub-program yang lebih memudahkan
implementasinya dalam pengembangan sekolah.
Menjadi wirausahawan berarti memiliki kemauan dan kemampuan
menemukan dan mengevaluasi peluang, mengumpulkan sumber
daya yang diperlukan dan bertindak untuk memperoleh keuntungan
dari peluang itu. Mereka berani mengambil risiko yang telah
diperhitungkan dan menyukai tantangan dengan risiko moderat.
Wirausahawan percaya dan teguh pada dirinya dan kemampuannya
mengambil keputusan yang tepat. Kemampuan mengambil keputusan
inilah yang merupakan ciri khas dari wirausahawan.
Pada kenyataanya, definisi kewirausahaan mengalami perubahan
sesuai dengan periode zaman, artinya tidak ada definisi yang definitif
tentang kewirausahaan. Ada yang menyatakan bahwa,
kewirausahaan adalah mencari dan mempromosikan dari gabungan
faktor-faktor produksi yang baru, dan ada pula yang mengatakan
bahwa kewirausahaan merupakan pengurangan dari organisasi yang
tidak efisien atau merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi peluang
pasar sehingga kewirausahaan merupakan bangunan organisasi
baru.
Jiwa, sikap dan perilaku kewirausahaan memiliki ciri-ciri yakni: (1)
penuh percaya diri, dengan indikator penuh keyakinan, optimis,

10
disiplin, berkomitmen dan bertanggungjawab; (2) memiliki inisiatif,
dengan indikator penuh energi, cekatan dalam bertindak dan aktif; (3)
memiliki motif berprestasi dengan indikator berorientasi pada hasil
dan berwawasan ke depan; (4) memiliki jiwa kepemimpinan dengan
indikator berani tampil beda, dapat dipercaya dan tangguh dalam
bertindak; dan (5) berani mengambil risiko dengan penuh
perhitungan.
Aksioma yang mendasari proses kewirausahaan adalah adanya
tantangan untuk berpikir kreatif dan bertindak inovatif sehingga
tantangan teratasi dan terpecahkan. Ide kreatif dan inovatif wirausaha
tidak sedikit yang diawali dengan proses imitasi dan duplikasi,
kemudian berkembang menjadi proses pengembangan dan berujung
pada proses penciptaan sesuatu yang baru, berbeda dan bermakna.
Tahap penciptaan sesuatu yang baru, berbeda dan bermakna inilah
yang disebut tahap kewirausahaan.
Menurut Hakim (1998: 34), ada empat unsur yang membentuk
pola dasar kewirausahaan yang benar dan luhur, yaitu: (1) sikap
mental, (2) kepemimpinan, (3) ketatalaksanaa dan (4) keterampilan.
Dengan demikian, wirausahawan harus memiliki ciri atau sifat tertentu
sehingga dapat disebut wirausahawan. Secara umum, seorang
wirausahawan perlu memiliki ciri percaya diri, berorientasi tugas dan
hasil, berani mengambil risiko, memiliki jiwa kepemimpinan,
orisinalitas dan berorientasi masa depan.
Percaya diri dan keyakinan dijabarkan ke dalam karakter
ketidaktergantungan, individualitas dan optimis. Ciri kebutuhan akan
berprestasi meliputi karakter berorientasi laba, ketekunan dan
ketabahan, tekad dan kerja keras, motivasi yang besar, energik dan
inisiatif. Kemampuan mengambil risiko berarti suka pada tantangan.

11
Berlaku sebagai pemimpin berarti dapat bergaul dengan orang lain
(bawahan), menanggapi saran dan kritik, inovatif, fleksibel, punya
banyak sumber, serba bisa dan mengetjahu banyak. Disamping itu,
wirausahawan mempunyai pandangan ke depan dan perspektif yang
maju.
Karakteristik kewirausahaan menyangkut tiga dimensi, yakni
inovasi, pengambilan risiko dan proaktif. Sifat inovatif mengacu pada
pengembangan produk, jasa atau proses unik yang meliputi upaya
sadar untuk menciptakan tujuan tertentu, memfokuskan perubahan
pada potensi sosial ekonomi organisasi berdasarkan pada kreativitas
dan intuisi individu. Pengambilan risiko mengacu pada kemauan aktif
untuk mengejar peluang. Sedangkan dimensi proaktif mengacu pada
sifat assertif dan implementasi teknik pencarian peluang “pasar” yang
terus-menerus dan bereksperimen untuk mengubah lingkungannnya.

D. Fungsi Kreativitas, Inovasi dan Jiwa Kewirausahaan di


Sekolah
Kreativitas, inovasi dan jiwa kewirausahaan sangat penting
dimiliki karena merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti
dalam proses kehidupan manusia. Makna dan posisi kreativitas dan
inovasi dinyatakan oleh Treffinger (1980) bahwa tidak ada seorang
pun yang tidak memiliki kreativitas. Namun masalahnya adalah
bagaimana cara kreativitas dan inovasi tersebut dikembangkan dan
diimplementasikan dalam kegiatan riil sesuai dengan wawasan
kewirausahaan dalam lembaga pendidikan khususnya di sekolah.
Suatu karya kreatif dan inovatif sebagai hasil kreasi kepala
sekolah dapat mendorong potensi kerja dan kepuasan pribadi yang
tak terhingga besarnya. Dengan terobosan kreatif kepala sekolah

12
dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki untuk merubah
tantangan menjadi peluang dan untuk memajukan sekolah. Menurut
Maslow (1968), dalam perwujudan diri manusia, kreativitas dan
inovasi merupakan manifestasi dari individu yang memiliki fungsi
penuh.
Di satu sisi, kreativitas dan inovasi penting dipahami oleh para
guru dalam tugas dan tanggang jawabnya sebagai pendidik dan
pengajar yang membimbing dan mengantar anak didik ke arah
pertumbuhan dan perkembangan prestasinya secara optimal. Di sisi
lain, kepala sekolah kadang-kadang karena kelemahan rekuritmen
tidak memiliki kemampuan tersebut. Padahal, kedudukan kepala
sekolah menjadi sangat sentral dan penting dalam mengoptimalkan
fungsi kreativitas, inovasi dan wawasan kewirausahaan di lembaga
pendidikan yang dipimpinnya.
Selain makna kreativitas, inovatif dan wawasan kewirausahaan
perlu pula dipelajari kepentingannya dalam kehidupan di masyarakat
dan di tempat kerja. Dengan kata lain, kreativitas yang merupakan
pangkal dari langkah inovatif mempunyai nilai penting dalam
kehidupan individu. Dalam kaitannya dengan fungsi kreativitas,
inovasi dan wawasan kewirausahaan perlu ada komitmen yang tinggi
dari kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan proses
pembelajaran di sekolah. Peran kepala sekolah sebagai salah satu
pilar dari tiga pilar pelaksanaan manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah agar memiliki kepedulian yang lebih tinggi dari sisi
manajemen sekolah. Sedangkan bagi guru yang juga sebagai salah
satu pilar pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah (MPMBS), perlu memiliki kemampuan dan kesanggupan
menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif agar siswa

13
terangsang untuk lebih ingin mengetahui materi pelajaran, senang
menanyakan dan berani mengajukan pendapat serta melakukan
percobaan yang menuntut pengalaman baru.

E. Jalan Menuju Wirausaha Sukses


Murphy & Peck (1980: 8) menggambarkan delapan anak tangga
untuk mencapai puncak karir. Delapan anak tangga ini dapat pula
digunakan oleh seorang kepala sekolah selaku wirausaha dalam
mengembangkan profesinya. Kedelapan anak tangga yang dimaksud
adalah: (1) Mau Bekerja Keras. (2) Bekerjasama dengan Orang Lain.
(3) Penampilan yang Baik. (4) Percaya Diri. (5) Pandai membuat
Keputusan. (6) Mau Menambah Ilmu Pengetahuan. (7) Ambisi untuk
Maju (8) Pandai Berkomunikasi.

F. Etika Kewirausahaan
Etika pada dasarnya adalah suatu komitmen untuk melakukan
apa yang benar dan menghindari apa yang tidak benar. Etika
wirausaha adalah suatu kode etik perilaku aktor berdasarkan nilai-nilai
moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan
dan memecahkan persoalan. Etika wirausaha sangat penting untuk
mempertahankan loyalitas pemilik kepentingan dalam membuat
keputusan dan memecahkan persoalan organisasi.
Menurut Zimmerer (1996: 22), ada tiga tingkatan norma etika,
yaitu: (1) Hukum, berlaku bagi masyarakat dalam mengatur perbuatan
yang boleh atau tidak boleh dilakukan. (2) Kebijakan dan prosedur
organisasi, memberi arahan khusus bagi setiap orang dalam
organisasi ketika mengabil keputusan. (3) Moral sikap mental individu,

14
sangat penting bagi setiap orang untuk menghadapi suatu keputusan
yang tidak diatur oleh aturan formal.
Ada sepuluh prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu:
kejujuran, integritas, menepati janji, kesetiaan, kewajaran/keadilan,
suka membantu orang lain, hormat kepada orang lain,
bertanggungjawab, mengejar keunggulan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Sedangkan untuk mempertahankan standar
etika dilakukan dengan cara: menciptakan kepercayaan,
mengembangkan kode etik, menjalankan kode etik secara adil dan
konsisten, melindungi hak-hak perorangan, mengadakan pelatihan
etika, melakukan audit etika secara periodik, mempertahankan
standar etika yang tinggi, menghidari etika tercela, menciptakan
budaya komunikasi optimal dan melibatkan pihak lain dalam
mempertahankan etika (Michael Josephson, 1988).
Selain etika, ada beberapa pertanggung jawaban sekolah, yaitu
tanggung jawab terhadap stakeholders sekolah. Dalam rangka
tanggung jawab sekolah terhadap para pemangku kepentingan
tersebut. Tanggung jawab organisasi dapat dilakukan dengan cara
mendengarkan orang lain dan menghormati pendapatnya, meminta
input kepada anggotanya, memberikan umpan-balik yang positif dan
negatif, memberikan kepercayaan, dan sebagainya.

15
BAB III

KEPEMIMPINAN KREATIF DAN INOVATIF


KEPALA SEKOLAH DASAR

A. Entrepreneur Model (Joseph Schumpeter)


Salah Satu faktor kunci keberhasilan seorang kepala sekolah
memimpin adalah kemampuan yang dimiliki dalam berinovasi dan
menciptakan gagasan brilian agar sekolahnya dianggap sebagai
sekolah unggulan. Inovasi merupakan faktor pendukung
keberhasilannya selaku kepala sekolah yang handal. Seorang kepala
sekolah menjadi sukses karena mampu menciptakan gagasan baru
dalam membangun image sekolah. Upaya yang perlu dilakukan oleh
kepala sekolah adalah menunjukkan tingkat keefektifan sekolahnya
berdasarkan pendekatan atau model efektivitas yang beragam
dengan standar kualitas lulusan yang tinggi.
Pertanyaannya ialah bagaimana mensiasati keunggulan yang
dimiliki dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain yang justru
dianggap sebagai sekolah efektif atau sekolah unggulan yang bertaraf
nasional dan internasional. Di sini diperlukan sebuah inovasi dari
kepala sekolah bersama civitas akademikanya dengan cara
menerapkan berbagai jenis strategi agar sekolahnya bukan saja dapat
dicitrakan (positioning) dan dibedakan (strategi diferensiasi) dengan
sekolah lain yang setingkat, melainkan pula diminati oleh calon siswa
baru yang berprestasi.
Untuk menjadi kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus
menerapkan beberapa hal berikut: (1) Berpikir kreatif inovatif, (2)

16
Mampu membaca arah perkembangan dunia pendidikan, (3) Dapat
menunjukkan nilai lebih dari beberapa atau seluruh elemen sistem
persekolahan yang dimiliki, (4) Perlu menumbuhkan kerjasama tim,
sikap kepemimpinan, kebersamaan dan hubungan yang solid dengan
segenap warga sekolah, (5) Mampu membangun pendekatan
personal yang baik dengan lingkungan sekitar dan tidak cepat
berpuas diri dengan apa yang telah diraih, (6) Selalu meng-upgrade
ilmu pengetahuan yang dimiliki dan teknologi yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas ilmu amaliah dan amal ilmiahnya, (7) Bisa
menjawab tantangan masa depan dengan bercermin pada masa lalu
dan masa kini agar mampu mengamalkan konsep manajemen dan
teknologi informasi.
Kemampuan kepala sekolah yang berjiwa wirausaha dalam
berinovasi sangat menentukan keberhasilan sekolah yang
dipimpinnya karena kepala sekolah tersebut mampu menyikapi
kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat akan jasa pendidikan
bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, jika Anda ingin sukses memimpin
sekolah jadilah individu yang kreatif dan inovatif dalam mewujudkan
potensi kreativitas yang dimiliki dalam bentuk inovasi yang bernilai.

B. Meraih Kinerja Unggul dengan Melejitkan Kreativitas


Kreativitas merupakan kekuatan hidup dan energi yang mengarah
pada kemanfaatan dan keunggulan organisasi sekolah. Dalam setiap
organisasi sekolah yang unggul, kreativitas muncul dalam setiap
rumpun atau bidang pada semua jenjang dimana keunikan warga
sekolah khususnya guru dan pegawai dihargai dan dirayakan. Oleh
karena itu, tugas kepala sekolah adalah mengapresiasi apa yang
terbaik dalam diri guru dan pegawai, termasuk dalam diri anak

17
didiknya. Kepala sekolah perlu tahu bahwa kekayaan organisasi
sekolah sama dengan kualitas gagasan inovatif yang dimiliki oleh
setiap guru dan pegawai. Kepala sekolah juga perlu tahu bahwa
sebagian besar warga sekolah kreatif sama dengan dorongan yang
diberikan untuk menjadi kreatif.
Manfaat modal intelektual ini dapat diraih melalui proses dan
lingkungan yang dirancang untuk menghargai perbedaan individu dan
menerapkannya dalam memecahkan masalah secara kreatif,
mengatasi tantangan secara kreatif dan membuat keputusan besar
serta melaksanakan solusi yang ditetapkan. Drucker pernah
menyatakan bahwa kebanyakan apa yang terlihat dalam inovasi yang
berhasil bukanlah merupakan kejadian yang menyenangkan dari
silaunya kekaburan pemahaman, melainkan lebih merupakan
penerapan secara cermat atas sesuatu yang tidak spektakuler
dengan mengikuti disiplin manajemen yang sistematis.

1. Menginspirasi Kreativitas Warga Sekolah


Mengingat kreativitas di sekolah perlu dibangkitkan, pertanyaan
retoris yang perlu dijawab ialah bagaimana cara membangkitkan dan
mengembangkan kreativitas warga sekolah, khususnya guru dan
tenaga kependidikan? Kilby (2003) dan beberapa pakar
memperkenalkan empat cara menginspirasi kreativitas. Adapun
empat cara yang dimaksud adalah; memelihara, berbagai
pengetahuan, menanamkan keberanian, dan mempromosikan
kolaborasi.

18
2. Faktor Kunci Keberhasilan bagi Peningkatan Kreativitas
Ada empat faktor kunci keberhasilan yang dapat meningkatkan
kreativitas guru dan pegawai dalam organisasi sekolah, yakni: iklim
saling percaya dan komitmen bersama untuk selalu belajar dan
mengembangkan diri; komunikasi secara jujur dan terbuka; proses,
alat dan teknik pemecahan masalah yang kreatif; dan proses
manajemen sekolah yang fleksibel (Levesque, 2003).
Implementasi program merupakan masalah utama yang dihadapi
oleh sejumlah organisasi sekolah. Proses manajemen kegiatan
sekolah yang fleksibel menambah peluang bagi keberhasilan
pimpinan sekolah dalam menerapkan solusi kreatif dan menjadikan
pimpinan sekolah berkonsentrasi melakukan kegiatan yang dipilih.
Faktor-faktor yang memajukan kreativitas dan inovasi di sekolah juga
akan mendorong kemanfaatan dan layanan pendidikan, pengajaran
dan pelatihan. Menurut pengalaman penulis, faktor-faktor tersebut
sama pentingnya dengan faktor lainnya dan dapat membantu
organisasi sekolah untuk memperoleh image positif yang lebih baik.

3. Meraih Kinerja Unggul Melalui Sembilan Bakat Kreatif


Setiap kepala sekolah, guru dan pegawai diharapkan agar lebih
kreatif dalam berpikir dan melakukan sesuatu dengan cara berbeda,
karena cara lama tidak berfungsi secara baik dan penyelesaian
masalah sekolah yang digunakan selama ini seringkali tidak
memecahkan masalah. Kreativitas yang muncul dapat membantu
mencapai hasil yang luar biasa di sekolah, di dalam diri individu warga
sekolah. Kreativitas menjadikan guru dan pegawai lebih kompetitif,
produktif dan efektif.

19
Untuk memperoleh hasil yang kreatif memerlukan berbagai upaya
yang mencakup cara memahami lingkungan sekitar, cara
mengumpulkan data dan informasi, cara merumuskan masalah dan
tantangan, cara membangkitkan opsi alternatif dan cara menyeleksi
dan melaksanakan suatu solusi.
Levesque (2003) merumuskan delapan bakat kreatif knowledge
worker yang dapat memperoleh hasil yang berbeda dan memberikan
kontribusi yang juga berbeda terhadap kreativitas dalam organisasi.
Empat dari bakat tersebut digunakan untuk mengumpulkan data dan
informasi mengenai dunia dan tantangan yang dihadapi, yakni:
petualang, navigator, penjelajah, dan visionaris. Sementara itu empat
bakat kreatif lainnya digunakan dalam bertindak atas dasar data dan
informasi yang diperoleh untuk membuat keputusan atau
pertimbangan. Empat bakat kreatif yang dimaksud adalah: Pilot,
Penemu, Penyelaras, dan Puitis.
Selain delapan bakat kreatif tersebut penulis menambahkan satu
bakat kreatif yang menggejala di berbagai segmen – geografis,
demografis, psikografis dan keperilakuan (Johnson dan Scholes,
2002: 127-130) – masyarakat yaitu Adaptor dalam arti orang yang
memiliki kreativitas untuk meniru, menyesuaikan dan mensinergikan
utilitas berbagai hal yang dikerjakan oleh orang lain menjadi “produk”
yang terlihat baru dan bernilai baik bagi dirinya maupun bagi orang
atau kelompok lain (Haedar Akib).
Kreativitas kepala sekolah menjadikan guru, pegawai dan
organisasi sekolah lebih efektif, produktif dan kompetitif. Kreativitas
kepala sekolah dapat mempercepat pengembangan sikap baru dan
mematahkan sikap lama, termasuk pola pikir guru dan pegawai yang
tidak berguna. Kreativitas kepala sekolah lebih mendukung perluasan

20
dan kemajuan cara berpikir dan berperilaku warga sekolah dalam
melihat ke masa depan.

C. Membangun Tim Kreatif dan Inovatif di Sekolah


Dalam mengembangkan kerjasama tim yang kreatif dan inovatif
kepala sekolah perlu mengkaji secara komprehensif tujuan kerjasama
tim yang dibentuk agar sesuai dengan visi dan misi sekolah. Dengan
demikian, tim harus mempunyai satu visi untuk memberikan fokus dan
pengarahan pada energi kreatif.
Selanjutnya, dalam membangun tim terdapat sejumlah dimensi
yang harus dipahami bersama agar dapat mencapai hasil yang
optimal. Dimensi tersebut adalah; (a) kejelasan visi, (b) visi bersama,
(c) visi yang berevolusi, (d) partisipasi tim, (e) pengaruh atas
pembuatan keputusan, (f) berbagai informasi, (g) frekuensi interaksi,
dan (h) keamanan

D. Teknik Pemecahan Masalah Kreatif


Teknik kreatif dalam pemecahan masalah diklasifikasikan ke
dalam tiga tingkatan (Treffinger dalam Munandar, 1999). Pada tingkat
pertama diperkenalkan teknik sumbang saran dan teknik daftar
periksa atau daftar pertanyaan yang memacu gagasan. Prakondisi
yang diperlukan adalah terciptanya suasana atau iklim yang kondusif
bagi pemikiran dan sifat kreatif, yaitu dengan melakukan pemanasan
(Warning – Up), mengajukan pertanyaan yang memberikan
kesempatan timbulnya berbagai macam jawaban atau mendorong
partisipan mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah.
Teknik tingkat kedua adalah melatih proses pemikiran yang lebih
majemuk, seperti yang dituntut pada teknik sinektik dan teknik

21
futuristik. Pada teknik sinektik orang akan dilatih berpikir berdasarkan
analogi dalam pemecahan masalah, diperkenalkan dalam
penggunaan analogi fantasi, analogi langsung dan analogi pribadi.
Teknik futuristik membantu orang untuk mengantisipasi dan
menciptakan masa depannya, antara lain dengan menggambarkan
garis besar waktu yang mencakup masa lalu, masa kini dan masa
depan.
Teknik tingkat ketiga adalah menghadapkan orang pada
tantangan dan masalah nyata. Pendekatan pertama ialah pemecahan
masalah secara kreatif yang meliputi lima tahap, yaitu tahap:
penemuan fakta, penemuan masalah, penemuan gagasan,
penemuan solusi dan implementasi.
Dengan melihat tahapan pemecahan masalah menurut Treffinger,
teknik pemecahan masalah persekolahan secara kreatif merupakan
teknik yang sistematik dalam mengorganisasi dan mengolah
keterangan dan gagasan, sehingga suatu masalah dapat dipahami
dan dipecahkan secara imajinatif dalam konteks persekolahan.
Sidneu Parnes, Ruth Noller, M.O. Edwards (1997), mengemukakan
bahwa pemecahan masalah secara kreatif perlu dilaksanakan melalui
lima tahap, yaitu; (1) Menentukan fakta, (2) Menemukan masalah, (3)
Menemukan gagasan, (4) Menemukan jawaban, dan (5) Menemukan
penerimaan.
Dalam fase konvergen dilakukan seleksi langkah mana yang
betul-betul diperlukan, kemudian disusun secara berurutan yang
tepat, berikut kapan, siapa dan dimana kegiatan tersebut dilakukan.
Perlu diperhatikan bahwa setiap tahap pemecahan masalah ada dua
fase, yaitu fase divergen dan fase konvergen.

22
E. Perspektif Kepala Sekolah Selaku Knowledge Leader
Mengedepankan peran kepala sekolah selaku pemimpin
pengetahuan merupakan satu langkah maju dalam mengarahkan
perubahan budaya organisasi sekolah. Pemimpin pengetahuan
berperan sebagai penghubung antara pekerja dan pengetahuan.
Keberadaan pemimpin pengetahuan merupakan percobaan dalam
akselerasi transformasi budaya. Oleh karena itu, peran pemimpin
pengetahuan berada dalam perkembangan. Secara khusus,
keberadaan kelompok pemimpin ini baru sekitar enam tahunan.
Pemimpin pengetahuan berasal dari berbagai latar belakang seperti
konsultan, akademisi, bagian keuangan, pemasaran, keteknikan,
teknologi informasi, penelitian dan pengembangan, pelayanan
pelanggan, termasuk dari bagian SDM. Pemimpin pengetahuan
memiliki pengalaman dan kepakaran dalam berbagai bidang seperti
bidang pemrograman, statistik, pelibatan pegawai, pengembangan
organisasi, pelatihan, pemasaran dan penelitian. Pemimpin
pengetahuan juga memiliki kepekaan terhadap apa yang terjadi di
pasar, dampak perubahan yang terjadi dengan cepat dan perubahan
sifat hubungan pekerja dan pelanggan.
Keberadan pemimpin pengetahuan merupakan strategi baru dan
peran formal dan informal orang-orang dalam bagian sumber daya
manusia. Pemimpin pengetahuan merupakan fungsi dan peran senior
dengan segala kewenangannya. Perbedaan pemimpin pengetahuan
dengan pengarah pengetahuan lainnya dapat dipahami. Biasanya,
keberadaan pemimpin pengetahuan dimaksudkan sebagai katalisator
kreasi pengetahuan. Dalam banyak hal, pemimpin pengetahuan ini
didelegasi oleh kepala eksekutif organisasi dan melapor ke
manajemen puncak. Pemimpin pengetahuan seringkali lebih berperan

23
sebagai penyebar ajaran agama, pendidik dan penata forum dari
pada sebagai manajer proyek manajemen pengetahuan. Berbagai
titel atau simbol – seperti kepala bagian pembelajaran, kepala bagian
pengetahuan, arsitek pengetahuan, insinyur pengetahuan - digunakan
untuk menggambarkan pertumbuhan komunitas ini. Sebutan ini
digunakan karena pada kenyataannya ada perbedaan dalam cakupan
tugas yang diemban, alasan yang mendasari mengapa melaksanakan
tugas tertentu dan seberapa besar pengaruh yang dipegang oleh
anggota komunitas tersebut.
Pemimpin pengetahuan seringkali bertindak sebagai visionaris
dan penghubung. Oleh karena itu, ada tiga cara efektif untuk
membangun kapabilitas dan menjadikan organisasinya terintegrasi,
yakni: uang yang beredar, orang-orang yang bergerak dan gagasan
yang bergulir ke seluruh organisasi. Pekerjaan pemimpin
pengetahuan adalah membantu mematahkan sekat antar unit-unit
kegiatan, fungsi-fungsi dan lokasi geografis, serta langit-langgit di
antara lapisan hirarkis. Pemimpin pengetahuan juga bekerja untuk
meruntuhkan sekat yang membatasi organisasi dengan lingkungan –
pemerintah, dunia usaha dan industri, pelanggan, pemasok (sekolah
yang lebih rendah), pembuat aturan dan sebagainya.
Uraian di atas memberi pemahaman bahwa deskripsi para
profesional manajemen pengetahuan boleh jadi lebih banyak
diceritakan dari pada titel jabatan formalnya. Peran pemimpin
pengetahuan itu diisi oleh orang yang mau menjembatani gagasan
orang-orang pada keseluruhan “silos” dan alur bisnis dan membuat
organisasinya adaptif dan bereaksi terhadap persaingan yang lebih
baru dan lebih jelimet.

24
1. Tugas Kepala Sekolah selaku Pemimpin Pengetahuan
Pada prinsipnya, tugas kepala sekolah sebagai pemimpin
pengetahuan adalah mempercepat pertumbuhan organisasi sekolah
berbasis pengetahuan. Organisasi berbasis pengetahuan adalah
nama yang diberikan kepada organisasi yang menjadikan
pengetahuan sebagai sumber daya saingnya (Ruggles dan
Holtshouse, 1999). Peran pemimpin pengetahuan dalam organisasi
berbasis pengetahuan, khususnya yang diberi gelar Chief Knowledge
Organization (CKO) sangat kompleks dan multi-segi. Dari semua
tanggung jawab CKO yang ditetapkan, ada tiga di antaranya yang
dianggap paling penting, yakni membangun budaya pengetahuan,
menciptakan infrastruktur manajemen pengetahuan dan menjadikan
semua tugas CKO terlaksana secara ekonomis (Davenprot dan
Prusak).

2. Kepala Sekolah Selaku Pemimpin Pengembangan


Kepala sekolah yang kreatif membuat asumsi yang dapat
mengarahkan tindakan dan perilakunya. Hal ini sesuai pemikiran
Maslow (1998) dalam Gilley dan Maycunich (2001) bahwa pemimpin
pengembangan membuat asumsi mengenai pekerjanya.
Pemimpin pengembangan dipercaya untuk memerankan keahlian
dan kemampuan yang terbaik; Berhak memperoleh informasi
mengenai keputusan, misi dan strategi organisasi; Berkeinginan
menjadi kontributor lebih dari sekedar selaku pengamat pasif;
Berkeinginan mengatasi resiko jika organisasi mengembangkan jaring
pengaman; Menikmati kerjasama tim dan harmonitas kelompok;
Kemampuannya dapat ditingkatkan; Berkeinginan untuk tumbuh dan
berkembang; Ingin dianggap penting, dibutuhkan, berguna, sukses,

25
dihargai dan direspek; Ingin mengembangkan hubungan baik dengan
pemimpin, manajer dan koleganya; Menginginkan pekerjaan yang
bermakna; Berkeinginan memperoleh penghargaan dan pengakuan
atas prestasi yang dicapai; Menginginkan tanggung jawab atas
ketergantungan dan kepasifannya; Menginginkan pendekatan
kepemimpinan yang diarahkan oleh dirinya sendiri terhadap
pendekatan otoritas; Menginginkan organisasinya berhasil dan
mencapai tujuan dan sasaran bisnisnya. Agar pendekatan
kepelayanan dapat terwujud, pemimpin tersebut menerapkan
kesepuluh prinsip kepemimpinan pengembangan yang
dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu: Prinsip yang
berorientasi pada aspek intrinsik, Prinsip yang berorientasi pada
pekerja, Prinsip yang berorientasi pada kinerja, dan Prinsip yang
beroientasi pada organisasi.

26
BAB IV
KEPEMIMPINAN KREATIF DAN INOVATIF
KEPALA SEKOLAH

A. Meraih Kinerja Unggul dengan Melejitkan Kreativitas


Kreativitas merupakan kekuatan hidup dan energi yang mengarah
pada kemanfaatan dan keunggulan organisasi sekolah. Dalam setiap
organisasi sekolah yang unggul, kreativitas muncul dalam setiap
rumpun atau bidang pada semua jenjang dimana keunikan warga
sekolah khususnya guru dan pegawai dihargai dan dirayakan. Oleh
karena itu, tugas kepala sekolah adalah mengapresiasi apa yang
terbaik dalam diri guru dan pegawai, termasuk dalam diri anak
didiknya. Kepala sekolah perlu tahu bahwa kekayaan organisasi
sekolah sama dengan kualitas gagasan inovatif yang dimiliki oleh
setiap guru dan pegawai. Kepala sekolah juga perlu tahu bahwa
sebagian besar warga sekolah kreatif sama dengan dorongan yang
diberikan untuk menjadi kreatif.
Manfaat modal intelektual ini dapat diraih melalui proses dan
lingkungan yang dirancang untuk menghargai perbedaan individu dan
menerapkannya dalam memecahkan masalah secara kreatif,
mengatasi tantangan secara kreatif dan membuat keputusan besar
serta melaksanakan solusi yang ditetapkan. Drucker pernah
menyatakan bahwa kebanyakan apa yang terlihat dalam inovasi yang
berhasil bukanlah merupakan kejadian yang menyenangkan dari
silaunya kekaburan pemahaman, melainkan lebih merupakan
penerapan secara cermat atas sesuatu yang tidak spektakuler
dengan mengikuti disiplin manajemen yang sistematis.

27
1. Menginspirasi Kreativitas Warga Sekolah
Mengingat kreativitas di sekolah perlu dibangkitkan, pertanyaan
retoris yang perlu dijawab ialah bagaimana cara membangkitkan dan
mengembangkan kreativitas warga sekolah, khususnya guru dan
tenaga kependidikan? Kilby (2003) dan beberapa pakar
memperkenalkan empat cara menginspirasi kreativitas. Adapun
empat cara yang dimaksud adalah; memelihara, berbagai
pengetahuan, menanamkan keberanian, dan mempromosikan
kolaborasi.

2. Faktor Kunci Keberhasilan bagi Peningkatan Kreativitas


Ada empat faktor kunci keberhasilan yang dapat meningkatkan
kreativitas guru dan pegawai dalam organisasi sekolah, yakni: iklim
saling percaya dan komitmen bersama untuk selalu belajar dan
mengembangkan diri; komunikasi secara jujur dan terbuka; proses,
alat dan teknik pemecahan masalah yang kreatif; dan proses
manajemen sekolah yang fleksibel (Levesque, 2003).
Implementasi program merupakan masalah utama yang dihadapi
oleh sejumlah organisasi sekolah. Proses manajemen kegiatan
sekolah yang fleksibel menambah peluang bagi keberhasilan
pimpinan sekolah dalam menerapkan solusi kreatif dan menjadikan
pimpinan sekolah berkonsentrasi melakukan kegiatan yang dipilih.
Faktor-faktor yang memajukan kreativitas dan inovasi di sekolah juga
akan mendorong kemanfaatan dan layanan pendidikan, pengajaran
dan pelatihan. Menurut pengalaman penulis, faktor-faktor tersebut
sama pentingnya dengan faktor lainnya dan dapat membantu
organisasi sekolah untuk memperoleh image positif yang lebih baik.

28
3. Meraih Kinerja Unggul Melalui Sembilan Bakat Kreatif
Setiap kepala sekolah, guru dan pegawai diharapkan agar lebih
kreatif dalam berpikir dan melakukan sesuatu dengan cara berbeda,
karena cara lama tidak berfungsi secara baik dan penyelesaian
masalah sekolah yang digunakan selama ini seringkali tidak
memecahkan masalah. Kreativitas yang muncul dapat membantu
mencapai hasil yang luar biasa di sekolah, di dalam diri individu warga
sekolah. Kreativitas menjadikan guru dan pegawai lebih kompetitif,
produktif dan efektif.
Untuk memperoleh hasil yang kreatif memerlukan berbagai upaya
yang mencakup cara memahami lingkungan sekitar, cara
mengumpulkan data dan informasi, cara merumuskan masalah dan
tantangan, cara membangkitkan opsi alternatif dan cara menyeleksi
dan melaksanakan suatu solusi.
Levesque (2003) merumuskan delapan bakat kreatif knowledge
worker yang dapat memperoleh hasil yang berbeda dan memberikan
kontribusi yang juga berbeda terhadap kreativitas dalam organisasi.
Empat dari bakat tersebut digunakan untuk mengumpulkan data dan
informasi mengenai dunia dan tantangan yang dihadapi, yakni:
petualang, navigator, penjelajah, dan visionaris. Sementara itu empat
bakat kreatif lainnya digunakan dalam bertindak atas dasar data dan
informasi yang diperoleh untuk membuat keputusan atau
pertimbangan. Empat bakat kreatif yang dimaksud adalah: Pilot,
Penemu, Penyelaras, dan Puitis.
Selain delapan bakat kreatif tersebut penulis menambahkan satu
bakat kreatif yang menggejala di berbagai segmen – geografis,
demografis, psikografis dan keperilakuan (Johnson dan Scholes,
2002: 127-130) – masyarakat yaitu Adaptor dalam arti orang yang

29
memiliki kreativitas untuk meniru, menyesuaikan dan mensinergikan
utilitas berbagai hal yang dikerjakan oleh orang lain menjadi “produk”
yang terlihat baru dan bernilai baik bagi dirinya maupun bagi orang
atau kelompok lain (Haedar Akib).
Kreativitas kepala sekolah menjadikan guru, pegawai dan
organisasi sekolah lebih efektif, produktif dan kompetitif. Kreativitas
kepala sekolah dapat mempercepat pengembangan sikap baru dan
mematahkan sikap lama, termasuk pola pikir guru dan pegawai yang
tidak berguna. Kreativitas kepala sekolah lebih mendukung perluasan
dan kemajuan cara berpikir dan berperilaku warga sekolah dalam
melihat ke masa depan.

LATIHAN

Cobalah Bapak/Ibu menjawab pertanyaan berikut, sebelum


melanjutkan ke materi berikutnya.
(1) Jelaskan disertasi contoh keempat cara menginspirasi kreativitas
warga sekolah?
(2) Jelaskan keempat faktor kunci keberhasilan bagi peningkatan
kreativitas?
(3) Diskusikan dengan anggota kelompok Bapak/Ibu mengenai
kemungkinan dari sembilan bakat kreatif di atas diperankan oleh
Kepala Sekolah?

B. Membangun Tim Kreatif dan Inovatif Di Sekolah


Dalam mengembangkan kerjasama tim yang kreatif dan inovatif
kepala sekolah perlu mengkaji secara komprehensif tujuan kerjasama
tim yang dibentuk agar sesuai dengan visi dan misi sekolah. Dengan
demikian, tim harus mempunyai satu visi untuk memberikan fokus dan
pengarahan pada energi kreatif.

30
Selanjutnya, dalam membangun tim terdapat sejumlah dimensi
yang harus dipahami bersama agar dapat mencapai hasil yang
optimal. Dimensi tersebut adalah; (a) kejelasan visi, (b) visi bersama,
(c) visi yang berevolusi, (d) partisipasi tim, (e) pengaruh atas
pembuatan keputusan, (f) berbagai informasi, (g) frekuensi interaksi,
dan (h) keamanan

C. Teknik Pemecahan Masalah Kreatif


Teknik kreatif dalam pemecahan masalah diklasifikasikan ke
dalam tiga tingkatan (Treffinger dalam Munandar, 1999). Pada tingkat
pertama diperkenalkan teknik sumbang saran dan teknik daftar
periksa atau daftar pertanyaan yang memacu gagasan. Prakondisi
yang diperlukan adalah terciptanya suasana atau iklim yang kondusif
bagi pemikiran dan sifat kreatif, yaitu dengan melakukan pemanasan
(Warning – Up), mengajukan pertanyaan yang memberikan
kesempatan timbulnya berbagai macam jawaban atau mendorong
partisipan mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah.
Teknik tingkat kedua adalah melatih proses pemikiran yang lebih
majemuk, seperti yang dituntut pada teknik sinektik dan teknik
futuristik. Pada teknik sinektik orang akan dilatih berpikir berdasarkan
analogi dalam pemecahan masalah, diperkenalkan dalam
penggunaan analogi fantasi, analogi langsung dan analogi pribadi.
Teknik futuristik membantu orang untuk mengantisipasi dan
menciptakan masa depannya, antara lain dengan menggambarkan
garis besar waktu yang mencakup masa lalu, masa kini dan masa
depan.
Teknik tingkat ketiga adalah menghadapkan orang pada
tantangan dan masalah nyata. Pendekatan pertama ialah pemecahan

31
masalah secara kreatif yang meliputi lima tahap, yaitu tahap:
penemuan fakta, penemuan masalah, penemuan gagasan,
penemuan solusi dan implementasi.
Dengan melihat tahapan pemecahan masalah menurut Treffinger,
teknik pemecahan masalah persekolahan secara kreatif merupakan
teknik yang sistematik dalam mengorganisasi dan mengolah
keterangan dan gagasan, sehingga suatu masalah dapat dipahami
dan dipecahkan secara imajinatif dalam konteks persekolahan.
Sidneu Parnes, Ruth Noller, M.O. Edwards (1997), mengemukakan
bahwa pemecahan masalah secara kreatif perlu dilaksanakan melalui
lima tahap, yaitu; (1) Menentukan fakta, (2) Menemukan masalah, (3)
Menemukan gagasan, (4) Menemukan jawaban, dan (5) Menemukan
penerimaan.
Dalam fase konvergen dilakukan seleksi langkah mana yang
betul-betul diperlukan, kemudian disusun secara berurutan yang
tepat, berikut kapan, siapa dan dimana kegiatan tersebut dilakukan.
Perlu diperhatikan bahwa setiap tahap pemecahan masalah ada dua
fase, yaitu fase divergen dan fase konvergen.

LATIHAN
Cobalah menjawab pertanyaan berikut dengan cermat, sebelum
Bapak/Ibu melanjutkan ke sub-pokok bahasan berikutnya.
1. Kemukakan minimal tujuh dimensi yang perlu diperhatikan dalam
membangun tim kreatif di sekolah?
2. kemukakan langkah teknik pemecahan masalah secara kreatif.

32
D. Perspektif Kepala Sekolah Selaku Knowledge Leader
Mengedepankan peran kepala sekolah selaku pemimpin
pengetahuan merupakan satu langkah maju dalam mengarahkan
perubahan budaya organisasi sekolah. Pemimpin pengetahuan
berperan sebagai penghubung antara pekerja dan pengetahuan.
Keberadaan pemimpin pengetahuan merupakan percobaan dalam
akselerasi transformasi budaya. Oleh karena itu, peran pemimpin
pengetahuan berada dalam perkembangan. Secara khusus,
keberadaan kelompok pemimpin ini baru sekitar enam tahunan.
Pemimpin pengetahuan berasal dari berbagai latar belakang seperti
konsultan, akademisi, bagian keuangan, pemasaran, keteknikan,
teknologi informasi, penelitian dan pengembangan, pelayanan
pelanggan, termasuk dari bagian SDM. Pemimpin pengetahuan
memiliki pengalaman dan kepakaran dalam berbagai bidang seperti
bidang pemrograman, statistik, pelibatan pegawai, pengembangan
organisasi, pelatihan, pemasaran dan penelitian. Pemimpin
pengetahuan juga memiliki kepekaan terhadap apa yang terjadi di
pasar, dampak perubahan yang terjadi dengan cepat dan perubahan
sifat hubungan pekerja dan pelanggan.
Keberadan pemimpin pengetahuan merupakan strategi baru dan
peran formal dan informal orang-orang dalam bagian sumber daya
manusia. Pemimpin pengetahuan merupakan fungsi dan peran senior
dengan segala kewenangannya. Perbedaan pemimpin pengetahuan
dengan pengarah pengetahuan lainnya dapat dipahami. Biasanya,
keberadaan pemimpin pengetahuan dimaksudkan sebagai katalisator
kreasi pengetahuan. Dalam banyak hal, pemimpin pengetahuan ini
didelegasi oleh kepala eksekutif organisasi dan melapor ke
manajemen puncak. Pemimpin pengetahuan seringkali lebih berperan

33
sebagai penyebar ajaran agama, pendidik dan penata forum dari
pada sebagai manajer proyek manajemen pengetahuan. Berbagai
titel atau simbol – seperti kepala bagian pembelajaran, kepala bagian
pengetahuan, arsitek pengetahuan, insinyur pengetahuan - digunakan
untuk menggambarkan pertumbuhan komunitas ini. Sebutan ini
digunakan karena pada kenyataannya ada perbedaan dalam cakupan
tugas yang diemban, alasan yang mendasari mengapa melaksanakan
tugas tertentu dan seberapa besar pengaruh yang dipegang oleh
anggota komunitas tersebut.
Pemimpin pengetahuan seringkali bertindak sebagai visionaris
dan penghubung. Oleh karena itu, ada tiga cara efektif untuk
membangun kapabilitas dan menjadikan organisasinya terintegrasi,
yakni: uang yang beredar, orang-orang yang bergerak dan gagasan
yang bergulir ke seluruh organisasi. Pekerjaan pemimpin
pengetahuan adalah membantu mematahkan sekat antar unit-unit
kegiatan, fungsi-fungsi dan lokasi geografis, serta langit-langgit di
antara lapisan hirarkis. Pemimpin pengetahuan juga bekerja untuk
meruntuhkan sekat yang membatasi organisasi dengan lingkungan –
pemerintah, dunia usaha dan industri, pelanggan, pemasok (sekolah
yang lebih rendah), pembuat aturan dan sebagainya.
Uraian di atas memberi pemahaman bahwa deskripsi para
profesional manajemen pengetahuan boleh jadi lebih banyak
diceritakan dari pada titel jabatan formalnya. Peran pemimpin
pengetahuan itu diisi oleh orang yang mau menjembatani gagasan
orang-orang pada keseluruhan “silos” dan alur bisnis dan membuat
organisasinya adaptif dan bereaksi terhadap persaingan yang lebih
baru dan lebih jelimet.

34
1. Tugas Kepala Sekolah selaku Pemimpin Pengetahuan
Pada prinsipnya, tugas kepala sekolah sebagai pemimpin
pengetahuan adalah mempercepat pertumbuhan organisasi sekolah
berbasis pengetahuan. Organisasi berbasis pengetahuan adalah
nama yang diberikan kepada organisasi yang menjadikan
pengetahuan sebagai sumber daya saingnya (Ruggles dan
Holtshouse, 1999). Peran pemimpin pengetahuan dalam organisasi
berbasis pengetahuan, khususnya yang diberi gelar Chief Knowledge
Organization (CKO) sangat kompleks dan multi-segi. Dari semua
tanggung jawab CKO yang ditetapkan, ada tiga di antaranya yang
dianggap paling penting, yakni membangun budaya pengetahuan,
menciptakan infrastruktur manajemen pengetahuan dan menjadikan
semua tugas CKO terlaksana secara ekonomis (Davenprot dan
Prusak).

2. Kepala Sekolah Selaku Pemimpin Pengembangan


Kepala sekolah yang kreatif membuat asumsi yang dapat
mengarahkan tindakan dan perilakunya. Hal ini sesuai pemikiran
Maslow (1998) dalam Gilley dan Maycunich (2001) bahwa pemimpin
pengembangan membuat asumsi mengenai pekerjanya.
Pemimpin pengembangan dipercaya untuk memerankan keahlian
dan kemampuan yang terbaik; Berhak memperoleh informasi
mengenai keputusan, misi dan strategi organisasi; Berkeinginan
menjadi kontributor lebih dari sekedar selaku pengamat pasif;
Berkeinginan mengatasi resiko jika organisasi mengembangkan jaring
pengaman; Menikmati kerjasama tim dan harmonitas kelompok;
Kemampuannya dapat ditingkatkan; Berkeinginan untuk tumbuh dan
berkembang; Ingin dianggap penting, dibutuhkan, berguna, sukses,

35
dihargai dan direspek; Ingin mengembangkan hubungan baik dengan
pemimpin, manajer dan koleganya; Menginginkan pekerjaan yang
bermakna; Berkeinginan memperoleh penghargaan dan pengakuan
atas prestasi yang dicapai; Menginginkan tanggung jawab atas
ketergantungan dan kepasifannya; Menginginkan pendekatan
kepemimpinan yang diarahkan oleh dirinya sendiri terhadap
pendekatan otoritas; Menginginkan organisasinya berhasil dan
mencapai tujuan dan sasaran bisnisnya. Agar pendekatan
kepelayanan dapat terwujud, pemimpin tersebut menerapkan
kesepuluh prinsip kepemimpinan pengembangan yang
dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu: Prinsip yang
berorientasi pada aspek intrinsik, Prinsip yang berorientasi pada
pekerja, Prinsip yang berorientasi pada kinerja, dan Prinsip yang
beroientasi pada organisasi.

36
BAB V
BEST PRACTICE KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH

A. Best Practice
Prinsip yang dianut dalam tulisan ini adalah selain “pengalaman
merupakan guru yang terbaik” maka “belajar dari keberhasilan
dianggap lebih baik daripada BEST PRACTICE
(Robert D. Herman and David O. Renz.
belajar dari kesalahan.” More These on Nonprofit Organization
Effectiveness, 2004: 10)
Untuk itu keberhasilan yang
Kriteria Best practice:
telah dicapai oleh lembaga (1) Berhasil dalam waktu lama;
(2) Menunjukkan manfaat yang dapat
pendidikan (sekolah) dalam dikuantifikasi;
mengembangkan (3) Kreatif & Inovatif;
(4) Diakui hasilnya positif (jika dikuantifikasi
kewirausahaan di hasilnya terukur);
(5) Dapat direplikasi;
sekolahnya dapat dijadikan (6) Relevan diadopsi dalam organisasi; dan
(7) Tidak terkait dengan ciri unik organisasi
sebagai pelajaran berharga (dapat digeneralisasi).
untuk diketuktularkan
kepada sekolah lain yang belum berhasil dan ada upaya untuk meraih
keberhasilan apa yang diharapkan.
Sebelum mendeskripsikan bentuk keberhasilan yang dicapai oleh
sekolah tertentu dalam mengembangkan kewirausahaan di
sekolahnya perlu dipahami pengertian dan syarat best practice
sebagai berikut:

1. Berhasil dalam waktu lama. Pada konteks pendidikan khususnya


di sekolah banyak karya telah dihasilkan oleh warga sekolah yang
bernuansa kewirausahaan, baik dalam aspek pengajaran,
manajerial, supervisi dan evaluasi maupun aspek pelayanan
prima yang meningkatkan kinerja organisasi sekolah secara

37
umum dan kinerja aspek tertentu di sekolah. Pada aspek
manajerial, oleh kepala sekolah dikembangkan pendekatan dalam
pembuatan keputusan yang berbasis partisipasi warga sekolah
(guru, staf, komite sekolah, orang tua siswa, masyarakat dan
dunia usaha, pemerintah, pers dan LSM). Hasil yang dicapai
tersebut bertahan dalam waktu yang relatif lama karena
senantiasa dijaga dan dipertahankan oleh aktor yang terlibat di
dalamnya.
2. Menunjukkan manfaat
yang dapat Nadar, CEO perusahaan Novell, adalah orang
pertama yang menciptakan istilah koopetition.
dikuantifikasi. Istilah koopetition kemudian diperkenalkan
Kemanfaatan atau dalam penelitian strategi oleh Brandenburger,
Stuart dan Nalebuff pada tahun 1996.
utilitas hasil kreasi Koopetition secara sederhana dipahami
sebagai hibrid antara kompetisi dan koperasi.
inovatif yang Jadi, perilaku kreatif kelompok dalam bentuk
hibrid antara perilaku kompetitif dan perilaku
dihasilkan di sekolah koperatif disebut perilaku koopetitif.
Pemahaman ini diinspirasi oleh pemikiran
baik oleh kepala Dagnino mengenai strategi koopetition sebagai
sekolah, guru, staf bentuk baru dinamika hubungan antar
perusahaan untuk mengkreasi nilai. Jika
maupun siswa tentu Dagnino dan pakar lainnya menerapkan
konsep koopetitif dari Nadar ini pada level
saja dapat diketahui antar-perusahaan, maka dalam tulisan ini
konsep koopetitif diadaptasi sebagai salah satu
jumlah dan ciri perilaku kreatif pegawai pada level
kelompok. Hal ini didasarkan pada kenyataan
tingkatannya. bahwa kerjasama dan persaingan terjadi pada
3. Kreatif dan inovatif. level individu, kelompok, perusahaan, atau
antar perusahaan.
Unsur kreatif dan (John Shepler. Coopetition vs Competition:
When Cooperating with Your Competitors is
inovatif dan produk, Good Business Strategy,
http://www.johnshepler.com/articles/coopetitio
proses, lingkungan, n.html, diakses 24 Nopember 2004, h. 1-5;
Amy C. Rea. The Cooperative Side of
mode, model dan Competition: Coopetition,
perilaku tertentu http://www.writeedge.com/articles/Coopetition
s.asp, diakses 24 Nopember 2004, 1-3).
terlihat dari kebaruan,

38
keunikan dan kemanfaatan produk atau layanan tersebut,
termasuk kualitasnya yang – minimal – diukur berdasarkan
persepsi pemanfaat. Dalam tulisan ini dipahami bahwa sesuatu
dianggap kreatif dan inovatif ketika terlihat baru, unik atau lebih
bermanfaat ketika diterapkan di sekolah tertentu.
4. Diakui hasilnya positif. Sebenarnya, banyak hasih karya yang
dapat dianggap sebagai best practice baik yang dilakukan oleh
warga sekolah maupun oleh warga masyarakat. Namun, kriteria
best practice yang diakui hasilnya positif dikhususkan kepada
sesuatu hasil pemikiran kreatif dan tindakan atau produk inovatif
yang dinilai baik oleh para pengguna atau lembaga yang
berkompeten.
5. Dapat direplikasi. Kreativitas dan inovasi dalam berbagai aspek
(metode) pengajaran atau manajerial yang hasilnya telah terbukti
dapat diterapkan oleh orang (guru, kepala sekolah) yang sama
atau oleh orang lain pada konteks yang sama pada waktu yang
berbeda atau pada konteks yang berbeda pada waktu yang sama.
6. Relevan diadopsi dalam organisasi. Ciri best practice ini
melengkapi ciri sebelumnya (poin 5) ketika suatu bentuk
kewirausahaan sekolah baik berupa metode pengarajan atau
teknik manajerial dihasilkan melalui percobaan dalam ruang
simulasi sudah dapat diterapkan atau dilaksanakan di sekolah.
7. Tidak terkait dengan ciri unik organisasi. Suatu best practice
meskipun pada mulanya dikreasi oleh suatu organisasi dan boleh
jadi menjadi “nama samaran” organisasi tersebut, namun
diharapkan ciri best practice tersebut juga teraplikasi dan
mencirikan organisasi lain.

39
B. Penerapan Semangat Kewirausahaan di Sekolah
Berdasarkan trend selama ini dapat dikatakan bahwa di masa
datang banyak sekolah swasta yang maju dan kualitasnya lebih baik
dibanding sekolah negeri, bahkan di kota-kota besar fenomena
tersebut sudah mulai terlihat. Sekolah negeri yang selama ini terlalu
mengandalkan subsidi pemerintah lambat laun akan mulai
ketinggalan apabila cara berpikirnya tidak segera dirubah. Pada saat
itu, jika ingin maju sekolah negeri harus dikelola secara profesional
dan tidak bergantung kepada arahan kebijakan dan alokasi dana
pemerintah. Dengan kata lain, sekolah negeri harus mampu “mandiri”
seperti sekolah swasta. Oleh karena itu, kepala sekolah harus
memahami prinsip kewiraswastaan kemudian menerapkannya dalam
mengelola sekolah.
Kepala sekolah yang berjiwa wirausaha adalah orang yang
memiliki sikap dan perilaku kreatif dan inovatif dalam memimpin dan
mengelola organisasi sekolah dengan cara mencari dan menerapkan
cara kerja dan teknologi baru yang bermanfaat bagi terwujudnya
prinsip-prinsip “good school governance” (pengelolaan sekolah yang
baik). Adapun ciri-ciri kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha
juga meliputi minimal ketujuh ciri orang yang memiliki jiwa wirausaha
adalah; percaya diri, mengembangkan fikiran positif, pantang
menyerah dan berorientasi pada hasil, belajar bagaimana caranya
menangani resiko, memiliki jiwa kepemimpinan, mengembangkan
sikap kreatif dan inovatif, berfikir ke depan

C. Bentuk Kewirausahaan Sekolah


Berdasarkan karateristik best practice tersebut dan melihat jenis
dan bentuk kewirausahaan sekolah berbasis kreativitas dan inovasi,

40
selanjutnya disajikan beberapa bentuk best practice di sekolah. Best
practice – atau kalau boleh penulis katakan good practice – yang
disajikan ini bukanlah merupakan kapita selekta yang terbaik,
melainkan masih merupakan pilihan dari apa yang ada. Disamping
good practice tersebut juga disajikan kasus semacam bad practice
kewirausahaan di lembaga pendidikan.
Contoh yang dapat diberikan dalam hal ini adalah kesuksesan
salah seorang pelajar Sekolah Negeri di Jakarta Pusat yang bernama
Mia, ia sibuk melayani teman-teman sekolahnya yang berebutan ingin
mencicipi pudding buatan timnya. Rupiah demi rupiah berpindah
tangan dan senyum kelompok yang dipimpin Mia terkembang. Modal
yang tadinya cuma Rp 60.000 kini bertambah dua kali lipat begitu
dagangannya di atas meja ludes.
Sekali hanya simulasi, namun ada keputusan bernuansa
kewirausahaan bagi kelompok Mia dan dua grup lainnya. Siang itu,
dalam Simulasi Business Takes Over Your Class yang
diselenggarakan oleh Business School Prasetya Mulya. Tiga
kelompok murid yang masing-masing terdiri dari delapan orang diberi
modal Rp 60.000. Mereka diminta untuk memutar modal tersebut
dengan memproduksi makanan berupa pudding. Mulai dari tahap
perencanaan produk, perhitungan untung-rugi, membuat pudding,
promosi hingga laporan keuangannya harus dikerjakan bersama.
Pada prinsipnya, kami hanya ingin memperkenalkan dunia bisnis
dan wirausaha sedari dini. Selain itu, ingin membuktikan bahwa
wirausaha dapat dilakukan siapa saja baik tua maupun muda
sepanjang ada semangat, kerja keras, kreativitas dan kemampuan
melihat kesempatan. Disamping itu, wirausaha dapat menjadi sebuah
peluang dan celah lain bagi lulusan SMA untuk mengembangkan

41
dirinya, sehingga tidak hanya menjadi alternatif bagi lulusan sekolah
kejuruan.
Contoh lain adalah tentang pedagang rokok yang menjadikan
lembaga pendidikan sebagai segmentasi yang dinilai tidak tepat
dalam menjalankan usahanya. Kita semua sama memahami bahwa
orang yang menjalankan usaha hanya mempunyai satu tujuan, yaitu
sukses. Akan tetapi mencapai kesuksesan haruslah dengan jalan dan
proses yang tepat, dalam artian sukses itu boleh-boleh saja
sepanjang tidak merugikan orang lain, singkat cerita harus saling
menguntungkan (win win solution).
Persoalan yang dimaksudkan di sini adalah bagaimana pemilihan
segmentasi pasar yang tepat dan bukan segmentasi asal-asalan yang
tidak memperhitungkan efek lain yang akan ditimbulkan. Contoh kecil
dalam kasus ini adalah pengusaha rokok yang dinilai tidak tepat
dalam memilih segmentasi karena menjadikan lembaga pendidikan
(sekolah dan kampus) sebagai sasaran segmentasinya dan wadah
dalam mempromosikan produknya. Di satu sisi ini jelas akan
menguntungkan bagi pengusaha dengan asumsi bahwa di kalangan
mahasiswa saja hanya sebagian kecil di antaranya yang tidak
merokok, tetapi di sisi lain disadari atau tidak bentuk usaha yang
seperti ini akan mengganggu sekaligus merusak generasi.
Kehadiran pengusaha rokok dalam kampus seperti yang terjadi
pada kampus-kampus di Makassar pada umumnya dan Universitas
Negeri Makassar (UNM) pada khususnya, disamping sering
menjadikan kegiatan mahasiswa sebagai wadah untuk
mempromosikan produknya juga untuk saat ini yang terjadi adalah
hampir di setiap sudut gedung perkuliahan terdapat penjual rokok.
Keadaan seperti ini akan semakin memberikan peluang yang besar

42
kepada mahasiswa untuk merokok, tetapi kalau tidak, sekalipun
sebagian besar mahasiswa di antaranya adalah perokok, setidaknya
akan sedikit mengurangi intensitas mahasiswa merokok di dalam
kampus.
Persepsi yang telah melarang rokok masuk kampus adalah bukan
larangan bagi wirausahawan yang bergerak di bidang tersebut, hanya
saja yang terpenting harus diperhatikan adalah pemilihan segmentasi
yang tepat sehingga apa yang dilakukan betul-betul bisa berjalan
dengan baik dan lancar.

D. Kiat Menerapkan Inovasi dalam Wirausaha


Untuk menerapkan inovasi dalam wirausaha, ada beberapa jurus
yang dapat diterapkan.
1. Eliminasi. Mengeliminasi semua hal yang sudah tidak produktif
lagi dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan.
2. Tangani. Ketahuilah bahwa semua produk, proses dan strategi
apa pun yang ada sekarang ini cepat atau lambat akan dimakan
usia.
3. Rencanakan. Buatlah perencanaan yang baik dalam setiap
kegiatan yang akan dilakukan.
4. Lakukan. Satu hal yang lebih penting dari ketiga hal di atas
adalah melakukan apa yang telah direncanakan, mulai dari
persiapan menghadapi tantangan dan menyingkirkan hal-hal yang
tidak produktif.
Semua hal di atas tidak akan ada artinya apabila Anda hanya
berkutat pada teori tanpa pernah mau menyentuh bumi, kemudian
bergerak untuk melakukan apa yang telah disiapkan. Setiap waktu

43
tertentu sebaiknya Anda melakukan evaluasi terhadap rencana Anda,
apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak.

E. Kiat Menggalang Sumber Daya


Penggalangan sumber daya sekolah didasarkan atas tuntutan
kebutuhan kemandirian sekolah yang tertuang dalam MPMBS.. Ada
beragam cara yang dapat dilakukan untuk menggalang sumber daya
yang dimiliki dalam konteks manajemen, di antaranya menggunakan
pendekatan analisis SWOT yang mana dasar penggalangannya
dimulai dengan mendeteksi Kekuatan (Strength) dan Kelemahan
(Weaknesses). Kedua hal ini dipersyaratkan untuk faktor internal,
kemudian untuk faktor eksternal dideteksi dengan Peluang
(Opportunity) dan Tantangan/Hambatan (Threath). Ada pula yang
menerapkan pendekatan analisis model Balanced Score Card (BSC)
yang memberikan skor yang dianggap mendukung misi dan strategi.
Kiat-kiat penggalangan sumber daya sekolah dapat diskemakan
sebagai berikut:

Sumber Daya
Internal

Unit
PROSES Produksi/
Koperasi
Sumber Daya
Eksternal

Sumber daya internal adalah sumber daya yang ada di dalam


lingkungan sekolah baik berupa sumber daya manusia, barang dan
jasa yang dapat dioptimalkan dalam membantu pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan sumber daya eksternal

44
adalah sumber daya yang didapat atau diestimatikan dapat diperoleh
dari luar sekolah.

1. Kiat Penggalangan Sumber Daya Internal


Siswa dipandang sebagai aset sekolah, artinya siswa bukan
sebagai objek pungutan biaya penyelenggaraan pendidikan semata
tetapi sebagai sumber daya yang dapat bermanfaat baik secara
ekonomis maupun non-ekonomis. Untuk mengawali kegiatan siswa
sebagai aset diperlukan data siswa termasuk hobi serta bakat dan
minatnya.
Sebagai ilustrasi apabila sekolah memiliki siswa berjumlah 500
orang, persiswa memiliki rata-rata 4 orang dalam satu keluarga (ayah,
ibu, adik/kakak dan siswa itu sendiri) maka ada 2000 orang yang
mempunyai hubungan dengan sekolah. Dari 2000 orang tersebut
dapat dilakukan penelitian atas suatu obyek sosial yang ada di
masyarakat bekerjasama dengan lembaga terkait yang membutuhkan
penyebaran instrumen atau kajian dari penelitian tersebut. Sekolah
dapat mengajukan proposal, dalam hal ini apabila dihubungkan
dengan strategi pembelajaran maka akan memperoleh keuntungan
dan manfaat bagi sekolah.
Guru dan staf sebagai aset sekolah. Paradigma lama yang
memandang guru dan staf sekolah sebagai beban biaya
penyelenggaraan pendidikan di sekolah sebaiknya mulai diubah,
karena di antara para guru banyak yang memiliki keahlian dan bakat
tertentu yang dapat “dijual” sekiranya bakat terpendam tersebut
dikembangkan melalui wadah yang sesuai.
Tanah dan Gedung sebagai aset sekolah, khususnya sekolah-
sekolah yang memiliki lahan luas di daerah-daerah dapat

45
bekerjasama dengan dinas pertanian untuk memperoleh bibit atau
bimbingan dan penyuluhan dalam rangka pemberdayaan tanahnya,
atau bekerjasama dan mengadakan MoU dengan pihak swasta untuk
memberdayakan tanah tersebut.

2. Kiat Penggalangan Sumber Daya Eksternal Sekolah


Sumber daya eksternal sekolah sebenarnya tidak terbatas jumlah
dan tempatnya karena dengan teknologi internet sekolah dapat
menjalin hubungan dengan siapa saja di dalam dan di luar negeri.
Oleh karena itu, sekolah harus berani mengubah karakternya yang
tidak hanya sebagai satuan penyelenggara pendidikan semata tetapi
juga memiliki jiwa wirausaha yang selaku kreatif dan inovatif, ulet,
proaktif serta memiliki perangkat yang dapat diandalkan untuk go
public. Dalam mengajak pihak lain bekerjasama sebaiknya memiliki
kiat sebagai berikut:
Pertama, AIDA singkatan dari Attractive, Interest, Desire, Action.
Atraktif berarti ada yang diunggulkan oleh sekolah untuk menarik
lembaga lain atau mengadakan kerjasama dengan sekolah. Setelah
lembaga lain tertarik akan keunggulan yang dimiliki sekolah maka
sekolah harus mampu membangkitkan keinginan yang cenderung
pada adanya kepentingan atau minat lembaga eksternal tersebut
untuk bekerjasama dengan sekolah. Tahapan berikutnya, keunggulan
sekolah harus mampu membangkitkan hasrat/gairah atau semangat
untuk terjadinya kerjasama yang saling menguntungkan. Terakhir,
sekolah harus proaktif dalam kerjasama ini.
Kedua, pada saat memikirkan atau menggagas keunggulan
sekolah yang bisa ditawakan kepada pihak lain dapat
mengklasifikasikan kebutuhan pihak lain dalam tiga tingkatan, yaitu

46
NEED artinya kebutuhan pihak lain yang tidak dapat ditunda-tunda.
WANT adalah keinginan yang pemenuhannya dapat ditunda
sementara. Sedangkan WISHES adalah harapan yang tentunya
masih memerlukan waktu lama untuk dipenuhi. Berdasarkan
klasifikasi tersebut dapat diterapkan strategi pemasaran untuk
mengubah want dan wishes menjadi need.
Ketiga, mempelajari peluang karena sesungguhnya peluang tidak
harus ditunggu kedatangannya tetapi peluang dapat diciptakan
dengan mengamati beberapa hal:
 Kalender kegiatan daerah/provinsi, kalender hari besar baik
nasional maupun keagamaan yang dapat dimanfaatkan menjadi
peluang yang dapat dipersiapkan sebelumnya.
 Mengamati dan memikirkan bagian dari tubuh kita mulai ujung
rambut sampai ujung kaki, peluang apa saja yang dapat muncul
menjadi kegiatan bisnis.
 Mengamati daur hidup dari mulai sebelum lahir sampai sesudah
mati, peluang apa saja yang dapat dijadikan kegiatan yang
bermanfaat dan menguntungkan.
Keempat, mencari dan mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya melalui warga sekolah dari media cetak maupun
elektronik, kemudian dikelompokkan dan dijadikan beberapa alternatif
pilihan, setelah mengerucut berdasarkan ketersediaan sumber daya
yang ada di sekolah dipilih yang paling mungkin dilaksanakan.
Kelima, just do it, sekecil apapun gagasan yang penting
terwujud, jangan terlalu rumit memikirkannya, karena gagasan besar
selama hanya menjadi gagasan saja adalah “sebatas mimpi yang
indah.”

47
Selanjutnya perlu dibentuk unit produksi di sekolah yang
berkedudukan secara hukum yang kepengurusannya terdiri dari
Ketua Yayasan, Bendahara dan Sekretaris Yayasan. Pada tataran
operasional diangkat personalia sesuai kebutuhan seperti Manajer,
Bendahara, Sekretaris dan Staf Keuangan serta Pemasar. Kegiatan
unit produksi biasanya memaksimalkan pemanfaatan sumber daya
sekolah yang dihubungkan dengan materi pelajaran praktek yang ada
di sekolah.
Nama organisasi sebaiknya memenuhi kriteria yakni mudah
diingat dan mendorong semangat untuk mencapai kesuksesan.
Misalnya “Mega Buana”, bahasa Makassar yang berarti banyak
buahnya. Nama ini meskipun domestik tapi terkesan dari manca-
negara karena terucap “mega dan buana”, dimana mega berarti
besar, luas dan buana berani alam semesta atau global. Visi perlu
dibuat sebagai arah organisasi dan seharusnya dibuat untuk diketahui
oleh pelanggan dan warga sekolah. Misi perlu dinyatakan seluruh
warga sekolah sampai pada tingkatan bahwa misi unit produksi
adalah komitmen bersama. Value adalah kesepakatan nilai-nilai
perilaku yang dianut dalam menjalankan roda unit produksi.

48
49
Lampiran :
1.Lembar Kasus
2.Lembar Kerja peserta

LATIHAN 1

Cobalah menjawab pertanyaan berikut dan apabila Anda


kesulitan bacalah kembali isi buku paket ini dengan cermat.
1. Jelaskan definisi/batasan dari kreativitas?
2. Jelaskan lima ciri kemampuan berpikir menurut Guilford?
3. Jelaskan perbedaan mendasar antara inovasi dan kreativitas?
4. Ilustrasikan dalam konteks persekolahan terjadinya proses: (a)
inovatif dan (b) proses kreatif?
5. Jelaskan yang dimaksud dengan kewirausahaan?
6. Sebutkan ciri-ciri kewirausahaan menurut McClelland?
Jelaskan fungsi (a) kreativitas, (b) inovasi dan (c) wawasan
kewirausahaandalam organisasi pendidikan

LATIHAN 2

Cobalah menjawab pertanyaan berikut dan apabila Anda


kesulitan bacalah kembali isi buku paket ini dengan cermat.
7. Jelaskan definisi/batasan dari kreativitas?
8. Jelaskan lima ciri kemampuan berpikir menurut Guilford?
9. Jelaskan perbedaan mendasar antara inovasi dan kreativitas?
10. Ilustrasikan dalam konteks persekolahan terjadinya proses: (a)
inovatif dan (b) proses kreatif?

50
11. Jelaskan yang dimaksud dengan kewirausahaan?
12. Sebutkan ciri-ciri kewirausahaan menurut McClelland?
13. Jelaskan fungsi (a) kreativitas, (b) inovasi dan (c) wawasan
kewirausahaan dalam organisasi pendidikan?

LATIHAN 3
Cobalah Bapak/Ibu menjawab pertanyaan berikut, sebelum
melanjutkan ke materi berikutnya.
(1) Jelaskan disertai contoh keempat cara menginspirasi kreativitas
warga sekolah?
(2) Jelaskan keempat faktor kunci keberhasilan bagi peningkatan
kreativitas?
Diskusikan dengan anggota kelompok Bapak/Ibu mengenai
kemungkinan dari sembilan bakat kreatif di atas diperankan oleh
Kepala Sekolah?
3 Kemukakan minimal tujuh dimensi yang perlu diperhatikan
dalam membangun tim kreatif di sekolah?
4.Kemukakan langkah teknik pemecahan masalah secara kreatif.

Cobalah menjawab pertanyaan berikut dengan cermat, sebelum


Bapak/Ibu melanjutkan ke sub-pokok bahasan berikutnya.
1. Kemukakan minimal tujuh dimensi yang perlu diperhatikan dalam
membangun tim kreatif di sekolah?
2. kemukakan langkah teknik pemecahan masalah secara kreatif.

LATIHAN 4
Cobalah menjawab pertanyaan berikut dengan cermat, sebelum
Bapak/Ibu melanjutkan ke sub-pokok bahasan berikutnya.

51
3. Kemukakan minimal tujuh dimensi yang perlu diperhatikan dalam
membangun tim kreatif di sekolah?
4. kemukakan langkah teknik pemecahan masalah secara kreatif.

LATIHAN 5
TUGAS DISKUSI KELOMPOK (Buzz Group): Anggota 5-8
Waktu diskusi 90 menit dan pelaporan 30 menit).

Pada uraian di atas disajikan materi mengenai best practice dan


bad practice kewirausahaan sekolah yang ternyata tidak terbatas
dikembangkan di sekolah termasuk Sekolah Dasar. Kelompok diminta
untuk (melalui diskusi):
1. Bagaimana komentar kelompok tentang fokus pengembangan
semangat kewirausahaan berbasis kreativitas dan inovasi yang
juga dilakukan di tingkat Sekolah Dasar dengan fokus subyeknya
selain dari elemen kelapa sekolah seperti Bapak dan Ibu.
2. Bagaimana komentar kelompok tentang implikasi dan dampak
kasus bad practice (anak didik yang dijadikan sebagai segmen
pasar oleh produsen atau pedagang rokok) di atas.
3. Berikan pendapat Bapak/Ibu mengenai kiat menerapkan inovasi
dalam wirausaha?

52
DAFTAR PUSTAKA

Akib, Haedar. 2005. Kreativitas Organisasi, Disertasi Ilmu Administrasi


FISIP Universitas Indonesia, Jakarta.

______________. 2007. Kewirausahaan Sekolah Berbasis Kreativitas


dan Inovasi, Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.

Amabile, Theresa M. 1983. The Social Psychology of Creativity,


Springerverlag New York.

Arismunandar. 2006. Pengembangan Kewirausahaan Sekolah,


Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta.

Bygrave, William D. 1994. The Portable MBA in Entrepreneurship,


John Willey & Sons, Inc., New York.

Choo, Chun Wei and Nick Bontis. 2002. The Strategic Management of
Intellectual Capital and Organizational Knowledge, Oxford
University Press, Inc., New York.

Dacey, John S and Kathleen H. Lennon. 2000. Understanding


Creativity, Creative Education Foundation, Buffalo, New York.

Davenport, Thomas H and Laurence Prusak. 1998. Working


Knowledge, Harvard Business School Press Boston
Massachusetts.

DeBono, Edward. 1992. Serious Creativity, Harper Collins New York.

Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill


Education), Dikdasmen, Jakarta.

Dharma, Surya dan Haedar Akib1. Budaya Organisasi Kreatif,


Manajemen USAHAWAN Indonesia, Akreditasi Dikti No.
134/DIKTI/KEP 2001 No. 03/TH. XXXIII Maret 2004, h. 22-27.

____________________________________2. Kreativitas sebagai


Esensi dan Orientasi Pengembangan SDM, Manajemen

53
USAHAWAN Indonesia, Akreditasi Dikti No. 134/DIKTI/KEP
2001, No. 06/TH. XXXIII Juni 2004, h. 29-36.

Ford, Cameron M. A Theory of Individual Creative Action in Multiple


Social Domains, Academy of Management Review, Vol. 21,
No. 4 1996, h. 1112-1142.

Garfield, Monica J. Modifying Paradigms, Information System


Research, Informs Vol. 12, No. 3 September, 2001.

Hakim, Rusman. 1998. Dengan Berwiraswasta Menepis Krisis:


Konsep Membangun Masyarakat Entrepreneur Indonesia, Alex
Media Komputindo, Jakarta.

Henry, Jane (ed.). 1991. Creative Mangement, Sage Publications


London.

Hisrich, Robert D and Michael P. Peters. 1995. Entrepreneurship,


Irwin Chicago.

Hyrsky, Kimmo and Aki Kangasharju. Adaptors and Innovators in


Non-Urban Environment,
http://www.babson.edu/entrep/fer/papers98.htm, diakses 27
Juli 2003.

Kilby, Jan. Creativity is one of the greatest assets in the workplace


http://www.bizjournals.com/css, From the July 13 2001, diakses
19 Maret 2003.

Klemm, William R. Leadership,


http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/au24-401.htm, diakses 25
Agustus 2003.

Landau, Sy et al. 2001. From Conflict to Creativity, Jossey Bass A


Wiley Company San Franciso.

Linberg, Kurt R. Managing the Creative Organization, Modern


Approaches for Understanding and Managing Organizations,
http://ourworld.compuserve.pdf, diakses.

Mostert, Nel M and Lot H. Frijling. Measuring and Getting Creativity in


Organization,

54
http://pubs.acs.org/subscribe/journals/ci/31/i11/htm, diakses, 19
03 2003.

Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat,


Kerjasama pusat perbukuan Depdikbud dan PT. Rineka Cipta,
Jakarta.

Osborne, David dan Ted Gaebrel. 1992. Reinventing Government:


Mewirausahakan Birokrasi, Penerbit PT. Pustaka Binaman
Persindo, Jakarta.

Raimond W.Y., Kao. 1995. Entrepreneurship, Prentice Hall, New


York.

Saragih, Ferdinand D dan Haedar Akib. Iklim Organisasi Kreatif,


Manajemen USAHAWAN Indonesia, No. 09/TH XXXIII
September 2004.

Semiawan, Conny. 1997. Perspektif pendidikan Anak Berbakat, PT.


Gramedia widisarana Indonesia, Jakarta.

Taggar, Simor. 2000. Individual Creativity and Group Ability to Utilize


Individual Creative Resources: A Multi-Level Model, In Press –
Academy of Management Journal.

West, Michael A. 2000. Developing Creativity in Organizations


(Mengembangkan Kreativitas Dalam Organisasi), terjemahan,
Kanisius Yogyakarta.

Wijadi, Soesarsono. 1998. Pengantar Kewiraswastaan, Sinar Baru,


Bandung.

55

You might also like