Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
dilakukan untuk menganalisa reservoir adalah Analisa core, Analisa Cutting dan
Analisa Logging.
Analisa Core biasanya dilakukan dengan mengambil sampel batuan yang di
bor dari dalam formasi dan selanjutnya core diteliti di laboratorium.
Analisa logging dilakukan dengan cara menganalisa lapisan batuan yang
dibor dengan menggunakan peralatan logging (Tool Log). peralatan logging
dimasukkan kedalam sumur, kemudian alat tersebut akan mengeluarkan gelombang
– gelombang khusus seperti listrik, gamma ray, suara dan sebagainya (tergantung
jenis loggingnya), kemudian gelombang tersebut akan terpantul. kembali dan
diterima oleh alat logging, dan datanya kemudian dikirim ke peralatan dipermukaan
untuk dianalisa.
Analisa cutting, dilakukan dengan meneliti cutting yang berasal dari
lumpur pemboran yang disirkulasikan kedalam sumur pemboran. Cutting
dibersihkan dari lumpur pemboran, selanjutnya di teliti di laboratorium untuk
mengetahui sifat dari batuan reservoir tersebut.
Pada praktikum kali ini, kita akan menganalisa sifat batuan reservoir dengan
metode Analisa Core.
2
Prosedur Analisa Inti Batuan pada dasarnya terdiri atas 2 bagian, yaitu :
− Analisa inti batuan rutin
− Analisa inti batuan spesial
Analisa Inti Batuan Rutin umumnya berkisar tentang pengukuran porositas,
permeabilitas absolut dan saturasi fluida, sedangkan Analisa Inti Batuan Spesial
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran pada kondisi statis dan
pengukuran pada kondisi dinamis. Pengukuran pada kondisi statis meliputi tekanan
kapiler, sifat-sifat listrik dan cepat rambat suara, grain density, wettability,
kompresibilitas batuan, permeabilitas dan porositas fungsi tekanan (Net Over
Burden) dan studi Petrography. Pengukuran pada kondisi dinamis meliputi
permeabilitas relatif, thermal-recovery, gas residual, water flood evaluation, liquid
permeability (evaluasi completion, work over dan injection fluid meliputi
surfactant dan polymer).
3
BAB II
PENGUKURAN POROSITAS
2.1 TUJUAN
Percobaan bertujuan untuk mencari harga porositas dari suatu sample core
kering. Juga untuk membuktikan bahwa harga porositas dari suatu sample core
kering dapat diperoleh dengan menggunakan Metode Menimbang dan dengan
Mercury Injection Pump.
4
Sedangkan porositas sekunder sendiri, dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Porositas larutan, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena
adanya proses pelarutan batuan.
b. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena
adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban seperti
lipatan, sesar atau patahan.
Porositas jenis ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan secara kualitatif
karena bentuknya tidak teratur.
c. Dolomitisasi, dalam proses ini batuan gamping (CaCO3)
ditransformasikan menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi
kimia :
2CaCO3 + MgCl2 → CaMg(CO3)2 + CaCl2.
Menurut para ahli batuan gamping yang terdolomitisasi mempunyai
porositas yang lebih besar dari batuan gampingnya sendiri.
Vp Vp
φabs = x 100% atau φabs = x 100% atau
Vb Vg + Vp
Vb −Vg
φabs = x 100%
Vb
5
Vg = volume butiran, cm3
φabs = porositas absolute, %
b. Porositas Efektif
Porositas efektif adalah perbandingan antara volume pori-pori yang
berhubungan terhadap volume total batuan (bulk volume) yang dinyatakan
dalam persen, jika dirumuskan :
C o n n e c te d o r
E f fe c tiv e
P o ro s ity
To ta l
P o ro s ity
Is o la te d o r
N o n - E f f e c t iv e
P o ro s ity
Gambar 2.1
Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif
dan Porositas Absolut Batuan
6
digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi volume yang
produktif.
Selain menggunakan rumus yang telah dituliskan sebelumnya, porositas
efektif juga dapat ditentukan dengan :
1. Ekspansi Gas
2. Metode Saturation
7
4. Menimbang
W3 −W2
Volume total batuan (Vb) =
B.J kerosin
W1 −W2
Volume butiran (Vg) =
B.J kerosin
W3 −W1
Volume pori (Vp) =
B.J kerosin
Volume pori
Porositas efektif ( φeff ) = Volume total batuan x 100%
W3 − W1
=
B.J kerosin x 100%
W3 − W2
B.J kerosin
Dalam usaha mencari batasan atau kisaran harga porositas batuan, Slitcher
& Graton serta Fraser mencoba menghitung porositas batuan pada berbagai
bidang bulatan dengan susunan batuan yang seragam. Unit cell batuan yang distudi
terdiri atas 2 pack dalam bentuk kubus dan jajaran genjang (rombohedron).
Porositas dengan bentuk kubus ternyata mempunyai porositas sebesar 47.6%,
sedangkan porositas pada bidang jajaran genjang (rombohedron) yang tidak teratur
mempunyai harga porositas sebesar 25.95%.
Gambar 2.2
Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan
8
Untuk pegangan secara praktis di lapangan, ukuran porositas dengan harga:
Tabel 2.1
ukuran porositas dengan harga di lapangan
0 −5 % dianggap jelek sekali
5 – 10% dianggap jelek
10 – 15% dianggap sedang
15 – 20% dianggap baik
> 20% sangat bagus
Di dalam formasi batuan reservoir minyak dan gas bumi tersusun atas
berbagai macam mineral (material) dengan ukuran butir yang sangat bervariasi,
oleh karenanya harga porositas dari suatu lapisan ke lapisan yang lain akan selalu
bervariasi. Faktor utama yang menyebabkan harga porositas bervariasi adalah :
1. Ukuran dan Bentuk Butir
Ukuran butir tidak mempengaruhi porositas total dari seluruh batuan, tetapi
mempengaruhi besar kecilnya pori-pori antar butir. Sedangkan bentuk butir
didasarkan pada bentuk penyudutan (ketajaman) dari pinggir butir. Sebagai
standar dipakai bentuk bola, jika bentuk butiran mendekati bola maka
porositas batuan akan lebih meningkat dibandingkan bentuk yang
menyudut.
2. Distribusi dan Penyusunan Butiran
Distribusi disini adalah penyebaran dari berbagai macam besar butir yang
tergantung pada proses sedimentasi dari batuannya. Umumnya jika batuan
tersebut diendapkan oleh arus kuat maka besar butir akan sama besar.
Sedangkan susunan adalah pengaturan butir saat batuan diendapkan.
3. Derajat Sementasi dan Kompaksi
Kompaksi batuan akan menyebabkan makin mengecilnya pori batuan
akibat adanya penekanan susunan batuan menjadi rapat. Sedangkan
sementasi pada batuan akan menutup pori-pori batuan tersebut.
9
Adapun gambaran dari berbagai faktor tersebut di atas dapat dibuktikan dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Nanz dengan alat sieve analysis sebagaimana
yang terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.3
Distribusi Kumulatif Ukuran Butiran dari Graywacke
a). Shalysand b). Batu Pasir
Semakin banyak material pengotor, seperti : silt & clay yang terdapat dalam
batuan akan menyebabkan mengecilnya ukuran pori-pori batuan.
10
Gambar Vacuum Pump
11
b) Timbang core kering dalam mangkuk, misal berat core kering = W1
gram.
c) Masukkan core kering tersebut kedalam vacum desikator untuk
dihampakan udara ± 1 jam dan saturasikan dengan kerosin.
d) Ambil core yang telah dijenuhi kerosin kemudian timbang dalam
kerosin, misal beratnya = W2 gram.
e) Ambil core tersebut (yang masih jenuh dengan kerosin), kemudian
timbang di udara, misal beratnya = W3 gram.
f) Perhitungan :
W3 −W2
Volume total batuan (Vb) =
B.J kerosin
W1 −W2
Volume butiran (Vg) =
B.J kerosin
W3 −W1
Volume pori (Vp) =
B.J kerosin
Volume pori
Porositas efektif ( φeff ) = Volume total batuan x 100%
W3 − W1
=
B.J kerosin x 100%
W3 − W2
B.J kerosin
12
d) Hidupkan pompa vakum dan lakukan sampai ruang cylinder sampai
habis, selanjutnya tutup fill valve dan matikan pompa vakum.
e) Jika langkah 4 terpenuhi, masukkan Hg dalam flask ke dalam
cylinder sampai habis, selanjutnya tutup fill valve dan terakhir matikan
vakum.
f) Putar handwheel searah jarum jam sampai pressure gauge
menunjukkan suatu harga tertentu.
g) Putar lagi handwheel berlawanan dengan arah jarum jam sampai
jarum jam pada pressure gauge menunjukkan angka nol pertama kali.
h) Buka valve dan penutup picnometer, lihat kedudukan mercury, jika
kedudukan mercury ada pada cylinder maka ulangi lagi langkah 2
sampai 8.
Jika kedudukan mercury ada pada ruang picnometer, turunkan permukaan
mercury sampai pada batas bawah picnometer (jika ada yang menempel pada
dinding harus dibersihkan) dengan memutar handwheel berlawanan dengan arah
jarum jam.
13
i) Putar handwheel sampai mercury untuk pertama kali muncul pada valve
picnometer. Catat volume scale dan dial handwheel (miring kanan),
misalnya 38,2 cc.
j) Hitung volume picnometer yang terisi core sample : (50 – 38,2) cc = b
cc.
k) Hitung volume bulk dari core sample : ( a – b ) cc = d cc.
l) Lanjutkan percobaan untuk menentukan volume pori (Vp), yaitu dengan
menutup valve picnometer. Kemudian atur pore space scale pada angka
nol. Untuk langkah 12 ini, pada saat meletakkan pore space scale pada
angka nol, kedudukan dial handwheel tidak harus pada angka nol. Akan
tetapi perlu dicatat besarnya angka yang ditunjukkan dial handwheel
(miring kiri) setelah pengukuran Vb. Harga tersebut harus
diperhitungkan saat mengukur Vp.
m) Putar handwheel searah jarum jam sampai ke kanan pada pressure
gauge menunjukkan angka 750 psia.
n) Catat perubahan volume pada pore space scale dan dial handwheel
(miring kiri) sebagai volume pori (Vp).
o) Hitung besarnya porositas.
14
0,8
W3 −W1
g. Volume pori (Vp) =
B.J kerosin
= 64 - 52 = 15
0,8
Vp
φeff = x 100 %
Vb
= 15 = 28,57%
52,5
2.5.2. Penentuan Porositas dengan Mercury Injection Pump
a. Penentuan skala pycnometer
- Skala awal = 50,27 cc
- Skala akhir = 2,07 cc
- Volume pycnometer kosong = skala awal – skala akhir
= 50,27 – 2,07 = 48,20 cc
b. Penentuan Volume Bulk
- Skala awal = 51,98 cc
- Skala akhir = 33,99 cc
- Volume pycnometer + core = skala awal - skala akhir
= 51,98 – 33,99 = 17,99 cc
= [-30,21] cc
c. Penentuan Volume Pori
- Skala awal = 0,97 cc
- Skala akhir = 6,21 cc
- Volume pori = skala awal – skala akhir
15
2.6. Pembahasan
Dari percobaan menentukan porositas sample core dengan cara menimbang
diatas didapatkan Volume bulk 52,5 cc, Volume grain 37,5 cc, dan Volume pori .
15 cc. Maka besar harga porositas efektif yang diperoleh melalui cara menimbang
adalah 28,57 %
Penentuan porositas dengan Mercury Injection Pump diawali dengan
penentuan skala awal dan skala akhir picnometer dengan menggunakan petunjuk /
prosedur penentuan porositas yang telah dijelaskan pada poin 2.4.2.2. Skala awal
yang dimaksud adalah volume picnometer ketika belum di Injeksi dengan Mercury,
dan setelah di injeksi dengan Mercury dinamakan skala akhir. Baca skala volume
pada keadaan awal dan akhir pada pycnometer yang kosong.
Harga skala volume pada keadaan awal dan akhir pada pycnometer yang
kosong telah didapatkan Skala awal sebesar 50,07 cc, dan Skala akhir 2,07 cc
Dari data-data tersebut diatas, maka kita bias menentukan Volume
piknometer dalam keadaan kosong yaitu selisih antara skala awal dan skala akhir
piknometer, sehingga nilai yang didapatkan sebesar 48,20 cc.
Kemudian setelah kita mengetahui haraga piknometer kosong, maka
dilakukan langkah seperti pada langkah 8 pada petunjuk / prosedur penentuan
porositas (poin 2.4.2.2) dengan harapan akan diketahui skala awal, skala akhir,
volume piknometer + core, dan volume bulk batuan.
Dari hasil penentuan harga skala tersebut, skala pada keadaan awal dan
akhir pada pycnometer yang berisi core sample telah didapatkan data sebagai
berikut Skala awal sebesar 51,98 cc, dan Skala akhir sebesar 33,99 cc.
Dari kedua data diatas itu, kita bisa menentukan berapa besar volume
piknometer bersama Core yang berada bersama piknometer tersebut dengan
mengurangkan besarnya harga skala yang didapat pada keadaan awal dengan harga
skala yang didapat pada keadaan akhir (skala awal – skala akhir), sehingga didapat
nilainya sebesar 17,99 cc cc.
Setelah didapatkan harga volume pycnometer yang berisi core sample, kita
dapat menentukan berapa besarnya Volume bulk (Vb) batuan dengan
16
mengurangkan besarnya Volume piknometer dalam keadaan kosong dan volume
piknometer dalam keadaan terdapat Core didalamnya. Dari perhitungan tersebut,
didapat Volume Bulk Batuan sebesar 30,21 cc.
Kemudian perhitungan dilanjutkan dengan menentukan besarnya Volume pori
(Vp) seperti yang terdapat pada langkah 12 petunjuk / prosedur penentuan porositas
(2.4.2.2).
Penentuan besarnya volume pori (Vp) dapat dengan menggunakan cara yang
sama dengan cara yang digunakan untuk menghitung harga volume pycnometer
yang kosong dan harga volume pycnometer yang berisi core sample yaitu dengan
menghitung selisih antara kondisi awal yaitu 0.96 cc dan kondisi akhir 4,25 cc.
2.7. Kesimpulan
1. Penentuan harga porositas dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu dengan
cara menimbang, maupun menggunakan prosedur mercury injection
pump
2. Dari hasil percobaan diperoleh harga porositas
- Dengan cara menimbang, φeff = 28,57 %.
- Dan dengan cara mercury injection pump φeff = 17,35 %.
3. Melalui prosedur percobaan yang berbeda seringkali kita mendapatkan
hasil yang tidak sama. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
kekurangseragaman core yang dianalisa dan keakuratan dalam
menentukan pembacaan skala pada picnometer maupun pada proses
penimbangan. Namun percobaan berulang-ulang dan ketelitian pada saat
penentuan skala dapat menghasilkan hasil analisa yg lebih akurat.
17
4. Ukuran butir memberikan pengaruh dalam besarnya porositas suatu
core, karena semakin besar ukuran butirnya, maka akan mengurangi
jumlah pori dalam suatu satuan volume batuan reservoir tersebut.
BAB III
PENGUKURAN SATURASI FLUIDA
18
3.1 TUJUAN
Percobaan bertujuan untuk menentukan perbandingan jumlah masing-
masing fluida pada suatu reservoir. Juga untuk membuktikan bahwa nilai saturasi
bisa didapatkan dengan pengukuran melalui metode destilasi.
19
1. Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam
reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan
yang kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatip
akan mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatip rendah. Demikian
juga untuk bagian atas dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
2. Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatip produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan
oleh air dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang
memproduksikan minyak, saturasi fluida berubah secara kontinyu.
3. Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-
pori yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V,
ruang pori-porinya adalah φ .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh
hidrokarbon adalah :
So.φ .V + Sg.φ .V = (1-Sw).φ .V
Gambar 3.1
Variasi Pc terhadap Sw
a) Untuk Sistem batuan yang Sama dengan
Fluida yang berbeda.
b) Untuk Sistem Fluida yang Sama dengan
Batuan yang Berbeda.
(Amyx,J.W., Bass, MD., 1960)
3.3 PERALATAN dan BAHAN
20
3.3.1 Peralatan
a. Retort
b. Solvent extractor termasuk reflux condensor (pendingin) water trap
dan pemanas listrik
c. Timbangan analisis dengan batu timbangan
d. Gelas ukur
e. Exicator
f. Oven
3.3.2 Bahan
a. Fresh core
b. Air
c. Minyak
21
3.4 Prosedur Kerja
Metode Destilasi
Prosedur :
a. Ambil fersh core yang telah dijenuhi dengan air dan minyak.
b. Timbang core tersebut, missal beratnya = a gram.
c. Masukkan core tersebut ke dalam labu Dean & Stark yang telah diisi
dengan toluena.
d. Lengkapi dengan water trap dan reflux condenser.
e. Panaskan selama ± 2 jam hingga air tidak nampak lagi.
f. Dinginkan dan baca air yang tertampung di water trap, misalnya = b
cc = b gram.
g. Sampel dikeringkan dalam oven ± 15 menit (pada suhu 110oC).
Dinginkan dalam exicator ± 15 menit, kemudian timbang core kering
tersebut, misalnya = c gram.
h. Hitung berat minyak :
= a – (b + c) gram = d gram.
i. Hitung volume minyak :
d
Vo = = e cc
B.J min yak
22
Berat minyak = Berat core jenuh – Berat core kering – Berat air
= 38,25 – 37 – 0,44 = 0,81 gr
B.J minyak = 0,793 gr/cc
0,81
Volume minyak = 0,793 = 1,021 cc
3.6 Pembahasan
Dalam menentukan saturasi fluida dengan metode destilasi pertama-tama
kita harus menghitung berat core kering yang telah dijenuhi air dan minyak dengan
menggunakan timbangan. Berdasarkan data, didapatkan berat core kering sebesar
37 gr dan berat core yang telah dijenuhi air sebesar 38,25 gr. Sehingga dari angka-
angka tersebut dapat ditentukan besarnya volume pori pada sample core sebesar
10.74 cc.
Sedangkan volume air yang didapat sesuai dengan petunjuk pada prosedur
kerja adalah 0,44 cc, yang besarnya sama dengan berat air tersebut, berat air
sebesar 0,44 gr yang didapat dari hasil kali antara Massa jenis air (ρ) dan Volume
air (V).
Sedangkan untuk Penentuan volume minyak dapat dilakukan dengan
memasukkan nilai berat minyak dan harga B.J minyak ke dalam perbandingan
sehingga didapatkan volume sebesar 1,021 cc
Setelah semua data didapatkan maka kita dapat menentukan Saturasi Oil (So)
sebesar 0,09, atau 9 %, Saturasi Water (Sw) sebesar 0,041, atau 4,1 %. Pada
Saturasi Gas (Sg) dapat dihasilkan dengan memasukkan harga saturasi oil dan
harga saturasi water ke dalam persamaan So + Sw + Sg = 1. Didapat nilai Sg-nya
sebesar 86,9 %
23
3.7 Kesimpulan
1. Saturasi dapat diukur dengan metode destilasi
2. Dengan menhitung besarnya saturasi pada sample core, kita dapat
menentukan distribusi suatu fluida pada suatu reservoir, atau dengan kata
lain, kita akan mendapatkan gambaran mengenai perbandingan fluida-fluida
yang terdapat di suatu reservoir.
3. Dari hasil perhitungan saturasi masing-masing fluida sebagaimana diatas
dapat disimpulkan bahwa reservoir yang diteliti lebih banyak mengandung
gas.
24
BAB IV
PENGUKURAN PERMEABILITAS
4.1 Tujuan
Percobaan bertujuan untuk menentukan harga permeabilitas absolut
menggunakan Gas Permeameter. Juga untuk membandingkan nilai permeabilitas
pada tekanan yang berubah-ubah.
k dP
V=− ⋅
µ dL
dimana :
V = kecepatan aliran, cm/sec
µ = viskositas fluida yang mengalir, centipoise
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori, Darcy
Tanda negatif dalam Persamaan diatas menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan tersebut
adalah:
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
25
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.
26
Q ( cm 3 / sec). µ ( centipoise ) L ( cm)
K ( darcy ) =
A ( sqcm). ( P1 − P2 ) ( atm)
Ko Kg Kw
K ro =
K
, K rg =
K
, Krw =
K
Q o .µ o . L Q w .µ w . L
Ko = Kw =
A.( P1 − P2 ) A.( P1 − P2 )
dimana :
µ o = viskositas minyak
µ w =
viskositas air.
27
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda untuk
minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap kontan. Harga-harga Ko dan Kw pada
Q o .µ o . L Q w .µ w . L
Persamaan Ko = dan Kw = jika diplot terhadap So dan
A.( P1 − P2 ) A.( P1 − P2 )
Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 Dari
Gambar 4.2 dapat ditunjukkan bahwa Ko pada Sw = 0 dan So = 1 akan sama dengan
harga K absolut, demikian jug
a untuk harga K absolutnya (titik A dan B pada Gambar 4.2)
Gambar 4.2 Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air (Craft, B.C., Hawkins
M.F., 1959)
28
9. Stopwatch
4.3.2 Bahan
1. Fresh Core
2. Gas
29
4.4 Prosedur Kerja
Dengan menggunakan gas permeameter
a) Pastikan regulating valve tertutup, hubungkan saluran gas inlet.
b) Masukkan core pada core holder.
c) Putar flowmeter selector valve pada tanda “Large”.
d) Buka regulating valve, putar sampai pressure gauge menunjukkan angka
0,25 atm.
e) Pilih range pembaca pada flowmeter antara 20 – 140 division.
f) Jika pembacaan pada flowmeter di bawah 20, putar selector valve ke
“Medium” dan naikkan tekanan sampai 0,5 atm.
g) Jika pembacaan pada flowmeter di bawah 20, putar selector valve ke
”Small” dan naikkan tekanan sampai 1,0 atm.
h) Jika flowmeter tetap tidak naik dari angka 20, hentikan percobaan dan
periksa core pada core holder (tentukan kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi).
i) Jika flowmeter menunjukkan angka di atas 140 pada ”lange” tebu, maka
permeabilitas core terlalu besar.
j) Percobaan kita hentikan atau coba naikkan panjang core atau kuramgi cross
sectional area dari core.
k) Catat temperature, tekanan dan pembacaan flowmeter.
l) Ubah tekanan ke 0,25 atm dengan regulator.
m) Ulangi percobaan sebanyak 3 kali.
n) Perhitungan :
Persamaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
µg Q g L
k =
A ∆P
30
L = Panjang sample, cm
A = Luas penampang dari sample, cm2
∆P = Pressure gradient, atm (0,25 atm, 0,5 atm, 1 atm)
31
Panjang Core (L) = 2,5 cm
Luas Penampang Core (A) = 11,64 cm2
Beda Tekanan (∆P ) = 1 atm
Flow Reading = 12 (L) cm
Laju Aliran Gas = 50 cc/dt
Viscositas Gas ( µg ) = 0,01825 cp
Permeabilitas (k) = 0,195 darcy
4.6 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui permeabilitas suatu sample core
pada tekanan 0.25 atm, 0.5 atm dan 1 atm.
Selanjutnya menentukan besarnya temperatur, tekanan dan pembacaan
flowmeter sesuai dengan petunjuk pada prosedur kerja yang diulangi sebanyak 3
kali pada tekanan yang berbeda-beda. Gas yang digunakan mempunyai viskositas
sebesar 0.01825 centipoise.
Setelah mendapatkan nilai seluruh data yang diperlukan, maka diperoleh
hasil perhitungan sebagai berikut, Pada tekanan 0.25 atm nilai permeabilitas adalah
0.321 D, Pada tekanan 0. 5 atm nilai permeabilitas adalah 0.293 D, Pada tekanan 1
atm nilai permeabilitas adalah 0.195 D
32
4.7 Kesimpulan
1. Percobaan yang dilakukan sebanyak 3 kali, dengan tekanan gas yang
berbeda-beda. Semakin besar beda tekanan maka semakin kecil nilai
permeabilitasnya
2. Besarnya harga permeabilitas absolut berbanding terbalik dengan
tekanan, Semakin besar ΔP, maka nilai k semakin kecil maka
disimpulkan K ~ 1/ ΔP
3. Selain itu besaran permeabilitas berbanding lurus dengan besaran
viskositas liquid yang melalui sample core tersebut, laju alir liquid juga
jarak aliran
4. Besar nilai permeabilitas untuk masing – masing core adalah :
Core 1 ( ∆P =0.25 ) = 0.321 Darcy
Core 2 ( ∆P =0.5 ) = 0.293 Darcy
Core 3 ( ∆P =0.1) = 0.195 Darcy
BAB V
33
SIEVE ANALISYS
5.1 Tujuan
Mengetahui besarnya koefisien keseragaman butir pasir (C) untuk dapat
menentukan pemilihan ukuran screen dan gravel yang tepat dengan tujuan
menanggulangi masalah kepasiran dalam suatu sumur formasi agar dapat dikontrol
menggunakan metode yang umum digunakan, antara lain meliputi penggunaan
slotted atau screen liner dan gravel packing.
34
Gambar 5.1
Sieve Analysis
35
packing yang terjadi mendekati hexagonal packing. Dengan demikian ukuran
gravel yang digunakan harus lebih kecil atau sama dengan 6.64 × diameter pasir
formasi yang terkecil.
Tetapi, ternyata butiran-butiran pasir yang halus dapat membentuk bridge
yang stabil di muka celah-celah partikel gravel. Dengan demikian ukuran celah-
celah ini tidak lebih besar dari tiga kali ukuran partikel. Berdasarkan hal ini,
Coberly dan Wagner mengusulkan ukuran gravel yang digunakan sama dengan 10
kali d10, dimana d10 adalah 10 percentile dari hasil sieve analysis.
Untuk menentukan ukuran gravel, beberapa ahli lain memberikan saran atau
pendapat sebagai berikut :
a. Saucier : D50 = 5 sampai 6 d50
b. Sparlin : D50 = 4 sampai 8 d50
c. Tausch−Corley: 6 d50 ≥ D ≥ 4 d10
d. Schwartz : untuk C < 3 → D10 = 6 d10
untuk C < 3 → D40 = 6 d40.
Schwartz, memberikan pendekatan dalam menentukan ukuran gravel, yaitu dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Analisis butiran pasir formasi.
Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir formasi produktif,
maka kurva tersebut digunakan untuk perhitungan selanjutnya.
2. Harga perbandingan gravel terhadap pasir formasi atau G-S ratio.
G-S ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan
ukuran butir pasir formasi. G-S ratio sangat penting hubungannya
dengan pemilihan ukuran gravel. Beberapa bentuk persamaan yang
diberikan oleh para ahli, adalah sebagai berikut:
a. Saucier :
50 Percentil Gravel
G − S Ratio =
50 Percentil Sand
36
b. Schwartz :
10 Percentil Gravel
G − S Ratio =
10 Percentil Sand
atau
40 Percentil Gravel
G − S Ratio =
40 Percentil Sand
c. Coberly−Hill−Wagner−Gumpertz :
d. Maly :
Ukuran Gravel Terkecil
G − S Ratio =
Ukuran Pasir 10 Percentil
37
Gambar 5.2
Pengaruh G-S Ratio Terhadap Permeabilitas Gravel pack
38
d. Produksikan sumur dengan segera setelah packing, aliran produksi
dimulai dengan laju produksi rendah kemudian dilanjutkan dengan
kenaikan laju produksi sedikit demi sedikit.
Metode ini merupakan pengontrol pasir yang paling sederhana dan paling
tua umurnya. Pada prinsipnya, adalah gravel yang ditempatkan pada annulus antara
screen/slotted dengan casing/lubang bor, dimaksudkan agar dapat menahan pasir
formasi. Gravel pack adalah suatu cara untuk menanggulangi kepasiran yang
masuk kedalam sumur dengan memasang kerikil ( gravel ) didepan formasi
produktif, dengan cara diinjeksikan, yang mana gravel-gravel itu dapat menahan
butiran yang lepas dan berlaku sebagai penyaring.
Pemakaian gravel itu baik untuk formasi yang tebal, seragam (uniform) dan halus,
keseragaman dan ukuran butiran berhubungan dengan perencanaan ukuran
gravel.n. selain perencanaan gravel tergantung pula kepada pengalaman seseorang.
Dewasa ini para ahli cenderung untuk memakai gravel berukuran lebih kecil.
Didalam penempatan gravel pack dipasang saringan, ukuran saringan tergantung
pada distribusi ukuran gravel yang digunakan.
Gambar 5.3
Permeabilitas gravel pack setelah berfungsi penyaring
39
Merupakan gravel pack yang ditempatkan diantara saringan dengan dinding bor
pada formasi. Dalam open hole gravel pack, casing dicement diatas interval
produksi. Formasi produktif dibor dengan lumpur dan di logging. Sesudah logging,
lumpur didorong oleh fluida bebas partikel, seperti minyak, garam atu fluida bentuk
emulsi. Kemudian lubang terbuka dibawah casing tersebut di underreamed sampai
11 atau 13 inchil, dan kemudian slotted liner serta peralatan gravel packing
diturunkan.
Gambar 5.4
Open hole gravel pack
40
Inside casing gravel packing atau inside gravel packing (IGP) merupakan
metode penempatan gravel dimana gravel ditempatkan diantara casing yang telah
diperforasi, dengan screen dan sebagian lagi diluar casing. Jenis IGP ini sering
diterapkan pada formasi produktif yang berlapis. Penempatan gravel pada jenis IGP
ini dapat dilakukan dengan metode dua tahap ( two – stage methods ) dan metode
satu tahap ( one – stage methods ).
Two – stage methods
Di dalam two – stage methods IGP ini terdiri dari tahap pertama, yaitu
penggunaan tekanan squeeze untuk menekan gravel kedaerah perforasi. Kemudian
tahap kedua, berhubungan dengan sirkulasi gravel kedalam annulus antara casing
dan pipa saringan.
Tahap pertama
Tahap pertama dalam two – stage methods IGP dilakukan dengan
menggunakan metode squeeze dengan ujung terbuka. Tubing diturunkan didepan
interval perforasi dan melalui tubing tersebut dipompakan gravel.
Gambar 5.6
Packer location
41
Gambar 5.7
Wash Down
Tahap kedua
Tahap kedua merupakan tahap penempatan gravel diantara pipa saringan
dengan casing, kompaksi terbaik dapat dicapai dengan gravel berkonsentrasi rendah
didalam fluida pembawa yang viuscous.
Beberapa metode atau type operasi penempatan gravel dalam IGP maupun
OHGP antara lain :
a. Metode wash down
Dalam metode wash down ini gravel diendapkan sampai pada suatu
ketinggian tertentu diatas perforasi. Kemudian screen (saringan) dan liner serta
wash pipe diturunkan, sehingga saringan dapat menembus gravel.
Setelah mencapai dasar, gravel dibiarkan mengendap disekeliling saringan.
Metode ini juga dapat digunakan pada open hole completion dengan interval kurang
dari 30 ft. dengan metode ini diharapkan gravel dapat disqueeze (ditekan) ke lubang
perforasi, sehingga terjadi pengepakan yang baik.
42
Metode ini dilakukan dengan memompakan gravel melalui annulus antara
casing dan string, kemudian fluida pendorong akan kembali keatas melalui screen
dan kepermukaan melalui string.
Gambar 5.8
Reverse ciculation
43
Gambar 5.9
Croos Over
Pada saat penempatan gravel telah selesai, maka telltale screen akan
menutup, dimana hal ini ditunjukkan dengan naiknya tekanan. Keuntungan yang
didapat dengan menggunakan metode crossover tool, diantaranya adalah :
1. Mud filtrate atau kerak yang terdapat pada casing tidak tergesek
dan jika seandainya terjadi gesekan, maka hasil kotoran dari gesekan itu
tidak bercampur dengan gravel.
2. Pada bagian atas pada zona perforasi atau bagian casing yang
kurang baik dapat mengatasi berkurangnya tekanan.
3. Karena volume string jauh lebih kecil daripada volume annulus
antara casing dan string, maka laju pemompaan yang sama, kecepatan
fluida yang lebih besar didalam drillpipe atau tubing akan mengurangi
waktu penempatan gravel didalam annulus dan memungkinkan untuk
membentuk pengepakan atau pemisahan gravel secara efektif.
4. Metode ini memberikan kontrol yang tepat antara volume fluida
yang dipompakan dan letak gravel didalam string.
d. Metode modified
44
Metode ini merupakan modifikasi, dimana peralatan crossover diganti
dengan dengan alat bypass yang dipasang didalam tubing dibawah packer dan dapat
merubah aliran kedalam annulus antara screen dan casing pada saat bypass terbuka.
Alat bypass dibuka dengan menjatuhkan bola besi. Packer di set dan gravel
disqueeze kedalam perforasi tanpa sirkulasi, metode ini merupakan modifikasi dari
metode crossover.
Gambar 5.11
Modified
5.3.2 Bahan
1. Batuan Reservoir
45
Gambar 5.1 Elektrik Sieve Shacker
46
k. Teruskan cara penimbangan di atas sampai isi seluruh sieve ditimbang
secara kumulatif.
l. Dari berat timbangan secara kumulatif dapat dihitung juga berat pasir
dalam tiap-tiap sieve.
m. Ulangi langkah 1 sampai dengan 11 untuk contoh bantuan reservoir
yang kedua.
n. Buat tabel dengan kolom, no sieve, opening diameter, % retained
cumulative, percent retained, seperti berikut ini:
o. Buat grafik semilog antara opening diameter dengan cumulative percent
retained
p. Dari grafik yang didapat (seperti huruf S), hitung:
dia pada 25 %
• Sorting coefficient = dia pada 75 %
47
Membuat grafik semilog, hubungan antara opening diameter vs % berat
kumulatif. Dari hasil plot didapatkan :
1. Opening diameter pada berat kumulatif 50%, d50 = 0,85 mm
2. Opening diameter pada berat kumulatif 40%, d40 = 2 ,00 mm
3. Opening diameter pada berat kumulatif 90%, d90 = 0,316mm
48
Dari perhitungan menggunakan persamaan di atas diperoleh nilai koefisien
keseragaman butir pasir berharga = 6,32 dan menurut schwartz pemilahan tersebut
termasuk dalam kategori pemilahan jelek
5.7 Kesimpulan
a. Sehingga opening size inilah yang menentukan rencana pemasangan
sand pack atau gravel pack, atau dapat di ambil dari data sorting
coefficient. Karena dari distribusi pasir dapat ditentukan pemilihan
ukuran screen dan gravel yang tepat.
b. Dari percobaan ini kita dapat memperkirakan atau mensimulasikan
rencana pemasangan sand pack, screen di lapangan sesuai analisa
batuan pada formasi tadi, perencanaan yang baik akan mencegah atau
setidaknya dapat mengurangi pasir yang ikut terproduksi.
c. Dari percobaan dan perhitungan diperoleh nilai koefisien keseragaman
butir pasir = 6,32, yang menurut pengklasifikasian berdasarkan
Schwartz bahwa pemilahan tersebut termasuk dalam kategori
pemilahan jelek
BAB VI
PENENTUAN KADAR LARUTAN SAMPEL FORMASI DALAM
LARUTAN ASAM
49
6.1 Tujuan
Percobaan bertujuan untuk menentukan reaktivitas formasi dengan asam,
dengan menghitung terlebih dahulu besarnya daya larut asam terhadap sample
batuan (acid solubility).
50
1. Tidak terlampau reaktif terhadap peralatan logam.
2. Segi keselamatan penanganannya harus dapat menunjukkan indikas atau
jaminan keberhasilan proyek acidizing ini.
3. Harus dapat bereaksi/melarutkan karbonat atau mineral endapan lainnya
sehingga membentuk soluble product atau hsil-hasil yang dapat larut.
51
6.3 Alat dan Bahan
6.3.1 Alat
a. Mortal dan pastle
b. Oven
c. Erlenmeyer
d. Kertas Saring
e. Soxhelet Aparatus
f. ASTM 100 Mesh
6.3.2 Bahan
a. Core (Batu Gamping dan Batu pasir)
b. HCI 15% atau mud acid (15%HCI + 3%HF)
c. Larutan indicator methyl orange (1 gram methyl orange) dilarutkan
dalam 1 liter aquades atau air suling
52
f. Hitung kelarutan sebagai % berat dari material yang larut dalam HCI
15%.
6.5 Hasil Percobaan dan Perhitungan
• Berat sampel (pasir)
sebelum pengasaman = 12 gr
• Berat sampel
(karbonat) sebelum pengasaman (W) = 33 gr
• Berat sampel (pasir)
sesudah pengasaman = 12 gr
• Berat sampel
(karbonat) sesudah pengasaman (w) = 31 gr
W −w
% Berat Solubility karbonat = x 100 %
W
33 − 31
= x 100 % = 6,06%
33
W −w
% Berat Solubility pasir = x 100 %
W
12 − 12
= x 100 % = 0%
12
6.6 Pembahasan
Tentukan berat sampel sesudah pengasaman dan sebelum pengasaman
menggunakan timbangan sesuai dengan langkah-langkah pada prosedur kerja.
Hitung persen berat sollubility dengan memasukkan data-data yang telah
didapatkan pada poin a ke dalam persamaan. % Berat Solubility . Harga persen
berat solubility karbonat telah didapatkan yaitu sebesar 6,06%. Ulangi langkah
diatas untuk menghitung % berat solubility untuk sample pasir. Harga persen berat
solubility Pasir telah didapatkan yaitu sebesar 0 %.
53
6.7 Kesimpulan
a) Solubility merupakan reaksi kelarutan suatu sample core yang dapat
dihitung dengan cara membandingkan perubahan massa core sesudah
reaksi dengan massa core mula-mula.
b) Dari percobaan didapat besarnya solubility sample karbonat 6,06%
yang seharusnya dimana semakin besar harga solubility yang
didapatkan dalam suatu sampel akan semakin baik, karena seluruh acid
(asam) yang berfungsi sebagai stimulan bekerja dengan baik. Tetapi
dalam percobaan ini harga solubility tidak begitu besar, hal ini
kemungkinan disebabkan karena sampel kurang halus dalam
penggerusan sehingga akan menutupi kertas saring yang ada.
c) Pemberian stimulan pada sumur merupakan alternatif yang cukup
baik guna memaksimalkan kembali produksi minyak pada sumur
tersebut.
d) Dari keterangan diatas besar daya larut asam terhadap batu pasir
lebih besar daripada batu gamping, artinya batu pasir lebih reaktif
daripada batu ganping terhadap larutan asam HCl. Artinya dalam
pelaksanaan proses acidizing terhadap batu pasir (sandstone), larutan
asam yang tepat digunakan adalah larutan HCl.
54
BAB VII
PENENTUAN TEKANAN KAPILER
PADA SAMPLE BATUAN RESERVOIR
7.1 Tujuan
Menentukan nilai tekanan kapiler pada sample batuan reservoir untuk
menentukan distribusi saturasi fluida vertical yang merupakan salah satu dasar
untuk menetukan secara effisien letak kedalaman sumur yang akan dikomplesi
55
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir biasanya air sebagai fasa
yang membasahi (wetting fasa), sedangkan minyak dan gas sebagai non-wetting
fasa atau tidak membasahi.
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan
macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai
berikut
2. σ.cos θ
Pc = = ∆ρ. g. h
r
dimana :
Pc = tekanan kapiler
σ = tegangan permukaan antara dua fluida
cos θ = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori-pori
∆ρ = perbedaan densitas dua fluida
g = percepatan gravitasi
h = tinggi kolom
Dalam Persamaan diatas dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan
dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact), sehingga data
tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi air (S w),
seperti pada (Gambar 7.1).
Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi bentuk
kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.
Dari Persamaan diatas ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika perbedaan
densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa
reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas fluidanya bertambah
besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum. Demikian juga untuk
reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak minyak-air
akan mempunyai zona transisi yang panjang.
Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran
permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan
56
ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir dengan permeabilitas yang
rendah.
Gambar 7.1
Kurva Tekanan Kapiler
(Craft, B.C., Hawkins M.F., 1959)
57
e) Sample Holder
f) Observation Window
g) Pump scale
h) Mecrometer Dial
i) Pessure Hoss
j) 0 – 2 atm (0 – 30 psi) Pressure Gauge
k) 0 – 15 atm (0 – 200 psi) Pressure Gauge
l) 0 – 150 atm (0 – 200 psi) Pressure Gauge
m) Vacuum Gauge
n) 14 - 15 Pressure Control
o) 16 - 17 dan 21 Pressure Relief Velve
p) Pump Plunger
q) Yoke Stop
r) Traveling Yoke
7.3.2 Bahan :
a) Fresh Core
b) Gas
58
Gambar 7.4
Mercury Injection Capillary Pressure Apparatus
7.4 Prosedur Kerja
7.4.1 Kalibrasi Alat
Yaitu untuk menentukan volume picnometer (28; 150 cc).
a) Pasang picnometer lid (4) pada tempatnya, pump metering
plunger diputar penuh dengan manipulasi handwheel.
b) Buka vacuum valve pada panel, system dikosongkan sampai
small gauge menunjukkan nol, kemudian panel valve ditutup,
picnometer dikosongkan sampai tekanan absolute kurang dari 20 micro.
c) Putar handwheel sampai metering plunger bergerak maju dan
mercury level mencapai lower reference mark.
d) Moveable scale ditetapkan dengan yoke stop (pada 28 cc)
dan handwheel dial diset pada pembacaan miring kanan pada angka 15.
e) Mercury diinjeksikan ke picnometer sampai pada upper
reference mark, skala dan dial menunujukkan angka nol. (0,000).
f) Jika pembacaan berbeda sedikit dari nol, perbedaan tersebut
harus ditentukan dan penentuan untuk dial handwheel setting pada step
4. Jika perbedaan terlalu besar yoke stop harus direset kembali dan
deviasi pembacaan adalah ± 0,001 cc.
Karena dalam penggunaan alat ini memakai tekanan yang besar tentu
akan terjadi perubahan volume picnometer dan mercury. Untuk itu perlu
dilakukan Pressure-volume Correction yaitu :
a) Letakkan picnometer lid pada tempatnya, pump metering
plunger diputar penuh dengan memanipulasi handwheel.
b) Ubah panel valve ke vacuum juga small pressure gauge
dibuka, system dikosongkan sampai absolut pressure kurang dari 20
micro.
59
c) Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference
amrk, adjust moveable scale dan handwheel scale dial pada pembacaan
0,00 cc kemudian tuutp vacuum valve.
d) Putar bleed valve mercury turun 3 mm di bawah upper
reference mark.
e) Putar pompa hingga mercury mencapai upper reference mark
lagi dan biarkan stabil selama ± 30 detik.
f) Baca dan catat tekanan pada small pressure gauge
serta hubungan volume scale dan dial handwheel (gunakan dial) yang
miring kekiri sebagai pengganti 0-5 cc. Graduated interval pada skala.
g) Ste d, e, f diulang untuk setiap kenaikkan pada sistem,
kemudian catat volume dan tekanan yang didapat. Jika tekanan telah
mnecapai limit 1 atm, bukan Nitrogen valve.
h) Jika telah mencapai limit gunakan 0,150 atm gauge.
i) Jika test telah selesai tutup panel nitrogen valve,
sistem tekanan dikurangi dengan mengeluarkan gas sampai tekanan
sistem mencapai 1 atm.
j) Data yang didapat kemudian diplot, maka akan
terlihat bagaimana terjadinya perubahan pressure-volume.
A – B = Perubahan volume oleh tekanan (pada tekanan rendah)
C – D = Perubahan volume pada tekanan tinggi
E = Inflection point
60
d) Tutup vacuum, putar pump metering plunger sampai level mercury
mencapai lower reference mark.
e) Pump scale diikat dengan yoke stop dan dial handwheel diset pada
pembacaan 15 (miring kanan). Dan berikan pembacaan pertama 28,150
cc.
f) Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference mark. Baca
besarnya bulk volume dari pump scale dan handwheel dial. Sebagai
contoh jika pembacaan skala lebih besar dari 12 cc dan dial handwheel
menunjukkan 32,5 maka bulk volume sample 12,325 cc.
g) Gerakkan pump scale dan handwheel dial pada pembacaan 0,000 cc.
h) Putar bleed valve, maka gas / udara mengalir ke sistem sampai level
mercury turun 3 sampai 5 mm di bawah upper reference mark.
i) Putar pompa sampai permukaan mercury mencapai tanda paling atas
dan usahakan konstan selama 30 detik.
j) Baca dan catat tekanan (low pressure gauge) dan volume scale
beserta handwheel dial (miring ke kiri) untuk mengganti 0-5 cc
graduated interval pada scale.
k) Step 8, 9, 10 diulang untuk beberapa kenaikkan tekanan. Jika
tekanan telah mencapai 1 atm buka nitrogen valve. Jika sistem telah
mencapai limit pada 0-2 atm gauge, gauge diisolasi dari sistem dan
gunakan 0-150 atm gauge.
l) Step 11 diulangi sampai tekanan akhir didapat.
m) Catatan : fluktuasi thermometer ± 1 – 2 oC.
n) Jika test telah selesai, nitrogen valve ditutup. Tekanan sistem
dikurangi sampai mencapai tekanan atm dengan mengeluarkan gas
lewat bleed valve.
61
7.5 Hasil Percobaan dan Perhitungan
Tabel 7.1 Hasil Percobaan
62
Tabel 7.2
Pressure Volume Correction
7.6 Pembahasan
63
Setelah dlakukan percobaan dan didapatkan hasil yang ditunjukkan oleh
peralatan, selanjutnya nilai – nilai tersebut dimasukkan kedalam tabel 7.1.plot nilai
correct pressure dan mercury saturation. Hasil kurva yang didapatkan adalah nilai
merury saturation berbanding terbalik dengan nilai correct pressure, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 7.5 Nilai mercury saturation akan mengalami
peningkatan seiring dengan menurunnya correct pressure.
Untuk mencari hubungan nilai tekanan dan volume, plot nilai tekanan dan
volume dari table 7.2. hasilnya didapatkan seperti pada gambar 7.6. nilai tekanan
akan berbanding lurus dengan nilai volume. Semakin besar jumlah volume maka
nilai tekanan kapiler akan semakin meningkat.
64
7.7 Kesimpulan
1. Penentuan tekanan kapiler dari suatu sampel formasi dapat
dikatakan lebih cepat dan efisien pada distribusi tertinggi saturasi
fluidanya.
2. Dari percobaan diperoleh dari adanya distribusi tersebut, maka akan
terdapatnya zona transisi karena tidak terdapat batas fluida yang jelas.
3. Nilai dari pressure berbanding lurus dengan volume. Semakin besar
volume, maka nilai tekanan akan semakin meningkat.
4. Nilai dari correct pressure akan berbanding terbalik dengan nilai
mercury saturation. Tetapi penurunannya terjadi secara bertahap. Dari
gravik terlihat ada dua tahap penurunan, yaitu pada 120 atm sampai 10
atm
65