You are on page 1of 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. KARAKTERISTIK BATUAN RESERVOIR


Reservoir adalah suatu tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi. Pada
umumnya reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung
dari komposisi, temperature dan tekanan pada tempat dimana terjadi akumulasi
hidrokarbon didalamnya. Suatu reservoir minyak biasanya mempunyai tiga unsur
utama yaitu adanya batuan reservoir, lapisan penutup dan perangkap. Beberapa
syarat terakumulasinya minyak dan gas bumi adalah :
1. Adanya batuan Induk (Source Rock)
Merupakan batuan sedimen yang mengandung bahan organik seperti sisa-
sisa hewan dan tumbuhan yang telah mengalami proses pematangan dengan
waktu yang sangat lama sehingga menghasilkan minyak dan gas bumi.
2. Adanya batuan waduk (Reservoir Rock)
Merupakan batuan sedimen yang mempunyai pori, sehingga minyak dan
gas bumi yang dihasilkan batuan induk dapat masuk dan terakumulasi.
3. Adanya struktur batuan perangkap
Merupakan batuan yang berfungsi sebagai penghalang bermigrasinya
minyak dan gas bumi lebih jauh.
4. Adanya batuan penutup (Cap Rock)
Merupakan batuan sedimen yang tidak dapat dilalui oleh cairan
(impermeable), sehingga minyak dan gas bumi terjebak dalam batuan
tersebut.
5. Adanya jalur migrasi
Merupakan jalan minyak dan gas bumi dari batuan induk sampai
terakumulasi pada perangkap.

1.2. ANALISA BATUAN RESERERVOIR


Dalam operasi perminyakan hal-hal yang perlu dilakukan adalah meneliti
apa saja karakteristik dari batuan penyusun reservoir. Kegiatan yang biasanya

1
dilakukan untuk menganalisa reservoir adalah Analisa core, Analisa Cutting dan
Analisa Logging.
Analisa Core biasanya dilakukan dengan mengambil sampel batuan yang di
bor dari dalam formasi dan selanjutnya core diteliti di laboratorium.
Analisa logging dilakukan dengan cara menganalisa lapisan batuan yang
dibor dengan menggunakan peralatan logging (Tool Log). peralatan logging
dimasukkan kedalam sumur, kemudian alat tersebut akan mengeluarkan gelombang
– gelombang khusus seperti listrik, gamma ray, suara dan sebagainya (tergantung
jenis loggingnya), kemudian gelombang tersebut akan terpantul. kembali dan
diterima oleh alat logging, dan datanya kemudian dikirim ke peralatan dipermukaan
untuk dianalisa.
Analisa cutting, dilakukan dengan meneliti cutting yang berasal dari
lumpur pemboran yang disirkulasikan kedalam sumur pemboran. Cutting
dibersihkan dari lumpur pemboran, selanjutnya di teliti di laboratorium untuk
mengetahui sifat dari batuan reservoir tersebut.
Pada praktikum kali ini, kita akan menganalisa sifat batuan reservoir dengan
metode Analisa Core.

1.3. PENGERTIAN ANALISA INTI BATUAN


Analisa Inti Batuan adalah tahapan anlisa setelah contoh formasi dibawah
permukaan (core) diperoleh. Tujuan dari Analisa Inti Batuan adalah untuk
menentukan secara langsung informasi tentang sifat-sifat fisik batuan yang
ditembus selama pemboran. Studi dari data analisa inti batuan dalam pemboran
ekplorasi dapat digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan dapat diproduksinya
hidrokarbon dari suatu sumur, sedangkan tahap eksploitasi dari suatu reservoir
dapat digunakan untuk pegangan melaksanakan well completion dan merupakan
suatu informasi penting untuk melaksanakan proyek secondary dan tertiary
recovery. Selain itu, data inti batuan ini juga berguna sebagai bahan pembanding
dan kalibrasi pada metode logging.

2
Prosedur Analisa Inti Batuan pada dasarnya terdiri atas 2 bagian, yaitu :
− Analisa inti batuan rutin
− Analisa inti batuan spesial
Analisa Inti Batuan Rutin umumnya berkisar tentang pengukuran porositas,
permeabilitas absolut dan saturasi fluida, sedangkan Analisa Inti Batuan Spesial
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran pada kondisi statis dan
pengukuran pada kondisi dinamis. Pengukuran pada kondisi statis meliputi tekanan
kapiler, sifat-sifat listrik dan cepat rambat suara, grain density, wettability,
kompresibilitas batuan, permeabilitas dan porositas fungsi tekanan (Net Over
Burden) dan studi Petrography. Pengukuran pada kondisi dinamis meliputi
permeabilitas relatif, thermal-recovery, gas residual, water flood evaluation, liquid
permeability (evaluasi completion, work over dan injection fluid meliputi
surfactant dan polymer).

3
BAB II
PENGUKURAN POROSITAS

2.1 TUJUAN
Percobaan bertujuan untuk mencari harga porositas dari suatu sample core
kering. Juga untuk membuktikan bahwa harga porositas dari suatu sample core
kering dapat diperoleh dengan menggunakan Metode Menimbang dan dengan
Mercury Injection Pump.

2.2 TEORI DASAR


Porositas didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang pori-
pori terhadap volume total batuan (bulk volume), dengan simbol ‘Ø’. Porositas juga
dapat diartikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan besar rongga dalam
batuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya suatu porositas adalah:
- Sudut kemiringan batuan
- Bentuk butiran
- Cara susunannya
- Lingkungan pengendapan
- Ukuran butiran batuan
- Komposisi mineral pembentuk batuan
Berdasarkan struktur pori, porositas dibagi menjadi Porositas antar butiran
(intergranular dan intragranular porosity) dan Porositas rekahan (fracture
porosity).
Menurut proses geologinya, porositas diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
Porositas Primer dan Porositas Sekunder.
• Porositas Primer merupakan porositas yang terjadi bersamaan atau segera
setelah proses pengendapan batuan. Jenis batuan sedimen yang mempunyai
porositas primer adalah batuan konglomerat, batu pasir dan karbonat.
• Porositas Sekunder adalah porositas yang terjadi setelah proses
pengendapan batuan (batuan sedimen terbentuk), antara lain akibat aksi
pelarutan air tanah atau akibat rekahan.

4
Sedangkan porositas sekunder sendiri, dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Porositas larutan, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena
adanya proses pelarutan batuan.
b. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena
adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban seperti
lipatan, sesar atau patahan.
Porositas jenis ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan secara kualitatif
karena bentuknya tidak teratur.
c. Dolomitisasi, dalam proses ini batuan gamping (CaCO3)
ditransformasikan menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi
kimia :
2CaCO3 + MgCl2 → CaMg(CO3)2 + CaCl2.
Menurut para ahli batuan gamping yang terdolomitisasi mempunyai
porositas yang lebih besar dari batuan gampingnya sendiri.

Berdasarkan komunikasi antar pori dan dilihat dari sudut teknik


reservoirnya , porositas dibagi menjadi 2, yaitu Porositas Absolut dan Porositas
Efektif.
a. Porositas Absolut
Porositas absolut adalah perbandingan antara volume seluruh pori (pori-
pori total) terhadap volume total batuan (bulk volume) yang dinyatakan
dalam persen, jika dirumuskan :

Vp Vp
φabs = x 100% atau φabs = x 100% atau
Vb Vg + Vp

Vb −Vg
φabs = x 100%
Vb

Dimana : Vp = volume pori-pori batuan, cm3


Vb = volume bulk (total) batuan, cm3

5
Vg = volume butiran, cm3
φabs = porositas absolute, %

b. Porositas Efektif
Porositas efektif adalah perbandingan antara volume pori-pori yang
berhubungan terhadap volume total batuan (bulk volume) yang dinyatakan
dalam persen, jika dirumuskan :

Volume pori yang berhubunga n ρ g − ρb


φeff = x100 % atau φeff = x100%
Volume total batuan ρg − ρ f

Dimana : ρg = densitas butiran, gr/cc


ρb = densitas total, gr/cc
ρf = densitas formasi, gr/cc
φeff = porositas efektif, %

C o n n e c te d o r
E f fe c tiv e
P o ro s ity
To ta l
P o ro s ity

Is o la te d o r
N o n - E f f e c t iv e
P o ro s ity

Gambar 2.1
Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif
dan Porositas Absolut Batuan

Gambar diatas menunjukkan perbandingan antara porositas efektif, non


efektif dan porositas total dari suatu batuan. Untuk selanjutnya, porositas efektif

6
digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi volume yang
produktif.
Selain menggunakan rumus yang telah dituliskan sebelumnya, porositas
efektif juga dapat ditentukan dengan :
1. Ekspansi Gas

Volume total batuan sample −Volume butiran efektif sample


φeff = x 100 %
Volume total batuan sample

2. Metode Saturation

Volume pori yang efektif


φeff = x 100 %
Volume total batuan

Volume pori yang efektif dapat ditentukan dengan metode resaturation :


o Berat air dalam ruang pori-pori = berat sample yang dijenuhi di udara berat
sample kering di udara
Berat air dalam ruang pori − pori
o Volume air dalam ruang pori-pori = B.J air

Volume pori yang efektif = Volume air dalam ruang pori-pori

3. Mercury Injection Pump


a. Penentuan volume pycnometer:
Vol. pycnometer kosong = vol awal skala – vol akhir skala
Vol. pycnometer + core = vol awal skala – vol akhir skala
terisi core
b. Penentuan volume bulk batuan :
Vol. bulk batuan = (vol pycnometer kosong) – (vol
pycnometer + core)
c. Penentuan volume pori :
Vol pori = vol awal skala – vol akhir skala

7
4. Menimbang
W3 −W2
Volume total batuan (Vb) =
B.J kerosin

W1 −W2
Volume butiran (Vg) =
B.J kerosin

W3 −W1
Volume pori (Vp) =
B.J kerosin

Volume pori
Porositas efektif ( φeff ) = Volume total batuan x 100%

W3 − W1
=
B.J kerosin x 100%
W3 − W2
B.J kerosin

Dalam usaha mencari batasan atau kisaran harga porositas batuan, Slitcher
& Graton serta Fraser mencoba menghitung porositas batuan pada berbagai
bidang bulatan dengan susunan batuan yang seragam. Unit cell batuan yang distudi
terdiri atas 2 pack dalam bentuk kubus dan jajaran genjang (rombohedron).
Porositas dengan bentuk kubus ternyata mempunyai porositas sebesar 47.6%,
sedangkan porositas pada bidang jajaran genjang (rombohedron) yang tidak teratur
mempunyai harga porositas sebesar 25.95%.

Gambar 2.2
Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan

8
Untuk pegangan secara praktis di lapangan, ukuran porositas dengan harga:
Tabel 2.1
ukuran porositas dengan harga di lapangan
0 −5 % dianggap jelek sekali
5 – 10% dianggap jelek
10 – 15% dianggap sedang
15 – 20% dianggap baik
> 20% sangat bagus

Di dalam formasi batuan reservoir minyak dan gas bumi tersusun atas
berbagai macam mineral (material) dengan ukuran butir yang sangat bervariasi,
oleh karenanya harga porositas dari suatu lapisan ke lapisan yang lain akan selalu
bervariasi. Faktor utama yang menyebabkan harga porositas bervariasi adalah :
1. Ukuran dan Bentuk Butir
Ukuran butir tidak mempengaruhi porositas total dari seluruh batuan, tetapi
mempengaruhi besar kecilnya pori-pori antar butir. Sedangkan bentuk butir
didasarkan pada bentuk penyudutan (ketajaman) dari pinggir butir. Sebagai
standar dipakai bentuk bola, jika bentuk butiran mendekati bola maka
porositas batuan akan lebih meningkat dibandingkan bentuk yang
menyudut.
2. Distribusi dan Penyusunan Butiran
Distribusi disini adalah penyebaran dari berbagai macam besar butir yang
tergantung pada proses sedimentasi dari batuannya. Umumnya jika batuan
tersebut diendapkan oleh arus kuat maka besar butir akan sama besar.
Sedangkan susunan adalah pengaturan butir saat batuan diendapkan.
3. Derajat Sementasi dan Kompaksi
Kompaksi batuan akan menyebabkan makin mengecilnya pori batuan
akibat adanya penekanan susunan batuan menjadi rapat. Sedangkan
sementasi pada batuan akan menutup pori-pori batuan tersebut.

9
Adapun gambaran dari berbagai faktor tersebut di atas dapat dibuktikan dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Nanz dengan alat sieve analysis sebagaimana
yang terlihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3
Distribusi Kumulatif Ukuran Butiran dari Graywacke
a). Shalysand b). Batu Pasir

Semakin banyak material pengotor, seperti : silt & clay yang terdapat dalam
batuan akan menyebabkan mengecilnya ukuran pori-pori batuan.

2.3. PERALATAN dan BAHAN


2.3.1. Peralatan
1. Timbangan & Anak timbangan
2. Vacum pump & Vacum desikator
3. Beaker glass ceper
4. Porometer
2.3.2. Bahan
1. Core (Inti Batuan)
2. Kerosine

10
Gambar Vacuum Pump

Gambar Beaker Glass Gambar Rangkaian Porometer

2.4. PROSEDUR KERJA


2.4.1. Pengukuran Porositas Dengan Cara Menimbang
Prosedur kerja :
a) Core (inti batuan) yang telah diekstrasi selama 3 jam dengan soxlet dan
didiamkan selama 24 jam, dikeluarkan dari tabung ekstrasi dan
didinginkan beberapa menit, kemudian dikeringkan dalam oven pada
temperatur 100-115 oC.

11
b) Timbang core kering dalam mangkuk, misal berat core kering = W1
gram.
c) Masukkan core kering tersebut kedalam vacum desikator untuk
dihampakan udara ± 1 jam dan saturasikan dengan kerosin.
d) Ambil core yang telah dijenuhi kerosin kemudian timbang dalam
kerosin, misal beratnya = W2 gram.
e) Ambil core tersebut (yang masih jenuh dengan kerosin), kemudian
timbang di udara, misal beratnya = W3 gram.
f) Perhitungan :
W3 −W2
Volume total batuan (Vb) =
B.J kerosin

W1 −W2
Volume butiran (Vg) =
B.J kerosin

W3 −W1
Volume pori (Vp) =
B.J kerosin

Volume pori
Porositas efektif ( φeff ) = Volume total batuan x 100%

W3 − W1
=
B.J kerosin x 100%
W3 − W2
B.J kerosin

2.4.2. Pengukuran Porositas Dengan Mercury Injection Pump


2.4.2.1. Ketentuan Penggunaan Porometer
a) Plungger / cylinder dihampa udarakan sebelum memulai pekerjaan.
b) Putar handwheel berlawanan dengan arah jarum jam sejauh
mungkin.
c) Pastikan penutup dan valve picnometer dalam keadaan tertutup, dan
fill valve dalam keadaan terbuka.

12
d) Hidupkan pompa vakum dan lakukan sampai ruang cylinder sampai
habis, selanjutnya tutup fill valve dan matikan pompa vakum.
e) Jika langkah 4 terpenuhi, masukkan Hg dalam flask ke dalam
cylinder sampai habis, selanjutnya tutup fill valve dan terakhir matikan
vakum.
f) Putar handwheel searah jarum jam sampai pressure gauge
menunjukkan suatu harga tertentu.
g) Putar lagi handwheel berlawanan dengan arah jarum jam sampai
jarum jam pada pressure gauge menunjukkan angka nol pertama kali.
h) Buka valve dan penutup picnometer, lihat kedudukan mercury, jika
kedudukan mercury ada pada cylinder maka ulangi lagi langkah 2
sampai 8.
Jika kedudukan mercury ada pada ruang picnometer, turunkan permukaan
mercury sampai pada batas bawah picnometer (jika ada yang menempel pada
dinding harus dibersihkan) dengan memutar handwheel berlawanan dengan arah
jarum jam.

2.4.2.2. Prosedur Penentuan Porositas


a) Pastikan permukaan Hg pada posisi bagian bawah dari picnometer.
b) Tutup penutup picnometer dan buka valve picnometer.
c) Atur volume scale pada harga tertentu, misalnya 50 cc.
d) Putar handwheel searah jarum jam sampai mercury pertama kali muncul
pada picnometer.
e) Hentikan pemutaran handwheel dan baca volume scale dan dial
handwheel (miring kanan), misalnya 30,8 cc.
f) Hitung volume picnometer : (50 – 30,8) cc = a cc.
g) Kembalikan kedudukan mercury pada keadaan semula dengan memutar
handwheel berlawanan dengan arah jarum jam (pada volume scale 50
cc).
h) Buka penutup picnometer dan masukkan core sample. Kemudian tutup
lagi picnometer (valve picnometer tetap buka).

13
i) Putar handwheel sampai mercury untuk pertama kali muncul pada valve
picnometer. Catat volume scale dan dial handwheel (miring kanan),
misalnya 38,2 cc.
j) Hitung volume picnometer yang terisi core sample : (50 – 38,2) cc = b
cc.
k) Hitung volume bulk dari core sample : ( a – b ) cc = d cc.
l) Lanjutkan percobaan untuk menentukan volume pori (Vp), yaitu dengan
menutup valve picnometer. Kemudian atur pore space scale pada angka
nol. Untuk langkah 12 ini, pada saat meletakkan pore space scale pada
angka nol, kedudukan dial handwheel tidak harus pada angka nol. Akan
tetapi perlu dicatat besarnya angka yang ditunjukkan dial handwheel
(miring kiri) setelah pengukuran Vb. Harga tersebut harus
diperhitungkan saat mengukur Vp.
m) Putar handwheel searah jarum jam sampai ke kanan pada pressure
gauge menunjukkan angka 750 psia.
n) Catat perubahan volume pada pore space scale dan dial handwheel
(miring kiri) sebagai volume pori (Vp).
o) Hitung besarnya porositas.

2.5. Hasil Percobaan dan Perhitungan


2.5.1. Penentuan porositas dengan cara Menimbang
a. Berat core kering di udara (W1) = 52 gr
b. Berat core jenuh di kerosin (W2) = 22 gr
c. Berat core jenuh di udara (W3) = 64 gr
d. Densitas kerosin = 0,8 gr/cc
W3 −W2
e. Volume bulk (Vb) =
B.J kerosin
= 64 - 22 = 52.5
0,8
W1 −W2
f. Volume grain (Vg) =
B.J kerosin
= 52 - 22 = 37,5

14
0,8
W3 −W1
g. Volume pori (Vp) =
B.J kerosin
= 64 - 52 = 15
0,8
Vp
φeff = x 100 %
Vb
= 15 = 28,57%
52,5
2.5.2. Penentuan Porositas dengan Mercury Injection Pump
a. Penentuan skala pycnometer
- Skala awal = 50,27 cc
- Skala akhir = 2,07 cc
- Volume pycnometer kosong = skala awal – skala akhir
= 50,27 – 2,07 = 48,20 cc
b. Penentuan Volume Bulk
- Skala awal = 51,98 cc
- Skala akhir = 33,99 cc
- Volume pycnometer + core = skala awal - skala akhir
= 51,98 – 33,99 = 17,99 cc

Volume Bulk Batuan = (volume pycnometer + core) – (volume


pycnometer kosong) = 17,99 - 48,20

= [-30,21] cc
c. Penentuan Volume Pori
- Skala awal = 0,97 cc
- Skala akhir = 6,21 cc
- Volume pori = skala awal – skala akhir

= 0,97 – 6,21 = [-5,24] cc


Vp (−5,24 )
φeff = x 100% = x 100 % = 17,35%
Vb ( −30 ,21)

15
2.6. Pembahasan
Dari percobaan menentukan porositas sample core dengan cara menimbang
diatas didapatkan Volume bulk 52,5 cc, Volume grain 37,5 cc, dan Volume pori .
15 cc. Maka besar harga porositas efektif yang diperoleh melalui cara menimbang
adalah 28,57 %
Penentuan porositas dengan Mercury Injection Pump diawali dengan
penentuan skala awal dan skala akhir picnometer dengan menggunakan petunjuk /
prosedur penentuan porositas yang telah dijelaskan pada poin 2.4.2.2. Skala awal
yang dimaksud adalah volume picnometer ketika belum di Injeksi dengan Mercury,
dan setelah di injeksi dengan Mercury dinamakan skala akhir. Baca skala volume
pada keadaan awal dan akhir pada pycnometer yang kosong.
Harga skala volume pada keadaan awal dan akhir pada pycnometer yang
kosong telah didapatkan Skala awal sebesar 50,07 cc, dan Skala akhir 2,07 cc
Dari data-data tersebut diatas, maka kita bias menentukan Volume
piknometer dalam keadaan kosong yaitu selisih antara skala awal dan skala akhir
piknometer, sehingga nilai yang didapatkan sebesar 48,20 cc.
Kemudian setelah kita mengetahui haraga piknometer kosong, maka
dilakukan langkah seperti pada langkah 8 pada petunjuk / prosedur penentuan
porositas (poin 2.4.2.2) dengan harapan akan diketahui skala awal, skala akhir,
volume piknometer + core, dan volume bulk batuan.
Dari hasil penentuan harga skala tersebut, skala pada keadaan awal dan
akhir pada pycnometer yang berisi core sample telah didapatkan data sebagai
berikut Skala awal sebesar 51,98 cc, dan Skala akhir sebesar 33,99 cc.
Dari kedua data diatas itu, kita bisa menentukan berapa besar volume
piknometer bersama Core yang berada bersama piknometer tersebut dengan
mengurangkan besarnya harga skala yang didapat pada keadaan awal dengan harga
skala yang didapat pada keadaan akhir (skala awal – skala akhir), sehingga didapat
nilainya sebesar 17,99 cc cc.
Setelah didapatkan harga volume pycnometer yang berisi core sample, kita
dapat menentukan berapa besarnya Volume bulk (Vb) batuan dengan

16
mengurangkan besarnya Volume piknometer dalam keadaan kosong dan volume
piknometer dalam keadaan terdapat Core didalamnya. Dari perhitungan tersebut,
didapat Volume Bulk Batuan sebesar 30,21 cc.
Kemudian perhitungan dilanjutkan dengan menentukan besarnya Volume pori
(Vp) seperti yang terdapat pada langkah 12 petunjuk / prosedur penentuan porositas
(2.4.2.2).
Penentuan besarnya volume pori (Vp) dapat dengan menggunakan cara yang
sama dengan cara yang digunakan untuk menghitung harga volume pycnometer
yang kosong dan harga volume pycnometer yang berisi core sample yaitu dengan
menghitung selisih antara kondisi awal yaitu 0.96 cc dan kondisi akhir 4,25 cc.

Sehingga Volume Pori didapat bernilai [-30,21] cc (karena perhitungan merupakan


selisih volume awal dan akhir maka hasil dalam tanda mutlak).
Kemudian dapat kita tentukan besarnya harga porositas efektif dengan
memasukkan harga volume pori (Vp) dan volume bulk (Vb) ke dalam rumus yang
telah diuraikan sebelumnya.
Dari perhitungan didapat nilai porositas effektifnya sebesar 17,35 %

2.7. Kesimpulan
1. Penentuan harga porositas dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu dengan
cara menimbang, maupun menggunakan prosedur mercury injection
pump
2. Dari hasil percobaan diperoleh harga porositas
- Dengan cara menimbang, φeff = 28,57 %.
- Dan dengan cara mercury injection pump φeff = 17,35 %.
3. Melalui prosedur percobaan yang berbeda seringkali kita mendapatkan
hasil yang tidak sama. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
kekurangseragaman core yang dianalisa dan keakuratan dalam
menentukan pembacaan skala pada picnometer maupun pada proses
penimbangan. Namun percobaan berulang-ulang dan ketelitian pada saat
penentuan skala dapat menghasilkan hasil analisa yg lebih akurat.

17
4. Ukuran butir memberikan pengaruh dalam besarnya porositas suatu
core, karena semakin besar ukuran butirnya, maka akan mengurangi
jumlah pori dalam suatu satuan volume batuan reservoir tersebut.

BAB III
PENGUKURAN SATURASI FLUIDA

18
3.1 TUJUAN
Percobaan bertujuan untuk menentukan perbandingan jumlah masing-
masing fluida pada suatu reservoir. Juga untuk membuktikan bahwa nilai saturasi
bisa didapatkan dengan pengukuran melalui metode destilasi.

3.2 Teori Dasar


Dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu macam
fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke seluruh bagian
reservoir. Ruang pori-pori batuan reservoir mengandung fluida yang biasanya
terdiri dari air, minyak dan gas. Untuk mengetahui jumlah masing-masing fluida,
maka perlu diketahui saturasi masing-masing fluida tersebut.
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori
total pada suatu batuan berpori.
Saturasi minyak (So) adalah :
volume pori − pori yang diisi oleh min yak
So =
volume pori − pori total

Saturasi air (Sw) adalah :


volume pori − pori yang diisi air
Sw =
volume pori − pori total

Saturasi gas (Sg) adalah :


volume pori − pori yang diisi oleh gas
Sg =
volume pori − pori total

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :


Sg + S o + Sw = 1

Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :


So + Sw = 1

Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu :

19
1. Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam
reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan
yang kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatip
akan mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatip rendah. Demikian
juga untuk bagian atas dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
2. Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatip produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan
oleh air dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang
memproduksikan minyak, saturasi fluida berubah secara kontinyu.
3. Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-
pori yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V,
ruang pori-porinya adalah φ .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh
hidrokarbon adalah :
So.φ .V + Sg.φ .V = (1-Sw).φ .V

Gambar 3.1
Variasi Pc terhadap Sw
a) Untuk Sistem batuan yang Sama dengan
Fluida yang berbeda.
b) Untuk Sistem Fluida yang Sama dengan
Batuan yang Berbeda.
(Amyx,J.W., Bass, MD., 1960)
3.3 PERALATAN dan BAHAN

20
3.3.1 Peralatan
a. Retort
b. Solvent extractor termasuk reflux condensor (pendingin) water trap
dan pemanas listrik
c. Timbangan analisis dengan batu timbangan
d. Gelas ukur
e. Exicator
f. Oven
3.3.2 Bahan
a. Fresh core
b. Air
c. Minyak

Skema Stark Dean Distilation Apparatur


Gambar Retort

Gambar Exicator Gambar Oven

21
3.4 Prosedur Kerja
Metode Destilasi
Prosedur :
a. Ambil fersh core yang telah dijenuhi dengan air dan minyak.
b. Timbang core tersebut, missal beratnya = a gram.
c. Masukkan core tersebut ke dalam labu Dean & Stark yang telah diisi
dengan toluena.
d. Lengkapi dengan water trap dan reflux condenser.
e. Panaskan selama ± 2 jam hingga air tidak nampak lagi.
f. Dinginkan dan baca air yang tertampung di water trap, misalnya = b
cc = b gram.
g. Sampel dikeringkan dalam oven ± 15 menit (pada suhu 110oC).
Dinginkan dalam exicator ± 15 menit, kemudian timbang core kering
tersebut, misalnya = c gram.
h. Hitung berat minyak :
= a – (b + c) gram = d gram.
i. Hitung volume minyak :
d
Vo = = e cc
B.J min yak

j. Hitung saturasi minyak dan air :


e b
So = Sw =
Vp Vp

3.5 Hasil Percobaan dan Perhitungan


Timbangan Core Kering = 37 gr
Timbangan Core Jenuh = 38,25 gr
Volume pori = 10,74 cc
(didapat dari metode penimbangan)

Volume air yang didapat = 0,44 cc


Berat air yang didapat = 0,44 gr

22
Berat minyak = Berat core jenuh – Berat core kering – Berat air
= 38,25 – 37 – 0,44 = 0,81 gr
B.J minyak = 0,793 gr/cc
0,81
Volume minyak = 0,793 = 1,021 cc

vol . oil 1,021


So = vol . pori = = 0,09 = 9%
10,74

vol . air 1,021


Sw = vol . pori = = 0,041 = 4,1%
10 ,74

Sg = 1 – (Sw + So) = 1 – (0,041 + 0,09) = 0,869= 86,9%

3.6 Pembahasan
Dalam menentukan saturasi fluida dengan metode destilasi pertama-tama
kita harus menghitung berat core kering yang telah dijenuhi air dan minyak dengan
menggunakan timbangan. Berdasarkan data, didapatkan berat core kering sebesar
37 gr dan berat core yang telah dijenuhi air sebesar 38,25 gr. Sehingga dari angka-
angka tersebut dapat ditentukan besarnya volume pori pada sample core sebesar
10.74 cc.
Sedangkan volume air yang didapat sesuai dengan petunjuk pada prosedur
kerja adalah 0,44 cc, yang besarnya sama dengan berat air tersebut, berat air
sebesar 0,44 gr yang didapat dari hasil kali antara Massa jenis air (ρ) dan Volume
air (V).
Sedangkan untuk Penentuan volume minyak dapat dilakukan dengan
memasukkan nilai berat minyak dan harga B.J minyak ke dalam perbandingan
sehingga didapatkan volume sebesar 1,021 cc
Setelah semua data didapatkan maka kita dapat menentukan Saturasi Oil (So)
sebesar 0,09, atau 9 %, Saturasi Water (Sw) sebesar 0,041, atau 4,1 %. Pada
Saturasi Gas (Sg) dapat dihasilkan dengan memasukkan harga saturasi oil dan
harga saturasi water ke dalam persamaan So + Sw + Sg = 1. Didapat nilai Sg-nya
sebesar 86,9 %

23
3.7 Kesimpulan
1. Saturasi dapat diukur dengan metode destilasi
2. Dengan menhitung besarnya saturasi pada sample core, kita dapat
menentukan distribusi suatu fluida pada suatu reservoir, atau dengan kata
lain, kita akan mendapatkan gambaran mengenai perbandingan fluida-fluida
yang terdapat di suatu reservoir.
3. Dari hasil perhitungan saturasi masing-masing fluida sebagaimana diatas
dapat disimpulkan bahwa reservoir yang diteliti lebih banyak mengandung
gas.

24
BAB IV
PENGUKURAN PERMEABILITAS

4.1 Tujuan
Percobaan bertujuan untuk menentukan harga permeabilitas absolut
menggunakan Gas Permeameter. Juga untuk membandingkan nilai permeabilitas
pada tekanan yang berubah-ubah.

4.2 Teori Dasar


Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry
Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut:

k dP
V=− ⋅
µ dL

dimana :
V = kecepatan aliran, cm/sec
µ = viskositas fluida yang mengalir, centipoise
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori, Darcy
Tanda negatif dalam Persamaan diatas menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan tersebut
adalah:
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal

25
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.

Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :


1. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang
mengalir melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misal hanya
minyak atau gas saja.
2. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas
dan minyak atau ketiga-tiganya.
3. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan
batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir silindris yang porous ini 100%
dijenuhi cairan dengan viskositas µ , dengan luas penampang A, dan panjanggnya
L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada salah satu ujungnya
maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P2 adalah tekanan keluar. Dari
percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q.µ .L/A.(P1-P2) adalah konstan dan akan
sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan,
perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga
permeabilitas absolut batuan. Ditunjukkan pada (Gambar 4.1)

Gambar 4.1 Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas


(Amyx,J.W., Bass, MD., 1960)
Q.µ. L
K=
A .( P1 − P2 )

Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

26
Q ( cm 3 / sec). µ ( centipoise ) L ( cm)
K ( darcy ) =
A ( sqcm). ( P1 − P2 ) ( atm)

Dari Persamaan diatas dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran


yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressible dan
incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga
permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana masing-masing untuk
minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai berikut :

Ko Kg Kw
K ro =
K
, K rg =
K
, Krw =
K

Dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air.


Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini
digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan dalam
keadaan kesetimbangan. Laju aliran minyak adalah Qo dan air adalah Qw. Jadi
volume total (Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-pori batuan per satuan waktu,
dengan perbandingan minyak-air permulaan, pada aliran ini tidak akan sama
dengan Qo / Qw. Dari percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak (So) dan
saturasi air (Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektip untuk minyak dan
air adalah :

Q o .µ o . L Q w .µ w . L
Ko = Kw =
A.( P1 − P2 ) A.( P1 − P2 )
dimana :
µ o = viskositas minyak
µ w =
viskositas air.

27
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda untuk
minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap kontan. Harga-harga Ko dan Kw pada

Q o .µ o . L Q w .µ w . L
Persamaan Ko = dan Kw = jika diplot terhadap So dan
A.( P1 − P2 ) A.( P1 − P2 )
Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 Dari
Gambar 4.2 dapat ditunjukkan bahwa Ko pada Sw = 0 dan So = 1 akan sama dengan
harga K absolut, demikian jug
a untuk harga K absolutnya (titik A dan B pada Gambar 4.2)

Gambar 4.2 Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air (Craft, B.C., Hawkins
M.F., 1959)

4.3 PERALATAN DAN BAHAN


4.3.1 Alat
1. Core Holder untuk Liquid Permeameter
2. Thermometer R, Fill Connection
3. Cut off valve
4. Special Lid an Over Flow Tube
5. Burette
6. Discharge-fill valve assemble
7. Gas pressure line and pressure regulator
8. Gas inlet

28
9. Stopwatch

4.3.2 Bahan
1. Fresh Core
2. Gas

Gambar 4.3 Rangkaian Liquid Permeater

Gambar 4.4 Rangkaian Gas Permeater

29
4.4 Prosedur Kerja
Dengan menggunakan gas permeameter
a) Pastikan regulating valve tertutup, hubungkan saluran gas inlet.
b) Masukkan core pada core holder.
c) Putar flowmeter selector valve pada tanda “Large”.
d) Buka regulating valve, putar sampai pressure gauge menunjukkan angka
0,25 atm.
e) Pilih range pembaca pada flowmeter antara 20 – 140 division.
f) Jika pembacaan pada flowmeter di bawah 20, putar selector valve ke
“Medium” dan naikkan tekanan sampai 0,5 atm.
g) Jika pembacaan pada flowmeter di bawah 20, putar selector valve ke
”Small” dan naikkan tekanan sampai 1,0 atm.
h) Jika flowmeter tetap tidak naik dari angka 20, hentikan percobaan dan
periksa core pada core holder (tentukan kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi).
i) Jika flowmeter menunjukkan angka di atas 140 pada ”lange” tebu, maka
permeabilitas core terlalu besar.
j) Percobaan kita hentikan atau coba naikkan panjang core atau kuramgi cross
sectional area dari core.
k) Catat temperature, tekanan dan pembacaan flowmeter.
l) Ubah tekanan ke 0,25 atm dengan regulator.
m) Ulangi percobaan sebanyak 3 kali.
n) Perhitungan :
Persamaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
µg Q g L
k =
A ∆P

Dimana : k = Permeabilitas, darcy


µ g = Viskositas gas yang digunakan (lihat grafik), cp
Qg = Flow rate rata-rata (cc/dt) pada tekanan rata-rata,
ditentukan dari grafik kalibrasi.

30
L = Panjang sample, cm
A = Luas penampang dari sample, cm2
∆P = Pressure gradient, atm (0,25 atm, 0,5 atm, 1 atm)

Catatan : Jika digunakan gas N2 maka Q = 1,0168 udara.

4.5 Hasil Percobaan dan Perhitungan


Pengukuran Permeabilitas Absolut dengan Gas Permeameter
Persamaan yang digunakan :
µg µ
Qgg Q
Lg L
k =k =
P∆P
A ∆A

Harga A = π r 2 =π (1,925 ) 2 =11,64 cm 2

Panjang Core (L) = 2,5 cm


Luas Penampang Core (A) = 11,64 cm2
Beda Tekanan (∆P ) = 0,25 atm
Flow Reading = 4,18 cm
Laju Aliran Gas = 20,5 cc/dt
Viscositas Gas ( µg ) = 0,01825 cp
Permeabilitas (k) = 0,321 darcy

Panjang Core (L) = 2,5 cm


Luas Penampang Core (A) = 11,64 cm2
Beda Tekanan (∆P ) = 0,5 atm
Flow Reading = 8 (L) cm
Laju Aliran Gas = 37,5 cc/dt
Viscositas Gas ( µg ) = 0,01825 cp
Permeabilitas (k) = 0,293 darcy

31
Panjang Core (L) = 2,5 cm
Luas Penampang Core (A) = 11,64 cm2
Beda Tekanan (∆P ) = 1 atm
Flow Reading = 12 (L) cm
Laju Aliran Gas = 50 cc/dt
Viscositas Gas ( µg ) = 0,01825 cp
Permeabilitas (k) = 0,195 darcy

4.6 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui permeabilitas suatu sample core
pada tekanan 0.25 atm, 0.5 atm dan 1 atm.
Selanjutnya menentukan besarnya temperatur, tekanan dan pembacaan
flowmeter sesuai dengan petunjuk pada prosedur kerja yang diulangi sebanyak 3
kali pada tekanan yang berbeda-beda. Gas yang digunakan mempunyai viskositas
sebesar 0.01825 centipoise.
Setelah mendapatkan nilai seluruh data yang diperlukan, maka diperoleh
hasil perhitungan sebagai berikut, Pada tekanan 0.25 atm nilai permeabilitas adalah
0.321 D, Pada tekanan 0. 5 atm nilai permeabilitas adalah 0.293 D, Pada tekanan 1
atm nilai permeabilitas adalah 0.195 D

Grafik 4.1 Kurva Permeabilitas Absolut Vs 1/Pressure

32
4.7 Kesimpulan
1. Percobaan yang dilakukan sebanyak 3 kali, dengan tekanan gas yang
berbeda-beda. Semakin besar beda tekanan maka semakin kecil nilai
permeabilitasnya
2. Besarnya harga permeabilitas absolut berbanding terbalik dengan
tekanan, Semakin besar ΔP, maka nilai k semakin kecil maka
disimpulkan K ~ 1/ ΔP
3. Selain itu besaran permeabilitas berbanding lurus dengan besaran
viskositas liquid yang melalui sample core tersebut, laju alir liquid juga
jarak aliran
4. Besar nilai permeabilitas untuk masing – masing core adalah :
Core 1 ( ∆P =0.25 ) = 0.321 Darcy
Core 2 ( ∆P =0.5 ) = 0.293 Darcy
Core 3 ( ∆P =0.1) = 0.195 Darcy

BAB V

33
SIEVE ANALISYS

5.1 Tujuan
Mengetahui besarnya koefisien keseragaman butir pasir (C) untuk dapat
menentukan pemilihan ukuran screen dan gravel yang tepat dengan tujuan
menanggulangi masalah kepasiran dalam suatu sumur formasi agar dapat dikontrol
menggunakan metode yang umum digunakan, antara lain meliputi penggunaan
slotted atau screen liner dan gravel packing.

5.2 Teori Dasar


Tahap penyelesaian suatu umur yang menembus formasi lepas
(unconsolidated) tidak sederhana seperti tahap penyelesaian dengan formasi
kompak (consolidated) karena harus mempertimbangkan adanya pasir yang ikut
terproduksi bersama fluida produksi. Seandainya pasir tersebut tidak dikontrol
dapat menyebabkan pengikisan dan penyumbatan pada peralatan produksi.
Disamping itu, juga menimbulkan penyumbatan pada dasar sumur. Produksi pasir
lepas ini, pada umumnya sensitive terhadap laju prod
uksi, apabila laju alirannya rendah pasir yang ikut terproduksi sedikit dan
sebaliknya.
Metode yang umum untuk menanggulangi masalah kepasiran meliputi
penggunaan slotted atau screen liner, dan gravel packing. Metode penanggulangan
ini memerlukan pengetahuaan tentang dstribusi ukuran pasir agar dapat ditentukan
pemilihan ukuran screen dan gravel yang tepat.
Tahap penyelesaian suatu sumur yang menembus formasi lepas
(unconsolidated) tidak sederhana seperti tahap penyelesaian dengan formasi
kompak (consolidated) karena harus mempertimbangkan adanya pasir yang ikut
terproduksi bersama fluida produksi. Seandainya pasir tersebut tidak dikontrol
dapat menyebabkan pengikisan dan penyumbatan pada peralatan produksi.
Disamping itu, juga menimbulkan penyumbatan pada dasar sumur. Produksi pasir
lepas ini, pada umumnya sensitive terhadap laju produksi, apabila laju alirannya
rendah pasir yang ikut terproduksi sedikit dan sebaliknya.

34
Gambar 5.1
Sieve Analysis

Metode yang umum untuk menanggulangi masalah kepasiran meliputi


penggunaan slotted atau screen liner, dan gravel packing. Metode penanggulangan
ini memerlukan pengetahuaan tentang dstribusi ukuran pasir agar dapat ditentukan
pemilihan ukuran screen dan gravel yang tepat.
Pemasangan gravel pack bertujuan untuk menghentikan pergerakan pasir
formasi, serta memungkinkan produksi ditingkatkan sampai kapasitas maksimum.
Pada kenyataannya, operasi gravel pack gagal meningkatkan kapasitas produksi,
meskipun dapat menahan pergerakan pasir.
Kegagalan ini disebabkan oleh karena berkurangnya permeabilitas didepan
zona produktif, akibat partikel-partikel halus bercampur dengan gravel.
Percampuran partikel-partikel ini dapat terjadi baik pada saat operasi gravel
packing sedang berjalan maupun sesudahnya.
Pendekatan analitik dari gravel pack yang digunakan adalah berdasarkan
pada pori-pori antara butiran-butiran gravel. Secara teoritis packing yang paling
longgar, yang dibentuk dari partikel-partikel bulat dengan ukuran seragam adalah
cubic packing. Dengan susunan tersebut, partikel yang dapat melewati ruangan
antara partikel tersebut berukuran 0.4142 × diameter partikel yang membentuk
packing.
Sedangkan packing yang paling rapat adalah berbentuk hexagonal dan
pertikel yang dapat melewati ruangan antar partikel tersebut berukuran 0.1545 ×
diameter partikel yang membentuk packing. Dari percobaan, ternyata bentuk

35
packing yang terjadi mendekati hexagonal packing. Dengan demikian ukuran
gravel yang digunakan harus lebih kecil atau sama dengan 6.64 × diameter pasir
formasi yang terkecil.
Tetapi, ternyata butiran-butiran pasir yang halus dapat membentuk bridge
yang stabil di muka celah-celah partikel gravel. Dengan demikian ukuran celah-
celah ini tidak lebih besar dari tiga kali ukuran partikel. Berdasarkan hal ini,
Coberly dan Wagner mengusulkan ukuran gravel yang digunakan sama dengan 10
kali d10, dimana d10 adalah 10 percentile dari hasil sieve analysis.
Untuk menentukan ukuran gravel, beberapa ahli lain memberikan saran atau
pendapat sebagai berikut :
a. Saucier : D50 = 5 sampai 6 d50
b. Sparlin : D50 = 4 sampai 8 d50
c. Tausch−Corley: 6 d50 ≥ D ≥ 4 d10
d. Schwartz : untuk C < 3 → D10 = 6 d10
untuk C < 3 → D40 = 6 d40.
Schwartz, memberikan pendekatan dalam menentukan ukuran gravel, yaitu dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Analisis butiran pasir formasi.
Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir formasi produktif,
maka kurva tersebut digunakan untuk perhitungan selanjutnya.
2. Harga perbandingan gravel terhadap pasir formasi atau G-S ratio.
G-S ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan
ukuran butir pasir formasi. G-S ratio sangat penting hubungannya
dengan pemilihan ukuran gravel. Beberapa bentuk persamaan yang
diberikan oleh para ahli, adalah sebagai berikut:

a. Saucier :
50 Percentil Gravel
G − S Ratio =
50 Percentil Sand

36
b. Schwartz :

10 Percentil Gravel
G − S Ratio =
10 Percentil Sand

atau

40 Percentil Gravel
G − S Ratio =
40 Percentil Sand

c. Coberly−Hill−Wagner−Gumpertz :

Ukuran Gravel Terbesar


G − S Ratio =
Ukuran Pasir 10 Percentil

d. Maly :
Ukuran Gravel Terkecil
G − S Ratio =
Ukuran Pasir 10 Percentil

Gambar 5.2 menunjukkan efek G-S ratio terhadap permeabilitas gravel


pack. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk harga G-S ratio kurang dari
5, terjadi pengurangan permeabilitas gravel pack, karena gravel yang dibutuhkan
untuk mengontrol pasir terlalu kecil. Sedangkan pada harga G-S ratio 6 sampai 10,
terjadi pengurangan permeabilitas efektif pengepakan gravel. Untuk harga G-S
ratio lebih dari 10, maka pasir formasi akan dengan bebas melewati pengepakan
gravel. Harga optimum G-S ratio adalah 5 sampai 6, karena nampak fungsi penahan
(bridging) dari gravel.
Sehingga Saucier menyimpulkan bahwa harga G-S ratio optimum ukuran
gravel terhadap ukuran pasir formasi antara lima sampai enam dapat dipakai untuk
mempertahankan stabilitas pengepakan, karena permeabilitas dapat dipertahankan
dalam keadaan tetap tinggi. Sedangkan untuk ukuran gravel yang terlalu besar,
maka pasir formasi akan menerobos kedalam pengepakan gravel dan akan
menambah kehilangan tekanan (pressure drop).

37
Gambar 5.2
Pengaruh G-S Ratio Terhadap Permeabilitas Gravel pack

Keseragaman Pasir Formasi.


Distribusi ukuran gravel yang seragam akan mampu menahan butiran pasir
formasi yang tidak seragam. Pada harga G-S ratio mendekati enam disebut dengan
titik perencanaan atau ukuran butir kritis (critical size).
Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa :
a. Untuk pasir dengan ukuran butir seragam (C < 3), maka titik d10
merupakan design point dengan G-S ratio adalah D10 = 6 d10.
b. Untuk pasir dengan ukuran butir tidak seragam (C > 5), maka titik
d40 merupakan design point dengan G-S ratio adalah D40 = 6 d40.
Prinsip dari gravel packing adalah menempatkan gravel yang mempunyai
ukuran yang benar didepan peforasi formasi yang unconsolidasted ( mudah lepas )
untuk mencegah pergerakan butiran pasir, akan tetapi masih bias melewatkan
minyaknya kelubang sumur.
Gravel pack merupakan work over yang terbaik untuk single completion
dengan zona produksi yang panjang. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a. Pembersihan perforasi dengan clean fluid sebelum gravel pack dipasang.
b. Penentuan ukuran gravel pack sesuai dengan ukuran butiran pasir
formasi.
c. Squeeze gravel pack kedalam lubang perforasi, digunakan water wet
gravel jika digunakan oil placement fluid.

38
d. Produksikan sumur dengan segera setelah packing, aliran produksi
dimulai dengan laju produksi rendah kemudian dilanjutkan dengan
kenaikan laju produksi sedikit demi sedikit.

Metode ini merupakan pengontrol pasir yang paling sederhana dan paling
tua umurnya. Pada prinsipnya, adalah gravel yang ditempatkan pada annulus antara
screen/slotted dengan casing/lubang bor, dimaksudkan agar dapat menahan pasir
formasi. Gravel pack adalah suatu cara untuk menanggulangi kepasiran yang
masuk kedalam sumur dengan memasang kerikil ( gravel ) didepan formasi
produktif, dengan cara diinjeksikan, yang mana gravel-gravel itu dapat menahan
butiran yang lepas dan berlaku sebagai penyaring.
Pemakaian gravel itu baik untuk formasi yang tebal, seragam (uniform) dan halus,
keseragaman dan ukuran butiran berhubungan dengan perencanaan ukuran
gravel.n. selain perencanaan gravel tergantung pula kepada pengalaman seseorang.
Dewasa ini para ahli cenderung untuk memakai gravel berukuran lebih kecil.
Didalam penempatan gravel pack dipasang saringan, ukuran saringan tergantung
pada distribusi ukuran gravel yang digunakan.

Gambar 5.3
Permeabilitas gravel pack setelah berfungsi penyaring

Jenis gravel pack


Jenis gravel pack pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu :
1. Open hole gravel pack (OHGP)

39
Merupakan gravel pack yang ditempatkan diantara saringan dengan dinding bor
pada formasi. Dalam open hole gravel pack, casing dicement diatas interval
produksi. Formasi produktif dibor dengan lumpur dan di logging. Sesudah logging,
lumpur didorong oleh fluida bebas partikel, seperti minyak, garam atu fluida bentuk
emulsi. Kemudian lubang terbuka dibawah casing tersebut di underreamed sampai
11 atau 13 inchil, dan kemudian slotted liner serta peralatan gravel packing
diturunkan.

Gambar 5.4
Open hole gravel pack

Dalam open hole gravel packing (OHGP) penempatan butiran gravel


dilakukan pada annulus antara pipa saringan dengan lubang bor yang telah
diperbesar. Sebelum dilakukan penempatan butiran gravel, maka dilakukan
perbesaran lubang bor dengan menggunakan underreamer atau hole opener,
kemudian dilakukan pembersihan lubang bor dengan fluida polymer sampai bersih,
setelah itu maka lubang telah siap untuk dilakukan proses penempatan gravel.
Metode penempatan butiran gravel pada OHGP dapat dilakukan dengan
metode reverse circulation atau crossover. Pada umumnya penerapan dengan
metode – metode tersebut dilakukan untuk interval open hole yang relative kecil
atau lubang bor mempunyai deviasi atau sudut kemiringan yang tidak begitu besar
(lebih kecil dari 45 °)

2. Inside Gravel pack (IGP)

40
Inside casing gravel packing atau inside gravel packing (IGP) merupakan
metode penempatan gravel dimana gravel ditempatkan diantara casing yang telah
diperforasi, dengan screen dan sebagian lagi diluar casing. Jenis IGP ini sering
diterapkan pada formasi produktif yang berlapis. Penempatan gravel pada jenis IGP
ini dapat dilakukan dengan metode dua tahap ( two – stage methods ) dan metode
satu tahap ( one – stage methods ).
Two – stage methods
Di dalam two – stage methods IGP ini terdiri dari tahap pertama, yaitu
penggunaan tekanan squeeze untuk menekan gravel kedaerah perforasi. Kemudian
tahap kedua, berhubungan dengan sirkulasi gravel kedalam annulus antara casing
dan pipa saringan.
 Tahap pertama
Tahap pertama dalam two – stage methods IGP dilakukan dengan
menggunakan metode squeeze dengan ujung terbuka. Tubing diturunkan didepan
interval perforasi dan melalui tubing tersebut dipompakan gravel.

Gambar 5.6
Packer location

Dengan menggunakan tekanan fluida melalui tubing dan annulus, gravel


akan masuk kedalam perforasi. Untuk memperkecil kecenderungan percampuran
gravel dan pasir formasi, umumnya digunakan gravel dengan fluida pembawa yang
berkonsentrasi tinggi (viscous).

41
Gambar 5.7
Wash Down

 Tahap kedua
Tahap kedua merupakan tahap penempatan gravel diantara pipa saringan
dengan casing, kompaksi terbaik dapat dicapai dengan gravel berkonsentrasi rendah
didalam fluida pembawa yang viuscous.

Beberapa metode atau type operasi penempatan gravel dalam IGP maupun
OHGP antara lain :
a. Metode wash down
Dalam metode wash down ini gravel diendapkan sampai pada suatu
ketinggian tertentu diatas perforasi. Kemudian screen (saringan) dan liner serta
wash pipe diturunkan, sehingga saringan dapat menembus gravel.
Setelah mencapai dasar, gravel dibiarkan mengendap disekeliling saringan.
Metode ini juga dapat digunakan pada open hole completion dengan interval kurang
dari 30 ft. dengan metode ini diharapkan gravel dapat disqueeze (ditekan) ke lubang
perforasi, sehingga terjadi pengepakan yang baik.

b. Metode reverse circulation

42
Metode ini dilakukan dengan memompakan gravel melalui annulus antara
casing dan string, kemudian fluida pendorong akan kembali keatas melalui screen
dan kepermukaan melalui string.

Gambar 5.8
Reverse ciculation

Metode ini biasanya digunakan saat regravel (teknik perbaikan penempatan


gravel) untuk mengisi gravel antara casing dan string. Sewaktu gravel dipompakan
kedalam sumur sering terjadi kontaminasi didalam annulus, sehingga
memungkinkan terbentuknya kerak /scale pada casing. Dengan adanya kerak atau
kotoran itu akan bercampur dan mengendap didalam gravel pack. Percampuran
kotoran tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya permeabilitas pengepakan.

c. Metode crossover tool


Metode crossover tool dilakukan dengan cara mensirkulasikan gravel
melalui tubing dengan batuan pompa melewati packer dan crossover pipe dan
kembali kepermukaan melalui annulus antara tubing dan casing.

43
Gambar 5.9
Croos Over

Pada saat penempatan gravel telah selesai, maka telltale screen akan
menutup, dimana hal ini ditunjukkan dengan naiknya tekanan. Keuntungan yang
didapat dengan menggunakan metode crossover tool, diantaranya adalah :
1. Mud filtrate atau kerak yang terdapat pada casing tidak tergesek
dan jika seandainya terjadi gesekan, maka hasil kotoran dari gesekan itu
tidak bercampur dengan gravel.
2. Pada bagian atas pada zona perforasi atau bagian casing yang
kurang baik dapat mengatasi berkurangnya tekanan.
3. Karena volume string jauh lebih kecil daripada volume annulus
antara casing dan string, maka laju pemompaan yang sama, kecepatan
fluida yang lebih besar didalam drillpipe atau tubing akan mengurangi
waktu penempatan gravel didalam annulus dan memungkinkan untuk
membentuk pengepakan atau pemisahan gravel secara efektif.
4. Metode ini memberikan kontrol yang tepat antara volume fluida
yang dipompakan dan letak gravel didalam string.

d. Metode modified

44
Metode ini merupakan modifikasi, dimana peralatan crossover diganti
dengan dengan alat bypass yang dipasang didalam tubing dibawah packer dan dapat
merubah aliran kedalam annulus antara screen dan casing pada saat bypass terbuka.
Alat bypass dibuka dengan menjatuhkan bola besi. Packer di set dan gravel
disqueeze kedalam perforasi tanpa sirkulasi, metode ini merupakan modifikasi dari
metode crossover.

Gambar 5.11
Modified

5.3 Alat dan Bahan


5.3.1 Alat
1. Torison blance dan anak timbangan
2. Mortal dan pastle

3. Tyler sieve ASTM (2, 1, 1, 5, 3 4 , 4, 10, 20, 60, 140, 200)

5.3.2 Bahan
1. Batuan Reservoir

45
Gambar 5.1 Elektrik Sieve Shacker

5.4 Prosedur Kerja


a. Ambil contoh bantuan resrvoir yang sudah kering dan bebas minyak.
b. Batuan dipecah-pecah menjadi fragmen kecil-kecil dan dimasukkan
kedalam mortal digerus menjadi butiran-butiran pasir.
c. Periksa dengan binocular, apakah butiran-butiran pasir tersebut benar-
benar saling terpisah.
d. Sediakan timbangan yang teliti 200 gram pasir tersebut.
e. Sediakan sieve analysis yang telah dibersihkan dengan sikat bagian
bawahnya (hati-hati waktu membersihkanya).
f. Susunlah sieve diatas alat penggoncang dengan mangkok pada dasarnya
sedangkan sieve diatur dari yang paling halus diatas mangkok dan yang
paling kasar ada dipuncak.
g. Tuangkan hati-hati pasir batuan reservoir (200 gr) kedalam sieve yang
paling atas, kemudian dipasang tutup dan dikeraskan penguatnya.
h. Goncangkan selama 30menit.
i. Tuangkan isi sieve yang paling kasar (atas) kedalam mangkok
kemudian ditimbang.
j. Tuangkan isi sieve yang paling halus (berikutnya) ke dalam mangkok
tadi juga, kemudian timbang berat kumulatif.

46
k. Teruskan cara penimbangan di atas sampai isi seluruh sieve ditimbang
secara kumulatif.
l. Dari berat timbangan secara kumulatif dapat dihitung juga berat pasir
dalam tiap-tiap sieve.
m. Ulangi langkah 1 sampai dengan 11 untuk contoh bantuan reservoir
yang kedua.
n. Buat tabel dengan kolom, no sieve, opening diameter, % retained
cumulative, percent retained, seperti berikut ini:
o. Buat grafik semilog antara opening diameter dengan cumulative percent
retained
p. Dari grafik yang didapat (seperti huruf S), hitung:
dia pada 25 %
• Sorting coefficient = dia pada 75 %

• Medium diameter pada 50% = ........................mm

5.5 Hasil Percobaan dan Perhitungan


Tabel 5.1
Hasil percobaan dan perhitungan

US Sieve Series Opening Diameter Berat Berat % Berat


No (mm) Gr Kumulatif Kumulatif
16 1.19 46,5 46 45,77 %
30 0.59 12,5 58,5 58,20 %
40 0.42 17,5 76 75,62 %
50 0.297 24,5 100,5 100 %

Gambar 5.2 Grafik hubungan opening diameter Vs %berat kumulatif

47
Membuat grafik semilog, hubungan antara opening diameter vs % berat
kumulatif. Dari hasil plot didapatkan :
1. Opening diameter pada berat kumulatif 50%, d50 = 0,85 mm
2. Opening diameter pada berat kumulatif 40%, d40 = 2 ,00 mm
3. Opening diameter pada berat kumulatif 90%, d90 = 0,316mm

Koefisien keseragaman butir pasir (C) adalah :


d 40 2,00
C = = = 6,32
d90 0.316
5.6 Pembahasan
Dari grafik semilog hubungan antara opening diameter Vs % berat
kumulatif berdasarkan dari tabel percobaan, diperoleh gambar grafik hubungan
antara opening diameter Vs % berat kumulatif tersebut. Kemudian plotkan pada
berat kumulatif 50%, 40% dan 90% masing-masing terhadap garis grafik,
kemudian tarik garis ke bawah untuk mendapatkan besarnya opening diameter dari
persen berat kumulatif masing-masing yang telah ditentukan sebelumnya. Besar
nilai opening diamternya pada d50 adalah 0,85 mm, pada d40 2,00 mm, dan pada d90
adalah 0,16 mm

48
Dari perhitungan menggunakan persamaan di atas diperoleh nilai koefisien
keseragaman butir pasir berharga = 6,32 dan menurut schwartz pemilahan tersebut
termasuk dalam kategori pemilahan jelek

5.7 Kesimpulan
a. Sehingga opening size inilah yang menentukan rencana pemasangan
sand pack atau gravel pack, atau dapat di ambil dari data sorting
coefficient. Karena dari distribusi pasir dapat ditentukan pemilihan
ukuran screen dan gravel yang tepat.
b. Dari percobaan ini kita dapat memperkirakan atau mensimulasikan
rencana pemasangan sand pack, screen di lapangan sesuai analisa
batuan pada formasi tadi, perencanaan yang baik akan mencegah atau
setidaknya dapat mengurangi pasir yang ikut terproduksi.
c. Dari percobaan dan perhitungan diperoleh nilai koefisien keseragaman
butir pasir = 6,32, yang menurut pengklasifikasian berdasarkan
Schwartz bahwa pemilahan tersebut termasuk dalam kategori
pemilahan jelek

BAB VI
PENENTUAN KADAR LARUTAN SAMPEL FORMASI DALAM
LARUTAN ASAM

49
6.1 Tujuan
Percobaan bertujuan untuk menentukan reaktivitas formasi dengan asam,
dengan menghitung terlebih dahulu besarnya daya larut asam terhadap sample
batuan (acid solubility).

6.2 Teori Dasar


Salah satu cara untuk meningkatkan produksi minyak pada batuan resevoir
carbonat adalah dengan cara pengasaman atau memompakan adam (HCl) kedalam
reservoir. Batuan reservoir yang bisa diasamkan dengan HCl adalah : Limestone,
Dolomit dan Dolomit Limestone.
Semua asam memiliki satu persamaan. Asam akan terpecah menjadi ion
positif dan anion hidrogen ketika acid larut dalam air. Ion hidrogen akan bereaksi
dengan batuan calcerous menjadi air dan CO2. Asam yang dipakai di industri
minyak dapat dapat inorganik (mineral) yaitu chlorida dan asam flourida, atau
organik asam acetic (asetat) dan asam formic (format). Pada abad yang lalu pernah
digunakan asam sulfat sesaat setelah orang sukses dengan injeksi asam chlorida
pertama dan tentu saja mengalami kegagalan malah formasi jadi rusak.
Dalam industri mineral adalah yang paling banyak digunakan. Bermacam-
macam asam puder (sulfamic dan chloroacetic) atau hibrida (campuran) asam
acetic-HCL dan formie-HCL juga telah dipakai dalam industri terutama untuk
meredam keaktifan asam HCL. Semua asam diatas kecuali kombinasi HCL-HF
yang dipakai untuk batuan pasir (sandstone) hanya dipakai pada batuan karbonat
(limestone/dolomite). Jenis asam yang sering digunakan dalam acidizing antara
lain:
1. Organic acid, HCH3Cos dan HCO2H
2. Hydrochloric acid, HF
3. Hydrofluoric acid, HCL

Adapun syarat-syarat utama agar asam dapat digunakan dalam opeasi


acidizing (pengasaman) ini adalah:

50
1. Tidak terlampau reaktif terhadap peralatan logam.
2. Segi keselamatan penanganannya harus dapat menunjukkan indikas atau
jaminan keberhasilan proyek acidizing ini.
3. Harus dapat bereaksi/melarutkan karbonat atau mineral endapan lainnya
sehingga membentuk soluble product atau hsil-hasil yang dapat larut.

Pada prinsipnya stimulasi dengan pengasaman dapat dibedakan menjadi 2


(dua) kelompok yaitu;
• Pengasaman pada perlatan produksi yaitu; tubing dan
flowline.
• Pengasaman pada formasi produktif yaitu; perforasi dan
lapisan.

Stimulasi merupakan suatu metoda workover yang berhubungan dengan


adanya perubahan sifat formasi, dengan cara menambahkan unsur-unsur tertentu
atau material lain ke dalam reservoir atau formasi untuk memperbaikinya. Prinsip
penerapan metoda ini adalah dengan memperbesar harga ko atau dengan
menurunkan harga μo, sehingga harga PI-nya meningkat dibanding sebelum
metoda ini diterapkan.
Sebelum dilakukan stimulasi dengan pengasaman harus direncanakan
dengan tepat data-data laboratorium yang diperoleh dari sampel formasi, fluida
reservoir dan fluida stimulasi. Sehingga informasi yang diperoleh dari labiratorium
tersebut dapat digunakan engineer untuk merencanakan operasi stimulasi dengan
tepat, pada gilirannya dapat diperoleh penambahan produktivitas informasi sesuai
dengan yang diharapkan. Salah satu informasi yang diperlukan adalah daya larut
asam terhadap sampel batuan (acidsolubility).
Metode ini menggunakan teknik gravimetric untuk menentukan reaktivitas
formasi dengan asam. Batuan karbonat (mineral limetone) biasanya larut dalam
HCI, sedangkan silikat (mineral clay) larut dalam mud acid.

51
6.3 Alat dan Bahan
6.3.1 Alat
a. Mortal dan pastle
b. Oven
c. Erlenmeyer
d. Kertas Saring
e. Soxhelet Aparatus
f. ASTM 100 Mesh

6.3.2 Bahan
a. Core (Batu Gamping dan Batu pasir)
b. HCI 15% atau mud acid (15%HCI + 3%HF)
c. Larutan indicator methyl orange (1 gram methyl orange) dilarutkan
dalam 1 liter aquades atau air suling

6.4 Prosedur Kerja


a. Core diekstrasi terlebih dahulu dengan toluene/benzene pada
soxhelt Aparatus. Kemudian keringkan dalam oven dalam suhu 105oC
(220oF).
b. Hancurkan sampel kering pada mortal hingga dapat lolos pada
ASTM 100 Mesh.
c. Ambil sampel yang telah dihancurkan 20 gram dan masukan pada
Erlenmeyer 500 ml, kemudian masukkan 150 ml HCI 15% dan
digoyangkan hingga CO2 terbebaskan semua.
d. Setelah reaksi selesai tuangkan sampel residu plus larutan
Erlenmeyer pada kertas saring. Bilas sisa-sisa sampel dengan aquades
sedemikian rupa hingga air filtrate setelah ditetesi larutan methyl orange
tidak nampak reaksi asam (sampai warna kemerah-merahan).
e. Keringkan residu dalam oven kira-kira selama ½ jam dengan suhu
105oC (220oF), kemudian dinginkan dan akhirnya ditimbang.

52
f. Hitung kelarutan sebagai % berat dari material yang larut dalam HCI
15%.
6.5 Hasil Percobaan dan Perhitungan
• Berat sampel (pasir)
sebelum pengasaman = 12 gr
• Berat sampel
(karbonat) sebelum pengasaman (W) = 33 gr
• Berat sampel (pasir)
sesudah pengasaman = 12 gr
• Berat sampel
(karbonat) sesudah pengasaman (w) = 31 gr

W −w
% Berat Solubility karbonat = x 100 %
W

33 − 31
= x 100 % = 6,06%
33

W −w
% Berat Solubility pasir = x 100 %
W

12 − 12
= x 100 % = 0%
12

6.6 Pembahasan
Tentukan berat sampel sesudah pengasaman dan sebelum pengasaman
menggunakan timbangan sesuai dengan langkah-langkah pada prosedur kerja.
Hitung persen berat sollubility dengan memasukkan data-data yang telah
didapatkan pada poin a ke dalam persamaan. % Berat Solubility . Harga persen
berat solubility karbonat telah didapatkan yaitu sebesar 6,06%. Ulangi langkah
diatas untuk menghitung % berat solubility untuk sample pasir. Harga persen berat
solubility Pasir telah didapatkan yaitu sebesar 0 %.

53
6.7 Kesimpulan
a) Solubility merupakan reaksi kelarutan suatu sample core yang dapat
dihitung dengan cara membandingkan perubahan massa core sesudah
reaksi dengan massa core mula-mula.
b) Dari percobaan didapat besarnya solubility sample karbonat 6,06%
yang seharusnya dimana semakin besar harga solubility yang
didapatkan dalam suatu sampel akan semakin baik, karena seluruh acid
(asam) yang berfungsi sebagai stimulan bekerja dengan baik. Tetapi
dalam percobaan ini harga solubility tidak begitu besar, hal ini
kemungkinan disebabkan karena sampel kurang halus dalam
penggerusan sehingga akan menutupi kertas saring yang ada.
c) Pemberian stimulan pada sumur merupakan alternatif yang cukup
baik guna memaksimalkan kembali produksi minyak pada sumur
tersebut.
d) Dari keterangan diatas besar daya larut asam terhadap batu pasir
lebih besar daripada batu gamping, artinya batu pasir lebih reaktif
daripada batu ganping terhadap larutan asam HCl. Artinya dalam
pelaksanaan proses acidizing terhadap batu pasir (sandstone), larutan
asam yang tepat digunakan adalah larutan HCl.

54
BAB VII
PENENTUAN TEKANAN KAPILER
PADA SAMPLE BATUAN RESERVOIR

7.1 Tujuan
Menentukan nilai tekanan kapiler pada sample batuan reservoir untuk
menentukan distribusi saturasi fluida vertical yang merupakan salah satu dasar
untuk menetukan secara effisien letak kedalaman sumur yang akan dikomplesi

7.2 Teori Dasar


Distribusi fluida vertical dalam reservoir memegang peranan penting
didalam perencanaan well completion. Disrtibusi secara vertical ini mencerminkan
distribusi saturasi fluida yang menempati setiap porsi rongga pori. Adanya tekanan
kapiler (Pc) mempengaruhi distribusi minyak dengan gas. Didalam rongga pori
tidak terdapat batas yang tajam atau bentuk zona transisi. Oleh karena tekanan
kapiler dapat dikonversi menjadi ketinggian diatas kontak minyak air (H), maka
saturasi minyak, air dan gas yang menempati level tertentu dalam reservoir dapat
ditentukan. Dengan demikian distribusi saturasi saturasi fluida ini merupakan salah
satu dasar untuk menentukan secara effisien letak kedalam sumur yang akan
dikomplesi.
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka.
Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida “non-
wetting fasa” (Pnw) dengan fluida “Wetting fasa” (Pw) atau :
Pc = Pnw - Pw

55
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir biasanya air sebagai fasa
yang membasahi (wetting fasa), sedangkan minyak dan gas sebagai non-wetting
fasa atau tidak membasahi.
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan
macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai
berikut
2. σ.cos θ
Pc = = ∆ρ. g. h
r

dimana :
Pc = tekanan kapiler
σ = tegangan permukaan antara dua fluida
cos θ = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori-pori
∆ρ = perbedaan densitas dua fluida
g = percepatan gravitasi
h = tinggi kolom
Dalam Persamaan diatas dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan
dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact), sehingga data
tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi air (S w),
seperti pada (Gambar 7.1).
Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi bentuk
kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.
Dari Persamaan diatas ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika perbedaan
densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa
reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas fluidanya bertambah
besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum. Demikian juga untuk
reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak minyak-air
akan mempunyai zona transisi yang panjang.
Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran
permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan

56
ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir dengan permeabilitas yang
rendah.

Gambar 7.1
Kurva Tekanan Kapiler
(Craft, B.C., Hawkins M.F., 1959)

7.3 Alat dan Bahan


7.3.1 Alat :
Mercuri injection Capillary Pressure Apparatus dengan komponen-
komponen sebagai berikut :
a) Pump Cylinder
b) Measuring screw
c) Make Up.Nut
d) Picnometer Lid

57
e) Sample Holder
f) Observation Window
g) Pump scale
h) Mecrometer Dial
i) Pessure Hoss
j) 0 – 2 atm (0 – 30 psi) Pressure Gauge
k) 0 – 15 atm (0 – 200 psi) Pressure Gauge
l) 0 – 150 atm (0 – 200 psi) Pressure Gauge
m) Vacuum Gauge
n) 14 - 15 Pressure Control
o) 16 - 17 dan 21 Pressure Relief Velve
p) Pump Plunger
q) Yoke Stop
r) Traveling Yoke

7.3.2 Bahan :
a) Fresh Core
b) Gas

58
Gambar 7.4
Mercury Injection Capillary Pressure Apparatus
7.4 Prosedur Kerja
7.4.1 Kalibrasi Alat
Yaitu untuk menentukan volume picnometer (28; 150 cc).
a) Pasang picnometer lid (4) pada tempatnya, pump metering
plunger diputar penuh dengan manipulasi handwheel.
b) Buka vacuum valve pada panel, system dikosongkan sampai
small gauge menunjukkan nol, kemudian panel valve ditutup,
picnometer dikosongkan sampai tekanan absolute kurang dari 20 micro.
c) Putar handwheel sampai metering plunger bergerak maju dan
mercury level mencapai lower reference mark.
d) Moveable scale ditetapkan dengan yoke stop (pada 28 cc)
dan handwheel dial diset pada pembacaan miring kanan pada angka 15.
e) Mercury diinjeksikan ke picnometer sampai pada upper
reference mark, skala dan dial menunujukkan angka nol. (0,000).
f) Jika pembacaan berbeda sedikit dari nol, perbedaan tersebut
harus ditentukan dan penentuan untuk dial handwheel setting pada step
4. Jika perbedaan terlalu besar yoke stop harus direset kembali dan
deviasi pembacaan adalah ± 0,001 cc.
Karena dalam penggunaan alat ini memakai tekanan yang besar tentu
akan terjadi perubahan volume picnometer dan mercury. Untuk itu perlu
dilakukan Pressure-volume Correction yaitu :
a) Letakkan picnometer lid pada tempatnya, pump metering
plunger diputar penuh dengan memanipulasi handwheel.
b) Ubah panel valve ke vacuum juga small pressure gauge
dibuka, system dikosongkan sampai absolut pressure kurang dari 20
micro.

59
c) Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference
amrk, adjust moveable scale dan handwheel scale dial pada pembacaan
0,00 cc kemudian tuutp vacuum valve.
d) Putar bleed valve mercury turun 3 mm di bawah upper
reference mark.
e) Putar pompa hingga mercury mencapai upper reference mark
lagi dan biarkan stabil selama ± 30 detik.
f) Baca dan catat tekanan pada small pressure gauge
serta hubungan volume scale dan dial handwheel (gunakan dial) yang
miring kekiri sebagai pengganti 0-5 cc. Graduated interval pada skala.
g) Ste d, e, f diulang untuk setiap kenaikkan pada sistem,
kemudian catat volume dan tekanan yang didapat. Jika tekanan telah
mnecapai limit 1 atm, bukan Nitrogen valve.
h) Jika telah mencapai limit gunakan 0,150 atm gauge.
i) Jika test telah selesai tutup panel nitrogen valve,
sistem tekanan dikurangi dengan mengeluarkan gas sampai tekanan
sistem mencapai 1 atm.
j) Data yang didapat kemudian diplot, maka akan
terlihat bagaimana terjadinya perubahan pressure-volume.
A – B = Perubahan volume oleh tekanan (pada tekanan rendah)
C – D = Perubahan volume pada tekanan tinggi
E = Inflection point

7.4.2 Prosedur Untuk Menentukan Tekanan kapiler


a) Siapkan core (memp. Pore vol) yang telah diekstrasi dengan vol 1 –
2 cc, kemudian tempatkan pada core holder.
b) Picnometer lid dipasang pada tempatnya dan putar handwheel secara
penuh.
c) Ubah panel valve ke vacuum dan pressure gauge dibuka, system
dikosongkan sampai absolut pressure kurang dari 29 micron.

60
d) Tutup vacuum, putar pump metering plunger sampai level mercury
mencapai lower reference mark.
e) Pump scale diikat dengan yoke stop dan dial handwheel diset pada
pembacaan 15 (miring kanan). Dan berikan pembacaan pertama 28,150
cc.
f) Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference mark. Baca
besarnya bulk volume dari pump scale dan handwheel dial. Sebagai
contoh jika pembacaan skala lebih besar dari 12 cc dan dial handwheel
menunjukkan 32,5 maka bulk volume sample 12,325 cc.
g) Gerakkan pump scale dan handwheel dial pada pembacaan 0,000 cc.
h) Putar bleed valve, maka gas / udara mengalir ke sistem sampai level
mercury turun 3 sampai 5 mm di bawah upper reference mark.
i) Putar pompa sampai permukaan mercury mencapai tanda paling atas
dan usahakan konstan selama 30 detik.
j) Baca dan catat tekanan (low pressure gauge) dan volume scale
beserta handwheel dial (miring ke kiri) untuk mengganti 0-5 cc
graduated interval pada scale.
k) Step 8, 9, 10 diulang untuk beberapa kenaikkan tekanan. Jika
tekanan telah mencapai 1 atm buka nitrogen valve. Jika sistem telah
mencapai limit pada 0-2 atm gauge, gauge diisolasi dari sistem dan
gunakan 0-150 atm gauge.
l) Step 11 diulangi sampai tekanan akhir didapat.
m) Catatan : fluktuasi thermometer ± 1 – 2 oC.
n) Jika test telah selesai, nitrogen valve ditutup. Tekanan sistem
dikurangi sampai mencapai tekanan atm dengan mengeluarkan gas
lewat bleed valve.

61
7.5 Hasil Percobaan dan Perhitungan
Tabel 7.1 Hasil Percobaan

62
Tabel 7.2
Pressure Volume Correction

Pressure (atm) Volume (cc)


0 0,0
1 0,15
4 0,25
9 0,35
15 0,40
25 0,45
35 0,48
40 0,49
50 0,50
60 0,51
100 0,54
110 0,56
120 0,59
125 0,62
128 0,64
130 0,67
131 0,69
132 0,71
133 0,74
134 0,77
135 0,80
136 0,83
137 0,87
139 0,99
140 1,0

7.6 Pembahasan

63
Setelah dlakukan percobaan dan didapatkan hasil yang ditunjukkan oleh
peralatan, selanjutnya nilai – nilai tersebut dimasukkan kedalam tabel 7.1.plot nilai
correct pressure dan mercury saturation. Hasil kurva yang didapatkan adalah nilai
merury saturation berbanding terbalik dengan nilai correct pressure, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 7.5 Nilai mercury saturation akan mengalami
peningkatan seiring dengan menurunnya correct pressure.

Grafik 7.1 Correct Pressure – Mercury Saturation

Untuk mencari hubungan nilai tekanan dan volume, plot nilai tekanan dan
volume dari table 7.2. hasilnya didapatkan seperti pada gambar 7.6. nilai tekanan
akan berbanding lurus dengan nilai volume. Semakin besar jumlah volume maka
nilai tekanan kapiler akan semakin meningkat.

Grafik 7.2 Hubungan Tekanan vs Volume

64
7.7 Kesimpulan
1. Penentuan tekanan kapiler dari suatu sampel formasi dapat
dikatakan lebih cepat dan efisien pada distribusi tertinggi saturasi
fluidanya.
2. Dari percobaan diperoleh dari adanya distribusi tersebut, maka akan
terdapatnya zona transisi karena tidak terdapat batas fluida yang jelas.
3. Nilai dari pressure berbanding lurus dengan volume. Semakin besar
volume, maka nilai tekanan akan semakin meningkat.
4. Nilai dari correct pressure akan berbanding terbalik dengan nilai
mercury saturation. Tetapi penurunannya terjadi secara bertahap. Dari
gravik terlihat ada dua tahap penurunan, yaitu pada 120 atm sampai 10
atm

65

You might also like