You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa dengan gejala mencakup gangguan pada pikiran,
perasaan dan perilaku. Pada DSM IV dan DSM IV-TR, skizofrenia mencakup 2 kelompok
gejala, yaitu gejala positif dan gejala negatif disertai dengan kemunduran fungsi sosial,
pekerjaan, dan hubungan interpersonal yang berlangsung selama paling sedikit 6 bulan.
Kraepelin (1856-1926) ialah seorang kedokteran jiwa di Munich dan ia mengumpulkan
gejala-gejala dari sindroma ini, lalu digolongkannya ke dalam satu kesatuan yang dinamakan:
demensia praecox. Menurut Kraepelin pada penyakit ini terjadi kemunduran intelegensi sebelum
waktunya, sebab itu dinamakan demensia (kemunduran inteligensi) praecox (muda, sebelum
waktunya).

ETIOLOGI
1. Keturunan
Adanya faktor keturunan yang menentukan timbulnya skizofrenia. Buktinya adalah penelitian
tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia, terutama anak-anak kembar satu telur. Angka
kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8%, saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan salah salah satu
orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%, bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-
68%, bagi kembar dua telur 2-15%, bagi kembar satu telur 61-86%. Potensi untuk mendapatkan
skizofrenia diturunkan melalui gen yang resesif, potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah,
tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi skizofrenia atau
tidak.

2. Endokrin
Dahulu, teori terjadinya skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan endokrin. Teori ini
dikemukakan karena sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau
pierium dan waktu klimakterium, tetapi hal ini tidak dapat dibuktikan.

1
3. Metabolisme
Karena gangguan metabolisme, penderita skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat. Ujung
extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun.

4. Susunan saraf pusat


Penyebab skizofrenia karena kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diencephalon atau kortex
otak. Tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan-perubahan
post mortem atau artefak pada waktu membuat sediaan. Teori-teori itu dimasukan ke dalam
kelompok teori somatogenik, teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan badaniah.

5. Teori Adolf Meyer


Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah. Meyer mengakui bahwa suatu
kontitusi yang inferior dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia.

6. Teori Sigmund Freud


Bila kita memakai formula Freud, maka pada skizofrenia terdapat:
- Kelemahan Ego, dapat timbul karena psikogenik ataupun somatik.
- Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan id yang berkuasa serta terjadi
suatu regesi ke fase narsisme.
- Kehilangan kapasitas untuk pemindahan sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7. Eugen Bleuler
Bleuler mengajukan supaya lebih baik dipakai istilah "skizzofrenia", karena nama ini tepat sekali
menonjolkan gejala utama penyakit, yaitu jiwa yang terpecah-belah, adanya keretakan atau
disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan (schizos = pecah-belah atau
bercabang, phren = Jiwa).
Bleuler membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok:
a.Gejala-gejala primer:
 Gangguan proses pikiran.
 Gangguan emosi.
 Gangguan kemauan.

2
 Otisme.
b.Gejala-gejala sekunder:
 Waham.
 Halusinasi.
 Gejala katatonik atau ganguan psikomotorik yang lain.

8. Teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu sindroma yang disebabkan karena
keturunan, pendidikan yang salah, tekanan jiwa, dan penyakit badaniah.

9. Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosomatik.


Gejela-gejala hanya pada sekunder karena gangguan dasar yang psigenik, atau merupakan
manifestasi somatic dari gangguan psikogenik. Kelompok ini adalah teori psikogenik,
skizofrenia dianggap sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utamanya ialah konflik,
stres psikologik dan hubungan antar-manusia yang mengecewakan.

GEJALA-GEJALA
Ada 2 kelompok menurut Bleuler yaitu: primer dan sekunder.
Gejala-gejala Primer :
 Asosiasi terganggu (gangguan proses pikiran). Pada skizofrenia, inti gangguan
memang terdapat pada proses pikiran.
 Afek terganggu. Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa:
- Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, tapi pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.
- Paramimi: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
 Ambivalensi (Menghendaki 2 hal yang berlawanan pada waktu yang sama).
 Autisme (Cenderung menarik diri dari dunia luar dan akan berdialog dengan dunianya
sendiri).

3
Gejala-gejala Sekunder:
 Waham: Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre,
tetapi penderita tidak sadar hal itu dan bagi penderita wahamnya merupakan fakta dan
tidak dapat diubah oleh siapa pun.
 Halusinasi: Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal itu
merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain.
 Ilusi: Munculnya persepsi baru akibat adanya mental image serta objek luar.
 Depersonalisasi: Suatu keadaan dimana dirinya merasakan berubah.
 Negativisme: Sikap yang berlawanan dengan yang diperintahkan kepadanya, dan dia
menolak tanpa alasan.
 Automatisasi: Pekerjaan yang dilakukan dengan sendirinya, tidak terpengaruh dari luar.
 Echolalia: Secara spontan menirukan bunyi atau suara atau ucapan yang didengar dari
orang lain.
 Mannerisme: Mengulang-ulang perbuatan tertentu eksesif, biasanya dilakukan secara
ritual seperti melakukan seremonial.
 Streotipi: Tindakan yang berulang-ulang.
 Fleksibilitas cerea: Sikap atau bentuk atau posisi yang dipertahankan dalam posisi yang
kosong.
 Benommenheit: Intelektual atau perkembangan yang lambat.
 Katapleksi: Hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara serta dicetuskan oleh
berbagai keadaan emosional.

Seorang Penderita dapat digolongkan menjadi:


1. Skizofrenia simplex. Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utamanya adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya ditemukan,
waham dan halusinasinya jarang sekali ada.
2. Jenis hebefrenik. Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok ialah: gangguan proses berfikir, gangguan
kemauan dan adanya depersonalisasi.
3. Jenis katatonik. Timbul pertama kali antara umur 15-30 tahun, biasanya akut serta didahului
oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor katatonik.

4
a. Stupor Katatonik: Penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali pada lingkungannya.
Gejala-gejalanya:
 Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup
 Muka tanpa mimik.
 Negativisme: bila diganti posisinya, penderita menentang.
 Terdapat grimas dan katalepsi.
b. Gaduh gelisah katatonik: Terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan emosi
dan rangsangan dari luar.
4. Jenis paranoid. Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam
perjalanan penyakitnya.
Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun. Penderita mudah tersinggung, mudah menyendiri, agak
congkak dan kurang percaya pada orang lain.
5, Episoda skizofrenia akut.
Timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin
berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri
berubah, semuanya seakan-akan punya suatu arti yang khusus baginya.
6. Skizofrenia residual. Gejala-gejala sekunder tidak jelas. Keadaan ini timbul sesudah beberapa
kali serangan skizofrenia.
7. Jenis skizo-afektif. Di samping gejala-gejalanya yang menonjol, secara bersamaan terdapat
gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa
defek tetapi mungkin juga akan sering timbul.

KRITERIA SKIZOFRENIA MENURUT DSM-IV:


A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil):
1. Waham.
2. Halusinasi.
3. Bicara terdisorganisasi (misalnya: sering menyimpang atau inkoheren).
4. Perilaku terdisorganisasi.
5. Gejala negative, yaitu: pendataran afektif, alogia, avolution.

5
Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau halusinasi,
yang terdiri dari: suara yang terus menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien, dua atau
lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama lainnya.
B. Terdapat disfungsi sosial dan pekerjaan.
C. Penyakit sudah berlangsung lebih dari 6 bulan.
D. Tidak termasuk gangguan skizoafektif dan gangguan mood.
E. Tidak termasuk gangguan akibat penyalahgunaan zat dan akibat suatu kondisi medis
umum.
F. Tidak terdapat gangguan pervasive.

Gangguan delusional didefinisikan sebagai suatu gangguan psikiatrik dimana gejala utamanya
adalah waham. Gangguan delusional sebelumnya disebut “paranoia” atau “gangguan paranoid”.
Tetapi, istilah tersebut secara tidak tepat menyatakan bahwa waham selalu bersifat persekutorik,
dan tidak demikian halnya. Waham pada gangguan delusional juga dapat bersifat kebesaran,
erotik, cemburu, somatik, dan campuran.
Gangguan delusional harus dibedakan dari gangguan alam perasaan dan skizofrenia.
Walaupun pasien dengan gangguan delusional mungkin memiliki suatu alam perasaan yang
konsisten dengan isi wahamnya, mereka tidak memiliki bukti meresapnya gejala afektif yang
terlihat pada gangguan alam perasaan. Demikian juga, pasien dengan gangguan delusional
adalah berbeda dengan pasien skizofrenik dalam hal tidak kacaunya isi waham mereka (sebagai
contohnya, “dibuntuti oleh FBI”, dimana tidak dapat dipercaya tetapi mungkin terjadi, lawan
“dikendalikan oleh orang suci”, yang tidak mungkin). Pasien dengan gangguan delusional juga
tidak memiliki gejala lain yang ditemukan pada skizofrenia, seperti halusinasi yang menonjol,
pendataran afektif, dan gejala tambahan gangguan pikiran.

SEJARAH
Istilah sebelumnya untuk gangguan delusional, “paranoia”, diturunkan dari bahasa Mesir
yang berarti “disamping” dan “pikiran”. Dalam hal itu, “paranoia” secara historis digunakan
untuk menggambarkan berbagai status mental, termasuk demensia dan delirium. Didalam
pemakaian moderen, “paranoia” digunakan untuk mengartikan kecurigaan yang berlebihan,
biasanya tidak didasarkan pada penilaian situasi secara realistik. Tetapi, seringkali istilah

6
“paranoia” digunakan secara umum oleh orang awam dan profesional kesehatan mental untuk
mengartikan kecurigaan jenis apapun. Didalam lingkungan kesehatan mental, lebih baik
membatasi penggunaan kata “paranoia” untuk situasi klinis dimana derajat paranoia adalah
bersifat waham.
Ditahun 1881 Johann Christian Heinroth memperkenalkan konsep dasar paranoia
kedalam psikiatri saat ia menggambarkan gangguan intelektual di bawah istilah “Verrucktheit”.
Di tahun 1838 dokter psikiatri Perancis Jean Etienne Dominique Esquirol memperkenalkan
istilah “monomania” untuk menandai waham yang tidak disertai dengan dalam pengungkapan
alasan logika atau perilaku umum.

KARL LUDWIG KAHLBAUM


Karl Ludwig Kahlbaum di tahun 1863 menggunakan istilah “paranoia” dan menyatakan
bahwa gangguan tersebut adalah jarang tetapi terpisah. Kahlbaum menamakan keadaan tersebut
sebagai kegilaan parsial yang mempengaruhi intelektual tetapi bukan daerah fungsi mental
lainnya. Pasien dengan paranoia, menurut Kahlbaum, ditandai oleh sistem waham yang persisten
yang tetap relatif statik pada keseluruhan gangguan.

EMIL KRAEPELIN
Emil Kraepelin juga menamakan suatu keadaan yang dinamakannya “paranoia” yang
ditandai oleh sistem waham yang persisten tanpa adanya halusinasi dan keruntuhan pribadi.
Tetapi, Kraepelin menganggap gangguan tersebut jarang terjadi. Dua gangguan paranoid lain
yang dikenali oleh Kraepelin adalah paraphrenia dan dementia paranoides. Paraphrenia
dibedakan dari paranoia dengan adanya pada paraphrenia yaitu halusinasi dan onset yang lanjut
tetapi serupa dengan paranoia dalam tidak adanya perjalanan yang memburuk. Dementia
paranoides ditandai oleh onset gejala yang dini yang menyerupai paranoia tetapi selanjutnya
berkembang menjadi suatu gangguan dengan perjalanan penyakit yang memburuk, kemungkinan
berhubungan dengan skizofrenia paranoid.

EUGEN BLEULER
Eugen Bleuler, yang mengajukan istilah “skizofrenia”, adalah bertanggung jawab atas
perluasan rentang orang yang dapat memperoleh diagnosis skizofrenia. Bleuler berpendapat

7
bahwa paranoia, yang berbeda dari skizofrenia, merupakan keadaan yang sangat jarang yang
tidak memerlukan kategori diagnostik yang terpisah.

SIGMUND FREUD
Rumusan Sigmund Freud tentang perkembangan gejala paranoid adalah kejadian penting
dalam perkembangan konsep. Freud menggunakan autobiografi tentang seorang hakim yang
terkenal, Daniel Paul Schreber, sebagai sumber material untuk membuktikan hipotesisnya bahwa

8
BAB II
SKIZOFRENIA PARANOID

Perjalanan penyakit pada skizofrenia tipe paranoid agak konstan. Jarang terjadi hendaya
dalam kemampuan fungsi sehari-hari apabila isi waham tidak disentuh. Biasanya fungsi
intelektual dan pekerjaan dapat dipertahankan walaupun gangguan tersebut bersifat kronik.
Fungsi sosial dan kehidupan perkawinannya pada umumnya cukup terganggu.
Pada skizofrenia paranoid gambaran utama yang menonjol adalah:
 Waham kejar atau waham kebesaran, misalnya kelahiran luar biasa (excited birth), urusan
penyelamat bangsa, dunia dan agama, seperti misalnya kenabian atau mesias, perubahan
tubuh atau halusinasi yang mengandung isi kerajaan/kebesaran.
 Sebagai tambahan, waham cemburu dapat pula ditemukan.
Gambaran penyertanya meliputi:
 Kecemasan tak berfokus.
 Kemarahan.
 Suka bertengkar/berdebat.
 Melakukan kekerasan.
 Kadang ditemukan kebingungan tentang identitas jenis atau ketakutan bahwa dirinya
diduga oleh orang lain sebagai orang-orang homoseksual.
Onset tipe ini cenderung timbul dalam usia yang lebih lanjut dibandingkan dengan tipe lainnya,
dan ciri-cirinya lebih stabil dalam jangka panjang. Apabila seseorang penderita skizofrenia tipe
paranoid mempunyai keluarga yang menderita skizofrenia biasanya anggota keluarganya
menderita skizofrenia tipe paranoid.

KRITERIA DIAGNOSTIK SKIZOFRENIA PARANOID:


a. Waham kejar.
b. Waham besar.
c. Wham cemburu.
d. Halusinasi yang berisi kejaran atau kebesaran.

9
BAB III
GANGGUAN DELUSIONAL

A. EPIDEMIOLOGI
Usia onset rata-rata adalah kira-kira 40 tahun, tetapi rentang usia untuk onset adalah dari
18 tahun sampai 90 tahun. Terdapat sedikit lebih banyak pasien perempuan, orang yang sudah
menikah dan bekerja, tetapi mungkin terdapat hubungan dengan status sosioekonomi yang
rendah.

B. ETIOLOGI
Pada umumnya, etiologi masih tidak diketahui. Ada suatu kemungkinan bahwa gangguan
delusional adalah sub tipe dari skizofrenia/gangguan afektif.
Namun hasil studi menyatakan bahwa gangguan delusional merupakan gangguan yang
tersendiri. Disamping itu gangguan delusional biasanya muncul pertama kali pada usia yang
lebih tua dibandingkan dengan skizofrenia atau gangguan afektif.

Faktor Genetik
Kendler (1981) mencatat adanya prevalensi yang rendah dari skizofrenia dalam keluarga
pasien dengan gangguan delusional (0,6%) dibandingkan keluarga dengan skizofrenia(3,8%).
Kemudian Kendler dan koleganya (1985) menunjukkan bahwa riwayat gangguan
kepribadian paranoid lebih sering terjadi pada pasien dengan gangguan delusional (4,8%)
dibandingkan dengan kontrol (0%) dan pasien dengan skizofrenia (0,8%). Dalam penelitiannya
mereka menemukan tidak adanya peningkatan insiden skizofrenia, gangguan kepribadian
schizoid-skizotipal, dan gangguan afektif pada pasien dengan gangguan delusional.

Faktor Biologis
Keadaan neurologis yang paling sering berhubungan dengan waham adalah kelainan yang
mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis. Pasien yang memiliki waham yang disebabkan
oleh kondisi neurologis tanpa adanya gangguan kecerdasan cenderung memiliki waham yang
kompleks yang mirip dengan yang ditemukan pada pasien dengan gangguan delusional.

10
Sebaliknya, pasien yang menderita gangguan neurologis dengan gangguan kecerdasan
seringkali memiliki waham yang sederhana yang tidak sama dengan yang ditemukan pada pasien
dengan gangguan delusional. Jadi mungkin gangguan delusional melibatkan patologi dalam
sistem limbik atau ganglia basalis pada pasien dengan fungsi kortikal serebral yang intak.
Hipotesis bergantung pada adanya pengalaman mirip halusinasi yang perlu dijelaskan. Adanya
pengalaman halusinasi tersebut pada gangguan delusional belum dibuktikan.

Faktor Psikodinamika
Pada tahun 1911, Freud menerbitkan "Psychoanalytic Notes upon an
autobiographical Account of a Case of Paranoia (Dementia Paraniods)". Interpretasinya
dari kasus ini, yang menjadi dasar teori psikodinamika dari paranoia, didasari pada hasil
bacaannya dari pengalaman seorang hakim ketua pengadilan di Dresden yaitu Daniel Paul
Schreber yang menderita episode penyakit psikiatrik di tahun 1884, 1885 dan 1893. Episode
kedua menyebabkannya dirawat di rumah sakit untuk waktu yang lama dimana pasien keluar
pada tahun 1902.
Freud menyatakan bahwa Schreber pada tahun 1903 mengeluarkan penjelasan, Memoirs
of My Nervous Illnes, yang memberikan dasar teori "penderita paranoia tidak dapat dipaksa
untuk menghadapi masalah internal, dan dalam banyak kasus, mereka hanya mengatakan apa
yang ada dalam pikiran mereka...". Freud berargumentasi bahwa kasus yang tercatat merupakan
pengenalan personal; dan pada kasus Schreber, Freud tidak pernah melihat pasiennya. Namun ia
menyatakan bahwa kasus Schreber menggambarkan suatu mekanisme umum dari pembentukan
waham yang meliputi penyangkalan atau kontradiksi, proyeksi represi dari impuls homoseksual
yang timbul dari alam bawah sadar pasien paranoid. Bentuk-bentuk waham dari paranoia dapat
timbul sebagai kontradiksi "I (seorang laki-laki) love him (seorang laki-laki)". Ada nuansa
homoseksual.

Secara lebih rinci, contoh-contoh berikut menggambarkan bentuk-bentuk yang tidak logis :
1. Waham kejar
Karena secara sadar homoseksual tidak dapat diterima, maka pikiran "I love him"
diingkari dan dengan menggunakan reaksi formasi, berubah menjadi "It is not I
who hate him, it is him who hates me". Pada keadaan paranoid yang kemudian

11
berkembang penuh, pikiran itu menjadi "I am persecuted by him". Kemudian
pasien merasionalisasikan kemarahannya dan secara sadar menjadi apa yang ia
persepsikan akan membenci dirinya. Pasien bukannya menjadi sadar akan adanya
impuls homoseksualitas, malahan ia menolak cinta siapapun, kecuali dirinya
sendiri.
2. Waham erotomania
Pasien pria akan merubah "I love him" menjadi "I love her", dan pikiran ini melalui
proyeksi menjadi "She love me and so I love her"
3. Waham cemburu
Freud percaya bahwa homoseksualitas merupakan penyebab terbentuknya waham
cemburu. Dalam upaya mennghilangkan impuls-impuls yang menyakitkan, maka
pasien berpreokupasi dengan pikiran-pikiran cemburu. Dengan demikian pasien
dapat menjadi asertif. "I don't love him" diubah menjadi "She love him".
4. Waham kebesaran (megalomania)
Di sini terdapat kontradiksi "I do not love him - I love myself".

Berdasarkan teori psikoanalisis, inti teori ini adalah waham yang menunjukkan usaha
untuk mengatasi impuls homoseksual yang tidak disadari. Dinamika dari impuls homoseksual
yang tidak disadari adalah serupa, pada pasien paranoid laki-laki maupun perempuan.
Beberapa kejadian klinis yang kurang mendukung teori Freud, seperti misalnya : pasien
yang jelas memperlihatkan gejala gangguan delusional tidak menunjukkan adanya indikasi
homoseksual. Sebaliknya pasien-pasien homoseksual, kebanyakan diantaranya tidak
menunjukkan simptom paranoid atau waham.
Mekanisme Freud tentang waham membedakan antara isi dan bentuk dalam
psikopatologik. la mengajukan kesimpulan tentang proses waham tetapi tidak mejelaskan dengan
baik bagaimana waham itu dibentuk dibandingkan dengan gejala lain seperti halusinasi.
Kebenaran dari mekanisme hipotesis ditentukan dengan adanya bukti bahwa waham
berhubungan dengan kecenderungan homoseksual.
Teori ini telah dibenarkan karena tidak adanya homoseksualitas yang mempunyai waham
kebesaran. Beberapa usaha fundamental yang telah dilakukan untuk menguji hipotesis ini tidak
dapat mencapai suatu kesimpulan.

12
Beberapa kecenderungan homoseksual dapat ditemukan pada beberapa pasien delusional,
dan kondisi ini dapat melawan mekanisme bawah sadar dari homoseksualitas.
Pendekatan klasik menunjukkan bahwa konsep psikoanalisis yang penting seperti
proyeksi dan suatu kewaspadaan bahwa pengalaman perkembangan dapat mempengaruhi isi
pikir delusional. Paranoid komunitas semu (paranoid pseudocommunity). Norman Cameron
menggambarkan tujuh situasi yang memungkinkan perkembangan gangguan delusional, yaitu :
1. Peningkatan keinginan untuk mendapatkan terapi yang sadistik.
2. Situasi yang meningkatkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.
3. Isolasi sosial.
4. Situasi yang meningkatkan kecemburuan dan iri hati.
5. Situasi yang merendahkan harga diri.
6. Situasi yang menyebabkan seseorang melihat kecacatan dirinya pada orang lain.
7. Situasi yang meningkatkan potensi untuk merenungi tentang arti dan motivasi.

Patogenesis
Walaupun patogenesis waham tidak diketahui dengan pasti, namun ada beberapa teori
yang sudah dikembangkan. Pada hipotesis pembentukan waham, kiranya perlu dipertimbangkan
beberapa hal yang berikut ini, yaitu :

1. Waham terdapat pada penyakit-penyakit umum dan psikiatrik.


2. Tidak semua orang dengan gangguan tersebut mengalami waham.
3. Isi waham menentukan tipe-tipe waham.
4. Waham dapat hilang bila diberi pengobatan terhadap gangguan yang mendasar.
5. Waham dapat menetap atau menjadi sistematik.
6. Waham dapat menyertai perubahan persepsi seperti halusinasi dan gangguan sensorik.
7. Keberadaan waham dapat dikaburkan bila fungsi sosial, intelektual dan emosional
tidak terganggu.

Ada 3 kategori dari Teori Pembentukan Waham :


1. Waham yang timbul pada sistem kognitif muncul karena adanya pola yang berbeda
dari motivasi yang ada (mekanisme psikodinamika dan teori fungsi sosial).
2. Waham timbul sebagai akibat dari defek kognitif fundamental yang mengakibatkan

13
kapasitas pasien untuk membuat kesimpulan dari bukti-bukti (gangguan hubungan
sebab akibat).
3. Waham yang timbul dari proses kognitif yang normal menunjukkan adanya
pengalaman persepsi abnormal (mekanisme psikobiologik, hipotesis pengalaman
yang menyimpang)
Teori-teori ini penting untuk tidak saling mengistimewakan satu dengan yang lainnya.
Keyakinan delusional yang demikian merupakan hasil yang berbeda dan melibatkan 1 atau lebih
dari mekanisme psikodinamika.

C. GAMBARAN KLINIS

STATUS MENTAL
Deskripsi Umum
Pasien biasanya berdandan dengan baik dan berpakaian rapi, tanpa adanya bukti-
bukti adanya disintegrasi nyata pada kepribadian atau aktifitas harian. Tetapi, pasien
mungkin terlihat eksentrik, aneh, pencuriga atau bermusuhan. Pasien seringkali cerdik
dan membuat kecenderungan yang jelas bagi pemeriksa. Apa yang biasanya paling luar
biasa, tentang pasien dengan gangguan delusional adalah bahwa pemeriksaan status
mental menunjukkan bahwa mereka adalah sangat normal kecuali adanya sistem waham
abnormal yang jelas.

Suasana Perasaan dan Afek


Suasana perasaan pasien adalah sejalan dengan isi waham. Seorang pasien dengan
waham kebesaran adalah euforik; seorang pasien dengan waham kejar adalah pencuriga.
Adapun sifat sistem wahamnya, pemeriksa mungkin merasakan adanya kualitas depresif
ringan.

Gangguan Persepsi
Menurut definisinya, pasien dengan gangguan delusional tidak memiliki
halusinasi yang menonjol atau menetap. Menurut DSM IV, halusinasi raba dan cium
mungkin ditemukan jika hal tersebut adalah sejalan dengan wahamnya. Beberapa

14
pasien dengan gangguan delusional mengalami halusinasi lain, hampir semua adalah
halusinasi dengar, bukan visual.

Pikiran
Gangguan isi pikiran terutama dalam bentuk waham merupakan gejala utama
dari gangguan. Waham biasanya sistematis dan karakteristiknya adalah sesuatu yang
mungkin, contohnya, waham kejar, pasangan tidak jujur, terinfeksi oleh virus, dicintai
orang terkenal. Contoh isi pikiran itu berbeda dengan waham bizzare pada pasien
skizofrenia.

Sensorium dan kognisi


Orientasi : Pasien dengan gangguan delusional biasanya tidak memiliki
gangguan dalam orientasi, kecuali bila mereka memiliki waham spesifik tentang
orang, tempat, waktu.
Daya ingat : Daya ingat dan proses kognitif pada pasien dengan gangguan
delusional adalah tidak terganggu.

Pertimbangan dan tilikan


Pasien dengan gangguan delusional hampir seluruhnya tidak memiliki tilikan
terhadap kondisi mereka dan hampir selalu dibawa ke rumah sakit oleh orang lain.
Keputusan terbaik dapat diperoleh dengan menilai perilaku pasien di masa lalu,
sekarang dan perilaku yang direncanakan.

Kejujuran
Pasien dengan gangguan delusional, biasanya dapat dipercaya informasinya,
kecuali jika hal tersebut membahayakan sistem wahamnya.

TIPE GANGGUAN DELUSIONAL


1. Tipe erotomanik
Di dalam tipe erotomanik waham inti adalah bahwa pasien yang terkena
dicintai mati-matian oleh orang lain (biasanya seorang yang terkenal), seperti bintang

15
film, atau atasan ditempat kerja. Pasien dengan waham erotik adalah sumber
gangguan bermakna terhadap tokoh masyarakat. Gangguan delusional tipe erotomanik
juga dinamakan erotomania, psychose passionelle, dan sindroma de Clerambault. Onset
gejala dapat mendadak dan seringkali menjadi pusat perhatian utama pada kehidupan
seseorang yang terkena. Usaha untuk berhubungan dengan obyek wahamnya biasanya
dilakukan lewat telepon, surat, mengirim hadiah, mengawasi atau mengintai, walaupun
pasien biasanya merahasiakan wahamnya.
Beberapa orang dengan gangguan ini, khususnya laki-laki, melakukan konflik
dengan hukum dalam usaha mereka mengejar objek didalam waham mereka atau dalam
usaha yang salah jalan untuk membebaskan diri mereka dari suatu bahaya yang
dikhayalkan. Sebagai contohnya, seorang laki-laki dengan gangguan delusional mungkin
berusaha membunuh suami dari seorang wanita yang dianggapnya jatuh cinta kepada
dirinya.
Orang yang terkena seringkali ditemukan hidup terisolisasi dan menarik diri.
Mereka biasanya hidup sendirian dan mempunysi kontak seksual yang terbatas, biasanya
mereka bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan yang sederhana.

2. Tipe Grandios (kebesaran)


Gangguan delusional tipe ini disebut juga dengan istilah megalomania. Bentuk
yang paling umum dari waham kebesaran adalah keyakinan bahwa seseorang memiliki
bakat atau wawasan yang luar biasa tetapi tidak diketahui atau membuat penemuan
penting.
Waham kebesaran mungkin memiliki isi religius dan orang dengan waham dapat
menjadi pemimpin sekte religius. Contohnya di Jepang adanya sekte Aum Shin Rikyo
dimana pemimpinnya adalah Asahara. Asahara mengaku dirinya sebagai Tuhan, diapun
mengatakan bahwa perbuatan dosa yang paling besar adalah membunuh hewan
khususnya yang berjenis serangga. Sedangkan bila pengikut sekte melakukan
pembunuhan itu bukan dosa.
Latar belakang sosial-budaya dan lingkungan (di Jepang) :
Mungkin di negara Jepang setiap warga negara diberikan kebebasan untuk percaya atau
tidak kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan pada pendidikan tingkat dasar, sampai tingkat

16
tinggi tidak terdapat pendidikan Agama secara formal. Sehingga hal tersebut mungkin
menjadi faktor pencetus timbulnya waham kebesaran yang memiliki isi religius.

3. Tipe cemburu
Gangguan delusional tipe cemburu terjadi jika waham mempermasalahkan
kesetiaan pasangan, maka tipe ini dikenal sebagai paranoia konjugal dan sindrom othello.
Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan wanita. Gangguan ini adalah jarang,
mengenai kemungkinan kurang dari 0,2 persen dari semua pasien psikiatrik. Onset
sering kali mendadak, dan gejala menghilang hanya setelah perpisahan atau kematian
pasangan. Waham cemburu dapat menyebabkan penyiksaan verbal dan fisik yang
bermakna terhadap pasangan dan bahkan dapat menyebabkan pembunuhan pasangan.
Jika seseorang terkena gangguan delusional tipe cemburu, kumpulan "bukti-
bukti" seperti pakaian yang kusut dan noda pada seperai, dapat dikumpulkan dan
digunakan untuk memutuskan waham.

4. Tipe kejar
Tipe ini adalah tipe dari gangguan delusional yang paling sering ditemukan, dan
merupakan tipe yang terasing. Bentuk waham presekutoriknya mungkin sederhana atau
lebih rumit dan biasanya menyangkut tema tunggal atau seri, tema yang berhubungan
seperti: komplotan perlawanan, diburu, ditipu, dibicarakan orang, dibuntuti, diracuni,
difitnah dengan penuh kebencian, dihalangi dalam mencapai tujuan jangka panjang.
Hinaan kecil dapat diperbesar dan menjadi pusat sistem waham. Orang dengan waham
kejar seringkali membenci dan marah, dan mereka mungkin melakukan kekerasan
terhadap orang lain yang diyakininya akan menyerang dirinya.

5. Tipe somatik
Gangguan delusional tipe somatik juga dikenal sebagai psikosis hipokondriakal
monosimptomatik. Perbedaan antara hipokondriasis dan gangguan delusional tipe
somatik terletak pada derajat keyakinan yang dimiliki pasien dengan gangguan
delusional tentang anggapan adanya penyakit pada dirinya. Waham yang paling sering
diderita adalah infeksi, infestasi serangga di atas atau di dalam kulit, dismorfobia,

17
waham tentang bau badan yang berasal dari kulit, mulut, atau vagina, dan waham
bahwa bagian tubuh tertentu seperti usus besar tidak berfungsi. Tipe ini mengenai
kedua jenis kelamin dengan persentasi yang sama dan diperkirakan jarang ditemui,
walaupun sebagian besar pasien kemungkinan pergi berobat ke dokter nonpsikiatrik.
Riwayat penyalah gunaan zat atau cedera kepala mungkin sering ditemukan pada pasien
dengan ganggguan ini. Frustasi yang disebabkan oleh gejala dapat menyebabkan
beberapa pasien bunuh diri.

D. PERJALANAN PENYAKIT
Beberapa klinisi dan beberapa data riset menyatakan bahwa stresor psikososial yang
dapat diidentifikasi seringkali ditemukan pada saat onset gangguan. Sifat stresor dapat
sedemikian rupa sehingga diperlukan suatu tingkat kecurigaan atau permasalahan pada pihak
pasien. Contoh dari stresor tersebut adalah imigrasi yang baru dilakukan, konflik sosial dengan
anggota keluarga atau teman, dan isolasi sosial. Pada umumnya, suatu onset yang tiba-tiba
diperkirakan lebih sering terjadi daripada suatu onset yang perlahan-lahan. Beberapa klinisi
percaya bahwa kepribadian pramorbid seorang pasien dengan gangguan delusional kemungkinan
ekstrovert, dominan dan hipersensitif. Beberapa klinisi juga percaya bahwa seorang pasien
dengan gangguan delusional kemungkinan memiliki kecerdasan yang dibawah rata-rata.
Kecurigaan atau permasalahan awal pasien secara bertahap menjadi besar sehingga menyita
sebagian besar perhatian pasien, dan akhirnya menjadi waham. Pasien mungkin mulai
berselisihan dengan teman kerjanya, mungkin mencari perlindungan dari FBI atau polisi, atau
mungkin mulai mendatangi banyak dokter medis atau bedah untuk berkonsultasi. Jadi, kontak
awal dengan pasien mungkin bukan dengan seorang dokter psikiatrik, tetapi malahan dengan ahli
hukum tentang gugatan, dokter pelayanan primer tentang keluhan medis, atau polisi tentang
kecurigaan yang bersifat waham.

E. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV untuk gangguan delusional :
1. Waham yang tidak aneh (yaitu melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan
nyata seperti sedang diikuti, diracuni, ditulari infeksi, dicintai dari jarak jauh, atau

18
dikhianati oleh pasangan atau kekasih, atau menderita suatu penyakit) selama
sekurangnya satu bulan.
2. Kriteria 1 untuk skizofrenia tidak pernah terpenuhi. Catatan : Halusinasi taktil dan
cium mungkin ditemukan pada gangguan delusional jika berhubungan dengan tema
waham.
3. Terlepas dari pengaruh waham-waham atau percabangannya, fungsi adalah tidak
terganggu dengan jelas dan perilaku tidak jelas aneh atau kacau.
4. Jika episode mood telah terjadi secara bersama-sama dengan waham, lama totalnya
adalah relatif singkat dibandingkan dengan lama periode waham.
5. Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Sebutkan tipe (tipe berikut ini disusun berdasarkan tema waham yang menonjol) :
1. Tipe erotomanik : Waham biasanya berkisar pada ide-ide percintaan yang romantik
atau persatuan spiritual. Atraksi seksual kurang menjadi
pemikirannya. Orang yang dilibatkannya bisanya dari kalangan
atas: orang yang terkenal, superior. Mereka biasanya tidak
mengenal pasien (asing). Upaya untuk berhubungan dengan objek
wahamnya biasanya dilakukan lewat hubungan telepon, surat,
mengirim hadiah, mengawasi atau mengintai, walaupun pasien
biasanya merahasiakan wahamnya. Kasus-kasus klinis biasanya
wanita, sedangkan kasus-kasus forensik biasanya pria. Beberapa
pasien dengan gangguan ini, terutama pasien pria, sering konflik
dengan penegak hukum, dalam upaya mengejar objek wahamnya
atau upaya penyelamatan dari imajinasi bahaya terhadap objek
wahamnya.
Prevalensi waham erotomanik merupakan sumber ancaman
terhadap tokoh masyarakat yang dianggap penting. Tipe erotomatik
disebut juga sebagai sindrom clerambault.
2. Tipe kebesaran : Waham yang biasanya berbentuk sebagai peningkatan kemampuan,
kekuatan, pengetahuan, identitas atau hubungan khusus dengan

19
dewa atau orang terkenal. Waham kebesaran dapat berisi masalah
keagamaan, pasien bahkan bisa menjadi pemimpin suatu sekte
keagamaan.
3. Tipe cemburu : Waham yang menyatakan bahwa pasangan seksual pasien adalah
tidak jujur atau tidak setia. Peristiwa kecil seperti pakaian yang
tidak teratur, suatu bintik pada kertas, mungkin akan dikumpulkan
dan dijadikan bukti atas wahamnya. Pasien dengan waham ini
sering konfrontasi dengan pasangannya dan dapat mengambil
langkah-langkah yang tidak biasa untuk mengintervensi
penghianatan dalam imajinasinya. Langkah ini mungkin berupa
membatasi autonomi pasangannya dengan meminta ia tidak pergi
tanpa kawalan pasien. Secara rahasia membuntutinya atau
menyelidikinya. Pasien dengan waham ini mungkin bisa
melakukan tindakan fisik terhadap pasangannya, gangguan pada
pasien disebut Conjugal paranoia atau sindrom Othello.
4. Tipe persekutorik : Tipe ini adalah tipe yang terasing. Bentuk waham persekutoriknya
mungkin sederhana atau lebih rumit dan biasanya menyangkut
tema tunggal atau seri tema yang berhubungan seperti : komplotan
perlawanan, ditipu, dibicarakan orang, dibuntuti, diracuni, difitnah
dengan penuh kebencian, dikacau, dihalang-halangi dalam
mencapai tujuan. Hal kecil mungkin dibesar-besarkan dan menjadi
fokus delusinya.
5. Tipe somatik : Waham somatik dapat muncul dalam beberapa bentuk. Tersering
adalah mencium bau busuk dari kulit, mulut, rektum, atau
vaginanya. Terinfeksi kuman, parasit dalam kulit/tubuhnya, bagian
tertentu kurang/tidak berfungsi dengan baik.
6. Tipe campuran : Pasien mempunyai lebih dari satu waham tetapi tidak ada satu tema
yang menonjol.
7. Tipe tidak ditentukan

20
F. DIAGNOSIS BANDING
Delirium dan demensia perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding pasien
dengan waham. Delirium dapat dibedakan dengan adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau
gangguan kemampuan kognitif. Waham pada awal perjalanan penyakit yang Alzheimer, dapat
memberikan gambaran suatu gangguan delusional; tetapi tes neurofisiologis biasanya
mendeteksi gangguan kognitif. Walaupun penyalahgunaan alkohol adalah ciri penyerta pada
pasien dengan gangguan delusional, gangguan delusional harus dibedakan dari gangguan
psikotik akibat alkohol dengan halusinasi. Intoksikasi dengan simpatomimetik, marijuana, atau
L-dopa kemungkinan menyebabkan geala waham.
Diagnosis banding psikiatrik untuk gangguan delusional adalah berpura-pura dan
gangguan buatan. Gangguan yang bukan buatan di dalam diagnosis banding adalah skizofrenia,
gangguan afektif, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan somatoform, dan gangguan
kepribadian paranoid.

G. PENATALAKSANAAN
Perawatan di rumah sakit
Pada umumnya pasien dengan gangguan delusional dapat diobati dengan rawat jalan,
tetapi ada alasan tertentu dimana diperlukan perawatan di rumah sakit , yaitu : Pertama
diperlukan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap menunjukkan kondisi medis
nonpsikiatris yang menyebabkan gangguan delusional. Kedua jika pasien tidak mampu
mengendalikan impulsnya, sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan kekerasan. Ketiga
jika perilaku pasien tentang waham telah mempengaruhi fungsi kehidupannya, sehingga
kemampuannya untuk dapat berfungsi dalam keluarga dan masyarakat berkurang. Dengan
demikian memerlukan intervensi profesional untuk menstabilkan hubungan sosial atau
pekerjaan.
Jika dokter yakin bahwa pasien akan baik jika diobati di rumah sakit, harus diusahakan
untuk membujuk pasien supaya menerima perawatan di rumah sakit; jika hal tersebut gagal,
komitmen hukum mungkin diindikasikan. Seringkali, jika dokter meyakinkan pasien bahwa
perawatan di rumah sakit adalah diperlukan, pasien secara sukarela masuk ke rumah sakit
untuk rnenghindari komitmen hukum.

21
Farmakoterapi
Dalam keadaan gawat darurat, pasien yang teragitasi parah harus diberikan suatu obat
antipsikotik secara intramuskular. Walaupun percobaan klinik yang dilakukan secara adekuat
dengan sejumlah pasien belum ada, sebagian besar klinisi berpendapat bahwa obat antipsikotik
adalah obat terpilih untuk gangguan delusional. Pasien gangguan delusional kemungkinan
menolak medikasi karena mereka dapat secara mudah menyatukan pemberian obat ke dalam
sistem wahamnya. Dokter tidak boleh memaksakan medikasi segera setelah perawatan di rumah
sakit, malahan harus menggunakan beberapa hari untuk dapat membina hubungan yang baik
dengan pasien. Dokter harus menjelaskan efek samping potensial kepada pasien, sehingga pasien
kemudian tidak menganggap bahwa dokter berbohong.
Riwayat pasien tentang respon medikasi adalah pedoman terbaik dalam memilih suatu
obat. Biasanya obat diberikan dalam dosis rendah dan ditingkatkan secara perlahan-lahan. Jika
respon gagal dalam masa percobaan selama 6 minggu, dapat dicoba antipsikotik dari golongan
lain. Adakalanya pasien dengan gangguan psikotik menolak pemberian medikasi ini, karena
mereka memasukkan hal ini ke dalam sistem wahamnya, misalnya pasien curiga ada racun di
dalam obat yang diberikan. Dalam hal ini perlu kebijaksanaan dokter untuk menjelaskan kepada
pasien secara perlahan-lahan, bahwa sama sekali tidak ada niat untuk berbuat jahat pada dirinya.
Beberapa dokter menyatakan bahwa pimozide (oral) atau serotonin-dopamin antagonis
mungkin efektif dalam mengatasi gangguan delusional terutama pada pasien dengan waham
somatik. Penyebab kegagalan tersering adalah ketidakpatuhan.
Jika pasien tidak merespon terhadap pengobatan antipsikotik, obat harus dihentikan.
Dapat digunakan anti depresan atau anti konvulsan. Percobaan dengan obat-obat tersebut
dipertimbangkan jika pasien memiliki ciri suatu gangguan afektif.
Hasil dari pengobatan dengan serotonin-dopamin antagonis (contoh : clozapin [Clozaril],
olanzapine [Zyprexa], dan risperidone) berhubungan dengan pengobatan sebelumnya. Pada
beberapa kasus berespon baik terhadap SSRIs (selective serotonin reuptake inhibitors), terutama
pada kasus-kasus gangguan morfologi tubuh.

Psikoterapi
Elemen terpenting dari suatu psikoterapi adalah menjalin hubungan yang baik antar
pasien dengan ahli terapinya. Terapi individual tampaknya lebih efektif daripada terapi

22
kelompok. Terapi suportif berorientasi tilikan, kognitif dan perilaku seringkali efektif. Ahli terapi
tidak boleh setuju atau menantang waham pasien, walaupun ahli terapi harus menanyakan
waham untuk menegakkan diagnosis. Dokter dapat menstimulasi motivasi untuk mendapatkan
bantuan dengan menekankan kemauannya untuk membantu pasien mengatasi kecemasan dan
iritabilitasnya, tanpa menyatakan bahwa waham yang diobati. Ahli terapi tidak boleh secara aktif
mendukung gagasan bahwa waham adalah kenyataan.
Kejujuran ahli terapi sangat penting. Ahli terapi harus tepat waktu dan terjadwal,
tujuannya adalah agar tercipta suatu hubungan yang kuat dengan pasien dan pasien dapat percaya
sepenuhnya pada ahli terapinya. Kepuasan yang berlebihan malahan dapat meningkatkan
permusuhan dan kecurigaan pasien karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat
dipenuhi. Ahli terapi dapat menghindari kepuasan yang berlebihan dengan tidak memperpanjang
periode perjanjian yang telah ditentukan, dengan tidak memberikan perjanjian ekstra kecuali
mutlak diperlukan, dan tidak toleran terhadap bayaran.
Ahli terapi tidak boleh membuat tanda-tanda yang meremehkan waham atau gagasan
pasien, tetapi dapat secara simpatik menyatakan pada pasien bahwa keasyikan mereka dengan
wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupannya yang
konstruktif. Jika pasien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, ahli terapi dapat meningkatkan tes
realitas dengan meminta pasien memperjelas masalah mereka.

Terapi keluarga
Jika anggota keluarga hadir, klinisi dapat memutuskan untuk melibatkan mereka di dalam
rencana pengobatan. Tanpa menjadi terlihat berpihak pada musuh, klinisi harus berusaha
mendapatkan keluarga sebagai sekutu di dalam proses pengobatan. Sebagai akibatnya, baik
pasien dan anggota keluarganya perlu mengerti bahwa konfidensialitas dokter-pasien akan dijaga
oleh ahli terapi dan dengan demikian membantu pasien.
Hasil terapi yang baik tergantung pada kemampuan dokter psikiatrik untuk berespon
terhadap ketidakpercayaan pasien terhadap orang lain dan konflik interpersonal, frustasi, dan
kegagalan yang dihasilkannya. Tanda terapi yang berhasil mungkin adalah suatu kepuasan
penyesuaian sosial, bukannya menghilangkan waham pasien.

23
H. PROGNOSIS
Gangguan delusional diperkirakan merupakan diagnosis yang cukup stabil. Kurang dari
25% dari semua pasien dengan gangguan delusional menjadi skizofrenia, kurang dari 10%
pasien gangguan delusional menjadi gangguan afektif. Kira-kira 50% pasien pulih dalam follow-
up jangka panjang, 20% mengalami penurunan gejala dan 30% lain tidak mengalami perubahan
dalam gejalanya.
Faktor-faktor berikut ini berhubungan dengan prognosis yang baik : tingkat pekerjaan
yang baik, kehidupan sosial dan penyesuaian fungsional yang tinggi, jenis kelamin wanita, onset
dibawah umur 30 tahun, onset yang tiba-tiba, lama penyakit yang singkat, dan adanya faktor
pencetus. Walaupun data yang dapat dipercaya adalah terbatas, pasien dengan waham kejar,
somatik dan erotik diperkirakan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan
waham kebesaran dan cemburu.

24
BAB IV
KESIMPULAN

Pada skizofrenia paranoid gambaran utama adalah:


 Waham kejar atau waham kebesaran, misalnya kelahiran luar biasa (excited birth), urusan
penyelamat bangsa, dunia dan agama, seperti misalnya kenabian atau mesias, perubahan
tubuh atau halusinasi yang mengandung isi kerajaan/kebesaran.
 Sebagai tambahan waham cemburu dapat pula ditemukan.
 Kecemasan tak berfokus.
 Kemarahan.
 Suka bertengkar/berdebat.
 Melakukan kekerasan.
 Kadang ditemukan kebingungan tentang identitas jenis atau ketakutan bahwa dirinya
diduga oleh orang lain sebagai orang-orang homoseksual.

Pada Gangguan delusional gambaran utama adalah :


 Waham yang tidak aneh (yaitu melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata
seperti sedang diikuti, diracuni, ditulari infeksi, dicintai dari jarak jauh, atau dikhianati
oleh pasangan atau kekasih, atau menderita suatu penyakit) selama sekurangnya satu
bulan.
 Kriteria 1 untuk skizofrenia tidak pernah terpenuhi. Catatan : Halusinasi taktil dan cium
mungkin ditemukan pada gangguan delusional jika berhubungan dengan tema waham.
 Terlepas dari pengaruh waham-waham atau percabangannya, fungsi adalah tidak
terganggu dengan jelas dan perilaku tidak jelas aneh atau kacau.
 Jika episode mood telah terjadi secara bersama-sama dengan waham, lama totalnya
adalah relatif singkat dibandingkan dengan lama periode waham.
 Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. Tony Setiabudhi, Sp. KJ(K) PhD. Ilmu Kedokteran Jiwa (PSIKIATRI). Cetakan ke-8.
Jakarta, 2007.
2. DSM-IV.
3. Kaplan & Sadock’s. Synopsis Of Psychiatry. 7th Edition. Philadelphia, 2000.
4. Prof. Dr. Ayub Sani Ibrahim, Sp. KJ. Spliting Personality. Cetakan ke-3. 2002.
5. W. F. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan ke-7. Surabaya, 1998.
6. http://www.schizophrenia.web.id.

26
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II SKIZOFRENIA PARANOID........................................................................... 9
BAB III GANGGUAN DELUSIONAL.......................................................................... 10
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 26

27
ii
REFERAT UJIAN PSIKIATRI

SKIZOFRENIA PARANOID DAN GANGGUAN DELUSIONAL

Pembimbing I :

Dr. dr. Rudy Hartanto, M.Fils

Pembimbing II :

Prof. DR. dr. H.A.Prayitno, Sp.KJ (K)

Disusun Oleh :
Tantri Suhesti
030.02.237

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA SOEHARTO HEERDJAN
PERIODE 28 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2009
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

28
KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya mengucapkan banyak terima kasih atas diberikannya kesempatan


pada saya untuk dapat mengerjakan tugas referat ujian tentang “Skizofrenia Paranoid dan
Gangguan Delusional”.
Saya merasakan penting untuk dapat membahas lebih lanjut tentang gangguan mental ini,
karena dari pengalaman yang saya dapatkan selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Jiwa, Kita dapat membedakan Skizofrenia Paranoid dengan Gangguan Delusional.
Sehingga dengan mengerjakan tugas referat ini, saya lebih memahaminya lagi.
Akhir kata saya mengucapkan banyak terima kasih kepada staf dokter spesialis Jiwa yang
sudah mengajarkan dan menyumbangkan banyak ilmu dan pengalaman yang sangat berharga
untuk penerapan ilmu kami selanjutnya.

Jakarta, Oktober 2009

Penulis

i
29

You might also like