You are on page 1of 12

1.

  Pengaruh Struktur Terhadap Pola Aliran


Siklus Hidrologi:
adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke
atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.

Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut
dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk
hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.

Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau
langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah
mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian
air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut.
Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang
membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif
tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.

PENJELASANNYA SEPERTI BERIKUT :

1. Bentang Sungai (river)


Air hujan yang jatuh ke bumi, sebagian menguap kembali menjadi air di udara, sebagian masuk
ke dalam tanah, sebagian lagi mengalir di permukaan. Aliran air di permukaan ini kemudian
akan berkumpul mengalir ke tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian
mengalir ke laut.
Pada tahun  1880 an seorang geologist berkebangssan Amerika, William Davis Morris,
berpendapat bahwa sungai dan lembahnya ibarat organisme hidup. Sungai berubah dari waktu ke
waktu, mengalami masa muda, dewasa, dan masa tua. Menurut Davis, siklus kehidupan sungai
dimulai ketika tanah baru muncul di atas permukaan laut. Hujan kemudian mengikisnya dan
membuat parit, kemudian parit-parit itu bertemu sesamanya dan membentuk sungai. Danau
menampung air pada daerah yang cekung, tapi kemudian hilang sebagai sebagai sungai dangkal.
Kemudian memperdalam salurannya dan mengiris ke dasarnya membentuk sisi yang curam,
lembah bentuk V. Anak-anak sungai kemudian tumbuh dari sungai utamanya seperti cabang
tumbuh dari pohon. Semakin tuan sungai, lembahnya semakin dlam dan anak-anak sungainya
semakin panjang.

Gambar perubahan penampang sungai dibawah ini menunjukkan umur sungai.

Sungai masih bayi. Sungai muda. Anak Sungai tua. Daerah Sungai sudah tua sekali.
Sempit dan curam sungainya bertambah alirannya semakin
melebar dan berkelok
 

Robert E. Horton, seorang consulting hydrolic engineer,


mengklasifikasikan sungai berdsarkan tingkat kerumitan anak-anak
sungainya. Saluran sungai tanpa anaknya disebut sebagai "first order".
Sungai yang mempunyai satu atau lebih anak sungai "first order"
disebut saluran sungai "second order". Sebuah sungai dikatakan "third
order" jika sungai itu mempunyai sekurang-kurangnya satu anak
sungai "second order". Dan seterusnya. Lihat gambar di samping
kanan ini.

Sungai Amazon dan Congo, yang terbesar di dunia, diklasifikasikan


sebagai sungai dengan "12th order"  atau "13th order".
 

2. Bentang pesisir pantai (LAUTAN)


Pada bentang lahan pesisir (coastal landscape) tercangkup perairan laut yang disebut dengan
pantai atau tepi laut, adalah suatu daerah yang meluas dari titik terendah air laut pada saat surut
hingga ke arah daratan sampai mencapai batas efektif dari gelombang. Pertemuan antara air laut
dan daratan ini dibatasi oleh garis pantai (shore line), yang kedudukannya berubah sesuai denga
kedudukan pada saat pasang surut, pengaruh gelombang dan arus laut.
      Secara ekologis terdapat fenomena dinamis seperti: abrasi, akresi, erosi, deposisi dan
intrusi air laut. Di samping itu, masih terdapat juga fenomena nonalamiah seperti: pembabatan
hutan mangrove untuk pertambakan, pembangunan dermaga/jetty untuk pendaratan ikan dan
reklamasi pantai. Gejala yang umum terjadi di wilayah kepesisiran adalah interaksi faktor alam
dan aktivitas manusia secara bersamaan, sebagai penyebab adanya ketidakseimbangan siklus
biogeokimia (Cook dan Doornkamp, 1990) 

       Manfaat ekosistem pantai sangat banyak, namun demikian tidak terlepas dari permasalahan
lingkungan, sebagai akibat dari pemanfaatan sumber daya alam di wilayah pantai. Permasalahan
lingkungan yang sering terjadi diwilayah perairan pantai, adalah; pencemaran, erosi pantai,
banjir, inturusi air laut, penurunan biodiversitas pada ekosistem mangrove dan rawa, serta
permasalahan sosial ekonomi (Kusumaatmadja, 1996 dalam Dahuri dkk, 1996).

       Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena merupakan
daerah pertemuan kekuatan yang berasal darat dan laut Perubahan ini dapat terjadi secara lambat
hingga cepat tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan, dansifatnya dengan
gelombang, pasang surut dan angin. Oleh karena itu didalam pengelolaan daerah pessisir
diperlukan suatu kajian keruangan mengingat perubahan ini bervariasi antar suatu tempat dengan
tempat lain.

       Pemanfaatan teknologi untuk usaha peningkatan produktivitas dibutuhkan konsep


geomorfologi, khususnya ekologi bentanglahan yang tepat dan jelas. Wujud aplikasinya adalah
penataan ruang yang sesuai dengan tujuan pembangunan  berwawasan lingkungan. Penaataan
ruang bisa dibantu dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang cermat terutama
rencana pengembangan suatu kawasan. Apabila para pengguna jasa SIG dapat
menginterpretasikan potensi sumberdaya  alam   sesuai    batas   kelentingannya,   maka    
degradasi   lingkungan akibat aktivitas manusia akan berangsur-angsur pulih kembali.

      Penempatan informasi yang akurat berakselerasi terhadap proses klasifikasi, identifikasi,


pengolahan dan pengambilan keputusan (Clark, 1995). Ini berarti penguasaan teoretis melalui
metode pendekatan geomorfologis akan lebih bersifat sahih untuk evaluasi sebuah data. Namun,
perlu juga ditunjang oleh penguasaan praktik lapangan, sehingga karakteristik bidang kajiannya
akan menjadi terfokus.

      Dengan mengacu pada karakteristik suatu bentuklahan yang fenomenologis, misalnya: sifat,
asal dan proses yang terjadi di pantai dapat dikaji secara mendalam tentang perubahan kondisi
lingkungan (Thornbury, 1958). Secara periodik dapat pula diketahui urut-urutan kejadian baik
yang telah, sedang maupun yang akan terjadi (Pethick, 1984). Selanjutnya pemikiran yang
holistik tersebut dijadikan sebagai pedoman untuk mengelola suatu kawasan pantai dengan
berbagai macam faktor keunikannya.

      Pendekatan yang perlu dilakukan untuk memonitor proses dinamis pantai menurut Cooke
dan Doornkamp (1990) dikelompokkan berdasarkan penggunaan bukti sedimentasi atau erosi
yang berhubungan dengan bangunan penghalang pantai. Fenomena ini dapat terukur melalui
pendekatan komputasi transfer sedimen yang meliputi:
1. estimasi energi gelombang;
2. pemantauan partikel-partikel terlarut;
3. menggunakan perangkap sedimen;
4. pengukuran arah dan kecepatan pengangkutan partikel-partikel sedimen.

      Secara geologi, proses perubahan garis pantai yang diamati pada saat sekarang, datanya dapat
digunakan untuk meramal proses yang akan terjadi. Di samping itu, secara geomorfologis
perubahan garis pantai dapat dilacak berdasarkan litologi, proses dan material penyusun
(Lobeck, 1939). Data pendukung yang diperoleh menunjukkan di lokasi penelitian terdapat
deposisional marin. Hal ini dapat dilihat dari tipe pasut di perairan Cilacap yang tergolong
bertipe ganda campuran (Dahuri, dkk., 1996). Bentuk kenampakan ini timbul akibat beberapa
komponen konstruksional berupa: 1) material yang bergerak, 2) daerah yang terpengaruh
gelombang, 3) refraksi gelombang, 4) relief dasar laut dan julat pasut (Supardjo, 1995).

      Hasil bentuk topografi deposisional marin menurut Thornbury (1958) dapat diamati dari
perubahan profil pantai hasil pengendapan. Observasi langsung di lapangan menunjukkan
adanya pembentukan beach ridge sebagai bukti telah terjadi proses deposisi, dengan periodisasi
pembentukannya masih relatif baru. Di lokasi yang sama, dijumpai pula adanya material-
material yang terendapkan di zone supratidal.

      Sudut datang gelombang di masing-masing lokasi pengambilan sampel rata-rata sangat kecil.
Artinya relatif sejajar dengan garis pantai. Menurut Dahuri, dkk. (1996), jika sudut datang
gelombang kecil atau sama dengan nol, maka akan terbentuk arus sibak pantai dan terbentuknya
arus susur pantai. Keadaan ini merupakan indikator transportasi sedimen sepanjang pantai.

B. Tujuan

         Tujuan dari kajian ini adalah untuk melihat permasalahan yang akan ditimbulkan pada
lokasi pariwisata Pantai Baron dan Pantai Krakal dalam hubungannya dengan dinamika pantai 
di kedua daerah tersebut.    

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Geomorfologi Wilayah Pesisir

     Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentang alam yang meliputi sifat dan
karakteristik dari bentuk morfologi, klasifikasi dan perbedaannya serta proses yang
berhubungan terhadap pembentukan morfologi tersebut. Secara garis besar bentuk morfologi
permukaan bumi sekarang ini terbentuk oleh beberapa proses alamiah, antara lain :

1. Proses yang berlangsung dari dalam bumi, yang membentuk morfologi


gunungapi, pegunungan lipatan, pegunungan patahan, dan undak pantai.
2. Proses disintegrasi/degradasi yang mengubah bentuk permukaan muka bumi
karena proses pelapukan dan erosi menuju proses perataan daratan.
3. Proses agradasi yang membentuk permukaan bumi baru dengan akumulasi hasil
erosi batuan pada daerah rendah, pantai dan dasar laut.
4. Proses biologi yang membentuk daratan biogenik seperti terumbu karang dan
rawa gambut (Dahuri, 1996).

      Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena daerah
tersebut menjadi tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal dari daratan dan lautan.
Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga sangat cepat, tergantung pada
imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan
angin. Perubahan pantai terjadi apabila proses geomorfologi yang terjadi pada suatu segmen
pantai melebihi proses yang biasa terjadi. Perubahan proses geomorfologi tersebut sebagai akibat
dari sejumlah faktor lingkungan seperti faktor geologi, geomorfologi, iklim, biotik, pasang
surut, gelombang, arus laut dan salinitas (Sutikno, 1993). 

      Menurut Dahuri (1996), ombak merupakan salah satu penyebab yang berperan besar dalam
pembentukan pantai. Ombak yang terjadi di laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh
terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya ombak yang terdapat di
dekat pantai, terutama di daerah pecahan ombak mempunyai energi besar dan sangat berperan
dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil)
yang ada di dasar laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Di samping mengangkut
sedimen dasar, ombak berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (erosi laut). Daya
penghancur ombak terhadap daratan/batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
keterjalan garis pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan, kedalaman laut di depan
pantai, bentuk pantai, terdapat  atau tidaknya penghalang di muka pantai dan sebagainya.

      Berbeda dengan ombak yang bergerak maju ke arah pantai, arus laut, terutama yang mengalir
sepanjang pantai merupakan penyebab utama yang lain dalam membentuk morfologi pantai.
Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang waktu yang lama, dapat pula terjadi
karena ombak yang membentur pantai secara miring. Berbeda dengan peran ombak yang
mengangkut sedimen tegaklurus terhadap arah ombak, arus laut mampu membawa sedimen yang
mengapung maupun yang terdapat di dasar laut. Pergerakan sedimen searah dengan arah
pergerakan arus, umumnya menyebar sepanjang garis pantai. Bentuk morfologi spit, tombolo,
beach ridge atau akumulasi sedimen di sekitar jetty dan tanggul pantai menunjukkan hasil kerja
arus laut. Dalam hal tertentu arus laut dapat pula berfungsi sebagai penyebab terjadinya abrasi
pantai.

      Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan sedimen
di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pantai. Apabila jumlah sedimen yang
dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut, maka pantai akan dalam keadaan
stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam
pengangkutannya, maka dataran pantai akan bertambah. Selain itu aktivitas manusia yang
memanfaatkan pantai untuk berbagai kepentingan juga dapat merubah morfologi pantai menjadi
rusak apabila pengelolaannya tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. 

B. Kondisi Oseanografi dan Dinamika Perairan Pesisir

     Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh terjadinya
fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu dan salinitas serta angin.
Fenomena tersebut memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan sehingga
menyebabkan terjadinya kondisi fisik perairan yang berbeda-beda.

     Wilayah pantai memiliki dinamika perairan yang kompleks.  Proses-proses utama yang sering
terjadi meliputi sirkulasi massa air, percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda),
sedimentasi dan erosi, dan upwelling.  Proses tersebut terjadi karena adanya interaksi antara
berbagai komponen seperti daratan, laut, dan atmosfir. 

a.Pasang Surut

      Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena
gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari (Dahuri, 1996). Pasut tidak hanya
mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluruh massa air. Energinya pun sangat
besar. Di perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau selat-selat yang sempit, gerakan
naik turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang surut. Berbeda dengan arus
yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air lapisan tipis di permukaan, arus pasut
bisa mencapai lapisan yang lebih dalam (Nontji, 1987).  

b.Gelombang Laut

      Hampir tak pernah terlihat permukaan laut dalam keadaan tenang sempurna, selalu saja ada
gelombang, bisa berupa riak kecil ataupun gelombang yang besar. Setiap gelombang mempunyai
tiga unsur yang penting yakni panjang, tinggi dan periode. Antara panjang gelombang dan tinggi
gelombang tidak terdapat hubungan yang pasti, tetapi gelombang yang mempunyai panjang yang
jauh akan mempunyai kemungkinan mencapai gelombang yang tinggi pula (Nontji, 1987).

      Gelombang yang ditemukan di permukaan laut pada umumnya terbentuk karena adanya
proses alih energi dari angin ke permukaan laut, atau pada saat-saat tertentu disebabkan oleh
gempa di dasar laut.  Gelombang ini merambat ke segala arah membawa energi tersebut yang
kemudian dilepaskannya ke pantai dalam bentuk hempasan gelombang (Dahuri, 1996).

      Menurut Nontji (1987), gelombang yang terhempas ke pantai akan melepaskan energi.
Makin tinggi gelombang makin besar tenaganya memukul ke pantai. Pasir laut atau terumbu
karang yang membuat dangkalnya suatu perairan berfungsi sebagai peredam pukulan
gelombang. Oleh sebab itu pengambilan pasir laut, pengambilan atau perusakan terumbu karang
memberikan kesempatan lebih besar bagi gelombang untuk menggempur dan merusak kestabilan
garis pantai. 

c.Arus Pantai

      Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai yang berpengaruh
terhadap proses sedimentasi/abrasi di pantai.  Pola arus pantai ini ditentukan  terutama oleh
besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut
datang itu cukup besar, maka akan terbentuk arus menyusur pantai (longshore current) yang
disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik.
      Jika sudut datang relatif kecil atau sama dengan nol (gelombang yang datang sejajar dengan
pantai), maka akan terbentuk arus meretas pantai (rip current) dengan arah menjauhi pantai di
samping terbentuknya arus menyusur pantai. Diantara kedua jenis arus pantai ini, arus menyusur
pantailah yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap transportasi sedimen pantai (Dahuri,
1996).

      Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horisontal massa air. Sistem-
sistem arus laut utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin utama yang berbeda satu sama lain,
mengikuti garis lintang sekeliling dunia dan di masing-masing daerah ini angin secara terus
menerus bertiup dengan arah yang tidak berubah-ubah (Nybakken, 1988).   
 

d.Suhu dan Salinitas

      Suhu dan salinitas merupakan parameter oseanografi yang penting dalam sirkulasi untuk
mempelajari asal usul massa air (Dahuri, 1996).  Suhu air merupakan faktor yang banyak
mendapat perhatian dalam pengkajian-pengkajian kelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan
bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga dalam kaitannya
dengan kehidupan hewan atau tumbuhan, bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian
meteorologi. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, antara lain curah
hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas matahari. Oleh
sebab itu suhu di permukaan biasanya mengikuti pula pola musiman (Nontji, 1987).

e.Angin

      Angin merupakan parameter lingkungan penting sebagai gaya penggerak dari aliran skala
besar yang terdapat baik di atmosfir maupun lautan (Dahuri, 1996). Menurut Kramadibrata
(1985), karena letak bumi terhadap matahari yang berbeda-beda dan berubah-ubah sepanjang
tahun, maka pada beberapa bagian bumi timbul perbedaan temperatur udara. Hal ini menjadikan
perbedaan tekanan udara di bagian-bagian tersebut. Akibat adanya perbedaan tekanan udara
inilah terjadi gerakan udara yaitu dari tekanan tinggi menuju ke tekanan rendah. Gerakan ini
disebut sebagai angin. 

2. Penyebab Perubahan bentuk Morfologi

1. Pengelasan dan Mekanisma Sesar


Pengenalan
 Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan ketara selari dengan satah retakan.
Saiz pergerakan ini adalah relatif, dan kepentingannya juga relatif.

 Sesar mempunyai bentuk dan dimensi yang berbagai. Ia mungkin beratus kilometer
panjang atau beberapa sentimeter sahaja. Sirihan singkapan mungkin lurus atau berliku-
liku.

 Sesar boleh hadir sebagai sempadan yang tajam, atau sebagi zon ricih, berketebalan
beberapa milimeter hingga beberapa kilometer. Ia mungkin bersifat rapuh atau mulur.

Anatomi Sesar

 Pergerakan berlaku sepanjang permukaan bergerak dikenali sebagai satah sesar.


Sekiranya satah sesar tidak tegak, batuan yang berehat di atasnya dikenali sebagai
dinding gantung, sementara yang di bawahnya adalah dinding kaki (Rajah).

 Ada dua jenis gelinciran sesar, satu komponen tegak (dip-slip) dan satu komponen
mendatar (strike-slip). Kombinasi kedua-dua gelinciran dikenali sebagai gelinciran oblik
(oblique slip).

 Pada permukaan satah sesar terdapat gores-garis sesar yang dicirikan oleh permukaan
yang licin, pertumbahan mineral dan tangga-tangga kecil. Arah pergerakan sesar boleh
ditentukan daripadanya.

Pengelasan

 Ada tiga kategori utama sesar mengikut Anderson (1942), iaitu sesar normal atau sesar
turun (normal fault), sesar sungkup (thrust fault) dan sesar mendatar (wrench fault atau
strike-slip fault).

 Sesar normal—ada graben dan horst, ada juga berbentuk listrik (Rajah).

 Sesar sungkup—juga dirujuk sebagai sesar naik (Rajah).

 Sesar mendatar—pergerakan dekstral atau sinistral. Dikenali juga sebagai sesar transform
sekiranya berlaku bila dua keping benua berinteraksi (Rajah).

 Terdapat juga sesar jenis en echelon, sesar radial, sesar membulat dan sesar sepanjang
perlapisan (Rajah).

Kriteria Penyesaran

 Sesar yang aktif ditunjukkan oleh rayapan akibat gempa bumi dan pecahan dalam tanah.
 Yang tidak aktif boleh dilihat daripada peralihan pada kedudukan lapisan, perulangan
lapisan, perubahan secara tiba-tiba sesuatu jenis batuan, kehadiran milonit atau kataklas,
kehadiran struktur seretan, dinding sesar

2.Sesar Mendatar
 Pergerakan mendatar dengan satah yang hampir menegak. Pada masa sekarang ia selalu
berasosiasi dengan aktiviti gempa bumi.

 Pergerakan sesar mendatar samada sinistral atau dekstral dapat ditentukan daripada
peralihan fitur topografi, seperti sungai dan permatang.

 Kebanyakan sesar mendatar berlaku sebagai struktur akomodasi pada sempadan plet di
mana blok kerak berinteraksi. Ia juga berlaku pada kawasan di mana terdapat
pertembungan tepi benua yang oblik.

 Kebanyakan sesar mendatar berlaku bukan secara bersendirian tetapi terdiri daripada
beberapa siri sesar mendatar yang lebih kecil. Gugusan sesar ini hadir sebagai zon
kataklas.

 Kebanyakan sesar mendatar yang ada sekarang menunjukkan sejarah pergerakan yang
panjang. Ia kerap diaktifkan semula bila terdapat sebarang perubahan pada daya di
permukaan bumi.

 Semasa sesar mendatar memindahkan pergerakannya, terdapat struktur lain seperti sesar
sungkup (kawasan termampat) dan sesar normal (kawasan ektensi) yang turut terhasil.

 Akibat daripada interaksi antara ketiga-tiga struktur ini, berbagai jenis struktur boleh
terhasil. Antaranya adalah lembangan "pull-apart" atau graben jenis rhombohedral, dan
banjaran "push-up".

 Pada pertembungan oblik plet tektonik, pergerakan sesar mendatar boleh menghasilkan
daya mampatan dan daya ekstensi yang oblik, dikenali masing-masing sebagai
"transpression" dan "transtension".

 Biasanya sesar mendatar berakhir dengan cara membahagi menjadi sesar-sesar kecil; atau
bertukar arah dan bertukar menjadi sesar sungkup atau sesar normal; atau hilang secara
beransur-ansur sepanjang jurusnya.

 Pada keratan rentas cabang-cabang sesar mendatar berubah bentuk dari permukaan ke
bahagian dalam. Biasanya ia membentuk struktur bunga (flower structure) di mana
cabang-cabang sesar di permukaan menjadi satu di bahagian dalam.

3.Sesar Normal
 Sesar normal dikenali juga sebagai sesar graviti, merujuk kepada graviti sebagai daya
utama yang menggerakkananya. Ia juga dikenali sebagai sesar ekstensi sebab ia
memanjangkan perlapisan, atau menipis kerak bumi.

 Sesar normal yang mempunyai satah yang menjadi datar di bahagian dalam bumi dikenali
sebagai sesar listrik. Sesar listrik ini juga dikaitkan dengan sesar tumbuh (growth fault),
di mana pengendapan dan pergerakan sesar berlaku serentak.

 Satah sesar normal menjadi datar ke dalam bumi, sama seperti yang berlaku ke atas sesar
sungkup. Pada permukaan bumi, sesar normal juga jarang sekali berlaku secara
bersendirian, tetapi bercabang.

 Cabang sesar yang turun searah dengan sesar utama dikenali sebagai sesar sintetik,
sementara sesar yang berlawanan arah dikenali sebagai sesar antitetik. Kedua-dua
cabang sesar ini bertemu dengan sesar utama di bahagian dalam bumi.

 Sesar normal juga boleh dikaitkan dengan perlipatan. Misalnya, sesar di bahagian dalam
bumi akan bertukar menjadi lipatan monoklin di permukaan. Sesar normal boleh
mengalih batuan besmen, tetapi menghilang ke atas pada penutup batuan sedimen
menghasilkan lipatan monoklin.

 Lipatan seretan dan lipatan seretan terbalik terbentuk akibat geseran pada satah sesar.
Lipatan ini baik untuk menentukan arah pergerakan sesar.

 Sesar normal yang besar berasosiasi dengan zon pemuaian di mana terdapat ekstensi pada
kerak bumi.

 Sesar normal bukan sahaja terbentuk akibat daya graviti, tetapi pembentukan berkait
rapat dengan pergerakan sesar mendatar dan perlipatan

4,Kekar dan Retakan Ricih


 Kekar adalah retakan di mana tidak terdapat peralihan yang ketara selari dengan retakan
dan sedikit pergerakan tegak kepada satah retakan.

 Kekar terhasil apabila terdapat canggaan dalam batuan yang agak rapuh. Jenis kekar yang
terbentuk bergantung samada ia adalah akibat daya tarikan atau daya mampatan.

 Sekiranya akibat tarikan, ia biasanya merupakan pembukaan dalam batuan. Sekiranya


akibat mampatan, ia merupakan koyakan pada batuan, dan dikenali sebagai retakan ricih.

 Kekar merupakan struktur yang paling biasa dalam batuan, samada yang sudah keras atau
masih peroi.
 Oleh yang demikian kekar kerap digunakan untuk menganalisis punca sesuatu canggaan
serta keadaan bahan itu semasa tercangga.

 Kekar boleh menjadi perangkap bagi mineral industri tertentu. Ia juga menjadi saluran
untuk air tanah bergerak, terutama dalam batuan igneus dan metamorf. Orientasi kekar
pada singakapan jalan boleh mempengaruhi pembinaan dan penyelenggaraannya.

 Kekar merupakan permukaan planar yang tidak seragam dan boleh terbentuk secara
sistematik atau tidak sistematik.

 Kekar yang sistematik mempunyai orientasi yang selari dan "spacing" yang seragam.
Kekar yang mempunyai orientasi yang sama dikenali sebagai set kekar. Sekiranya ada
lebih daripada dua set kekar, maka terbentuk sistem kekar.

 Kekar yang tidak ada orientasi tertentu dikenali sebagai kekar tidak sistematik, dan
biasanya jarang dijumpai.

 Kekar sistematik mungkin terbuka dan tidak diisi oleh sebarang mineral. Biasanya ia
merupakan kekar yang agak mudah.

 Kekar dan retakan ricih yang diisi oleh mineral tertentu dikenali sebagai telerang.
Mineral yang mengisi biasanya terdiri daripada kuarza, kalsit, feldspar, klorit, zeolit,
bergantung pada suhu pembentukannya.

 Kedua-dua retakan, samada yang berisi atau tidak, hadir secara berpasangan, atau
bersistem konjugat. Syaratnya, ia terbentuk pada masa yang hampir sama.

 Set Konjugat ini boleh dihasilkan oleh mampatan dan tarikan. Kebanyakan bertemu pada
sudut kecil dan mewakili retakan ricih.

 Kebanyakan set kekar dianggap sebagai set konjugat, sekiranya tidak ada bukti yang
menunjukkan bahawa ia terbentuk pada masa yang berlainan. Biasanya kehadiran set
konjugat yang lain akan memotong set konjugat yang awal.

Analisis Retakan

 Kajian mengenai kekar pada suatu kawasan memberitahu kita mengenai urutan, masa dab
arah sesuatu canggaan rapuh sesuatu batuan.

 Kajian orientasi kekar sistematik memberi maklumat mengenai orientasi satu atau lebih
tegasan utama yang telah bertindak.

 Orientasi kekar boleh ditentukan dengan mengukur jurus dan miringan satahnya pada
kawasan yang luas.
 Penentuan am bagi orientasi rantau kekar boleh dilakukan dengan mengukur jurus bagi
bahagian anak sungai yang lurus melalui peta topografi, gambar fotoudara atau imej
satelit.

 Data di atas boleh dianalisis untuk membantu kita memahami hubungan antara kekar dan
pengaruhnya terhadap perkembangan saliran serta bentuk topografi yang lain.

 Pada kawasan yang masih aktif, data kekar dan retakan memberi tahu kita mengenai
orientasi lapangan tegasan dan hubungan mereka dengan struktur utama.

 Data biasanya diplot menggunakan jaringan kawasan sama luas, sekiranya bersudut kecil
atau menggunakan rajah ros sekiranya bersudut besar.

Mekanisma Pembentukan Retakan

 Ada cadangan bahawa orientasi kekar pada sedimen penutup mungkin dikawal oleh
tegasan yang terdapat pada besmen berhablur di bawahnya.

 Walau bagaimanapun ada yang berpendapat bahawa kebayakan kekar yang ada di
permukaan bumi sekarang adalah hanya akibat dari lapangan tegasan sekarang.

 Retakan biasanya terbentuk semasa berlaku perlipatan rapuh. Ia mungkin terbentuk


secara menegak, selari atau oblik dengan paksi lipatan dan satah paksi, bergantung
kepada keadaan tegasan (Rajah).

 Kekar biasa juga terbentuk berdekatan dengan sesar rapuh. Pergerakan sepanjang sesar
biasanya menghasilkan suatu siri kekar secara sistematik, di mana jarak antara mereka
menjadi lebih kecil dan bilangan meningkat dekat dengan sesar.

You might also like