You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra adalah sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang

tinggi karena semua bentuk dari karya sastra dibuat berdasarkan dengan hati dan pemikiran yang

jernih atau dengan kata lain karya sastra adalah cerminan dari hati seseorang dalam hal ini

pengarang. Sehingga dalam memaknai suatu karya sastra memerlukan banyak pertimbangan

dalam menentukan apa maksud dan tujuan dari karya sastra ini dengan kata lain bahwa suatu

karya sastra adalah dunia kemungkinan, jadi jika pembaca berhadapan dengan sebuah karya

sastra, maka pembaca akan dihadapkan dengan banyak kemungkinan atas suatu penafsiran.

Secara utuh karya sastra terbagi atas tiga macam, yakni puisi, prosa dan drama. Ketiga

jenis karya sastra tersebut memiliki bentuk yang berbeda-beda, namun ketiganya juga memiliki

kesamaan yang tidak bisa terpisahkan, yakni sama-sama memiliki makna yang terpendam jauh di

dalam sehingga tidak tampak jelas jika kita melihatnya secara kasat mata, kasat mata yang

dimaksud adalah cara memaknai sebuah karya sastra tanpa mengacu pada sebuah pendekatan

atau teori-teori sastra.

Oleh karena itu, untuk memaknai sebuah karya sastra tentunya harus digunakan dan

mengacu pada sebuah pendekatan, ibaratnya jika ingin memotong sesuatu tentunya kita harus

menggunakan alat pemotong bukan alat transportasi.

Dalam makalah singkat ini akan dianalisis sebuah karya sastra yang berjenis drama. Dan

drama yang akan dianalisis adalah drama yang berjudul “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk

Ismadi C.R. Adapun pendekatan yang akan digunakan adalah penulis akan menggunakan sebuah
pendekatan yang disebut pendekatan sosiologi sastra dan untuk lebih mendetailkan hasil analisis,

penulis akan menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang mengacu pada sosiologi karya

sastra.

Diharapkan dari hasil analisis ini akan tercipta sebuah literatur yang bisa berguna bagi

pembaca nantinya mengenai pendekatan sosiologi dan menambah pengetahuan bagi pembaca

makalah ini nantinya.

B. Rumusan Masalah

Dalam menganalisis sebuah karya sastra, tentunya penulis selaku pelaku analisis akan

dihadapkan dengan berbagai masalah akan penafsiran yang ada pada suatu karya sastra yang

dalam hal ini adalah drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R. Oleh karena itu,

dalam menganalisis penulis tentunya akan berhadapan dengan masalah-masalah mengenai

pemaknaan dan penafsiran naskah drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R.

Adapun masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam makalah ini adalah:

1. Menentukan konflik sosial yang terdapat dalam naskah drama “Sebelum Sembahyang”

karya Kecuk Ismadi?

2. Menentukan apakah hubungan antara konflik yang terdapat dalam naskah dengan

kenyataan dalam masyarakat?

C. Tujuan

Alasan-alasan yang telah dikemukakan pada latar belakang merupakan faktor pendorong

dibuatnya makalah ini dan setelah mengungkapkan masalah dalam makalah ini, maka tentunya

penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam membuat makalah ini. Sebagaimana yang telah
disebutkan dalam poin B yakni terdapavt masalah, maka sehubungan dengan itu penulis ingin

menyelesaikan masalah tersebut. Adapun tujuannya adalah sebegai berikut:

1. Untuk mengetahui konflik yang terdapat dalam naskah drama, dalam hal ini masalah

yang diangkat oleh pengarang untuk disampaikan pada pembaca.

2. Untuk menentukan hubungan atau korelasi antara konflik dengan kenyataan yang ada

dalam kehidupan.

D. Manfaat

Adapun dalam membuat suatu hasil analisis dalam hal ini menganalisis suatu karya sastra

tentunya secara otomatis memiliki manfaat yang akan didapat, baik itu untuk penulis maupun

untuk pembaca makalah ini nantinya. Manfaat yang akan didapat setelah pembuatan makalah ini,

yakni:

1. Dengan diketahuinya konflik yang terdapat dalam naskah drama, maka kita sebagai

pembaca tentunya akan mendapat cerminan diri dari naskah drama ini dan akan membuat

kita untuk melakukan introspeksi terhadap diri sendiri.

2. Setelah mengetahui hubungan yang terdapat antara konflik yang terdapat dalam drama,

maka sebagai pembaca kita akan mengetahui maksud dan tujuan dari pengarang dalam

membuat naskah tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kritik sastra memiliki korelasi yang erat dengan perkembangan kesusasteraan. Menurut

Andre Hardjana (1991 : 1) kritik sastra merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh para

peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan sastra. Hal senada juga diungkapkan oleh

Subagio Sastrowardoyo (1983:6) bahwa untuk bisa menentukan bagaimana sesungguhnya

perkembangan kesusasteraan Indonesia, dibutuhkan suatu kritik. Pendekatan dalam kritik sastra

cukup beragam. Pendekatan-pendekatan tersebut bertolak dari empat orientasi teori kritik. Yang

pertama, orientasi kepada semesta (universe) yang melahirkan teori mimesis. Kedua, teori kritik

yang berorientasi kepada pembaca (audience) yang disebut teori pragmatik. Penekanannya bisa

pada pembaca sebagai pemberi makna dan pembaca sebagai penerima efek karya sastra. Resepsi

sastra merupakan pendekatan yang berorientasi kepada pembaca. Ketiga, teori kritik yang

berorientasi pada elemen pengarang dan disebut sebagai teori ekspresif. Keempat adalah teori

yang berorientasi kepada karya (work) yang dikenal dengan teori objektif (Abrams, 1976: 6-29).

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta

(universe), namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan pendekatan sosiologi sastra sebagai landasan teori dalam

menganalisis naskah drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R.

Menurut pandangan teori ini, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh

mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup

luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.
Wilayah sosiologi sastra cukup luas. Wellek dan Warren (1993: 111) membagi telaah sosiologis

menjadi tiga klasifikas yaitu:

a. Sosiologi pengarang: yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik,

dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang.

b. Sosiologi karya sastra: yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra; yang menjadi

pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau

amanat yang hendak disampaikannya;

c. Sosiologi sastra: yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya

terhadapmasyarakat.

Klasifikasi tersebut tidak jauh berbeda dengan bagan yang dibuat oleh Ian Watt

(Damono, 1979: 3) dengan melihat hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan

masyarakat. Telaah suatu karya sastra menurut Ian Watt akan mencakup tiga hal, yakni:

a. Konteks sosial pengarang, yakni yang menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya

dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa

mempengaruhi diri pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya

sastranya.

b. Sastra sebagai cermin masyarakat, yang ditelaah adalah sampai sejauh mana sastra dianggap

sebagai pencerminan keadaan masyarakat.

c. Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan

nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan

sekaligus sebagai pendidikan masyarakat bagi pembaca.


BAB III

PEMBAHASAN

A. Konflik Sosial Dalam Naskah Drama “Sebelum Sembahyang” Karya Kecuk Ismadi

C.R

Setelah membaca dengan teliti naskah drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk

Ismadi C.R, maka kita dapat menentukan konflik yang terdapat dalam naskah drama tersebut.

Konflik yang terdapat dalam drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R adalah

mengangkat tentang konflik sosial yang membahas tentang kehidupan religi masyarakat yang

dalam naskah drama ini diperankan oleh empat orang pencopet. Dalam naskah drama “Sebelum

Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R dikisahkan tentang empat orang pencopet yang jarang

sekali mendengar adzan, malahan salah satu dari mereka ada yang belum pernah mendengar

adzan sama sekali. Ini dikarenakan mereka selalu hidup di lingkungan yang sangat buruk dan

jauh dari kehidupan agama. Hal ini tergambar dalam dialog antara pencopet, yakni sebagai

berikut:

Copet III: Suara apa itu?

Copet II : Suara orang adzan.

Copet I : Apa? Suara orang edan?

Copet II : Adzan, Goblok!

Dari dialog di atas terdapat gambaran bahwa ketiga orang ini sama sekali jauh dari

agama, sehingga suara adzan sama sekali tidak dikenal oleh salah satu dari mereka. Selain itu,

keempat orang ini yang juga pencopet yang selalu berbuat kriminal dengan melakukan

penodongan tanpa peduli siapa yang ditodong walaupun si korbannya adalah seorang wanita
sekalipun. Hal ini dimunculkan dalam naskah dengan adegan penodongan yang mereka lakukan

pada sorang wanita yang hendak ke mesjid untuk melaksanakan shalat. Lebih parahnya lagi

mereka memiliki niat yang lebih buruk. Tidak cuma mencopet dan mengambil barang-barang

milik perempuan tersebut, mereka juga memiliki niat untuk memperkosa wanita tersebut. Hal ini

terdapat dalam dialog dalam drama yaitu sebagai berikut:

Copet I : Sudah, sudah perkara sepele saja diributkan. Kan sekarang ada perkara

yang lebih menarik dan menguntungkan. Tuh, tuh lihat dia mau pergi. Heh,

heh mau pergi ke mana, nih. Ayo, Kawan. Kita gasak dia. Kita preteli

perhiasannya. Kita perkosa orangnya. (Tiba-tiba datang seorang kiai).

Dari dialog di atas nampak dengan jelas bahwa keempat pencopet ini adalah orang-orang

yang brengsek dan sangat kurang ajar. Hal ini dikarenakan kehidupan mereka telah terjerumus

dalam lembah kenistaan, mereka tidak lagi mengenal Tuhan sehingga membuat mereka tidak

ditanggung-tanggung untuk melakukan perbuatan dosa yang sebenarnya adalah dosa yang sangat

besar. Namun, di samping sifat-sifat jahat dan nakal yang mereka miliki, mereka ternyata masih

memiliki sifat baik dan mau bertobat. Hal ini tergambar dalam dialog mereka dengan kiai yang

telah berhasil mengalahkan mereka pada saat si kiai menolong wanita tersebut. Adapun dialog

tersebut adalah sebagai berikut:

Copet II : Kawan-kawan alangkah baiknya tawaran Pak Kiai. Kita telah

ditaklukkannya. Dan jadi berandal pun lama-lama bosan juga. Pikiran

selalu tidak tenang dan khawatir. Oh, aku jadi ingat sebuah nasihat.

“Bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang jika orang itu sendiri

tidak mau mengubah”. Betul begitu bukan, Pak Kiai?


Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya keempat pencopet ini adalah

orang-orang yang masih mempunyai akal dan kesadaran layaknya manusia. Yang terjadi dalam

diri mereka hanyalah suatu kehilafan yang mereka sendiri tidak menyadarinya.

B. Hubungan Konflik Sosial Dengan Kenyataan Dalam Kehidupan

Dalam penjelasan mengenai konflik sosial yang terdapat dalam drama “Sebelum

Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R, dijelaskan bahwa konflik sosial yang terdapat dalam

drama adalah membahas mengenai kehidupan manusia-manusia yang sangat jauh dari agama

disebabkan karena kehidupan mereka yang salah letak dalam artian mereka berada pada

lingkungan yang sangat buruk dan tidak mendukung dalam kehidupan beragama sehingga

akibatnya mereka tidak terlalu takut akan adanya dosa akan perbuatan buruk sehingga

mendorong mereka untuk selalu berbuat sesuka hati tanpa adanya hukum agama yang mengikat

atau setidaknya menahan mereka untuk tidak berbuat jahat.

Dari isi yang terkandung dalam drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R,

jika dihubungkan dengan dunia nyata, maka kita bisa mengambil dan menarik benang merah

antara konflik yang terdapat dalam drama dengan kehidupan yang sesungguhnya bahwa sebagian

besar manusia pada zaman sekarang terutama anak-anak muda yang merupakan generasi muda

yang seharusnya dipersiapkan untuk menjadi pemimpin-pemimpin masa depan telah menjadi

generasi yang sudah tidak bisa diharapkan lagi disebabkan oleh mental yang sudah rusak dan

jauh dari harapan untuk dijadikan sebagai pemimpin bangsa kelak. Hal ini disebabkan karena

mereka sudah jauh dari kehidupan religi yang merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam

perkembangan anak.
Oleh karena itu, dalam drama ini pengarang menghadirkan isu yakni buruknya mental

anak-anak muda yang jauh sekali dari kepribadian yang diharapkan oleh kita semua yakni

sebagai generasi penerus bangsa. Hal ini dimaksudkan oleh pengarang adalah untuk

menyadarkan kita semua sebagai warga masyarakat bahwa penting bagi kita semua untuk terus

berpegang kepada agama karena sesungguhnya hukum yang paling tinggi adalah agama tanpa

adanya agama hidup kita kurang sempurna. Selain dari maksud dan tujuan yang ingin

disampaikan oleh pengarang bahwa kita harus selalu berpegang kepada agama, ada juga pesan

lain yang ingin disampaikan kepada orang-orang yang memiliki peran dalam perkembangan

anak, yakni orang tua. Pengarang ingin menyampaikan kepada para orang tua bahwa

sesungguhnya perkembangan anak adalah tidak lepas dari orang tuanya juga,, jika didikan yang

diberikan kepada anak adalah didikan yang baik, maka kelakuan anak juga akan menjadi baik

dan begitu juga sebaliknya. Hal ini dimunculkan dalam drama yaitu pada dialog Pak Kiai, yakni

sebagai berikut:

Kiai : Pada mulanya kalian ini adalah fitrah. Namun, orang tuamu telah salah dalam

menjuruskan kalian. Di samping kalian sendiri yang salah dalam memilih teman

bergaul. Saya tidak akan berkata panjang lebar. Hanya saya akan menawarkan

pada kalian. Jika kalian ingin meluruskan jalan kalian, saya sanggup memberi

petunjuk. Jika tidak toh itu urusan kalian juga. Aku akan segera meneruskan

perjalanan.

Dari dialog di atas jelaslah bahwa orang tua juga memegang peranan penting dalam

perkembangan anak sehingga di sini perlu juga diperhatikan kelakuan dari orang tua dalam hal

mendidik anak karena ada pepatah mengatakan bahwa “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas mengenai hasil analisis terhadap naskah

drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R dengan menggunakan pendekatan

sosiologi sastra dengan mengamati sosiologi karya sastra yakni mengamati apa konflik sosial

yang terdapat dalam karya sastra itu sendiri, maka kita dapat menyimpulkan bahwa isi dari

drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R adalah mengangkat tentang isu-isu

sosial dan keagamaan yang di mana dalam drama ini terdapat konflik yang memaparkan tentang

kenakalan anak manusia yang telah salah memilih jalan hidup, yakni keempat orang ini memilih

untuk menjadi pencopet yang di mana perbuatan seperti itu adalah perbuatan yang salah dan

melanggar hukum. Dan terjerumusnya keempat orang pencopet ini salah satu faktornya adalah

karena mereka jauh dari agama yang disebabkan oleh didikan orang tua yang telah salah serta

faktor-faktor lingkungan lainnya.

B. Saran

Adapun saran yang bisa diberikan dari penulisan makalah ini adalah bahwa dalam

makalah ini terdapat hasil analisis yang bisa menjadi bahan referensi yang bagus bagi pembaca

nantinya, sehingga dari hasil membaca makalah ini, maka dapat diciptakan makalah hasil analisis

yang lebih baik lagi. Selain itu, denga banyak membaca makalah-makalah seperti ini, maka

wawasan kita menjadi lebih terbuka dalam melihat kondisi kehidupan ini karena kita bisa
mengamati dan melihat kehidupan kita sehari-hari dengan menggunakan beberapa kacamata atau

dalam hal ini adalah pendekatan-pendekatan yang telah ada.


DAFTAR PUSTAKA

._________,2009 “Sosiologi Sastra” (online) dalam www. Google. Com/ berita/ html (diakses 3

Juni 2009).

Wahid, Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra. Universitas Negeri Makassar. Makassar.

Warren, Austin dan Rene Wellek. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Salden, Ramah. 1991. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Gajah Mada University Press.
Tugas kajian drama

MENERAWANG ASPEK RELIGI DALAM KONFLIK SOSIAL DARI DRAMA

“SEBELUM SEMBAHYANG” KARYA KECUK ISMADI C.R

TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

Oleh

HASNUN LANASAHA

A1D1 07152

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2009

You might also like