Professional Documents
Culture Documents
Fikih Jinayah adalah ilmu tentang hukum syara' yang berkaitan dengan masalah
perbuatan yang dilarang (jarimah) dan hukumannya (uqubah), yang diambil dari dalil-
dalil yang terperinci. Definisi tersebut merupakan gabungan antara pengertian "Fikih"
dan "Jinayah".
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa objek pembahasan Fikih Jinayah itu
secara garis besar ada dua, yaitu jarimah atau tindak pidana dan uqubah atau
hukumannya.
Setiap kejahatan yang ditentukan sanksinya oleh al-Quran maupun oleh hadis disebut
sebagai jarimah hudud. Adapun tindak pidana yang tidak ditentukan sanksinya oleh al-
Qurran maopun oleh al-Hadis disebut sebagai tindakan pidana ta'zir. Misalnya tidak
melaksanakan amanah, mengghasab harta, menghina orang, menghina agama, menjadi saksi
palsu, dan suap.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ta’zir
Menurut arti bahasa, lafaz ta’zir berasal daru kata: yang sinonimnya:
1. yang artinya mencegah dan menolah;
2. yang artinya mendidik;
3. yang artinya mengagungkan dan menghormati;
4. yang artinya membantunya, menguatkan, dan menolong.1
Dari keempat pengertian tersebut, yang paling relevan adalah pengertian
pertama: (mencegah dan menolak), dan pengertian kedua: a
(mendidik). Pengertian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Abdul Qadir
Audah2 dan Wahbah Zuhaili3. Ta’zir diartikan mencegah dan menolak a
karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Ta’zir
1
Ibrahim Unais,et. al., Al-Mu’jam Al-Wasith, Jus II, Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, tanpa tahun,
hlm. 598.
2
Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz I, Dar Al-Kitab Al-A’rabi, Beirut,
tanpa tahun, hlm. 81.
3
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa adillatuhu, Juz VI, Dar Al-Fikr, Damaskus, 1989, hlm.
197.
diartikan mendidik , karena ta’zir dimaksudkan untuk mendidik dan
memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya kemudian
meninggalkan dan menghentikannya.
Menurut istilah, ta’zir didefinisikan oleh Al-Mawardi sebagai berikut.
Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat)
yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’.4
Wahbah Zuhaili memberikan definisi ta’zir yang mirip dengan definisi Al-Mawardi:
Adapun yang dimaksud dengan jarimah ta’zir yang menyinggung hak Alloh
adalah semua perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan
umum. Sedangkan yang dimaksud dengan jarimah ta’zir yang menyinggung hak
7
Wahbah Zuhaili, loc. cit.; Lihat juga H.A. Djazuli, Fiqh Jinayat, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1996, hlm. 162.
perorangan adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian kepada orang
tertentu, bukan orang banyak. Contohnya seperti penghinaan, penipuan, pemukulan,
dan lain-lain.
Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi saw. menahan
seseorang karena disangka melakukan kejahatan. (Hadis diriwayatkan oleh Abu
dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan Baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim)8
8
Sayid Savuq, Fiqh As-Sunnah, Juz II, Dar Al-Fikr, Beirut, 1980, hlm. 497.
2. Dalam jarimah hudud tidak berlaku pembelaan (syafa’at) dan pengampunan
apabila perkaranya sudah dibawa ke pengadilan. Sedangkan untuk jarimah
ta’zir, kemungkinan untuk memberikan pengampunan terbuka lebar, baik oleh
individu maupun ulil amri.9
3. Orang yang mati karena dikenakan hukuman ta’zir, berhak memperoleh ganti
rugi. Sedangkan untuk jarimah hudud hal ini tidak berlaku.
9
Sayyid Sabiq, II, loc. cit.
sanksinya belum ditentukan oleh syara’. Jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan
kepada ulil amri, seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.
10
H.A. Wardi Muslich, Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 158-159.
KESIMPULAN
Ta’zir menurut bahasa adalah mashdar (kata dasar) bagi ‘azzara yang berarti
menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu.
Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut dengan ta’zir
karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali
kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera.
Maksud utama sanksi ta’zir adalah sebagai preventip dan represip serta kuratif dan
edukatif. Atas dasar ini ta’zir tidak boleh membawa kehancuran.11
Yang dimaksud dengan fungsi preventif adalah bahwa sanksi ta’zir harus
memberikan dampak positif bagi orang lain (orang yang tidak dikenai hukuman ta’zir),
sehingga orang lain tidak melakukan perbuatan yang sama dengan perbuatan terhukum.
Oleh karena itu, sanksi ta’zir itu, baik dalam fungsinya sebagai usaha preventif
maupun represif, harus sesuai dengan keperluan, tidak lebih dan tidak kurang dengan
menerapkan prinsip keadilan.
11
Al-Buhuti, Kasyaf al-Qina, VI, hlm. 122.
DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika.
H.A. Djazuli. 1997. Fiqih Jinayah. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Muslich, Wardi. Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah). Jakarta :
Sinar Grafika.
Savuq, Sayid. 1980. Fiqh As-Sunnah, Juz II, Dar Al-Fikr. Beirut.
Abu Al-Hasan Ali Al-Mawardi. 1966. Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah, Dar Al-Fikr.
Beirut.
Abd Al-Aziz Amir. 1969. At-Ta’zir fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, Dar Al-Fikr
Al-‘Arabi.
JARIMAH TA’ZIR
Oleh:
Latif Azis (072339018)
Tarbiyah/VI/PAI-Transfer