You are on page 1of 23

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

BLOK ECCE 1

Tutor Pembimbing:
dr. Diah Krisnansari, MSi.Med

Kelompok V

Marisa Rosa Bella G1A008020


Indah Adhiarini Sukma G1A008022
Annisa Amalia F G1A008050
Diana Verify Hastutya G1A008051
Nunung Hasanah G1A008073
Wiwin Noviyanti G1A008084
Rizky Tejo Hutomo G1A008085
Anggraini K G1A008104
Faridz Albam Wiseso G1A008105
Ageng Sadeno Putro G1A008116
Widya Devi Cita I G1A008136

DEPATEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2010
BAB I
PEMBAHASAN

I. Informasi 1

MC, kepala keluarga, 53 tahun, datang untuk kunjungan pertama kali ke Dokter Keluarga
(DK) guna periksa keluhan perut kembung. Perut kembung disertai nyeri lambung, anoreksia
dan penurunan berat badan. MC menyampaikan bahwa selama 2 tahun terakhir telah
memiliki keluhan perut kembung disertai nyeri perut bagian atas serta nyeri lambung yang
dirasakan memberat sejak beberapa bulan terakhir ini. Rasa nyerinya sering membatasi
aktivitas MC dan dapat mencapai setinggi 10/10 dari skala nyeri. Nyeri seperti terbakar dan
terkadang menjalar ke atas sampai dada bagian bawah. Selain itu terasa penuh di perut
bagian atas, merasa cepat kenyang, mual. MC mengaku bahwa sejak beberapa bulan ini,
mengalami penurunan nafsu makan yang signifikan, dengan makan atau puasa nyeri justru
bertambah. Makanan pedas dan minuman jeruk umumnya memperberat keluhannya.
Keluhan tidak mereda dengan buang air besar. MC khawatir dengan penurunan berat
badannya sejak beberapa bulan terakhir, sekitar 20 kg. Dia mengatakan bahwa 12-18 bulan
yang lalu, berat badannya sekitar 70 kg dan dia mengaitkan kehilangan berat badannya
karena ketidakmampuannya untuk makan akibat nyeri tersebut.

II. Batasan Masalah


a. Identitas : MC, laki-laki, 53 tahun.
b. Keluhan utama : Perut kembung
c. Onset : 2 tahun yang lalu
d. Kronologis : Nyeri seperti terbakar dan terkadang menjalar sampai ke
atas ke dada bagian bawah
e. Kualitas : Makin memberat, membatasi aktivitas, nyeri dengan skala
nyeri 10/10
f. Faktor memperberat : Makan pedas dan minum jeruk
g. Gejala penyerta : Anoreksia, nyeri perut bagian atas, nyeri lambung, berat
badan turun, mual dan merasa cepat kenyang

III. Analisis Masalah


1. Buatlah diagnostik holistik pada kasus tersebut!

2. Jelaskan mengenai central value of family medicine dan family dinamic!

3. Jelaskan patofisiologi penyakit pada kasus ini!

IV. Pembahasan
1. Diagnosis Holistik Dari Informasi 1
Dari Informasi 1, dapat dibuat empat aspek dari lima aspek dalam diagnosis holistik:
1. Aspek pertama (Personal)
a. Alasan kedatangan Tn. MC (reason for encounter) adalah perut kembung.
b. Keluhan Penyerta adalah nyeri lambung, anoreksia dan penurunan berat badan.
c. Concern (perhatian pasien) adalah penurunan berat badan.
d. Expectation atau harapan pasien adalah berharap untuk sembuh.
e. Kecemasan yang ada pada pasien (Anxiety) adalah karena penurunan berat
badannya sebesar 20 Kg dalam 12-18 bulan.

2. Aspek kedua (Klinis)


a. Diagnosis Kerja : Dyspepsia
b. Diffenrential Diagnostic:
1) Gastritis
2) Ulkus Peptikum
3) GERD
4) Keganasan.

3. Aspek Faktor Risiko Internal (Intrinsik)


a. U s i a T n . M C 5 3 t a h u n.
b. Jenis kelamin laki-laki.

4. Aspek Faktor Risiko Eksternal (Extrinsik)


Meliputi perilaku sakit anggota keluarga lain, hubungan interpersonal, sosial ekonomi,
pendidikan, lingkungan rumah, dan lingkungan lokal sekitarnya. Namun dalam info 1
tidak dijelaskan secara eksplisit sehingga diagnosis holistik yang menyangkut aspek
faktor resiko eksternal belum dapat ditegakkan secara pasti.

2. Family dinamic dan Central Value


Family dinamic meliputi :
a. Genogram : Bagan mengenai struktur keluarga yang digunakan untuk menilai status
individu dan keluarga yang menyangkut aspek biopsikososial. Hal – hal yang terdapat dalam
genogram adalah struktur keluarga, informasi demografi, kejadian – kejadian penting dalam
keluarga, dan masalah sosial dan kesehatan.
b. Family life cycle : Merupakan diagram siklus keluarga yang menyangkut perubahan
perkembangan dan tahapan perkembangan dalam keluarga yang dapat mempengaruhi
status kesehatan individu tersebut
c. Apgar score : Merupakan intrumen yang dipakai untuk menilai fungsi keluarga atau screening
terhadap disfungsi keluarga dan kepuasan individu terhadap hubungan dalam keluarganya.
APGAR score meliputi Adaptation, Partnership, Growth, Affection, dan Resolve
d. SCREEM score : Bertujuan untuk menjelaskan kemampuan keluarga dalam mendapatkan
sumber daya dan mengkaji kapasitas dari keluarga dalam menyediakan dan mengakses
pelayanan kesehatan untuk setiap anggota keluarganya pada saat kondisi sakit maupun
kritis. SCREEM score meliputi Social, Culture, Religion, Education, Economic, dan Medical.
Central value of family medicine :
a. Berbasis pada patient centered care dan mengedepankan hubungan dokter – pasien
b. Melakukan pendekatan holistic pada pasien dan permasalahan yang dihadapinya
yang dapat mempengaruhi kesehatan pasien. Dengan cara melihat pasien dari tiga
dimensi yaitu dimensi biopsikososial.
c. Lebih menekankan pada preventif daripada kuratif
d. Mencari masalah kesehatan yang memungkinkan menjadi masalah serius untuk ke
depannya.
e. Menangani pasien berdasarkan spektrum usia.
f. Menangani pasien tidak hanya di ruang konsultasi saja, tetapi juga dapat dilakukan
dimana saja.
Pendekatan kedokteran keluarga ada 4 prinsip pokok :
i. Primer
Pelayanan yang bersifat primer artinya hanya melayani sebatas dokter pelayanan
primer. Layanan kesehatan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu primer (dokter praktek
umum), sekunder (dokter spesialis), dan tersier (tim dokter). Karena berada di
tingkat primer, seorang dokter praktik umum sekaligus dokter keluarga harus bisa
menjadi tempat kontak pertama pasien. Seorang dokter keluarga harus mau
menerima semua pasien dengan berbagai latar belakang ( Sudjoko, 1996).

ii. Personal
Pelayanan yang bersifat personal (invidual) bukan keluarga. Setiap pasien yang
diobati adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Untuk menanganii
makhluk individu, dokter harus bisa menjaga kerahasiaan. Sementara sebagai
makhluk sosial, pasien harus disikapi sebagai bagian dari lingkaran teman atau
keluarganya sendiri ( Sudjoko, 1996).

iii. Komperhensif
Yang dimaksud layanan komperhensif adalah kemampuan promotif, memberi
informasi tentang pencegahan (preventif), diagnosis, pengobatan (kuratif) dan
rehabilitatif ( pemeliharaan kesehatan ). Termasuk mengendalikan penyakit kronis
dan kecacatan melalui penilaian risiko. Kalau seorang pasien cacat, dokter harus
bisa melakukan rehabilitasi agar pasien bisa beraktivitas kembalii sesuai potensi
yang ada ( Sudjoko, 1996).

iv. Kontinu
the continuity of care atau kesinambungan pelayanan. Jangan sampai seseorang
itu dilayani oleh banyak dokter, sehingga mengulang pelayanan lagi, pemeriksaan
lagi, obatnya jadi double-double dan seterusnya. Demikian pula Dokter Keluarga
akan mengontrol, dalam tanda kutip tindakan spesialistis, mana yang perlu dan
mana yang tidak. Dokter keluarga harus memberikan pelayanan secara berkala
dan berkesinambungan. Misal, sejak pasien ditangani sampai seterusnya. Atau,
dimulai dari usia balita hingga lanjut usia. Ini berlaku bagi seluruh anggota keluarga
yang ia tangani ( Sudjoko, 1996).

3. Patofisiologi penyakit

Dispepsia

Metabolisme H. Pilory produksi pelindung mukosa gaster


Hasilkan gas (CO2) enzim hialuronidase
Perut kembung, terasa penuh pengeluaran gastrin
dan cepat kenyang HCl, dan
terasa perih
(nyeri lambung), anoreksia
Nafsu makan
Intake makanan
Glikogen dipecah
Kehilangan BB

Skema 7. Patofisiologi dyspepsia (Sylvia, 2003).

Informasi 2
Riwayat Medis
MC yakin bahwa sejak pindah ke kota besar telah memiliki alergi musiman sedang. Dia tidak
memiliki riwayat medis penting yang memerlukan pengobatan, akan tetapi dia telah minum
20-30 tablet antacid per hari untuk melawan keluhan perutnya. MC minum aspirin, ibuprofen
atau NSAID lainnya ”mungkin sekali setahun”. MC memiliki riwayat apendektomi tanpa
komplikasi saat usia 9 tahun.
Riwayat Keluarga
Ayah MC meninggal karena kanker lambung. MC memiliki 6 saudara kandung, tidak satu pun
dari saudara kandung yang mempunyai masalah medis penting yang dia laporkan, dan 5
saudara kandung masih tinggal di kota kecil. Tidak diketahui riwayat penyakit saluran cerna,
diabetes dan keganasan pada keluarga dekat lainnya.
Riwayat Sosial
MC menikah, memiliki 4 orang anak yang semuanya ikut tinggal di rumah kontrakan ukuran 5
x 9 m. Istri MC bekerja sebagai penjaga toko buku. MC bekerja sebagai kepala koki di
restaurant china. MC tidak pernah merokok, minum alkohol atau obat-obat terlarang. Adik
perempuan MC ikut tinggal di kontrakan dan tampak tidak rukun dengan istri MC. APGAR
score = 3.
Review of System
MC menyangkal vomiting, diarrhea, constipation, hematemesis, hematochezia, atau melena.
MC juga menyangkal mengalami perubahan pola BAB, emotional distress, chest pain,
palpitations, or dyspnea saat istirahat atau saat exertion, dan mengaku BAB lancar. MC
mengaku mempunyai nafsu makan buruk dan ini berkaitan dengan nyeri lambung hilang
timbul yang kronik.

Informasi 3
Pemeriksaan Fisik
MC tampak tinggi kurus tapi belum terlihat kakeksia. Suhu afebril, tekanan darah 118/70
mmHg, nadi 70x/menit reguler dan RR 16x/menit. Abdomen: epigastrik pain (+). Lain-lain
dalam batas normal. Pemeriksaan feses dalam batas normal.

Rumusan Masalah
1. Buatlah diagnosis holistik dari info tambahan!
2. Pengertian dokter keluarga serta tugas yang dijalankan oleh seorang dokter keluarga
!
3. Bagaimana kriteria rumah sehat ?
4. Bentuk – bentuk keluarga.
5. Jelaskan APGAR score, cara perhitungan, dan interpretasinya !
6. Jelaskan SCREEM score, cara perhitungan, dan interpretasinya !
7. Bagaimana rencana penanganan komprehensif yang sesuai untuk Tuan MC ?
8. Pencegahan penyakit baik primer, sekunder dan tersier.

Analisis Masalah
1. Diagnosis Holistik
Aspek pertama (Personal)
a. Alasan kedatangan Tn. MC (reason for encounter) adalah perut
kembung.
b. Keluhan Penyerta adalah nyeri lambung, anoreksia dan penurunan berat
badan.
c. Concern (perhatian pasien) adalah penurunan berat badan.
d. Expectation atau harapan pasien adalah berharap untuk sembuh.
e. Kecemasan yang ada pada pasien (Anxiety) adalah karena penurunan berat
badannya sebesar 20 Kg dalam 12-18 bulan. (Kekalih, 2008)

2. Aspek kedua (Klinis)


a. Diagnosis Kerja : Dyspepsia
b. Diffenrential Diagnostic:
i. Gastritis
ii. Ulkus Peptikum
iii. GERD
iv. Keganasan.
3. Aspek Faktor Risiko Internal (Intrinsik)
a. U s i a T n . M C 5 3 t a h u n.
b. Jenis kelamin laki-laki.
c. Nutrisi kurang karena nafsu makan yang turun akibat dari nyeri perutnya.
d. Adanya riwayat alergi musiman sedang pada pasien.
e. Adanya stress.
f. Adanya family genetic cancer ( ayah meninggal karena kanker lambung)
g. Perilaku pasien adalah minum ibuprofen / NSAID sekali setahun dan minum
h. antacid 20 – 30 tablet sehari (Kekalih, 2008).

4. Aspek Faktor Risiko Eksternal (Extrinsik)


a. Pasien tinggal dalam rumah kontrakan 5 x 9 bersama adik perempuan, isteri dan
keempat anaknya, sehingga dapat dikatan kondisi rumah tidak sehat.
b. Extended family (tinggal bersama adik perempuannya yang bukan bagian dari
keluarga inti).

c. APGAR keluarga dari Tn. Mc adalah 3 (Unhealthy familiy)

d. Hubungan antara adik perempuan dengan isterinya kurang harmonis.


e. Tingkat ekonomi kurang karena pasien bekerja sebagai kepala koki di restoran

1 Melakukan pekerjaan seperti sebelum Mandiri dalam perawatan diri dan


sakit bekerja di dalam dan luar rumah
2 Pekerjaan ringan sehari-hari, di dalam Aktivitas kerja mulai berkurang
dan luar rumah
3 Pekerjaan ringan dan bisa melakukan Pekerjaan ringan dan perawatan
perawatan diri diri masih dikerjakan sendiri
4 Perawatan diri hanya keadaan tertentu, Tidak melakukan aktivitas kerja.
posisi duduk dan berbaring Perawatan diri oleh keluarga
5 Perawatan diri oleh orang lain, posisi Sangat bergantung dengan orang
berbaring pasif lain (misal tenaga medis)
China, dan sang isteri sebagai penjaga toko buku serta tempat tinggal mereka
bukanlah milik sendiri melainkan rumah kontrakan yang kecil

5. Skor (derajat keparahan penyakit)

Aspek Ska

Tabel 1. Skala penilaian fungsi


Berdasarkan informasi yang didapat dari Tn. MC, dapat dinilai skala fungsi sosialnya dua
karena walau aktivitas kerja terbatas, pasien masih bisa bekerja seperti sebelum sakit
meski frekuensinya terbatas. (Kekalih, 2008).

2. Dokter Keluarga
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter keluarga
adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas
dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu
yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif
tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya (IDI,1982).
llmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran
tingkat yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama
yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan
masyarakat dengan memperhatikan faktor faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya
(IDI, 1983).

Tugas Dokter Keluarga:


1. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna
penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan,
2. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat,
3. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan
sakit,
4. Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya,
5. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi,
6. Menangani penyakit akut dan kronik,
7. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS,
8. Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau
dirawat di RS,
9. Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan,
10. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya,
11. Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien,
12. Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar,
13. Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu
kedokteran keluarga secara khusus.

Praktek dokter keluarga


Bentuk praktek dokter keluarga yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga
macam :
1. Pelayanan dokter keluarga sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit (hospital based)
pada bentuk pelayanan dokter keluarga diselenggarakan di rumah sakit. Untuk ini
dibentuklah suatu unit khusus yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan dokter keluarga. Unit khusus ini dikenal dengan nama bagian dokter keluarga
(departement of family medicine), semua pasien baru yang berkunjung ke rumah sakit,
diwajibkan melalui bagian khusus ini. Apabila pasien tersebut ternyata membutuhkan
pelayanan spesialistis, baru kemudian dirujuk kebagian lain yang ada dirumah sakit.
2. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga (family clinic)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah suatu
klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter keluarga
(family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua macam. Pertama,
klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua, merupakan bagian dari rumah
sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit (satelite family clinic). Di luar negeri klinik
dokter keluarga satelit ini mulai banyak didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk
menopang pelayanan dan juga penghasilan rumah sakit. Terlepas apakah klinik dokter
keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri atau hanya merupakan klinik satelit dari
rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga tersebut menjalin hubungan kerja sama yang
erat dengan rumah sakit. Pasien yang memerlukan pelayanan rawat inap akan dirawat
sendiri atau dirujuk ke rumah sakit kerja sama tersebut. Klinik dokter keluarga ini dapat
diselenggarakan secara sendiri (solo practice) atau bersama-sama dalam satu kelompok
(group practice). Dari dua bentuk klinik dokter keluarga ini, yang paling dianjurkan adalah
klinik dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok. Biasanya merupakan gabungan
dari 2 sampai 3 orang dokter keluarga. Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini
diterapkan suatu sistem manajernen yang sama. Dalam arti para dokter yang tergabung
dalam klinik dokter keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan memakai alat-
alat praktek yang sama. Untuk kemudian menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga
yang dikelola oleh satu sistem manajemen keuangan, manajemen personalia serta
manajemen sistem informasi yang sama pula. (Clark,1971) :
3. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan melalui praktek dokter keluarga (family practice)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah
praktek dokter keluarga. Pada dasarnya bentuk pelayanan dokter keluarga ini sama
dengan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan melalui klinik dokter keluarga.
Disini para dokter yang menyelenggarakan praktek, rnenerapkan prinsip-prinsip
pelayanan dokter keluarga pada pelayanan kedokteran yang diselenggarakanya. Praktek
dokter keluarga tersebut dapat dibedaka pula atas dua macam. Pertama, praktek dokter
keluarga yang diselenggarakan sendiri (solo practice). Kedua praktek dokter keluarga
yang diselenggarakan secara berkelompok (group practice) (Sudjoko,1996).

Pelayanan pada praktek dokter keluarga


Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya. Secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya
pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga
tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau
pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan
diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut
memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien
dirumah.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di
rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak
mempunyai akses dengan rumah sakit.
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di
rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah
mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta
perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan
oleh dokter keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit
terdekat dan rumah sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk
merawat sendiri pasiennya di rumah sakit. Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk
pelayanan dokter keluarga ini tidak sama antara satu negara dengan negara lainnya, dan
bahkan dapat tidak sama antara satu daerah lainnya. Di Amerika Serikat misalnya,
pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah mulai jarang dilakukan.
Penyebabnya adalah karena mulai timbul kesadaran pada diri pasien tentang adanya
perbedaan mutu pelayanan antara kunjungan dan perawatan pasien di rumah dengan di
tempat praktek. Pasien akhirnya lebih senang mengunjungi tempat praktek dokter,
karena telah tersedia berbagai peralatan kedokteran yang dibutuhkan. Di beberapa
negara lainnya, terutama di daerah pedesaan, karena dokter keluarga tidak mempunyai
akses dengan rumah sakit, maka dokter keluarga tersebut hanya menyelenggarakan
pelayanan rawat jalan saja. Pelayanan rawat inap dirujuk sertakan sepenuhnya kepada
dokter yang bekerja dirumah sakit. Tetapi pengaturan rujukan untuk pelayanan rawat
inap tersebut, tetap dilakukan oleh dokter keluarga. Dokter keluarga memberikan
bantuan sepenuhnya, dan bahkan turut mencarikan tempat perawatan dan jika perlu
turut mengantarkannya ke rumah sakit. Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada
praktek dokter keluarga tidak sama, perlulah diingatkan bahwa orientasi pelayanan
dokter keluarga yang diselenggarakan tetap tidak boleh berbeda. Orientasi pelayanan
dokter keluarga bukan sekedar menyembuhkan penyakit, tetapi diarahkan pada upaya
pencegahan penyakit. Atau jika tindakan penyembuhan yang dilakukan, maka
pelaksanaannya, kecuali harus mempertimbangkan keadaan pasien sebagai manusia
seutuhnya, juga harus mempertimbangkan pula keadaan sosial ekonomi keluarga dan
lingkungannya. Praktek dokter keluarga tidak menangani keluhan pasien atau bagian
anggota badan yang sakit saja, tetapi individu pasien secara keseluruhan. Kesamaan
lain yang ditemukan adalah pada ruang lingkup masalah kesehatan yang ditangani.
Praktek dokter keluarga melayani seluruh anggota keluarga dan semua masalah
kesehatan yang ditemukan pada keluarga. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
yang seperti ini dibutuhkan pelbagai pengetahuan danketerampilan yang luas. Karena
adanyan ciri yang seperti inilah ditemukan pihakpihak yang tidak sependapat bahwa
dokter spesialis dapat bertindak sebagai dokter keluarga. Oleh kalangan yang terakhir ini
disebutkan bahwa dokter keluarga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
luas, yang mencakup pengetahuan dan keterampilan beberapa dokter spesialis, dan
karenanya tidak mungkin jika diselenggarakan oleh satu dokter spesialis saja
(Sulastomo,1984)
Dari uraian tentang orientasi serta ruang lingkup masalah kesepakatan yang ditangani
pada praktek dokter keluarga diatas, jelaslah bahwa pelayanan kedokteran yang
diselenggarakan pada praktek dokter keluarga memang agak berbeda dengan
pelayanan kedokteran yang diselenggarakan oleh dokter umum dan atau dokter
spesialis. Pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
pada umumnya :
a. lebih aktif dan bertanggung jawab
Karena pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
mengenal pelayanan kunjungan dan atau perawatan pasien di rumah, bertanggung
jawab mengatur pelayanan rujukan dan konsultasi, dan bahkan, apabila memungkinkan,
turut menangani pasien yang memerlukan pelayanan rawat inap di rumah sakit, maka
pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga umunya lebih
aktif dan bertanggung jawab dari pada dokter umum.
b. Lebih lengkap dan bervariasi
Karena praktek dokter keluarga menangani semua masalah kesehatan yang ditemukan
pada semua anggota keluarga, maka pelayanan dokter keluarga pada umumnya lebih
lengkap dan bervariasi dari pada dokter umum. Tidak mengherankan jika dengan
pelayanan yang seperti ini, seperti yang ditemukan di Amerika Serikat misalnya, praktek
dokter keluarga dapat menyelesaikan tidak kurang dari 95 % masalah kesehatan yang
ditemukan pada pasien yang dating berobat.
c. Menangani penyakit pada stadium awal
Sekalipun praktek dokter keluarga dapat menangani pasien yang telah membutuhkan
pelayanan rawat inap, bukan selalu berarti praktek dokter keluarga sarna dengan dokter
spesialis. Praktek dokter keluarga hanya sesuai untuk penyakit -penyakit pada stadium
awal saja. Sedangkan untuk kasus yang telah lanjut atau yang telah terlalu spesialistik,
karena memang telah berada diluar wewenang dan tanggung jawab dokter keluarga,
tetap dan harus dikonsultasikan dan atau dirujuk kedokter spesialis. Seperti yang
dikatakan oleh Malerich (1970), praktek dokter keluarga memang sesuai untuk penyakit-
penyakit yang masih dalam stadium dini atau yang bersifat umum saja. ‘The family
doctor cannot be expected to treat all problems as best possible, but he can be expected
to treat all common diseases as best possible’ (Sulastomo,1984)

3. Kriteria rumah sehat


Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang
digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun
1992). Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat
berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta
keadaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga dan individu. (Komisi WHO Mengenai
Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat
berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang
menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh
anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu, keberadaan
perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan
kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.

Kriteria Rumah Sehat Menurut Winslow dan APHA


Permukiman sehat dirumuskan sebagai suatu tempat untuk tinggal secara
permanen. Berfungsi sebagai tempat untuk bermukim, beristirahat, berekreasi
(bersantai) dan sebagai tempat berlindung dari pengaruh lingkungan yang memenuhi
persyaratan fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.
Rumusan yang dikeluarkan oleh American Public Health Association (APHA), syarat
rumah sehat harus memenuhi kriteria sebagai berikut
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis. Antara lain, pencahayaan, penghawaan dan ruang
gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis. Antara lain, privacy yang cukup, komunikasi yang
sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah, yaitu
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas
vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup sinar matahari
pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping
pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan,
konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung
membuat penghuninya jatuh tergelincir.

2.Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/VII/1999


Ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal adalah sebagai berikut:
a. Bahan-bahanbangunan
Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat yang dapat membahayakan
kesehatan, antara lain:
(1) Debu total kurang dari 150 mg per meter persegi;
(2) Asbestos kurang dari 0,5 serat per kubik, per 24 jam;
(3) Timbal (Pb) kurang dari 300 mg per kg bahan;
(4) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
b. Komponen dan penataan ruangan
1.Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
2.Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan
mudah dibersihkan;
3.Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
4.Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
5.Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
6.Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap
c. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak
menyilaukan mata.
d. Kualitas udara
1. Suhu udara nyaman, antara 18 – 30 oC;
2. Kelembaban udara, antara 40 – 70 %;
3. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam;
4. Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni;
5. Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam;
6. Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik.
e. Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
f. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
g. Penyediaan air
1. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter per orang
setiap hari;
2. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum
menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
h. Pembuangan Limbah
1. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
2. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah.
i. Kepadatanhunian
Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang
tidur.

3. Menurut Ditjen Cipta Karya, 1997


Komponen yang harus dimiliki rumah sehat adalah:
1. Pondasi yang kuat guna meneruskan beban bangunan ke tanah dasar, memberi
kestabilan bangunan, dan merupakan konstruksi penghubung antara bagunan
dengan tanah;
2. Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari pekarangan dan 25 cm
dari badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah panggung dapat terbuat dari papan
atau anyaman bambu;
3. Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan masuknya sinar
matahari dengan luas minimum 10% luas lantai;
4. Dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap,
menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar, serta
menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya;
5. Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik matahari, minimum 2,4 m
dari lantai, bisa dari bahan papan, anyaman bambu, tripleks atau gipsum;
6. Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari serta melindunhi
masuknya debu,angin dan air hujan
4. Bentuk – bentuk keluarga :
Adapun Tipe – tipe keluarga menurut suprajinto,2004 :

1.Keluarga inti ( Nuclear family )

Adalah suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.

2.Keluarga besar ( Exstended family )

Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek,


kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, atau bibi.

3.Keluarga bentukan kembali (dyadic family)

Adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau
kehilangan pasangannya

4.Orang tua tunggal (single parent family)

yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anaknya
akibat perceraian atau ditinggal pasangannya,

5.Ibu dengan anak tanpa perkawinan yang sah (the unmarried teenage
mother)
6.Orang dewasa laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah (the single adult living alone)
7.Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital
heterosecual cohabiting family)
8.Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay
and lesbian family).

Adapun tipe keluarga menurut pembagian tradisional dan non tradisional yaitu :

A. Tipe keluarga tradisional

1. The Nuclear family (Keluarga inti) yaitu keluarga yang terdiri dari
suami istri dan anak (kandung atau angkat).
2. The dyad family , suatu rumah tangga yang terdiri dari suami stri
tanpa anak.
3. Keluarga usila, Keluarga terdiri dari suami dan istri yang sudah
usia lanjut, sedangkan anak sudah memisahkan diri.
4. The childless, Keluarga tanpa anak karena telambat menikah, bisa
disebabkan karena mengejar karir atau pendidikan.
5. The Extended family , keluarga yang terdiri dari keluarga inti
ditambah keluarga lain, seperti paman, bibi, kakek, nenek dan lain- lain.
6. “Single parent” yaitu keluarga yang terdiri dari satu orang tua dengan
anak(kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian
atau kematian).
7. Commuter family, kedua orang tua bekerja diluar kota, dan bisa
berkumpul pada hari minggu atau libur saja.
8. Multigeneration family, Beberapa generasi atau kelompok umur yang
tinggal bersama dalam satu rumah.
9. Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama atau
saling berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan seperti
dapur, sumur yang sama.
10. Blended family, keluarga yang dibentuk dari janda atau duda dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
11. Single adult living alone” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
satu orang dewasa (Masjoer,2007).

B. Tipe keluarga non tradisional

1. The unmarried teenage mother, Keluarga yang terdiri dari satu orang
dewasa terutama ibu dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
2. The Step parent family, keluarga dengan orang tua tiri.
3. Commune family, yaitu lebih satu keluarga tanpa pertalian darah
yang hidup serumah.
4. The non marrital heterosexual cohabiting family, keluarga yang
hidup bersama, berganti-ganti pasangan tanpa nikah.
5. Gay and lesbian family, seorang yang mempunyai persamaan sex
tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.
6. Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama diluar
ikatan perkawinan karena alasan tertentu.
7. Group marriage family, beberapa orang dewasa yang telah merasa
saling menikah, berbagi sesuatu termasuk sex dan membesarkan anak.
8. Group network family, beberapa keluarga inti yang dibatasi oleh
norma dan aturan, hidup berdekatan dan saling menggunakan barang
yang sama dan bertanggung jawab membesarkan anak.
9. Foster family, keluarga yang menerima anak yang tidak ada
hubungan saudara untuk waktu sementara.
10. Homeless family, keluarga yang terbentuk tanpa perlindungan yang
permanen karena keadaan ekonomi atau problem kesehatan mental.
11. Gang, Keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional, berkembang dalam kekerasan dan kriminal
(Mansjoer,2007).

5. APGAR Score
Skor apgar merupakan alat screening untuk menilai disfungsi tiap individu yang
capable dalam hubungan keluarga. Kelima fungsi keluarga yang dinilai pada
APGAR keluarga adalah

a. Adaptasi (Adaptation)
Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
diperlukannya dari anggota keluarga lainnya.
b. Kemitraan (Partnership)
T i n g k a t k e p u a s a n a n g g o t a k e l u a r g a t e r h a d a p berkomunikasi,
urun rembuk dalam mengambil suatu keputusan dan atau
m e n y e l e s a i k a n s u a t u m a s a l a h y a n g s e d a n g d i h a d a p i dengan
anggot a ke lua rga la inn ya
c. Pertumbuhan (Growth)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang dibe rika n
ke lua rga dalam mema tangkan pe rtu mbuhan dan a t a u ke d e wa sa a n
se t ia p a n g g o t a ke lu a rg a .
d. Kasih sayang (Affection)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi
emosional yang berlangsung dalam keluarga.
e. Kebersamaan (Resolve)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap keb e rsa maa n
d a la m me mba g i wa kt u, ke ka ya an da n rua ng an ta r anggota keluarga
(Azwar, 1997).

Penilaian dari 5 hal tersebut adalah:


0 = tidak pernah
1 = kadang-kadang
2 = selalu
Masing-masing anggota keluarga baik inti maupun extendate yang berada dalam
satu rumah terkecuali pembantu tidak dihitung karena bukan hubungan keluarga
seperti pada pengertian di atas.

Ada sepuluh skor dalam penilaian APGAR Keluarga :


Skor 7 - 10 berarti keluarga yang dinilai adalah sehat, dalam arti setiap
anggota keluarga saling mendukung satu sama lain.
Skor 4 - 6 be ra rt i ke lua rg a yan g d in ila i ad a lah ku ran g seh a t , da la m
arti hubungan antar anggota keluarga masih perlu untuk lebih ditingkatkan.
Skor 0 - 3 berarti keluarga yang dinilai sama sekali tidak sehat, dalam arti
sangat memerlukan banyak perbaikan untuk lebih meningkatkan hubungan antar
anggota keluarga.
Keluarga Tn. MC memiliki skor APGAR Keluarga 3, yang berarti keluarga Tn.
MC sama sekali tidak sehat, dalam arti sangat membutuhkan banyak perbaikan
untuk lebih meningkatkan hubungan antar anggota keluarga (Azwar, 1997).

6. SCREEM Score
Merupakan cara penilaian dinamika keluarga untuk mengetahui adanya fungsi
patologis atau hambatan-hambatan dalam suatu keluarga.

Hambatan-hambatan tersebut antara lain:

1. Sosial

Mampu bersosialisasi atau tidak dengan masyarakat.

2. Culture

Misalnya pada orang desa yang masih mempercayai bahwa anak bayi
kurang dari 40 hari tidak boleh dibawa keluar rumah, padahal harus
diimunisasi. Adakah hal tentang kebudayaan semacam itu dalam suatu
keluarga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Jika ada berarti fungsi
patologis culture positif.

3. Religion

Misalkan tentang KB IUD menurut islam IUD tidak boleh dipasang, kemudian
apakah dalam keluarga tersebut terdapat kepercayaan semacam itu atau
tidak berkaitan dengan tindakan kedokteran yang akan dilakukan. Jika ada,
berarti fungsi patologis religion positif (terhambat).

4. Education

Terutama pada keluarga yang mempunyai tingkat pendidikan rendah


biasanya cenderung ada hambatan untuk dilakukannya tindakan kedokteran.

5. Economic

Pada tingkat keluarga yang ekonominya rendah, maka tindakan usaha


penyembuhan pada pasien dari suatu keluarga biasanya terhambat. Oleh
karenanya harus dinilai apakah tingkat keluarga tersebut rendah, sedang,
atau tinggi.

6. Medical

Adakah hambatan-hambatan yang dapat terjadi dalam mendapatkan


pelayanan kesehatan. Jika ada berarti fungsi patologis medicalnya positif.
Misalnya, suatu keluarga yang berpendidikan rendah, dan berperekonoian
rendah pula yang mengalami kesusahan dalam mengurus-ngurus
jamkesmas untuk mendapat keringanan biaya karena pendidikan yang
rendah membuatnya lebih pusing mengurusnya. Contoh lain bisa karena
ketidakterjangkauan suatu keluarga dengan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan. Baik itu karena kondisi geografi yang buruk atau pun tidak
adanya transport.

Penilaian skor SCREEM adalah hanya dengan melihat ada tidaknya hambatan pada
bidang-bidang tersebut, sehingga kita akan mengetahui adanya fungsi patologis
pada suatu keluarga. (Ghan Gl, 2005)

7. Tatalaksana Komprehensif
A. Personal care
a. Medika mentosa
(1) Penghambat pompa asam (Proton Pump Inhibitor/ PPI) seperti omeprazol,
lansoprazol, atau pantoprazol

(2) Antikolinergik

(3) Antagonis Reseptor H2 seperti simetidin, ranitidin, famotidin, atau roksatidin.

(4) Sitoprotektif seperti misoprostol (PGE1) atau enprostil (PGE2).

b. Non medika mentosa

(1) Kurangi konsumsi antasid atau diganti dengan obat lain.

(2) Karena berat badan berkurang mesti dilakukan pengaturan pola makan

(3) Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung
(coklat, keju, dan lain-lain).
(4) Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang,
melon, semangka, dan lain-lain).
(5) Hindari makanan yang terlalu pedas dan minuman dengan kadar caffeine dan
alkohol
(6) Jauhi stress.

(7) Rencanakan untuk penegakan diagnosis definitif dengan peneriksaan


endoskopi.

B. Family Care
(1) Penanganan terhadap konflik yang dialami oleh adik dan istri Tn. MC.
(2) Meminta istri Tn. MC untuk tidak menghidangkan masakan-makanan
merangsang yang dapat memperparah keadaan Tn. MC.
(3) Kontrol penggunaan jumlah obat seperti antacid oleh keluarga terutama istri.
(4) Memperbaiki psikologi dengan indikator kenaikan skor APGAR yaitu dengan
menambah intensitas kebersamaan, menghadapi permasalahan bersama,
maupun saling berbagi kasih sayang.
(5) Melakukan skrining anggota keluarga mengingat faktor resiko kanker kolon dari
ayah Tn. MC.
(6) Mengedukasi cara pengelolaan keuangan yang baik.
(7) Menggunakan skala prioritas dalam memecahkan masalah atau dalam
memenuhi kebutuhan (Sawaludin, 2005).

Local Comunity Care


(1) Edukasi mengenai kualitas rumah sehat, dan juga pentingnya
menjaga keharmonisan keluarga serta manfaatnya.
(2) Edukasi mengenai penyakit pada komunitas
(3) Dapat diberikan saran dalam pekerjaannya seperti rekomendasi untuk pindah ke
bagian yang tidak semakin mempreberat faktor risiko. (Ghan Gl, 2005)

8. Pencegahan Penyakit
Pada dasarnya pencegahan suatu penyakit lebih murah dari pengobatan penyakit
tersebut. Proses pencegahan tersebut tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungan
dan sejarah terjadinya penyakit. Dalam proses pencegahan, kita akan mengadakan
deteksi dan intervensi pada penyebab dan factor resiko dari penyakit. Arti pencegahan
sendiri adalah mengadakan inhibisi terhadap perkembangan suatu penyakit sebelum
penyakit tersebut terjadi (Mukono, 2000).
Tingkat dari pencegahan penyakit adalah:
A. Pencegahan Primer
Tingkat pencegahan ini dapat dilakukan pada fase kepekaan dari sejarah alami
suatu penyakit. Pada kasus diatas maka pencegahan primer yang dapat digunakan
salah satunya ialah dengan cara meningkatkan perbaikan gizi masayarakat dan
memperbaiki dari kondisi rumah maupun lingkungan rumah ke arah yang lebih baik
dan juga peran serta dari petugas kesehatan dalam hal ini perlu dengan cara
memberikan penyuluhan tentang prilaku hidup bersih dan sehat (Mukono, 2000).
Disamping pecegahan primer yang sifatnya menyeluruh maka diperlukan juga
pencegahan primer yang sifatnya spesifik ( Spesific protections ). Yang paling
sesuai dari pencegahan spesifik pada kasus diatas ialah dengan pengaturan diet,
jangan telat makan , makanan jangan yang pedas maupun yang asam, makan
secara teratur dengan makanan sehat dan bergizi, hindari juga minum Kopi karena
bias meningkatkan factor resiko dari dyspepsia.Disamping pengaturan diet diatas
perlu juga pada pasien ini untuk menghindari stress

B. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan ini dapat dilakukan pada fase preklinik dan klinik. Pencegahan
sekunder ialah mendiagnosis sedini mungkin apa yang diderita oleh pasien.

C. Pencegahan Tersier
Maksud dari pencegahan tersier adalah salah satu cara untuk menghindari dari
kecacatan, pada kasus ini di usahakan untuk segera dilakukan endoskopi karena
ada indikasinya yaitu usia diatas 45 tahun dan keluhan yang sudah lama
( Bazaldua, 1999 )
BAB II
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul, Justam, Judil dan Bustami, Nilda S. 1983. Bunga rampai, dokter keluarga
dalam: Kelompok Studi Dokter Keluarga. Jakarta.
Azwar, Azrul. 1997. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. dalam: Yayasan
Penerbitan IDI. Jakarta.
Bazaldua, OV.Schneider FD.1999.Evaluations and management of dyspepsia.Am Fam
Physician.
Departemen Kesehatan RI. 1989 . Sistem Kesehatan Nasional, DEPKES RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI .1986. Survai Nasional Kesehatan Rumah Tangga tahun
1985/1986, DEPKES RI, Jakarta.
Ghan Gl, Azwar A, dan Wonodirekso S.2005.A Primer on Family Medicine Practice.
Singapore:Singapore International Foundation.
Kekalih, Aria. 2008. Diagnosis Holistik Pada Pelayanan Kesehatan Primer Pendekatan Multi
Aspek. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI.
Mansjoer, Arif et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi Ketiga. Jakarta.: EGC.
Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Edisi Kedua.Surabaya.Airlangga
University Press.
Sudjoko, Kuswadji. 1996. Penjaminan Mutu Praktek Dokter Keluarga. Widya Medika.
Jakarta.
Sulastomo.1984. Bunga Rempa Pelayanan Kesehatan. Jakarta.
Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.

You might also like