Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Mencatat merupakan salah cara manusia meningkatkan efektivitasnya dalam mempelajari
sesuatu. Cara ini dilakukan untuk menutupi kelemahan keterbatasan daya ingat. Banyak cara
mencatat yang pernah dilakukan orang, mulai dengan menggunakan gambar, simbol, sampai
pada kode-kode tertulis seperti yang kita digunakan sekarang.
Teknik yang paling banyak dilakukan orang adalah teknik tradisional, yaitu mencatat intisari dari
pengetahuan dengan cara linier. Teknik tersebut diperbaharui oleh Novak dengan teknik
mencatat peta konsep. Tony Buzan kemudian memperbaharuinya dengan apa yang disebut Mind
Map. Berdasarkan beberapa penelitian, teknik mencatat ini dinilai lebih mampu mengakomodasi
cara kerja otak manusia, sehingga memberikan dampak yang lebih baik.
Kata Kunci :
Mencatat, cara kerja otak, peta konsep, dan mind map
PENDAHULUAN
Mencatat merupakan salah satu kegiatan yang hampir identik dengan kegiatan belajar. Dalam
sistem pembelajaran yang sentralistik, klasikal, dan tradisional, kegiatan ini bisa disebut kegiatan
utama dalam belajar. Dalam sistem pembelajaran modern, ketika tujuan pembelajaran lebih
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan secara holisti baik kognitif, afektif, maupun
psikomotor, kegiatan mencatat memang bukan kegiatan utama akan tetapi kedudukannya masih
tetap penting dan strategis. Pentingnya kegiatan mencatat ini tetap diyakini karena bagaimanapun
kemampuan mengingat manusia sangat terbatas baik kualitas maupun kuantitasnya. Oleh karena
itu, kegiatan mencatat diperlukan sebagai cara menutupi kelemahan itu.
De Porter dan Hernacki (1999:146) bahkan tetap menempatkan kegiatan mencatat sebagai salah
satu kegiatan terpenting karena selain meningkatkan daya ingat, catatan diperlukan untuk
mengingat apa yang tersimpan dalam memori. Tanpa mencatat dan mengulang, kebanyakan
orang hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang mereka baca atau dengar. Persoalan
yang muncul kemudian adalah cara mencatat yang bagaimana yang mampu meningkatkan daya
ingat sekaligus daya pikir itu ? Lebih spesifik lagi, apa sebenarnya yang mesti dicatat? Berapa
banyak yang harus dicatat? Dalam format apa?
Sebatas pengetahuan peneliti, penelitian tentang penerapan teknik mencatat dalam kegiatan
pembelajaran telah banyak dilakukan. Para peneliti umumnya tidak tertarik dengan cara mencatat
tradisional (linier). Yang diminati para peneliti umumnya adalah teknik mencatat peta konsep
dan mind map. Secara umum banyak kesamaan antara peta konsep dan peta pikiran, inti teori
kedua model pemetaan itu sama, perbedaannya terletak pada peluang mengekspresikan aspek-
aspek perasaan dalam bentuk gambar, warna, dan symbol yang cukup dominan pada peta
pikiran. Pada peta konsep, peluang menonjolkan perasaan tersebut tidak begitu dipersoalkan.
Beberapa penelitian yang telah peneliti telaah adalah penelitian Inu Hardi Kusumah yang
berjudul Studi tentang Strategi Belajar dengan Menggunakan Pemetaan Konsep (1992),
penelitian Teguh Basuki yang berjudul Pembelajaran Matematika Disertai Penyusunan Peta
Konsep (2000), dan penelitian Muhammad Ramli yang berjudul Pengembangan Model
Pembelajaran Pupuk untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Madrasayah
Aliyah Melalui Pemetaan Konsep (2000). Ketiga penilitian yang dilakukan dalam rangka
menyusun tesis tersebut menunjukkan hasil yang relatif sama bahwa penggunaan peta konsep
memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran yang konvensional. Berikut ini
ringkasan hasil penelitian mereka.
Inu Hardi Kusumah pernah melakukan penelitian tentang straregi belajar dengan menggunakan
pemetaan konsep dalam mata pelajaran fisika di STM I Bandung pada tahun 1991. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa hasil pembelajaran fisika dengan menggunakan peta konsep
lebih tinggi daripada pembelajaran fisika yang tidak menggunakan peta konsep. Bagi siswa yang
ber-IQ rendah dan sedang, penggunaan peta konsep ini sangat membantu mereka, akan tetapi
bagi siswa yang ber-IQ tinggi penggunaan peta konsep tidak memberikan hasil yang mencolok
dibandingkan dengan siswa ber-IQ tinggi lain yang tidak mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan peta konsep (Kusumah, 1991: 99-100)
Pada tahun 2000, Teguh Basuki pernah pula menguji coba penggunaan peta konsep dalam
pembelajaran matematika di kelas 1 MAN di Jakarta. Hasil penelitian Teguh Basuki menyatakan
bahwa hasil belajar siswa dengan pembelajaran yang menggunakan peta konsep lebih baik dari
hasil belajar siswa yang pembelajarannya tidak menggunakan peta konsep. Sebagai tambahan,
Teguh Basuki menegaskan bahwa ternyata ada korelasi antara kemampuan siswa dalam
membuat peta konsep dengan penguasaan materi.
Muhammad Ramli pada tahun 2000, juga telah mencobakan penggunaan peta konsep ini pada
pengembangan model pembelajaran pupuk untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa madrasah aliyah. Hasilnya menunjukkan bahwa model pembelajaran tersebut memiliki
keunggulan dalam menditeksi keluasan, kedalaman, dan keutuhan konsep yang dimiliki siswa.
Kelemahan model ini menurut Muhammad Ramli adalah sulitnya menjelaskan konsep-konsep
yang berhubungan dengan perhitungan matematik.
Pada tahun 2002, penulis menguji coba teknik mencatat pete pikiran (mindmap) ini dalam
pembelajaran membaca kritis. Dengan menggunakan siswa SMU PGII 2 sebagai subjek
penelitian, teknik mencatat peta pikiran ternyata mampu meningkatkan kemampuan membaca
kritis siswa secara signifikan.
Pada tahun 2007 , Dhiasari melakukan penelitian penggunaan mind map ini untuk pembelajaran
matematika di SMK Pasundan. Hasilnya, teknik ini juga bisa diterapkan untuk pembelajaran
matamatika, terutama dalam pemahaman konsep.
Sebagai contoh, di bawah ini contoh wacana dan peta pikiran yang menggambarkan pesan
wacana tersebut.
Contoh Wacana :
PENUTUP
Mencatat memang bukan kegiatan yang paling penting dalam sebuah proses pembelajar. Tetapi,
sebagai bagian dari sebuah sistem proses pembelajaran, kedudukannya menjadi sangat vital
ketika kita merasa memiliki keterbatasan dalam mengingat dan memahami sebuah konsep atau
persoalan. Keterbatasan itulah yang menuntut sistem rangsangan tertentu yang mampu
menstimulus otak akan bekerja lebih cepat, tepat, dan holistik.
Sejauh penelitian yang telah dilakukan, teknik mencatat peta konsep dan peta pikiran (mind map)
terbukti mampu meningkatkan kemampuan membaca dan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu,
ada baiknya kita kembangkan kedua teknik tersebut sesuai dengan potensi dan kultur anak didik
kita.
DAFTAR PUSTAKA
Dhiasari, Dieta Ardi. 2007. Penggunaan peta pikiran (mind map) dalam pembelajaran
matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa sekolah
menengah kejuruan (smk) (penelitian tindakan kelas terhadap siswa tingkat i jurusan penjualan i
smk pasundan 1 bandung. Bandung: PPs UPI
Buzan, Tony. History of Mind Maps. (On line)WWW/mind-map.com
DePorter, Bobbi & Mike Hernacki.1999. Quantum Learning. Bandung: Kaifa
DePorter, Bobbi, Mark Reradom, Sarah Singger-Nourie. 2000. Quantum Teaching. Bandung :
Kaifa
Hamied, Fuad Abdul. 1995. Teori Skema dan Kemampuan Analitis dalam Berbahasa Indonesia.
Jakarta: Lemabaga Bahasa Unika Atma Jaya.
Trochim, William MK. Concept Mapping: Soft Science or Hard Art ? Cornell University.
Vilberg, Tom. Using Concept Mapping in a Sensational & Presception Course (A Paper
presented at the National Institute for the Teaching of Psychology, St. Petersburg Beach, FL,
Januari 1996. (http://river,clarion.edu/trvilberg/trv.html
http://mulyanto.blogdetik.com/index.php/category/teknik-mencatat/
http://thestarisyou.blogspot.com/2009/02/teknik-mencatat.html
bahan kuliah PITB: mg8- pemantauan dinamika bumi
March 17th, 2010
Beautiful Class
January 5th, 2010
Pernyataan Huba dan Freed yang dikutip dalam tulisan pada blog diatas, menjelaskan tentang
sebenarnya mahasiswa di kelas kita merupakan Tomorrow’s Leader. Kelas-kelas di kampus
ini terdiri dari Dua Aktor, yaitu Dosen dan Mahasiswa. Bagaimanapun, kedua Aktor tadi
akan berperan mengkondisikan sebuah Kelas. Sifat Kelas akan muncul dan berkembang
tergantung, tentunya, oleh Keduanya.
Kata Leadership dari para calon Pemimpin (Leader) itu sendiri merupakan hal yang bersifat
abstrak, walaupun tolok-ukur kepemimpinan (leadership) dapat ditetapkan. Sudah tentu,
apabila sebuah kelas mendukung proses pengembangan hal-kepemimpinan tentu akan akan
kental tergantung pada kekuatan softskills. Banyak sekali unsur-unsur softskills, hanya saja,
dalam tulisan ini di dalam kelas hal Motivasi dan Komunikasi menjadi sesuatu yang dianggap
dapat terasah dan diasah.
Motivasi dan Komunikasi yang baik akan menjadikan Iklim Kelas yang baik. Masih semuanya
itu, –Motivasi, Komunikasi dan Iklim–, diperani secara bersamaan oleh Kedua Aktor diatas.
Motivasi Dosen rendah untuk hadir di ruang konser (concert) kelas akan sangat berpengaruh
meskipun Motivasi para Mahasiswanya tinggi. Demikian sebaliknya, dan itu juga berlaku untuk
hal Komunikasi.
Sudah puluhan tahun, hal itu menjadi perbincangan yang akhirnya dianggap bukan hal baru.
Sebenarnya ada hal baru yang berubah, Lingkungan (environment) Tak Hidup atau Benda-benda
di kelas. Apakah itu ? Teknologi Sarana Prasarana ! Tanpa kita sadari ternyata perubahan
lingkungan yang membentuk iklim kelas dipengaruhi juga oleh Perkembangan Teknologi.
Sebagai, ilustrasi, pengadaan kapurtulis akan sangat jauh berbeda dibandingkan 20 tahun yang
lalu !
Kita sudah memasuki era dimana Komunikasi tidak dapat dipisahkan dengan Teknologi.
Mengapa kita tidak memanfaatkan Perkembangan Teknologi untuk meningkatkan
Komunikasi, dalam hal ini komunikasi untuk/dalam proses Pembelajaran ?! Di sisi lain
Motivasi bisa terangkat apabila Komunikasi Pembelajaran berlangsung cair (baca: bukan
berkomunikasi diantara “gunung-gunung es”) !
Di sisi lain, budaya berkomunikasi ternyata telah berubah. Selama ini, budaya konvensional
di kelas dalam berkomunikasi melalui cara verbal dan tulisan di papantulis ataupun layar atau
berbentuk materi (handout). Akan tetapi sebenarnya, yang tidak kita sadari, Komunikasi di
kelas dapat dilengkapi dengan memetik buah perkembangan sistem komunikasi-
berkorespondensi. Komunikasi Berkorespondensi Surat-menyurat dikembangkan dengan
adanya Surat-Elektronik (e-mail). Berkorespondensi dengan e-mail dapat dimanfaatkan
untuk komunikasi personal maupun publik, untuk hal terakhir kita kenal Mailinglists.
Sebenarnya sesuai dengan cara berkorespondensi yang konvensional yaitu surat-menyurat,
sering dilakukan secara personal atau satu pihak atas nama institusi. Ternyata budaya surat-
menyurat yang tadinya hanya untuk komunikasi personal bisa digunakan untuk publik dengan
adanya Mailinglists.
Sekarang ini, ternyata, komunikasi publik yang merupakan juga sifat komunikasi di kelas-kelas
perkuliahan tidak hanya bisa dengan mailinglists,dapat juga menggunakan atau memanfaatkan
perkembangan berkorespondensi dengan media Chatting dan Papan Diskusi Online. Hanya
saja diperlukan pendamping sistem, yaitu Sistem Manajemen Pembelajaran (Learning
Management System, LMS), yang bagi kita sesuatu yang mudah diadakan hanya tinggal dan
tergantung Kebijakan Institusi kita Mendukung ataukah Tidak ?!
Apabila Komunikasi Meningkat, Motivasi semakin membahana, Iklim Kelas menjadi Damai !
Suatu Tempat dan Kondisi yang dicari dan dinginkan oleh para Dosen dan Mahasiswa agar
lebih Nyaman (enjoy) dalam menunaikan kewajiban masing-masing. Pembelajaran menjadi
sesuatu yang dicari karena kenyamanan dalam menjalankannya. Kata mahasiswa “Siap Coy !”.
Ganesa, 161209,
wedykun ( wedyanto@gd.itb.ac.id )
Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada
umumnya dilakukan di sekolah ketika jam pelajaran berlangsung dibimbing oleh Bapak atau Ibu
Guru. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah baik dengan maupun tanpa pr / pekerjaan
rumah. Belajar yang dilakukan secara terburu-buru akibat dikejar-kejar waktu memiliki dampak
yang tidak baik.
Berikut ini adalah tips dan triks yang dapat menjadi masukan berharga dalam mempersiapkan
diri dalam menghadapi ulangan atau ujian :
1. Belajar Kelompok
Belajar kelompok dapat menjadi kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan karena ditemani
oleh teman dan berada di rumah sendiri sehingga dapat lebih santai. Namun sebaiknya tetap
didampingi oleh orang dewasa seperti kakak, paman, bibi atau orang tua agar belajar tidak
berubah menjadi bermain. Belajar kelompok ada baiknya mengajak teman yang pandai dan rajin
belajar agar yang tidak pandai jadi ketularan pintar. Dalam belajar kelompok kegiatannya adalah
membahas pelajaran yang belum dipahami oleh semua atau sebagian kelompok belajar baik yang
sudah dijelaskan guru maupun belum dijelaskan guru.
Semoga tips cara belajar yang benar ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua, amin.
http://organisasi.org/tips-dan-trik-cara-belajar-yang-baik-untuk-ujian-ulangan-pelajaran-sekolah-bagi-
siswa-sd-smp-sma-serta-mahasiswa