Professional Documents
Culture Documents
Pembelajaran Fisika
Februari 1, 2008 — Suryo
Teori belajar yang telah kita bahas meliputi teori Ausubel, Bruner, Gagne, dan teori Piaget.
Ke-4 teori tersebut masing-masing memiliki kekhususan, teori Ausubel, misalnya
menekankan pada belajar bermakna. Pada belajar bermakna siswa dapat mengasimilasi pada
belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final,
sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, siswa diharapkan dapat menemukan
sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan. Belajar bermakna
dapat terjadi jika siswa mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur kognitif
yang sudah ada. Struktur kognitif tersebut dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun
generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.
Bruner memandang manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi. Menurut
Bruner, inti belajar adalah cara-cara bagaimana manusia memilih, mempertahankan,
mentransformasikan informasi secara aktif. Masih menurut Bruner, di dalam orang yang
belajar, hal-hal yang memiliki kesamaan atau kemiripan dihubungkan menjadi struktur yang
memberikan arti pada hal-hal yang dipelajari. Sebagaimana Piaget dalam pendidikan, Bruner
juga menyarankan pendekatan child centered approach yang dihubungakan dengan belajar
penemuan (discovery learning).
Robert Gagne membagi tipe belajar ke dalam 8 jenis yang paling rendah tingkatannya, yaitu
belajar isyarat (signal learning) sampai ke yang paling tinggi yaitu pemecahan masalah
(probem solving). Secara lengkap tipe-tipe belajar adalah probem solving, rule learning,
concept learning, discrimination learning, verbal learning, chaining, stimulus-response
learning dan signal learning.
Dalam menjelaskan proses belajar, Piaget menggunakan 3 istilah yang sering digunakan pada
Biologi (hal ini sesuai dengan latar belakang akademiknya), yaitu asimilasi, akomodasi, dan
ekuilibrasi. Akomodasi merupakan anak untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Dalam hal ini lingkungan menuntut anak untuk melakukan sesuatu. Anak harus mengubah
dirinya untuk melakukan hal itu, sebagai contoh, jika seorang anak menemukan sebuah benda
yang menghalangi jalan bagi mainannya (mobil-mobilan misalnya), anak tersebut
menemukan penyelesaian yang membuat dirinya dapat memudahkan benda yang
menghalangi itu dan mainannya dapat berjalan lagi.
Asimilasi di lain pihak, adalah kemampuan anak mengubah untuk memenuhi apa yang ia
imajinasikan. Anak memiliki ide apa yang ia inginkan dan memodifikasi lingkungan untuk
mencapai hal tersebut. Ia mungkin melakukan modifikasi melalui aktifitas mental, misalnya
seorang anak berumur 4 tahun menganggap sebatang sedotan minuman sebagai tongkat ajaib
atau lempengan plastik dianggapnya sebagi pedang yang ampuh. Namun, dapat juga ia
melakukannya dengan aktifitas fisik, misalnya seorang anak membuat rumah rumahan,
sebuah arca atau sebuah candi dari pasir. Hal ini sering dihubungkan dengan ‘bermain’
(play), yang sangat disukai oleh anak-anak.
Memang antarasimilasi dan bermain terdapat hubungan yang sangat erat. Kita semua tahu
bahwa anak suka bermain dan asimilasi menjelaskan mekanisme psikologis mengenai hal itu.
Dalam bermain anak-anak mentransformasikan objek-objek untuk memenuhi imajinasi yang
ada pada dirinya.
Secara mudah dapat dikatakan bahwa asimilasi melibatkan proses transformasi pengalaman
di dalam pikiran, sedangkan akomodasi melibatkan proses penyesuaian pikiran terhadap
pengalaman yang baru. Pada sembarang tahapan (stage) perkembangan, akomodasi atau
asimilasi salah satu untuk sementara mendominasi dan baru kemudian digantikan oleh yang
lain. Akhirnya suatu keseimbangan (equilibrium) akan diperoleh (untuk tahapan tertentu)
melalui proses penyeimbangan atau ekuilibrasi (equilibration). Ekuilibrasi merupakan
kemampuan anak untuk menyusun dan mengatur.
Pembelajaran Fisika
Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah kumpulan pengetahuan, cara
berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep,
prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang
berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa
ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan
merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan.
Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya
harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu
salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa
melakukan olah pikir dan juga olah tangan.
Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa dalam bentuk
demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di laboratorium atau tempat
lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan menjadi 4, yaitu eksperimen
standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan proyek.
Kegiatan praktik dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi dalam belajar,
memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, dan
meningkatkan kualitas belajar siswa.
Strategi atau teknik, metode dan pendekatan merupakan tiga hal yang berbeda meskipun
penggunaannya sering bersama-sama dijumpai dalam pembelajaran. Pendekatan merupakan
teori atau asumsi. Metode adalah pengembangan yang lebih konkret dari teori tersebut,
berupa prosedur-prosedur berdasarkan teori tersebut di dalam berbagai bentuk kegiatan kelas.
Meskipun telah disebutkan bahwa “tidak ada satu pun pendekatan yang paling cocok untuk
satu pelajaran”, tetapi karena pusat pelajaran fisika adalah eksperimen dan merupakan bagian
tak terpisahkan dari pelajaran fisika itu sendiri maka melalui eksperimen siswa dapat
memperoleh pengalaman langsung dengan gejala fisika yang dipelajari. Fisika sebagai ilmu
yang memiliki karakteristik tersendiri dalam mempelajarinya tidak cukup hanya melalui
minds-on, tetapi juga harus melalui hands-on, seperti layaknya ilmuwan ketika menjelajahi
alam ini. Secara teoretis dan dengan prosedur-prosedur yang tepat kerja laboratoriumlah
pendekatan yang tepat digunakan dalam pembelajaran fisika.
Macam-macam kerja laboratorium dapat dibedakan dalam deduktif atau verifikasi, induktif,
keterampilan teknis, tanya jawab, dan keterampilan proses. Umumnya pendekatan-
pendekatan tersebut dapat meningkatkan hal-hal sebagai berikut; sikap terhadap fisika, sikap
ilmiah, penemuan ilmiah, pengembangan konsep, dan keterampilan-keterampilan teknis bagi
siswa.
Keterampilan dasar proses sains adalah hal-hal yang dikerjakan ketika siswa mengerjakan
sains, misalnya mengobservasi pengaruh suhu terhadap faktor redaman ayunan teredam.
Dalam keterampilan terpadu proses sains, siswa dipandu untuk melakukan eksperimen
melalui penggunaan seluruh keterampilan-keterampilan proses yang siswa miliki.
Eksperimen dapat dikatakan sebagi dewa dalam pembelajaran fisika, tetapi harus diingat
bahwa dalam pelaksanaannya memerlukan biaya dan tenaga yang besar sehingga sebagai
guru fisika yang sukses harus betul-betul ahli dalam mendesain kegiatan eksperimen untuk
siswanya. Namun demikian, hendaknya hal tersebut tidak menjadi momok bagi guru dalam
mempersiapkan penggunaannya di kelas, akan tetapi justru menjadi tantangan bagi guru
untuk mempersiapkan eksperimen sebaik-baiknya agar pembelajaran fisika betul-betul
efektif.
Pandangan konstruktivisme sangat menekankan pentingnya gagasan yang sudah ada pada diri
siswa untuk dikembangkan dalam proses belajar-mengajar. Dengan demikian, pemahaman
konsep sangat ditekankan. Belajar merupakan proses aktif dan kompleks dalam upaya
memperoleh pengetahuan baru. Proses yang terjadi merupakan proses kognitif sebagai
interaksi antara kegiatan persepsi, imajinasi, organisasi, dan elaborasi. Proses
pengorganisasian dan elaborasi memungkinkan terbentuk hubungan antarkonsep. Hubungan
antarkonsep dapat digambarkan sebagai peta konsep. Peta konsep dapat digunakan sebagai
alat untuk mengetahui hasil belajar dan adanya miskonsepsi.
Miskonsepsi terjadi karena siswa masih menggunakan gagasan pribadinya dan pembelajaran
belum dapat mengubah pemahaman siswa menjadi gagasan baru yang benar. Perubahan ini
dapat berlangsung dengan mulus asalkan pada siswa ada perasaan tidak puas terhadap
pemahaman yang salah, siswa mempunyai pengetahuan optimal tentang konsep yang benar,
konsep yang benar dapat masuk akal dan mempunyai daya memprediksi serta daya
eksplanasi.
Strategi pembelajaran dapat dikembangkan dan siklus pembelajaran dan siklus belajar. Hal
ini untuk memungkinkan terjadi keselarasan antara pola pikir yang dituntut oleh guru dengan
pola pikir siswa.
Pengorganisasian materi sajian juga penting karena dalam proses belajar-mengajar terjadi
hubungan segitiga antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Disarankan pengorganisasian
materi subjek berorientasi pada kerangka pemecahan masalah.
Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan siswa disuruh memecahkan
masalah melalui percobaan. Pada pendekatan inquiry, siswa mengajukan masalah sendiri
sesuai dengan pengarahan guru. Keterampilan mental yang dituntut lebih tinggi dari
discovery antara lain: merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan dan
menganalisis data, dan mengambil kesimpulan.
Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan, kesesuaian ketepatan dan
kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat
hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan
inquiry dengan melalui 5 fase ialah:
Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan tantangan untuk
diteliti.
Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek
teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi.
Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis
dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat.
Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip
yang lebih formal.
Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru
maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.
Pada uraian di atas telah dikemukakan proses interaksi antara perkembangan sains dan
teknologi serta implikasinya terhadap kehidupan. Interaksi antara sain, teknologi, dan
lingkungan mengakibatkan berkembangnya pemikiran tentang proses belajar baik
menyangkut tujuan dan teknik mengajar.
Melalui pendidikan fisika, siswa harus dilatih menghadapi masalah yang menyangkut
kehidupan di masyarakat agar kemampuan intelektual dan keteram-pilannya dapat
berkembang. Pendidikan sains/fisika dalam era globalisasi ini mengemban dua tujuan ialah,
mengembangkan intelektual dan meningkatkan kesiapan untuk hidup bermasyarakat. Untuk
maksud itu, proses belajar-mengajar fisika harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir
kritis, mensintesakan pengetahuan fisika dengan isu di masyarakat dan mengambil keputusan
yang ilmiah, logis, dan dapat diterima masyarakat umum.
Pendekatan pendidikan fisika harus ditekankan pada pembentukan keseim-bangan antara:
Karakteristik khusus fisika yang mencakup masalah pembentukan sikap dan sistem
penyampaian informasi yang relevan dengan upaya pengembangan masyarakat, antara lain:
Dengan demikian, pendidikan fisika tidak hanya cukup dengan kegiatan inquiry, tetapi harus
diintegrasikan dengan kemampuan untuk berbuat sesuatu secara ilmiah dan mentautkan sains
dengan kehidupan di masyarakat.
Menurut model tersebut terdapat 4 fase yang harus dilalui dalam pem-belajaran, yaitu:
Fase 1. Mengundang siswa untuk mempelajar suatu masalah sains dan teknologi yang erat
hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Masalah dapat diajukan oleh siswa atau
diberikan oleh guru atau hasil diskusi bersama.
Fase 2. Siswa sudah siap dengan peralatan yang diperlukan, mengumpulkan dan
mengorganisasi data, melakukan percobaan. Melalui diskusi, dicoba memperoleh jawaban.
Kemudian dapat terus melakukan percobaan lagi untuk mengukuhkan argumentasi atau
melanjutkan penelaahan.
Fase 3. Siswa memberikan penjelasan dan solusi mengenai masalah yang dihadapi sesuai
dengan hasil observasi dan membentuk pandangan baru terhadap konsep yang dipelajari.
Fase 4. Berupa kegiatan tindak lanjut untuk menerapkan hasil penemuan atau pengembangan
lebih lanjut.
Dengan demikian, melalui pendidikan sains/fisika siswa terlatih untuk menemukan dan
memahami apa yang terjadi di alam sekitarnya, yakni pendekatan mengajar yang disebut
pendekatan lingkungan. Dengan demikian, pada pen-dekatan lingkungan mengandalkan
sarana alam sekitarnya sebagai laboratorium.
Pendekatan STS
Di dalam kegiatan belajar ini, kita mengenal pengertian STS dan pengertian pendekatan STS.
Pengertian STS memberi gambaran kepada kita bahwa sains/IPA dan teknologi mempunyai
kaitan yang erat. Selain itu, keduanya juga mempunyai kaitan yang erat dengan respon
masyarakat. Dengan pengertian bahwa adanya suatu perubahan teknologi akan dapat
menyebabkan perubahan sosial, begitu pula sebaliknya. Hal ini berarti ada jaringan hubungan
antara sains, teknologi dan sistem-sistem sosial yang saling pengaruh mempengaruhi.
Kemudian pendekatan STS, memberi gambaran kepada kita bahwa hendaknya suatu
pembelajaran fisika itu didekati melalui sains, teknologi dan masyarakat. Artinya dalam suatu
pembelajaran sains, selain menekankan pada pemahaman terhadap konsep sains, juga perlu
melibatkan pemahaman siswa terhadap hasil produk teknologi yang terkait, serta manfaatnya
bagi masyarakat.
Guru mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan
dan keterampilan. Hal ini diperlukan agar siswa dapat membuat suatu keputusan yang
bertanggung jawab mengenai isu-isu sosial, khususnya isu yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Salah satu cara yang populer untuk memperkenalkan siswa
dengan isu-isu sosial itu adalah dengan meminta kepada siswa untuk membawa artikel-artikel
tentang sains, teknologi dan penggunaannya dalam masyarakat di dalam kelas sains. Dengan
kata lain siswa diberi pengarahan dan kesempatan yang cukup, agar mereka dapat meneliti
isu-isu itu dengan cara mengumpulkan fakta-fakta, merumuskan pendapat-pendapat mereka
dan menarik suatu kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Berdasarkan deskripsi uraian di atas maka salah satu pendekatan yang dipandang tepat untuk
digunakan dalam suatu pembelajaran fisika adalah pendekatan STS atau STM. Karena
pendekatan ini selalu mengaitkan antara sains, teknologi dan penggunaan sains dan teknologi
itu dalam masyarakat. Dengan penggunaan pendekatan itu di dalam pembelajaran fisika maka
dalam proses pembelajarannya, kita mempunyai konsekuensi bahwa selain kita menanamkan
pemahaman siswa terhadap konsep-konsep atau prinsip-prinsip fisika, kita perlu juga
menanamkan pemahaman siswa terhadap teknologi yang berkaitan dengan konsep itu, dan
kemungkinan penggunaannya di lingkungan masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, guru yang menyajikan materi fisika dengan menggunakan pendekatan STS
perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya adalah: deskripsi materi fisika yang akan
disajikan, diskripsi teknologi yang berkaitan dengan materi fisika, penggunaan teknologi itu
di dalam masyarakat dan kemung-kinan adanya sikap serta permasalahan yang timbul akibat
dari penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat.
Deskripsi dari materi itu dapat meliputi antara lain: uraian konsep, peng-gunaan matematika,
penggunaan rumus, penyajian soal dan sebagainya. Kemudian deskripsi teknologi dapat
meliputi: kegunaan teknologi, bagan gambar dari produk teknologi itu, prinsip kerjanya dan
keterkaitan antara teknologi itu sendiri dengan materi yang disajikan dalam pembelajaran
fisika.
Sumber buku Kapita Selekta Pembelajaran Fisika Karya Zuhdan K. Prasetya, dkk
Share this:
Digg
1. sugeng Says:
Februari 18, 2008 pukul 4:47 pm
Tulisan ini disadur dari sebuah buku (tertulis di bawah sendiri), tapi saya bisa
memberikan salah satu gambaran begini: Ajak saja siswa melihat bayangan
yang dibentuk oleh lensa cembung,kemudian ajak siswa untuk membuat
kamera sederhana dari prinsip kerja lensa tersebut, dan
berdiskusilah..Mungkin seperti itu…
Balas
2. alfa Says:
Februari 28, 2008 pukul 8:52 am
saya melihat apa yang bapak paparkan merupakan hal yang general dimana banyak
hal masih luas dan kurang mengenai pada poko permasalahan yang akan pusatkan.
tapi saya melihat bahwa hal yang bapak paparkan sangt membantu saya untuk melihat
pembelajran fisika dalam kelas
untuk membelajarkan fisika bukanlah dengan gerak adalah…, tetapi kita harus
menunjukkan gejala fisisnya dulu baru mencoba untuk menemukan konsep
tentang gerak dan seterusnya. So, itulah tantangan bagi guru Fisika, alat
praktikum bukanlah kendala, apa yang bisa kita gunakan di sekitar kita dapat
membantu kita menjelaskan gejala-gejala Fisika.
Balas
3. farid Says:
April 21, 2008 pukul 5:11 pm
memang betul ketika guru ingin mengajarkan sains dengan pendekatan ini
seringkali terbentur dengan birokrasi dan kepentingan-kepentingan yang lain.
Tapi apa jeleknya kalo dicoba dan dicoba terus, daripada tidak sama sekali..
Thx
Pendekatan Sains Teknologi Society (STS)