You are on page 1of 10

Faktor2 yang mempengaruhi tekanan darah (blood pressure - BP):

FISIKA
1) Osmolaritas - makin tinggi osmolaritas, makin tinggi BP. Osmolaritas paling dipengaruhi
oleh kadar Na
2) Volume - makin rendah volume, makin tinggi osmolaritas -> makin tinggi BP
3) Tahanan perifer (dipengaruhi oleh luas penampang pembuluh darah) - makin tinggi
tahanan perifer, makin tinggi BP
4) Volume sekuncup (stroke volume) - makin tinggi stroke volume, makin tinggi BP

BIOKIMIA
1) kadar hormon2 renin-angiotensin-aldosteron
2) hormon adrenalin & noradrenalin
3) sistem saraf simpatik & parasimpatik
dlsb

Penyebab perbedaan dgn orang lain: genetik, pola diet, kualitas pembuluh darah, adanya
penyakit lain (hiperlipidemia, diabetes, gagal ginjal, dlsb), faktor psikologis, obat2 yg sedang
dipakai, dlsb

HIPERTENSI

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling lazim. Pevalensinya


bervariasi menurut umur, ras, pendidikan, dan banyak variabel lain. Hipertensi arteri yang
berkepanjangan dapat merusak pembuluh-pembuluh darah di dalam ginjal, jantung, dan otak,
serta dapat mengakibatkan peningkatan insiden gagal ginjal, penyakit koroner, gagal jantung,
dan stroke. Penurunan tekanan darah secara farmakologis yang efektif dapat mencegah
kerusakan-kerusakan pembuluh darah dan terbukti menurunkan tingkat morbiditas dan
mortalitas.

Diagnosis

Diagnosis hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah yang terjadi pada
pengukuran berulang. Diagnosis digunakan sebagai prediksi terhadap konsekuensi yang
dihadapi pasien, jarang meliputi pernyataan tentang sebab-akibat hipertensi.

Penelitian-penelitian epidemologis mengindikasikan bahwa resiko kerusakan ginjal,


jantung dan otak secara langsung berkaitan dengan peningkatan tekanan darah. Bahkan
hipertensi ringan ( tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/ 90 mm Hg) pada orang
dewasa muda dan setengah baya pada akhirnya dapat meningkatkan risiko kerusakan organ
akhir/ sasaran. Risiko kerusakan organ akhir pada semua tingkat tekanan darah/ tingkat umur
adalah lebih besar pada orang-orang kulit hitam, dan relatif jarang pada wanita premenepous
dibandingkan pada pria. Faktor-faktor risiko positif lainnya termasuk merokok,
hiperlipidemia, diabetes, manifestasi kerusakan organ akhir yang terdeteksi pada saat
diangnosis, dan riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler.

Perlu dicatat bahwa diagnosis hipertensi bergantung pada pengukuran tekanan darah
dan bukan pada gejalayang dilaporkan pasien. Pada kenyataanya hipertensi lazimnya tanpa
gejala ( asimptomatis ) sampai segera terjadi kerusakan organ akhir secara jelas atau bahkan
telah terjadi kerusakan tersebut.

Etiologi hipertensi

Penyebab hipertensi hanya dapat ditetapkan pada sekitar 10%-15% pasien. Penting
untuk mempertimbangkan penyebab khusus pada setiap kasus karena beberapa di antara
mereka perlu dilakukan pembedahan secara definitif : kontriksi arteri ginjal, koarktsi aorta,
feokromositoma, penyakit Chushing, dan aldosteroneisme primer

DIAGNOSIS HIPERTENSI (Tekanan Darah Tinggi)

Tujuan dari diganosis hipertensi1:


1. Menilai Pola hidup serta identifikasi fakto-faktor risiko kardiovaskular lainnya.
2. Menilai kemungkinan adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan
pengobatan
3. Mencari penyebab hipertensi
4. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular
Penetuan normal atau tingginya suatu tekanan darah ditentukan tidak hanya berdasarkan dari
tekanan diastol tapi juga tekanan sistol, usia, jenis kelamin, dan penyakit penyerta. Tingkat
tekanan sistol sangat penting untuk ditelaah karena memiliki keterkaitan dengan tekanan
arterial yang dapat menyebabkan morbiditas pernyakit cardiovascular. Data menunjukan
tekanan sistol lebih memiliki arti dibanding tekanan diastol khususnya pada orang berusia
diatas 50 tahun. Ketika ada kecurigaan hipertensi, tekanan darah seharusnya dihitung
minimal dua kali pada pemeriksaan yang berbeda sejak pemeriksaan pertama.2
Pasien dengan hipertensi terbagi dalam 3 kelompok2
1. Kelompok yang terkait dengan peningkatan tekanan darah itu sendiri
2. Kelompok dengan penyakit vaskular
3. Kelompok dengan penyakit penyerta

Tanda dan gejala hipertensi dari kelompok 1:2


1. Sakit kepala
Merupakan karakteristik hipertensi berat (stage 3), kebanyakan terlokalisasi pada daerah
occipital dan muncul ketika pasien bangun pada pagi hari tapi setelah itu hilang dengan
sendirinya setelah bebrapa jam.
2. Pusing
3. Palpitasi
Perasaan berdebar-debar atau denyut jantung yang tidak teratur yang sifatnya subjektif.3
4. Fatigability (mudah merasa letih)
5. Impotensi

Tanda dan gejala hipertensi dari kelompok 2:2


1. epistaxis (pendarahan dari hidung biasanya akibat pecahnya pembuluh darah kecil3)
2. hematuria
3. gangguan penglihatan
4. episode dari kelelahan atau pusing karena transient cerebral ischemia
5. angina pectoris
6. dispnea karena gagal jantung
Dyspnea adalah pernafasan yang sukar atau sesak3

Tanda dan gejala hipertensi dari kelompok 3 terkait dengan penyakit yang menyertainya:2
1. polyuria
2. Polydipsia
3. lemah otot sekunder karena hipokalemia pada pasien dengan aldosteronism
4. emosi yang labil pada pasien cushing's syndrome

ANAMNESIS1
Wawancara medis pada pasien dengan hipertensi harus meliputi:
1. Jangka waktu, derajat keparahan dan riwayat perjalanan penyakit hipertensi.
2. Indikasi hipertensi sekunder :
a. Riwayat penyakit ginjal pada keluarga (ginjal polikistik)
b. Ada/tidaknya penyakit ginjal, ISK, dan hematuria
c. Pemakaian obat-obat analgesik dan atau obat-obatan lainnya atau supplemen diet yang
kemungkinan dapat meningkatkan tekanan darah atau mengganggu efektivitas obat
antihipertensi.
d. Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (pheochromocytoma)
Pheocromocyte adalah sel kromafin. Pheocromocytoma adalah tumor sel kromafin pada
medula adrenal atau para ganglion simpatis; gejalanya terutama hipertensi, mencerminkan
bertambahnya sekresi epinefrin dan norepinefrin.3
e. Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
a. Riwayat hipertensi pada keluarga
b. Riwayat hiperlipidemia
c. Riwayat DM
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan (konsumsi garam, lemak, serta kafein)
f. Kegemukan
g. Intensitas olah raga
h. Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ :
a. Otak dan mata : Sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attacks,
defisit sensoris atau motoris
b. Jantung : Palipitasi, nyeri dada, sesak, bangkak kaki
c. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri
d. Arteri perifer : eksremitas dingin, klaudikasiointermiten
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi tekanan darah (tingkat
stress)

PEMERIKSAAN FISIK1
Pemeriksaan fisik dapat dimulai dari penampilan secara general, apakah terdapat obesitas
pada daerah wajah dan obesitas seperti pada Cushing's syndrome? apakah terdapat
perkembangan dari eksremitas atas yang tidak proporsional dnegan eksremitas bawah yang
menunjukan adanya coarctation dari aorta. Selanjutnya pemeriksaan tekanan darah pada
posisi supine ke posisi berdiri, adanya peningkatan tekanan diastolik sering menunjukan
hipertensi essensial.
Pemeriksaan fisik selain untuk memerikasa tekanan darah juga untuk mengidentifikasi
ada/tidaknya tanda-tanda hipertensi sekunder atau komplikasi yang telah terjadi pada organ-
organ tertentu. Minimal pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah tanda-tanda vital yaitu berat
badan, tinggi badan, denyut nadi, dan tekanan darah. Pengukuran tekanan darah:
• Pengukuran rutin di kamar periksa
• Pengukuran 24 Jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
• Pengukuran sendiri oleh pasien
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien istirahat
selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi setinggi jantung. Pengukuran dilakukan
dua kali dnegan sela 1-5 menit, pengukuran tambahan dilakukan jika terdpat perbedaan hasil
yang signifikan. Untuk usia lanjut, diabetes, dan kondisi lain dimana diperkirakan ada kondisi
ortostatik perlu dilakukan pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri.
Beberapa indikasi pengunaan ABPM :
• Hipertensi borderline atau yang bersifat episodik
• Hipertensi office atau white coat
o White coat hypertension mendeskripsikan perbedaan tekanan darah yang signifikan pada
suatu individu. Bila diukur di kantor akan menunjukan hasil yang lebih tinggi dibanding
diukur di rumah atau dalam kegiatan biasa sehari-hari.2
• Adanya disfungsi saraf otonom
• Hipertensi sekunder
• Pedoman pemilihan obat antihipertensi
• Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan anti-hipertensi
• Gejala hipotensi yang berhubungan dnegan pengobatan anti-hipertensi

Fokus pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:4


1. Leher
a. Denyut dan bising arteri carotis
Palpitasi dan auskultasi dari arteri karotid sebagai bukti dari adanya stenosis atau oklusi.2
b. Bendungan vena jugularis
c. Pembesaran kelenjar tiroid
2. Jantung
a. Denyut jantung dan iramanya
b. Denyut jantung apikal
c. Precordial heave
d. Bising jantung (murmur, gallop, bunyi jantung ke 3-4)
Pada pemeriksaan jantung dan paru, pembuktian dari hipertropi ventrikel dan dekompensasi
jantung harus dicari. apakah ada pembesaran ventrikel kiri? apakar muncul bunyi jantung
ketiga dan keempat? Pemeriksaan dada, termasuk mencari extracardiac murmurs dan
pembuluh darah kolateral yang teraba mungkin menyatakan hasil dari coarctation
(penyempitan) dari aorta.
3. Paru-Paru
a. Crackles
b. Wheezing dan ronkhi
4. Abdomen
a. Massa, aneurisma aorta, ginjal polikistik
b. Bising abdomen
Pada pemeriksaan abdomen, hal yang terpenting adalah auskultasi untuk adanya bruit pada
stenosis renal arteri. Abdomen juga harus dipalpasi untuk mencari adanya aneurysma dan
untuk pembesaran ginjal dari penyakit ginjal polikistik. Pulsasi femoral harus dirasakan. jika
terjadi penurunan atau keterlambatan pada perbandingan dengan pulsasi radial, tekanan darah
pada eksremitas bawah harus diukur. walaupun pulsasi femoral normal, tekanan arterial pada
eksremitas bawah harus diukur minimal 1 kali pada pasien hipertensi dibawah 30 tahun.
5. Alat gerak
a. Denyut arteri perifer
b. Denyut arteri femoralis
c. Edema
6. Saraf sentral dan perifer
a. Tanda/gejala dini dari penyakit saraf-pembuluh darah
7. Fundoskopi
a. Penarikan atau penyempitan arteri-vena
b. Perdarahan
c. Eksudat
d. Papiledema

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Test darah rutin
2. Glukosa darah
Glukosa darah dihitung karena DM berasosiasi dengan percepatan arterosklerosis, penyakit
vaskular renal, dan diabetik nephropathy, dan karena aldosteronism, cushing syndrome, dan
pheochromocytoma mungkin diasosiasikan dengan hiperglisemia.
3. Kolesterol total serum
4. Kolesterol LDL dan HDL serum
5. Trigilserida serum
6. Asam urat serum
Asam urat adalah salah satu bagian dari BUN (blood urea nitrogen). Level yang meningkat
dapat dilihat di penyakit ginjal, beberapa keganansan, penyakit hati, konsumsi alkohol dan
kebanyakan pengobatan untuk melawan keganasan. Level yang menurun tidak menunjukkan
gejala klinis yang signifikan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada spesimen dari pasien,
baik yang berpuasa maupun tidak walaupun lebih dipilih spesimen dari pasien yang berpuasa.
Referensi nilai normalnya adalah 2-7 mg/dl untuk wanita dan 2,1-8,5 mg/dl untuk pria.5
7. Kreatinin serum
Seperti juga urea clearance, tes ini menilai faal glomerulus. Tetapi lain dari ureum, kreatinin
tidak berdifusi kembali ke dalam darah, karena itu nilai normal untuk creatinin clearance
lebih besar dari urea clearance dan mendekati nilai glomerular filtration rate.4 Nilai
normalnya adalah 117 +- 20, biasanya disebut dengan satuan ml/menit, bukan dengan %.
Panjang dan berat badan dipergunakan untuk mengadakan koreksi atas diuresis terhadap luas
badan 1,73 m2, seperti juga pada urea clearance.4
8. Kalium serum
Serum postasium harus diukur untuk melihat meralocorticoid-induce hypertension dan untuk
memberi garis dasar sebelum terapi diuretik dimulai.2
9. Hemoglobin dan hematokrit
10. Urea Clearence
Urea clearance mengukur fungsi glomerulus karena ureum difiltrasi melalui glomerulus
tersebut. Tetapi nilai urea clearance tidak boleh dipandang sama dengan nilai glomerular
filtration rate, karena sebagian dari ureum itu di dalam tubuli berdifusi kembali ke dalam
darah. Banyaknya ureum yang berdifusi kembali ikut ditentukan oleh besarnya diuresis.4
Nilai urea clearance disebut dengan ml/menit. Jika diuresis sama dengan atau melebihi 2
ml/menit, rumus yang digunakan akan berbeda dengan jika diuresis kurang dari 2 ml/menit.
Selain menyebut urea clearance dengan ml/menit, ada juga cara lain yang lebih lazim dipakai,
yaitu menyebutnya dengan %. Apabila didapat diuresis 2 ml/menit atau lebih, maka nilai
clearance dibandingkan dengan 72 ml/menit yang dianggap 100%. Jika diuresis kurang dari 2
ml/menit, nilai clearance dibandingkan dengan 54 ml/menit yang dianggap 100% pula. 4
Nilai normal berkisar antara 70-110%. Nilai normal tersebut sebenarnya diperhitungkan
untuk orang yang memiliki luas badan sekitar 1,73 m2. Jika luas badan seseorang tidak
mendekati nilai tersebut, maka harus diadakan koreksi atas berat badan dan panjang badan. 4
Percobaan ini sering dilakukan selama 2 jam, tetapi bisa juga dijadikan 4 jam atau lebih.
Lamanya ini tidak mempengaruhi hasil, tetapi 2 jam itu dianggap jangka waktu minimal.
Clearance yang diperhitungkan dengan diuresis 2 ml/menit atau lebih (maximal clearance)
lebih dapat dipercaya dari clearance yang memakai diuresis kurang dari 2 menit (standard
clearance). Apabila diuresis rendah sekali (<0,5 ml/menit), hasil percobaan tidak dapat
dipercaya. 4 11. EKG Beberapa pedoman penanganan menganjurkan test lain seperti : 1.
Ekokardiogram Ekokardiogram lebih sensitif dalam menentukan apakah terdapat hipertropi
jantung dan mungkin berguna untuk dasar evaluasi pasien dengan hipertensi, khususnya
hipertropi ventrikel kiri adalah faktor penyakit kardovaskular independent dan kehadirannya
mengindikasikan kebutuhan akan erapi antihipertensi. 2. USG karotis (dan femoral) 3. C-
Reactive Protein CRP, marker inflamasi nonspesifik, diperhitungkan terlibat secara langsung
pada coronary plaque atherogenesis. Penelitian yang dimulai pada awal 1990an menunjukkan
bahwa level CRP yang meningkat menunjukkan adverse cardiac events, baik pada prevensi
primer maupun sekunder. Level CRP berguna untuk mengevaluasi profil risiko jantung
pasien. Data baru mengindikasikan bahwa CRP berguna sebagai indikator prognostik pada
pasien dengan ACS. Peningkatan level CRP memprediksi kematian jantung dan AMI. 1 4.
Mikroalbuminuria 5. Protein kuantitatif 6. Funduskopi (hipertensi berat) Temuan funduskopi
memberikan indikasi dari durasi hipertensi dan prognosisnya. CARDIAC MARKER Peran
cardiac marker pada diagnosis, penentu risiko, serta pengobatan pada pasien dengan sakit
dada dan dicurigai mengidap Acute Coronary Syndrome (ACS) terus berkembang. Evaluasi
klinik dari pasien dengan kemungkinan ACS biasanya terbatas karena gejala yang tidak
spesifik. Guideline konsensus yang terbaru dari American College of Cardiology (ACC) dan
the European Society of Cardiology (ESC) menjelaskan kembali tentang Acute Myocardial
Infarction (AMI). Cardiac marker dan cardiac troponin, secara khusus, adalah pusat dari
definisi terbaru AMI. Guideline ini merupakan perubahan yang signifikan dari klasifikasi
original yang dikeluarkan oleh WHO tentang AMI.1 a. Cardiac Troponin Troponin adalah
protein pengatur yang ditemukan di otot rangka dan jantung. 3 subunit yang telah
diidentifikasi termasuk troponin I (TnI), troponin T (TnT), dan troponin C (TnC). Gen yang
mengkode isoform TnC pada otot rangka dan jantung adalah identik. Karena itulah tidak ada
perbedaan struktural diantara keduanya. Walaupun demikian, subform TnI dan TnT pada otot
rangka dan otot jantung berbeda dengan jelas, dan immunoassay telah didesain untuk
membedakan keduanya. Hal ini menjelaskan kardiospesifitas yang unik dari cardiac
troponin.1 Troponin bukanlah marker awal untuk myocardial necrosis. Uji troponin
menunjukkan hasil positif pada 4-8 jam setelah gejala terjadi, mirip dengan waktu
pengeluaran CK-MB. Meski demikian, mereka tetap tinggi selama kurang lebih 7-10 hari
pasca MI.1 Cardiac troponin itu sensitif, kardiospesifik, dan menyediakan informasi
prognostik untuk pasien dengan ACS. Terdapat hubungan antara level TnI atau TnT dengan
tingkat mortalitas dan adverse cardiac event pada ACS. Mereka telah menjadi cardiac marker
pilihan untuk pasien dengan ACS.1 b. Creatine Kinase-MB isoenzym Sebelum cardiac
troponin dikenal, marker biokimia yang dipilih untuk diagnosis AMI adalah isoenzim CK-
MB. Kriterium yang kebanyakan digunakan untuk diagnosis AMI adalah 2 serial elevasi di
atas level cutoff diagnostik atau hasil tunggal lebih dari dua kali lipat batas atas normal.
Walaupun CK-MB lebih terkonsentrasi di miokardium (kurang lebih 15% dari total CK),
enzim ini juga terdapat pada otot rangka. Kardiospesifitas CKMB tidaklah 100%. Elevasi
false positive muncul pada beberapa keadaan klinis seperti trauma atau miopati.1 CK-MB
pertama muncul pada 4-6 jam setelah gejala, puncaknya adalah pada 24 jam, dan kembali
normal dalam 48-72 jam. CK-MB level walaupun sensitif dan spesifik untuk diagnosis AMI,
tidak prediktif untuk adverse cardiac event dan tidak mempunyai nilai prognostik.1 c.
Relative index (Indeks relatif), CK-MB dan total CK Indeks relatif dihitung berdasarkan rasio
[CK-MB (mass) / total CK x 100] dapat membantu klinisi untuk membedakan elevasi false
positive peningkatan CK-MB otot rangka. Rasio yang kurang dari 3 konsisten dengan sumber
dari otot rangka. Rasio >5 mengindikasikan sumber otot jantung. Rasio diantara 3-5
menunjukkan gray area. Indeks relatif CK-MB/CK diperkenalkan untuk meningkatkan
spesifitas elevasi CK-MB untuk MI.1
Pemakaian indeks relatif CK-MB/CK berhasil jika pasien hanya memiliki MI atau kerusakan
otot rangka tapi tidak keduanya. Oleh sebab itu, pada keadaan dimana terdapat kombinasi
AMI dan kerusakan otot rangka (rhabdomyolysis, exercise yang berat, polymyositis),
sensitifitas akan jatuh secara signifikan. 1
Diagnosis AMI tidak boleh didasarkan hanya pada elevasi indeks relatif saja. Elevasi indeks
relatif dapat terjadi pada keadaan klinis dimana total CK atau CK-MB pada batas normal.
Indeks relatif hanya berfungsi secara klinis bila level CK dan CK-MB dua-duanya mengalami
peningkatan. 1

d. Mioglobin
Mioglobin telah menarik perhatian sebagai marker awal pada MI. Mioglobin adalah protein
heme yang ditemukan pada otot rangka dan jantung. Berat molekulnya yang rendah
menyebabkan pelepasannya yang cepat. Mioglobin biasanya meningkat pada 2-4 jam setelah
terjadinya infark, puncaknya adalah pada 6-12 jam, dan kembali ke normal setelah 24-36 jam.
1
Uji cepat mioglobin telah tersedia, tetapi kekurangannya adalah kurang kardiospesifik. Uji
serial setiap 1-2 jam dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifitas. Peningkatan atau
perbedaan 25-40% setelah 1-2 jam adalah penanda kuat dari AMI. Pada kebanyakan
penelitian, mioglobin hanya mencapai 90% sensitifitas untuk AMI. Nilai prediktif negatif
mioglobin tidak cukup tinggi untuk mengeklusi diagnosis AMI. Penelitian original yang
mengevaluasi mioglobin menggunakan definisi origininal WHO tentang AMI yang
distandarkan pada CK-MB. Dengan adopsi dari standar troponin untuk definisi AMI dari
ESC/ACC, sensitifitas mioglobin untuk AMI menurun. 1

e. Creatine Kinase-MB isoforms


Isoenzim CK-MB terdapat dalam 2 isoform, yaitu CK-MB1 dan CK-MB2. CK-MB2 adalah
bentuk jaringan dan awalnya dilepaskan oleh miokardium setelah MI. Kemudian berubah di
serum menjadi isoform CK-MB1. Hal ini terjadi segera setelah gejala terjadi. Isoform CK-
MB dapat dianalisis menggunakan elektroforesis tegangan tinggi. Rasio CK-MB2/CK-MB1
juga dihitung. Normalnya, isoform jaringan CK-MB1 lebih dominan sehingga rasionya
kurang dari 1. Hasil pemeriksaan dikatakan positif jika CK-MB2 meningkat dan rasionya
lebih dari 1,7. 1
Pelepasan isoform CK-MB termasuk cepat. CK-MB2 dapat dideteksi di serum pada 2-4 jam
setelah onset dan puncaknya adalah 6-9 jam. Ini adalah marker awal dari AMI. Dua
penelitian besar menyebutkan bahwa sensitivitasnya adalah 92% pada 6 jam setelah onset
gejala dibandingkan dengan 66% untuk CKMB dan 79% untuk mioglobin. Kekurangan
terbesar dari uji ini adalah relatif sulit dilakukan oleh laboratorium. 1

f. C-reactive Protein

g. Referensi Nilai
Hasil normal bervariasi berdasarkan laboratorium dan metode yang digunakan. Informasi di
bawah ini adalah dari ACC dan the American Heart Association (AHA). 2
1. Total CK = 38–174 units/L untuk laki-laki dan 96–140 units/L untuk perempuan.
2. CKMB = 10-13 units/L.
3. Troponin T = kurang dari 0,1 ng/mL.
4. Troponin I = kurang dari 1,5 ng/mL.
5. Isoform CKMB = rasio 1,5 atau lebih.
6. Mioglobin = kurang dari 110 ng/mL
Tabel 1. Cardiac marker pada MI.3

Marker Waktu Awal Peningkatan (jam) Waktu Puncak Peningkatan (jam) Waktu Kembali
Normal
CK 4 – 8 12 – 24 72 – 96 jam
CK-MB 4 – 8 12 – 24 48 – 72 jam
Mioglobin 2 – 4 4 – 9 < 24 jam LDH 10 – 12 48 – 72 7 – 10 hari Troponin I 4 – 6 12 – 24 3 –
10 hari Troponin T 4 – 6 12 – 48 7 – 10 hari Grafik 1. Release kinetics dari TnI, CK-MB, dan
mioglobin.3 PROFIL TIROID Kelenjar tiroid memproduksi dua hormon penting, yaitu
thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3). Hormone-hormon ini mempengaruhi banyak fungsi
normal tubuh, termasuk pemakaian oksigen, detak jantung, sintesis protein, metabolisme
karbohidrat, juga produksi dan pemecahan kolesterol dan trigliserida.5 Produksi hormon
tiroid dikontrol oleh hormon dari kelenjar pituitary yang disebut Thyroid Stimulating
Hormone (TSH). Pengukuran TSH menyediakan informasi tentang komunikasi dua arah
antara kelenjar pituitary dan kelenjar tiroid. 5 Komponen penting yang digunakan untuk
sintesis hormon tiroid adalah iodin. Bentuk mayor dari hormon tiroid dalam darah adalah
thyroxine (T4), yang paruh waktu hidupnya lebih panjang dari T3. Rasio T4 banding T3 yang
dilepaskan di darah sekitar 20:1. 5 TSH adalah tes yang pertama digunakan untuk menilai
fungsi tiroid. Peningkatan level TSH berasosiasi dengan hypothyroidism dan penurunan
levelnya berasosiasi dengan hyperthyroidism. Tes ini dapat menggunakan spesimen dari
pasien baik yang berpuasa ataupun tidak. 5 Untuk FT4, nilai normalnya adalah 0,8-1,5 ng/dk
untuk dewasa dan 0,8-2 ng/dl untuk anak. Untuk FT3, nilai normalnya adalah 0,2-0,5 ng/dl
untuk dewasa dan 0,1-0,6 ng/dl untuk anak. Sedangkan untuk TSH, nilai normalnya adalah
0,3-4 mIU/L untuk dewasa dan 1,3-19 mIU/L.5 PEMERIKSAAN UNTUK EVALUASI
KERUSAKAN ORGAN TARGET4 1. Jantung a. Pemeriksaan fisik b. Foto polos dada
Untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intratoraks, dan sirkulasi pulmoner.
roentgen juga berguna untuk mengidentifikasi dilatasi aorta dan rib notching yang terjadi
pada coartation dari aorta. c. EKG Untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia, serta
hipertrofi ventrikel d. Ekokardiografi 2. Pembuluh Darah a. Pemeriksaan fisik termasuk pulse
pressure b. USG karotis c. Fungsi endotel (masih dalam penelitian) 3. Otak a. Pemeriksaan
neurologis b. Diagnosis stroke ditegakkan dnegan menggunakan CT Scan atau MRI (untuk
pasien dnegan keluahan gangguan nural, kehilangan memori atau gangguan kognitif) 4. Mata
a. Funduskopi 5. Fungsi Ginjal a. Proteinuria serta rasio albumin kreatinin urin b. Laju GFR

Hipertensi sering dijumpai pada individu diabetes mellitus (DM) dimana diperkirakan
prevalensinya mencapai 50-70%. Modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah
tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati
tekanan darah tinggi. Merokok adalah faktor risiko utama untuk mobilitas dan mortalitas
Kardiovaskuler.
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4%
yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50%
diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk
menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui factor risikonya, dan
90% merupakan hipertensi esensial.Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan
peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang menyolok sebagai penyebab kematian
dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab kematian nomor satu. Penyakit tersebut
timbul karena berbagai factor risiko seperti kebiasaan merokok, hipertensi, disiplidemia,
diabetes melitus, obesitas, usia lanjut dan riwayat keluarga. Dari factor risiko diatas yang
sangat erat kaitannya dengan gizi adalah hipertensi, obesitas, displidemia, dan diabetes
mellitus.
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun
2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di
tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
penduduk saat ini.
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan,
di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan.
Baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat
terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi
terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di
Ungaran, Jawa Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6%; dan
Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata di sini, dua angka yang dilaporkan oleh kelompok yang
sama pada 2 daerah pedesaan di Sumatera Barat menunjukkan angka yang tinggi. Oleh sebab
itu perlu diteliti lebih lanjut, demikian juga angka yang relatif sangat rendah.
Survai penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi Darmojo, menemukan
prevalensi hipertensi’ tanpa atau dengan tanda penyakit jantung hipertensi sebesar 33,3% (81
orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas).Wanita mempunyai prevalensi lebih tinggi dari
pada pria (p¬0,05). Dari kasus-kasus tadi, ternyata 68,4% termasuk hipertensi ringan
(diastolik 95¬104 mmHg), 28,1% hipertensi sedang (diastolik 105¬129 mmHG) dan hanya
3,5% dengan hipertensi berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg).
Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1%, suatu persentase yang
rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi (33,3%), jadi merupakan faktor
risiko yang kurang penting. Juga kenaikan prevalensi dengan naiknya umur tidak
dijumpai.Oleh karena itu, negara Indonesia yang sedang membangun di segala bidang perlu
memperhatikan tindakan mendidik untuk mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi,
kardiovaskuler, penyakit degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi bangsa dapat lebih
dimanfaatkan untuk proses pembangunan.
Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan yang
terarah. Tujuan program penanggulangan penyakit kardiovaskuler adalah mencegah
peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler dalam masyarakat dengan
menghindari faktor penyebab seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokok, stres dan
lain-lain

Gejala Klinis
Mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :
• Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan
muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial,
• Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,
• Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan
saraf pusat
• Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus
• Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler
Gejala lain:
• Pusing
• Muka merah
• Keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba
• Tengkuk terasa pegal
• Keringat berlebihan
• Gelisah

You might also like