You are on page 1of 5

KASUS II

Seorang bayi berusia 2 minggu dibawa ke IGD karena tidak dapat menyusu dan
mulutnya mencucu sejak pagi. Bayi dilahirkan 2 minggu yang lalu dengan
pertolongan paraji. Tali pusat dirawat dengan kasa steril + alkohol dan puput beberapa
hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik tampak bayi sadar, tanda vital dalam batas
normal. Mulut mencucu, terdapat opistotonus. Kejang spontan maupun kejang
rangsang tidak ada. Umbilikus tampak basah, hiperemis dan terdapat sedikit pus.
Dokter IGD mendiagnosis tetanus neonatorum dan bayi dirawat. Pada hari ke-2
perawatan timbul kejang bila disentuh. Pasien mendapat terapi antibiotika, anti
tetanus serum dan sedatif. Pada hari kelima, pasien masih dapat menyusu, trismus (+),
opistotonus, dan kejang rangsang (+), tetapi orang tua ingin membawa pulang bayinya
karena alasan biaya.

Learning Issue
1. Opistotonus : kejang pada otot daerah belakang
2. Trismus : mulut tidak dapat membuka karena spasme
3. Tetanus neonatorum : infeksi oleh Clostridium Tetani pada neonatus.
4.
Problem
1. Deskripsi tetanus neonatorum
2. Kriteria mulut mencucu
3. Apakah yang dimaksud dengan trismus?opistotonus? Bagaimana kriterianya?
4. Evaluasi tulang belakang untuk bayi?
5. Bayi tersebut tidak dapat menyusui karena apa?
6. Eksotoksin mengenai saraf apa?bagian mana saja yang dipersarafi?
7. Eksotoksin nya kenapa tetanospasmin?bukan tetanolisin?
8. Bagaimana kriteria ruang isolasi?bagaimana cahaya dan suara?
9. Kejang rangsang termasuk apa saja?
10. Perawatan tali pusat yang benar?penggunaan kasa maupun alkohol yang
benar?
11. Puput tali pusat berapa lama?
12. Komplikasi?
13. Pemberian tetanus toksoid? Saat hamil bagaimana?
14. Dosis diazepam?kenapa digunakan diazepam?
15. Bagaimana cara pemberian ATS?bahayanya bagaimana/
16. BEDRESKA?
17. Bentuk spora adalah bentuk fakultatif dari clostridium tetani, jika menginfeksi
berubah menjadi obligat anaerob dengan bentuk apa?
18. Bentuk Clostridium tetani? Pemeriksaan untuk anaerob?
19. Drug of choice?
20. Dosis penicillin 50.000 berapa kali suntik?
21. Cairang yang diberikan pada infus?dosis?
22. DD?

Diferential diagnosis
a. meningitis = penurunan kesadaran, febris, kejang, kakuk kuduk, rangsang
meningen (+)
b. epilepsi = bangkitan, pasien tidak sadar
i. kejang demam = penurunan kesadaran, febris, kejang
ANALISIS
TETANUSDefinisi : penyakit infeksi akut dan sering fatal disebabkan
Clostridium tetani yang menghasilkan tetanospasmin neurotoksin yang biasanya
masuk melalui luka terkontaminasi dan pada neonatus biasanya dari tali pusat
neonatus.

Etiologi :
⁃ bakteri Clostridium tetani, batang gram positif, obligat anaerob. Pewarnaan gram :
raket tenis/stik drum
⁃ ada 2 bentuk : aktif = dalam tubuh manusia (vegetative form)
non aktif : spora form (pada tinja binatang terutama kuda, bisa
pada manusia dan tanah yang terkontaminasi tinja binatang tersebut)
menghasilkan 2 jenis toksin (eksotoksin) : tetanospasmin = menghasilkan sindroma
klinis tetanus
tetanolisin = merusak jaringan yang masih hidup secara lokal yang mengelilingi
sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan multiplikasi
bakteri.

Insidensi : negara belum berkembang = sering pada neonatus. Disebut tetanus


neonatorum, masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik.

Patogenesis:

Kontaminasi langsung spora C.tetani pada luka terbuka menyebabkan tetanospasmin


keluar, lalu terikat pada periferal motor neuron terminal, masuk akson dan naik secara
retrograde via intraneural transport sehingga mencapai nerve cell body pada batang
otak dan spinal cord (sel-sel ganglia motoris di cornu anterior). Toksin menempel
pada area presinaps dan mencegah glisin dan GABA yang berperan sebagai inhibitor
sehingga mengeluarkan asetilkolon dalam jumlah berlebih dan terjadi kontraksi otot
ireversibel menyebabkan paralisis spastik.

PATOFISIOLOGI
⁃ Kebanyakan disebabkan kontaminasi langsung luka oleh spora clostridial. Luka
dengan jaringan mati, benda asing/infeksi aktif merupakan media ideal untuk
germinasi spora dan pelepasan toksin
⁃ Infeksi C.tetani menyebabkan reaksi inflamasi pada portal of entry
⁃ tetanospasmin, zinc metalloproteinase ; dilepaskan dan berikatan pada motor end
plate memasuki akson dan via retrograde intraneuronal transport mencapai sel
nervus pada batang otak dan medulla spinalis. Toxin bermigrasi melewati
synaps menuju presynaps dimana toxin tersebut menghambat glysin dan
GABA (inhibitory neurotransmitter) dengan cara pemecahan protein penting
untuk pelepasan dari vesikel presinaps (synaptobrevin) dan menyebabkan
peningkatan resting firing rate of the motor neuron sehingga terjadi muscle
rigid
⁃ kehilangan inhibisi mempengaruhi preganglionic simpathetic neuron pada substansi
grisea, lateral dari medula spinalis dan memproduksi hiperaktifitas simpatis
dan adanya kadar epinefrin tinggi dalam sirkulasi membuat tetanospasmin
memblok pelepasan neurotransmitter pada neuromuscular junction
menyebabkan weakness dan paralysis.
⁃ Localized tetanus = hanya mengenai nervus yang mempersarafi otot tersebut
⁃ generalized tetanus = toxin dilepaskan pada luka, menyebar lewat limfatik dan
darah ke beberapa nerve terminalis.

TIPE-TIPE TETANUS
1. Generalized tetanus : mengenai seluruh bagian tubuh, masa inkubasi 7-21 hari.
Meningkatnya tonus otot dan spasme generalisata. Gejala klinis : trismus,
iritabilitas, rigiditas, risus sardonikus, kejang rangsang, disfagia, opistotonus.
2. Localized tetanus : gejala klinis hanya terbatas pada otot-otot disekitar luka. Gejala
ringan dan dapat bertahap berbulan-bulan.
3. Cephalic tetanus : akibat trauma kepala/infeksi telinga, masa inkubasi 1-2 hari,
trismus dan disfungsi saraf cranial (terutama N. VII), disfagia dan paralisis
otot ekstraokular, prognosis buruk dan mortalitas tinggi
4. Tetanus neonatorum : biasanya bentuk generalisata, fatal bila tidak diobati,
penyebab tersering karena kontaminasi tali pusat, inkubasi 3-10 hari setelah
lahir, gejala : iritabilitas, tidak bisa menyusui, mulut mencucu, kaku wajah,
kejang rangsang, opistotonus, rhisus sardonikus.

DERAJAT TETANUS (ABLETT)


1. Derajat I-Ringan : trismus ringan-sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan
pernafasan, tanpa spasme, sedikit/tanpa disfagia
2. Derajat II-Sedang : trismus sedang, rigiditas tampak jelas, spasme singkat ringan-
sedang, gangguan pernafasan sedang (takipnoe), disfagia ringan
3. Derajat III-Berat : trismus berat, spastisitas generalisata, spasme reflex
berkepanjangan, takipnoe, apnea, disfagia berat, takikardi.
4. Derajat IV-Sangat berat : derajat III dengan gangguan otonomik berat sist
kardiovascular. Hipertensi berat, takikardi berselingan dengan hipotensi dan
bradikardia.
GEJALA KLINIK
Gejala awal : nyeri kepala dan kekakuan otot di rahang (lockjaw) diikuti dengan
kekakuan leher, sulit menelan, rigiditas otot abdomen, spasme, dan berkeringat.
⁃ sering afebril
⁃ opistotonus
⁃ pada tahap lanjut, ada disfungsi pada otonom, terjadi hipertensi dan takikardi,
kadang hipotensi dan bradikardi.
⁃ Karakteristik tetanus : kejang bertambah berat 3 hari pertama dan menetap 5-7 hari,
setelah 10 hari kejang akan mulai berkurang frekuensinya, setelah 2 minggu
kejang maka akan hilang, didahului kejang pada rahang dan leher lalu sukar
membuka mulut karena spasme otot masseter. Risus sardonikus karena spasme
otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar
dan kebawah, bibir tertekan kuat. Badan kaku dengan opistotonus, tungkai
dengan ekstensi, lengan kaku mengepal, biasanya kesadaran baik.
Diagnosis tetanus:
1. gejala klinik
2. adanya luka yang mendahuluinya
3. kultur : C. Tetani
4. lab : SGOT, CPK meninggi, dijumpai myoglobinuria
5. kadar ATS lebih besar dari 0,15 IU/ml
PENATALAKSANAAN

UMUM :
1. ICU, ruangan yang tenang
2. Merawat dan membersihkan luka sebaiknya
3. Diet cukup kalori (120kal/kgBBd/hr)an protein, bentuk makanan tergantung
kemampuan membuka mulut dan menelan, bila ada trismus makanan da[at
diberikan personde, nasal feeding tube atau parenteral.
4. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara
5. Oksigen (1-2 L), pernafasan buatan, endotracheal tube/intubasi.
6. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
KHUSUS
1. Menetralisir toksin
2. anti toksin : Imunisasi pasif, tetagam
3. TIG (Human Tetanus Imunoglobulin)
4.
5. Menghilangkan sumber toksin
6. Antimikroba untuk membunuh bentuk vegetative 9sumber toxin). Bila terdapat
komplikasi, antibiotik broad spectrum dapat diberikan:
7. -Dewasa : Parenteral Penicilin 1,2 juta U/hari selama 10 hari, IM
8. -Anak : Penicilin dosis 50.000 U/KgBB/12 jam secara IM diberikan selama 7-10
hari
9. -Metronidazol : neonatus < 7 hari dan >1200gram : 15-30 mg/kg/hari I.V. 2X sehari
10. Mengatasi spasme otot
11. - Diazepam 0.1-0.3 mg/kgBB/kali I.V. Tiap 2-4 jam. Tetanus neonatorum 0.3-
0.5 mg/kgBB/hari. Max : 120 mg/hari
12. - Berat : diazepam drip 20 mg/kgBB/hari dirawat di PICU/NICU

PENCEGAHAN TETANUS a. Pertolongan persalinan steril


b. Edukasi
i. Imunisasi aktif (vaksin)
Ibu hamil dan wanita subur belum pernah imunisasi TT : Tetanus Toxoid 0.5 ml IM
min 2x interval 4-6 minggu, pemberian ke III : 6-12 bulan setelah pemberian ke II.
Ibu hamil : pemberian terakhir 6 minggu sebelum bayi dilahirkan agar pembentukan
antibodi dalam tubuh ibu lebih baik.

Neonatus : DTaP (Diphteri, Tetanus, acellular pertusis vaksin) diberikan 5x. Usia
2,4,6,15-18 bulan, 4-6 tahun. Booster setiap 10 tahun 0.5 ml IM.
Dewasa : TdaP (Tetanus, reduced amount of difteri, pertusis) diberikan 3x, antara
pertama dan kedua jaraknya 1-2 bulan, ke III jaraknya 6 bulan. Booster tiap 10 tahun
0.5 ml IM

Komplikasi :
-Saluran pernafasan : asfiksia, aspirasi pneumonia, obstruksi sekret (atelektasis)
-kardiovascular : aktivitas simpatis meningkat, takikardi, hipotensi, vasokontriksi
perifer, rangsangan miokard.
-tulang dan otot : perdarahan dalam otot (karena spasme berkepanjangan), fraktur
vertebra.
-Lainnya : laserasi lidah akibat kejang, dekubitus, infeksi sekunder, dan dehidrasi.

PROGNOSIS
Berat-ringan penyakit tergantung lamanya masa inkubasi (pada neonatus 3-14 hari),
makin pendek makan prognosis makin jelek.
⁃ Umur bayi kurang dari 7 hari
⁃ masa inkubasi 7 hari/kurang
⁃ Periode timbulnya gejala kurang dari 18 jam
⁃ dijumpai muscular spasm
Case fatality rate 44-55%, pada neonatus > 60%
1. Prognosis pada tingkat yang ringan; bila tidak ada kejang umum
2. Tingkat sedang; bila sekali muncul kejang umum
Tingkat berat; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

You might also like