You are on page 1of 3

TAFSIR TEMATIK (MAUDHU’IY)

1. Pengertian

Menurut penjelasan para ulama, tafsir adalah “penjelasan tentang arti atau maksud dari
firman-firman Allah SWT sesuai dengan kemampuan manusia/mufassir dengan kaidah dan
persyaratan tertentu. Seadangkan tafsir tematik (mawdhu’iy) adalah metode penafsiran
dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur’an yang membahas masalah tertentu dari
berbagai surat dan diurut sesuai dengan masa turunnya, sambil memperhatikan sebab
turunnya dan munasabah antar ayat, seterusnya menganalisisnya lewat ilmu bantu yang
relevan dengan masalah yang dibahas dan kemudian melahirkan kesimpulan dari masalah
yang dibahas sebagai konsep yang utuh dari al-Qur’an.

Ada dua bentuk kajian tafsir mawdhu’iy; pertama, penafsiran mengenai satu surat dalam
al-Qur’an dengan menjelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus, menjelaskan
korelasi antara berbagai masalah yang dikandungnya sehingga surat itu tampak dalam
bentuknya yang betul-betul utuh dan cermat. Ini sering juga disebut dengan tafsir tematik
persurat. Kedua, menghimpun sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama-sama
membicarakan satu masalah tertentu; ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupa dan
diletakkan di bawah satu tema bahasan dan selanjutnya ditafsirkan secara mawdhu’iy. Bentuk
kedua inilah yang lazim terbayang di dalam benak kita ketika menyebut tafsir tematik
(mawdhu’iy).

Secar historis, tokoh pertama yang menempuh metode ini dalam menafsirkan al-Qur’an
adalah Syaikh Mahmud Syaltut tahun 1960 dengan karyanya“ Tafsir al-Qur’an al-Karim”,
meskipun menurut para ulama tafsir yang ia tulis ini tergolong tafsir mawdhu’iy persurat.
Lalu penerapan metode mawdhu’iy dalam pengertian yang sebenarnya, pertama kali
dicetuskan oleh Ahmad Sayyid al-Kumiy, Ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin
Universitas Al-Azhar Kairo sampai tahun 1981.

1. Langkah-langkah operasional tafsir mawdhu’iy

Langkah-langkah operasional atau cara kerja tafsir mawdhu’iy dapat dirinci sebagai
berikut :

1.
a. Memilih/menetapkan masalah al-Qur’an yang akan dikaji secara tematik
(mawdhu’iy).
b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah
ditetapkan.
c. Menyusun runtutan ayat-ayat tersebut menurut kronologis masa turunnya diserta
dengan pengetahuan tentang latar belakang turunnya ayat atau asbab al-nuzul.
d. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing
suratnya.
e. Menyusun bahasan dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan utuh (out
line).
f. Melengkapi bahasan dengan uraian hadis-hadis yang relevan dengan pokok
bahasan.
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan
menghimpun ayat-ayat yang seruapa lalu ,mengkompromikan antara pengertian
yang ’am (umum) dengan khash (khusus), antara yang muthlaq dengan muqayyad
(terikat), mensingkronkan antara ayat-ayat yang tampak kontradiktif sehingga
semuanya bertemu dalam satu muara tampa perbedaan dan pemaksaan.
h. Melahirkan konsep yang utuh dari al-Qur’an tentang satu topik masalah yang
telah dipilih di atas.

Menurut analisa M. Quraish Shihab, meskipun dalam cara kerja metode tafsir ini
secara tegas tidak mengharuskan mufassir untuk menguraikan kosa kata, namun
kesempurnaan pemahaman ayat akan didapat apabila sejak awal sang mufassir berusaha
memahami arti kosa kata/pengungkapan ayat tersebut dengan menjelaskan bentuk dan
kedudukan i’rab misalnya dengan merujuk kitab-kitab/kamus bahasa al-Qur’an dan
sejenisnya.

1. Urgensi Tafsir Tematik (Mawdhu’iy)

Ahmad Sayyid al-Kumiy, seorang ulama yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan
Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Mesir mengatakan “masa kita
sekarang ini membutuhkan metode tafsir mawdhu’iy dimana metode ini dapat mengantarkan
kita kepada suatu maksud dan hakikat satu masalah dengan cara yang paling mudah.
Terlebih-lebih pada masa kini, telah banyak bertaburan debu-debu terhadap hakikat ajaran
agama, sehingga tersebarlah doktrin-doktrin ajaran dan idiologi yang keliru sehingga langit
kehidupan manusia dipenuhi oleh awan kesesatan dan kesamaran”.

Pernyataan di atas, semakin mempertegas urgensi dan keberadaan tafsir tematik


(mawdhu’iy) sebagai sebuah solusi cerdas dalam upaya membumikan al-Qur’an ditengah-
tengah kehidupan masyarakat secara tepat. Karena metode ini berusaha untuk menghindari
mufassir dari kesalahan-kesalahan dalam pemahaman dan mampu menolak kesamaran dan
kontradiksi serta menghindari pemahaman terhadap al-Qur’an secara parsial (sepotong-
sepotong).

Pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an secara bebas dan tak beraturan akan
menyebabkan “pemaksaan” dan bahkan “pemerkosaan” terhadap makna ayat itu sendiri
sehingga lahirlah pemahaman-pemahaman yang subjektif dan kontradiktif sehinga pada
gilirannya tidak hanya merusak makna ayat al-Qur’an itu sendiri, akan tetapi juga
meresahkan masyarakat dan mencederai kerukunan hidup beragama.

Contoh kasus yang masih segar dan aktual adalah keyakinan Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI) terhadap “Mirza Ghulam Ahmad” sebagai nabinya setelah Nabi Muhammad
SAW. Menurut mereka bukanlah Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir, karena Nabi
terakhir itu bernama Ahmad bukan Muhammad. Keyakinan ini mereka dasari kepada firman
Allah SWT dalam al-Qur’an surat ash-Shaff: 6. Di dalam surat ash-Shaff: 6 terdapat kalimat :
aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan
memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku,
yang namanya Ahmad. Dengan demikian Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) memahami
“bahwa nabi yang akan datang sesudah nabi Isa a.s itu bernama “Ahmad” dan bukan
Muhammad, yang akhirnya mereka kenal dengan Mirza Ghulam Ahmad.

Kasus-kasus seperti ini merupakan bentuk pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an


secara parsial tampa mengkajinya secara komprehensif dan meneliti kosa kata/bentuk
pengungkapannya secara kebahasaan begitu juga tidak mengkaitkannya dengan penjelasan
ayat-ayat lain. Maka dengan penerapan metode tafsir tematik (mawdhu’iy) kerancuan
terhadap pemahaman ayat-ayat ini insya Allah akan dapat diluruskan. Misalnya Ahmad yang
disebut sebagai Nabi yang akan datang sesudah Nabi Isa yang mereka sebut dengan “Mirza
Ghulam Ahmad”, menurut beberapa penjelasan sebenarnya Allah SWT bukan bermaksud
menyebut nama tetapi ingin menyampaikan bahwa orang tersebut “namanya sangat terpuji”
sehingga diungkap dengan sighat/bentuk kalimat “isim tafdhil”, namun yang dimaksud tetap
Muhammad SAW karena dialah manusia yang paling terpuji dan banyak disanjung namanya
di permukaan bumi ini.

Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa tafsir tematik (mawdhu’iy) merupakan metode
penafsiran al-Qur’an yang relatif cocok dengan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan
dan dapat mengakomodir berbagai perbedaan. Sesungguhnya contoh-contoh lain masih
banyak yang bisa diungkap, namun keterbatasan ruang menyebabkan hal tersebut belum
dapat diketengahkan pada kesempatan kali ini, insya Allah pada edisi-edisi berikutnya materi
kajian tafsir tematik secara lebih terfokus akan dapat kita nimati. Allahu a’lam bi al-
shawwab.

KESIMPULAN

Tafsir tematik (mawdhu’iy) adalah metode penafsiran dengan cara menghimpun seluruh ayat-
ayat al-Qur’an yang membahas masalah tertentu dari berbagai surat dan diurut sesuai dengan
masa turunnya, sambil memperhatikan sebab turunnya dan munasabah antar ayat, seterusnya
menganalisisnya lewat ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas dan kemudian
melahirkan kesimpulan dari masalah yang dibahas sebagai konsep yang utuh dari al-Qur’an
dengan langkah-langkah operasional yang jelas.

Metode ini pertama kali dipelopori oleh Syaikh Mahmud Syaltut tahun 1960 dengan
karyanya“ Tafsir al-Qur’an al-Karim”, dan dilanjutkan oleh Ahmad Sayyid al-Kumiy, Ketua
Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo sampai tahun 1981.

Mencermati telah banyaknya bertaburan debu-debu terhadap hakikat ajaran agama dan
bertebarannya doktrin-doktrin ajaran dan idiologi yang keliru di tengah-tengah masyarakat
saat ini, sehingga langit kehidupan manusia dipenuhi oleh awan kesesatan dan kesamaran”,
maka dibutuhkan hadirnya metode tafsir mawdhu’iy untuk dapat mengantarkan kita kepada
suatu maksud dan hakikat suatu masalah dengan cara yang paling mudah.

You might also like