Professional Documents
Culture Documents
TKP 622
METODE
& TEKNIK
PERENCANAAN
II
Dosen:
Achmad Djunaedi
E-mail: : achmaddjunaedi@yahoo.com
:
Homepage: http://intranet.ugm.ac.id/~a-djunaedi/
Edisi 2002
Buku ini adalah Edisi kedua: tahun 2002
Edisi pertama: tahun 2000
Djunaedi, Achmad. 2002. Bahan Kuliah Metode & Teknik Perencanaan II. Edisi Kedua.
Program Pascasarjana (S-2) Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD),
Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
ii
DAFTAR ISI
Bab I PENDAHULUAN
Bab II PROSES PERENCANAAN KOMPREHENSIF DAN STRATEGIS
Bab III PERUMUSAN TUJUAN & SASARAN PERENCANAAN
Artikel III.A. Perumusan Tujuan: Mengidentifikasi Sasaran
Artikel III.B. Perumusan Tujuan Perencanaan
Artikel III.C. Tujuan dan Sasaran dalam Perencanaan Komprehensif untuk
Masyarakat
Artikel III.D. Tujuan dalam Perencanaan Komprehensif
Artikel III.E. Tujuan dan Sasaran dalam Rencana Komprehensif Kota
Lexington-Fayette, Kentucky
Artikel III.F. Tujuan, Sasaran dan Strategi dalam Perencanaan Strategis
Bab IV PENGEMBANGAN ALTERNATIF RENCANA
Artikel IV.A. Perumusan Rencana: Menggambarkan Arah-arah yang mungkin
dari Sistem
Artikel IV.B. Mengidentifikasi Alternatif -alternatif
Artikel IV.C. Pengembangan Alternatif Rencana
Artikel IV.D. Proses Kreativitas dalam Perencanaan Kota/Daerah
Artikel IV.E. Identifikasi dan Pengembangan Alternatif Strategi (dalam
Perencanaan Strategis)
Bab V EVALUASI DAN PEMILIHAN ALTERNATIF RENCANA
Bab VI PENJABARAN RENCANA KE PROGRAM/PROYEK:
ANALISIS KELAYAKAN
Bab VII: PEMANFAATAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI
PERENCANA
Bab VIII PENUTUP
iii
TIPIKAL JADWAL
MASA KULIAH: xx/xx - xx/xx/xxxx
iv
Pendahuluan
I
Pengantar
Mata kuliah “Metode dan Teknik Perencanaan II (MTP II)” ini berkaitan dengan
metode dan teknik yang umumnya dipakai dalam proses perencanaan kota/wilayah. Dalam hal
ini diasumsikan bahwa proses perencanaan yang dipakai menganut pada pendekatan
komprehensif rasional. Dalam pendekatan tersebut, proses perencanaan meliputi tahap-tahap
secara umum, sebagai berikut: (1) pengumpulan dan pengolahan data; (2) analisis
perencanaan; (3) perumusan tujuan dan sasaran perencanaan; (4) pengembangan alternatif
dan pemilihan alternatif terbaik; dan (5) penyusunan dokumen perencanaan. Dua tahap yang
pertama telah terliput dalam mata kuliah “Metode dan Teknik Perencanaan I (MTP I)”,
sedangkan MTP II mencakup tiga tahap setelah itu, yang dimulai dengan tahap perumusan
tujuan dan ssaran perencanaan.
Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu mengenali
dan memahami metode dan teknik yang umum dipakai dalam:
(1) perumusan tujuan dan sasaran perencanaan (kebijakan dan strategi pengembangan
wilayah)
(2) pengembangan alternatif rencana
(3) pemilihan alternatif rencana
(4) pembuatan usulan program kegiatan pembangunan dan penjabarannya ke proyek
(5) implementasi rencana/program/proyek.
Untuk mencapai tujuan instruksional ini, sebelum mengikuti kuliah, mahasiswa diharapkan
membaca/mengkaji bahan-bahan bacaan yang dianjurkan. Kuliah penjelasan dilakukan secara
singkat; sebagian besar waktu akan dipakai untuk diskusi penerapan metode dan teknik
(dengan demikian seluruh mahasiswa diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam diskusi
kelas).
I—1
Tipikal Garis Besar Materi Kuliah dan Jadwal Penyampaian
KELOMPOK MATERI MINGGU
MATERI KE
PENGANTAR • Penjelasan garis besar materi kuliah 1
• Penjelasan ulang: proses perencanaan
PERUMUSAN • Perumusan tujuan dan sasaran perencanaan 2
TUJUAN DAN pembangunan
SASARAN
PENGEMBANGAN • Pengembangan alternatif rencana 3
ALTERNATIF
EVALUASI & • Pemilihan alternatif rencana (secara umum) 4
PEMILIHAN • Teknik programasi linier—untuk pemilihan alternatif 5
ALTERNATIF rencana yang optimal
RENCANA • Analisa Dampak Lingkungan—untuk evaluasi 6
dampak alternatif rencana
• Analisa Dampak Sosial—untuk evaluasi dampak 7
alternatif rencana
PERUMUSAN • Metode dan teknik perumusan program/proyek 8
PROGRAM pembangunan di Indonesia
PEMBANGUNAN • Pembiayaan program/ proyek pembangunan di 9
DAN PENJABARAN Indonesia
KE PROYEK • Teknik konsolidasi tanah dalam proyek penataan 10
kembali lahan (sebagai salah satu program/proyek
pembangunan)
• Analisa kelayakan proyek (teknis, finansial, 11
administratif, politis)
IMPLEMENTASI • Implementasi rencana (secara umum) 12
RENCANA/ • Monitoring dan Evaluasi dalam Implementasi 13
PROGRAM/ PROYEK • Penutupan kuliah (perangkuman materi) 14
I—2
Proses Perencanaan
II Komprehensif
Tujuan Instruksional
Setelah selesai mengikuti Bab II ini, peserta kuliah diharapkan telah dapat mengingat
kembali proses perencanaan komprehensif (yang telah dijelaskan pada catur wulan
sebelumnya).
II — 1
Pengumpulan dan
pengolahan data Perumusan
Tujuan dan
Sasaran
Analisis
Pembaruan
(Updat ing) Penyusunan Dokumen Rencana
Rencana
Catanese, Anthony J.; dan Snyder, James C. 1979, Introduction to Urban Planning.
McGraw-Hill Book Company, New York, NY. Chapter 4: "Planning
Theory", sub-chapter "The Planning Process", pp. 111-117.
Levy, John M. 1997. Comtemporary Urban Planning. Prentice Hall, Upper Saddle River,
NJ. Chapter 8: "The Comprehensive Plan", pp.102-112.
McLoughlin, J. Brian. 1969. Urban and Regional Planning: A Systems Approach. Faber
and Faber, London. Chapter 5: "Planning as a Cyclic Process", pp. 92-103.
II — 2
III Perumusan Tujuan &
Sasaran Perencanaan
Tujuan Instruksional
Setelah selesai mengikuti Bab III ini, peserta kuliah diharapkan telah mengenal dan
memahami perumusan tujuan dan sasaran perencanaan dalam konteks pendekatan
perencanaan komprehensif.
Sasaran Instruksional
Untuk mencapai tujuan di atas, dirumuskan sasaran-sasaran yaitu untuk mengenali dan
memahami hal-hal sebagai berikut:
1) Kedudukan atau posisi "perumusan tujuan" dalam proses perencanaan komprehensif.
2) Pengertian "tujuan" dan "sasaran" perencanaan; serta beda antara keduanya.
3) Tipe-tipe atau macam tujuan perencanaan dan contohnya.
4) Tipe-tipe atau macam sasaran perencanaan dan contohnya.
5) Proses perumusan tujuan dan sasaran perencanaan.
Bahan Bacaan
Bahan Bacaan Pustaka Asli/S umber
Kode Judul
Artikel Perumusan Tujuan: McLoughlin, J. Brian. 1969a. Urban and Regional
III-A Mengidentifikasi Planning: A Systems Approach. Faber and
Sasaran Faber, London. Chapter 6: "Goal Formulation:
Identifying Objectives ", pp. 102-124.
Artikel Perumusan Tujuan Robinson, Ira. M. (ed). 1972. Decision Making in
III-B Perencanaan Urban Planning. Sage, New York, Section 1:
"Goal Setting", pp 34-41.
Artikel Tujuan dan Sasaran Branch, M.C . dan Robinson, I.M. 1968. "Goal and
III-C dalam Perencanaan Objectives in Civil Comprehensive Planning". Town
Komprehensif untuk Planning Review, Vol. 38, No. 4, Jan 1968, pp.
Masyarakat 261-274.
(bersambung)
III—1
Bahan bacaan (lanjutan)
Bahan Bacaan Pustaka Asli/Sumber
Kode Judul
Artikel Tujuan dalam Levy, John M. 1997. Comtemporary Urban
III-D Perencanaan Planning. Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ.
Komprehensif Chapter 8: "The Comprehensive Plan", pp.102-112
Artikel Tujuan dan Sasaran Comprehensive Plan of Lexington-Fayette Urban
III-E dalam Rencana County, Kentucky, July 29, 1996. Chapter 2:
Komprehensif Kota "Planning Direction".
Lexington-Fayette,
Kentucky (Sebagai
suatu contoh rumusan
tujuan dan sasaran
perencanaan)
III—2
Pencapaian sasaran instruksional (Lanjutan)
Sasaran Instruksional Pustaka sumber/asli Bahan kuliah— halaman-
(Pengenalan dan pemahaman) halaman)
5) Proses perumusan McLoughlin, 1969b: Artikel III-A—hal. 4-6
tujuan/sasaran perencanaan 120-124
Branch dan Robinson, Kesulitannya, lihat
1968: 268-269 Artikel III-C—hal. 3
Branch, M.C., 1983. Comprehensive Planning: General Theory and Principles. Palisades
Publishers, Pacific Palisades, CA., Chapter 4: "Objectives: Dependet
Variables", pp. 73-78.
Tentang: Sasaran (Objectives)
Catanese, Anthony J.; dan Snyder, James C. 1979, Introduction to Urban Planning.
McGraw-Hill Book Company, New York, NY. Chapter 4: "Planning
Theory", sub-chapter "The Planning Process", pp. 111-117.
Tentang: Proses perencanaan dan posisi perumusan tujuan dalam proses
perencanaan.
McLoughlin, J. Brian. 1969a. Urban and Regional Planning: A Systems Approach. Faber
and Faber, London. Chapter 5: "Planning as a Cyclic Process", pp. 92-103.
III—3
The future has many names:
For the weak, it means the unattainable.
For the fearful, it means the unknown.
For the courageous, it means opportunity.
Victor Hugo
III—4
BAHAN KULIAH BAB III
ARTIKEL A
Perumusan Tujuan:
Mengidentifikasi Sasaran
(Goal Formulation: Identifying Objectives)
Sumber:
McLoughlin, J. Brian. 1969. Urban dan Regional Planning: A Systems Approach. Faber dan
Faber, London. Chapter 6: "Goal Formulation: Identifying Objectives", pp. 104-124.
Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh: Achmad
Djunaedi.
Catatan Pengantar
Perumusan tujuan (goals) dan sasaran (objectives) merupakan salah satu tahap
dalam siklus perencanaan. Dalam siklus perencanaan, tujuan perencanaan dirumuskan lebih
dulu, dan kemudian rencana dikembangkan berdasar tujuan tersebut. Meskipun demikian,
dalam siklus perencanaan itu sendiri terjadi kesaling-tergantungan (interdependensi) antar
tahap, misal kaji-ulang terhadap rencana yang sudah dilaksanakan mungkin akan mendorong
dikaji ulangnya tujuan perencanaan.
Dalam artikel ini, dibahas: (1) tingkat tujuan, (2) hubungan tujuan dan sasaran, (3)
contoh macam tujuan dalam perencanaan fisik, (4) contoh macam sasaran perencanaan, dan
(5) proses perumusan tujuan dan sasaran.
Tingkat Tujuan
Tujuan bersifat bertingkat-tingkat seperti percabangan pada pohon. Misal:
perencanaan ruko (rumah toko) pada suatu jalan belum dapat dilakukan sebelum batas
sempadan pada jalan tersebut ditentukan dan demikian pula, batas sempadan belum dapat
ditentukan sebelum sistem akses ke jalan ditetapkan. Contoh lain: tata ruang wilayah suatu
kabupaten belum dapat ditetapkan bila tata ruang wilayah provinsinya belum jelas.
Berdasarkan bahasan di atas tidak berarti untuk setiap kali mengambil keputusan
harus menunggu keputusan di atasnya. Memang sebaiknya telah ada keputusan di tingkat
atasnya, sehingga memudahkan perincian ke bawah; tetapi kalau belum ada dan segera harus
dibuat keputusan maka lakukan saja, dengan pengertian bahwa pengaruh ke atas ("upward"
effects) dari keputusan yang di bawah bersifat terbatas.
III-A—1
Karakteristik Hubungan Tujuan dan Sasaran
Karakter hubungan yang pertama menunjukkan bahwa "tujuan" bersifat luas dan
umum (broad and general), sedangkan "sasaran" bersifat lebih rinci dan memperlihatkan
langkah atau gerakan menuju pencapaian tujuan. Karakteristik ini terjadi karena: (1) biasanya
tujuan dibuat atau dirumuskan oleh para "politisi", dan (2) sasaran dibuat rinci dan terukur
dalam arti dapat untuk mengukur ketercapaian tujuan (yang penting untuk keperluan
pengarahan implementasi dan pengendalian). Agar lebih jelas, di bawah ini disajikan dua
contoh hubungan tujuan dan sasaran.
C o n t o h 1:
Tujuan : "menyediakan pola penyebaran pusat-pusat perbelanjaan yang paling
nyaman bagi masyarakat di kota ini"
Sasaran : a) "me-minimal-kan jumlah perjalanan perorangan untuk mencapai
pusat-pusat perbelanjaan";
b) "mengatur agar jarak rata-rata rumah tinggal ke pusat perbelanjaan
tidak lebih dari 6 km".
C o n t o h 2:
Tujuan : "meningkatkan rasa keruangan dalam kondisi perumahan di kota ini"
Sasaran : "mengurangi kepadatan bangunan di perumahan-perumahan dari 130
orang per ha (pada tahun 1990) menjadi 90 orang per ha (tahun
2000)".
Dari pernyataan "tujuan" umumnya tidak dapat ditarik kejelasan dan kerincian; untuk itu
"sasaran" berfungsi untuk memperjelas maksud, rincian dan ukuran ketercapaian tujuan.
Karakter kedua: tujuan yang sama dapat melahirkan sasaran yang berbeda, karena,
antara lain: (1) diusulkan oleh perencana yang berbeda, (2) terkait pada area/kawasan yang
berbeda, dan (3) diusulkan untuk suasana dialog yang berbeda (dialog antara perencana
profesional dengan memberi tugas atau politisi). Sasaran atau seperangk at sasaran yang
berbeda dapat menuju tujuan yang sama tapi dengan biaya dan keuntungan yang berbeda-
beda.
Karakter ketiga meyangkut hubungan antar tujuan atau antar sasaran. Pengukuran
pencapaian tujuan memerlukan kriteria kinerja (performance criteria ). Untuk sistem yang
telah dibatasi. Karena sistem bersifat hierarki dan memuat unsur-unsur yang mempunyai
interrelasi, maka tujuan dapat bersifat komprehensif (menyeluruh).
III-A—2
(1) Kualitas estetis: terutama berujud kualitas visual
Tujuan untuk meningkatkan kualitas estetis sudah terpikirkan sejak pembangunan kota-
kota Yunani kuno. Bentuk modern tujuan ini berupa gerakan "City Beautiful".
(2) Kondisi kesehatan dan sanitasi lingkungan, terutama untuk kawasan permukiman
kota.
(3) Kondisi kesehatan perekonomian
Hal ini penting karena kegiatan perekonomian menempati lahan-lahan yang mempunyai
rencana tata ruang, sedangkan guna lahan-lahan tersebut peka terhadap keterkaitan
lokasional.
(4) Aksesibilitas
Aksesibilitas semakin menjadi hal yang terpenting dan dapat berupa akses ke informasi,
akses ke jalan raya dan sebagainya.
(5) Fleksibilitas
Fleksibilitas merupakan tujuan perencanaan yang relatif baru. Fleksibilitas diartikan
sebagai karakteristik dari sistem (dan strukturnya) yang mampu menanggapi perubahan
yang terjadi dengan tingkat kerusakan atau gangguan (terhadap sistem) yang paling
minimal.
III-A—3
perilaku dan kebutuhan rekreasi menekankan sasaran untuk menyediakan peluang
daripada pencapaian standar penyediaan ruang.
(4) Sasaran standar interaksi atau komunikasi dapat dinyatakan, antara lain, sebagai berikut
:
(5) Sasaran kualitas lingkungan dapat dirumuskan, antara lain, sebagai berikut:
III-A—4
Berdasar aspirasi yang terkumpul dan dipadukan dengan hasil analisis (dari
tahap proses perencanaan sebelumnya yang mencakup: permasalahan/isu-isu, potensi,
peluang dan tantangan/kendala), maka para profesional berdiskusi untuk merumuskan
tujuan dan sasaran. Setiap tujuan (yang luas dan umum) perlu diungkapkan lebih lanjut
dengan sasaran-sasaran (yang rinci dan terukur). Seringkali perlu ada alternatif-
alternatif sasaran untuk mencapai suatu tujuan yang sama (tujuan yang sama dapat
dicapai dengan sasaran yang berbeda dengan biaya dan keuntungan yang berbeda
pula). Rumusan tujuan dan sasaran perlu diungkapkan dalam "bahasa" yang dapat
dimengerti oleh klien (para politisi).
III-A—5
When written in Chinese, the word crisis is composed of two
characters. One represents danger, and other represents
opportunity.
John F. Kennedy
III-A—6
BAHAN KULIAH BAB III
ARTIKEL B
Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh: Achmad
Djunaedi.
Catatan Pengantar
Perencanan—baik yang dilakukan untuk kota secara keseluruhan, maupun hanya
untuk salah satu komponennya atau “sektor” saja (misal: pendidikan atau perumahan)—bisa
diartikan sebagai proses perumusan tujuan dan penyusunan kegiatan atau tindakan untuk
mencapai tujuan tersebut. Perumusan tujuan merupakan basis bagi proses perencanaan.
Tanpa tujuan yang jelas, perencana tidak akan dapat menyusun kegiatan atau tindakan yang
tepat atau mengevaluasi tingkat keinginan maupun kelayakan tindakan tersebut.
Kebanyakan pembahasan tentang tujuan dapat dibedakan menjadi dua katagori.
Katagori pertama adalah yang bermaksud untuk mengidentifikasi, mengkaji dan
mempromosikan tujuan yang spesifik. Katagori kedua adalah yang diwujudkan dalam daftar
masalah (isu strategis) yang dihadapi masyarakat kota. Masalah, dalam hal ini menunjukkan
kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi masa depan yang dicita-citakan.
Pengarang terkenal, Chapin, telah memprediksi dan terbukti benar bahwa sejak tahun
1960an, perumusan tujuan dan sasaran dalam perencanaan kota banyak didiskusikan orang.
Hal ini banyak dibicarakan karena banyak tujuan perencanaan yang dirumuskan secara
kurang jelas, atau tidak konsisten dengan tujuan pembangunan lainnya, atau tujuan ditetapkan
oleh perencana dan bukan oleh klien atau pengguna.
Tiga isu metodologis dihadapi para perencana berkaitan dengan perumusan tujuan,
yaitu: (1) untuk membangun proses yang mengkaitkan tujuan keseluruhan (overall
community goals) dengan tujuan fungsional yang spesifik, (2) untuk mengembangkan
prosedur konsultasi dengan masyarakat berkaitan dengan pilihan-pilihan tujuan yang punya arti
(meaningful), dan (3) untuk mengembangkan ukuran yang dapat dipakai merumuskan
pilihan-pilihan tujuan yang relevan dan berguna. Makalah ini membatasi diri untuk tidak
membahas tentang cara evaluasi dan seleksi pilihan terbaik.
III-B—1
Tujuan berdasar Kinerja (Performance Goals) dibandingkan dengan
tujuan berupa pencapaian (Achievement Goals)
Tujuan perencanaan kota berbeda dari satu orang ke lain orang dan dari satu
kelompok masyarakat ke kelompok yang lain. Demikian juga, tujuan tersebut berbeda untuk
masing-masing sektor pembangunan. Masalahnya, bagaimana cara merumuskan tujuan bagi
kota secara keseluruhan? dan oleh siapa? Untuk pertanyaan yang kedua, tentunya perencana
tidak akan mengetahui masalah perkotaan secara menyeluruh. Perencana kota perlu bekerja
satu tim dengan spesialis-spesialis (perencana mengkoordinasikan mereka). Kota perlu dilihat
sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai variabel sosial dan ekonomi. Setiap variabel
dikaji oleh spesialis, dan sistem secara keseluruhan perlu mempunyai tujuan yang
komprehensif.
Friedmann, berkaitan dengan berbagai macam tujuan perencanaan, menganjurkan
untuk membedakan antara "tujuan berdasar kinerja" (performance goals) dan "tujuan
berdasar pencapaian" (achievement goals). Tujuan berdasar kinerja berkaitan dengan kota
secara keseluruhan (sebagai suatu sistem) dan merupakan fokus perencanaan kebijaksanaan
(policy planning); perencanaan kebijaksanaan bertujuan untuk memelihara keseimbangan
dinamika kota sebagai suuatu sistem sosio-keruangan yang keseimbangannya mudah
terpengaruh. Tujuan berdasar pencapaian berkaitan dengan upaya memelihara atau meraih
tingkat pencapaian tertentu dalam berbagai kegiatan fungsional atau sektor seperti kesehatan,
pendidikan, dan transportasi. Tujuan berdasar pencapaian ini menjadi fokus perencanaan
program (program planning); perencanaan program dilakukan di tiap sektor atau kegiatan
fungsional. Friedmann menganjurkan bahwa tujuan berdasar kinerja perlu diwadahi ke dalam
suatu kerangka pembangunan perkotaan (urban development framework) atau rencana
kebijaksanaan (policies plan), dan dari kerangka atau rencana ini diturunkan pedoman
penyusunan program spesifik untuk meraih tujuan berdasar pencapaian bagi setiap bidang atau
sektor yang menjadi perhatian kota tersebut untuk jangka waktu lima sampai sepuluh tahun.
Pembedaan antar dua macam tujuan yang dijelaskan Friedmann di atas adalah sangat
penting untuk diperhatikan oleh para perencana. Penjelasan tersebut menunjukkan ke dalam
penghayatan teori sistem dan analisis sistem, dan berdasar ini kita perlu melihat tujuan sebagai
hasil antara/hasil akhir/kinerja yang kita inginkan dari rencana kota. Tambaha n lagi, dengan
menggunakan pendekatan sistem, perencana menyadari bahwa suatu kota, seperti halnya
setiap sistem, bersifat hierarkis. Setiap komponen dari sistem (misal: permukiman, jaringan air
limbah) juga merupakan sistem bagi dirinya sendiri, bagi arsitek atau ahli teknik sipil, yang
bertujuan mendapatkan solusi optimum bagi tiap sistemnya masing-masing. Solusi optimal
tersebut dapat ditetapkan dari suatu kisaran (range) yang luas.
III-B—2
Tujuan kota secara keseluruhan hanya ditunjukkan oleh kinerja kota secara
keseluruhan yang ingin dicapai, sedangkan tiap fungsi atau sektor dapat menentukan sendiri
tujuannya masing-masing dalam konteks tujuan kinerja kota secara keseluruhan tersebut.
III-B—3
Ukuran dan alat untuk merumuskan Tujuan
Ukuran yang diperlukan berupa beberapa indeks atau indikator perkotaan, sebagai
ukuran kinerja kota. Indeks ini haruslah sederhana, mudah dipahami masyarakat, dan tidak
rumit. Ukuran seperti ini akan dapat dipakai membantu perumusan pilihan-pilihan tujuan
menyeluruh perencanaan kota.
Perlu dimengerti beda antara standar, kriteria, indikator dan prakiraan (forecast).
Standar dan kriteria dapat dipandang sebagai karakter normatif, sedangkan indikator dan
prakiraan bersifat non-normatif. Selain itu, indikator berkaitan dengan kinerja masa lalu dan
saat ini, prakiraan berkaitan dengan kinerja masa depan, sedangkan standar dan kriteria dapat
diterapkan untuk masa lalu, masa kini dan juga masa depan.
Tujuan yang tepat dan diprioritaskan hanya dapat dirumuskan dengan penelitian
berkaitan dengan ketersediaan dana dan sumberdaya yang lain serta konsekuensi-
konsekuensi. Setiap kota mendambakan tambahan perumahan, transportasi, pengembangan
ekonomi, fasilitas masyarakat, dan aspek-aspek lain kehidupan kota secara kuantitas maupun
kualitas. Tapi tak satu pun kota yang berhasil mencapai semua keinginan tersebut, karena
keterbatasan sumberdaya, dan ketatnya persaingan antar tujuan dari tiap kelompok
masyarakat yang seringkali saling bertentangan. Maka, sebelum kita merumus kan tujuan
perencanaan suatu kota, diperlukan lebih dulu kepastian tentang dana dan sumberdaya lainnya
yang tersedia, kompatibilitas antar berbagai tujuan, serta urutan prioritas dan juga kombinasi
tujuan-tujuan.
Seorang pakar perencanaan, yaitu Lecht mengusulkan satu tambahan macam tujuan
lagi—disamping "tujuan berdasar kinerja", dan "tujuan berdasar pencapaian"—yaitu "tujuan
aspiratif". Tujuan berdasar pencapaian merupakan penerusan dari kondisi dan standar yang
berlaku, sedangkan tujuan aspiratif mengisyarakatkan peningkatan standar di masan depan.
III-B—4
BAHAN KULIAH BAB III
ARTIKEL C
Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh: Achmad
Djunaedi.
Catatan Pengantar
Dalam artikel aslinya, para penulis (Branch dan Robinson, 1968) mengawali tulisannya
dengan definisi (penggunaan istilah) beberapa hal yang berkaitan dengan perencanaan
komprehensif, antara lain: organism, planning, planning analysis, comprehensive
planning, a master or general plan, operational plans (silahkan baca halaman 262 artikel
aslinya). Perlu dicatat bahwa para penulis menyusun bahasan perencanaan komprehensifnya
bukan hanya ditujukan untuk perencanaan kota tapi juga untuk perencanaan perusahaan.
Perumusan tujuan dan sasaran perencanaan berbekal output dari tahap sebelumnya,
yaitu tahap analisis. Tahap analisis perencanaan menghasilkan: isu-isu, potensi, peluang dan
kendala/ancaman. Output tersebut dihasilkan dengan cara antara lain: kajian kondisi yang ada
dan memproyeksik an ke masa depan.
Tulisan terjemahan dan singkatan ini berfokus pada penjelasan tentang tujuan dan
sasaran perencanaan yang diangkat dari artikel tesebut di atas. Penjelasan ini mencakup hal-
hal sebagai berikut :
1. Sasaran perencanaan (planning objectives)
2. Tujuan Perencanaan (planning goals)
3. Fungsi perencanaan kota berkaitan dengan Tujuan dan Sasaran Perencanaan.
Beberapa hal lainnya dalam artikel aslinya cukup baik untuk dibaca (misalnya: "Uncertainty
and Comprehensive Planning", halaman 266, The Function of City Planning with
Respect to Goals and Objectives, hal. 271-273)—meskipun tidak diterjemahkan dalam
bahan kuliah ini karena tidak terkait langsung dengan topik yang dibicarakan.
III-C—1
Sasaran perencanaan
Dan segi analitis, sasaran dalam perencanaan komprehensif dapat dibedakan dalam
beberapa tipe, yaitu:
1. Tipe Mantap: contohnya, perlunya kota untuk memelihara layanan perkotaan yang
esensial
2. Tipe Pilihan Alternatif: misalnya, pilihan ke 1: peningkatan fasilitas transportasi,
dibandingkan deagan pilihan 2: perluasan layanan kemasyarakatan.
3. Tipe Kemungkinan: misal, tergantung pada situasi yang berkembang nantinya, diusulkan
untuk mengatasi kekumuhan di dalam kota.
Tujuan perencanaan
Tujuan merupakan keinginan (intentions or desires), yang bersifat umum dan
mengandung pengharapan, dan pencapaiannya jauh dan tak terbatas. Dalam perencanaan
komprehensif untuk perkotaan, tujuan berasosiasi dengan keinginan atau harapan jangka
panjang. Contoh tujuan perencanaan, antara lain: menyediakan lapangan kerja bagi semua
warga kota; menciptakan dan memelihara lingkungan yang sehat secara fisik maupun sosial;
pemerataan partisipasi masyarakat dalam pengatasan persoalan perkotaan; penyediaan
sistem transportasi umum yang menjangkau semua sudut kota secara murah dan memadai;
penghapusan daerah kumuh; penyediaan perumahan murah dan terancang baik; dan
penciptaan dan pemeliharaan keindahan lingkungan.
Melibatkan masyarakat luas dalam perumusan tujuan perencanaan merupakan hal
yang ideal. Namun, seringkali masyarakat luas belum siap untuk ikut meng-identifikasi tujuan
tersebut, antara lain karena situasi berikut ini:
1) Bila ada yang sangat aktif menyuarakan tujuan perencanaan, sering karena
kepentingan pribadi atau keinginan yang terlibat secara pribadi.
2) Sebagian besar masyarakat hanya mempunyai infomasi terbatas tentang kondisi
sebetulnya dari kotanya.
III-C—2
3) Masyarakat awam tidak memahami sifat pertumbuhan kota dan kompleksitas
permasalahan perkotaan.
4) Masyarakat percaya bahwa Bappeda dan dinas-dinas kota akan dapat mengatasi
permasalah kota.
5) Ketidakmampuan atau ketidak-inginan untuk menerima keterbatasan, persyaratan
menerus, kemungkinan, dan jangka waktu dari perubahan yang terbimbing sebagai
hasil analisis kenyataan yang ada.
6) Keterbatasan kesadaran terhadap kesaling-tergantungan banyak unsur yang berbeda-
beda yang membentuk kota.
7) Ketidakkenalan dengan sifat dan karakter operasional proses perencanaan.
8) Sedikit perhatian terhadap "kepentingan umum" saat ini yang berkaitan dengan
perencanaan kota.
Dalam perencanaan komprehensif, tujuan dari unsur atau kepentingan tertentu hanya
menjadi suuatu pertimbangan dalam analisis perumusan sasaran. Proses demokrasi politis
merupakan sarana mentransformasikan tujuan-tujuan yang berbeda dan (seringkali juga)
bertentangan menjadi sasaran yang disepakati bersama.
III-C—3
The difference between the impossible and possible lies in a
person’s determination.
Tommy Lasorda
III-C—4
BAHAN KULIAH BAB III
ARTIKEL D
Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh: Achmad
Djunaedi.
Catatan Pengantar
Karena perbedaan yang ada diantara kota-kota, maka kedelapan butir dalam daftar
tujuan perencanaan di bawah ini mungkin tidak semua dapat diterapkan. Selain itu, karena
butir-butir tersebut juga tumpang tindih (overlapped), maka mungkin cara menyatakannya
("mengkalimatkannya") berbeda-beda dari satu kota ke kota lainnya. Butir kesatu sampai
ketujuh dapat dianggap masuk kategori yang umum disebut sebagai "kesehatan, keselamatan
dan kesejahteraan masyarakat" (yang terkait dengan tugas pemerintah daerah perkotaan).
III-D—1
2. Keselamatan umum
Keselamatan umum dapat dinyatakan dalam beberapa hal, misalnya: persyaratan lebar
jalan dan kelancaran akses agar ambulan atau truk pemadam kebakaran dapat lewat dan
mencapai suatu tempat. Contoh lain: penyediaan jaringan jalan setapak yang aman dari
tabrakan dengan lalulintas kendaraan. Selain itu, tata bangunan yang tertentu sehingga
tidak ada tempat gelap dan rawan yang kejahatan mudah dilakukan.
3. Sirkulasi
Menyediakan sirkulasi yang memadai kepada masyarakat merupakan tujuan yang umum
dalam perencanaan kota. Sirkulasi tersebut mencakup sistem jaringan jalan, dan fasilitas
parkir, yang menjamin lalu lintas kendaraan dan pedestrian (pejalan kaki) tertib, lancar,
dan efisien. Pada kota ukuran atau situasi tertentu, sirkulasi termasuk penyediaan angkutan
umum yang memadai. Dalam hal sirkulasi kota, perencanaan sirkulasi dan perencanaan
guna lahan terkait sangat erat.
4. Penyediaan layanan dan fasilitas umum
Salah satu hal penting dalam perencanaan komprehensif kota mencakup penentuan lokasi
bagi fasilitas umum seperti taman, daerah rekreasi, sekolah, rumah sakit dan sebagainya.
Selain itu, penting juga untuk merencanakan pola guna lahan yang mewadahi layanan
umum seperti perlindungan polisi dan pengatasan bahaya kebakaran, layanan air bersih
dan pembuangan air kotor dan sampah. Lokasi sekolah juga akan menentukan apakah
perlu angkutan sekolah khusus atau anak-anak dapat berjalan kaki ke sekolah.
5. Kesehatan keuangan
Terdapat kaitan yang erat antara pola pembangunan dan situasi kesehatan keuangan
masyarakatnya. Setiap usaha pembangunan akan memerlukan dana. Sebaliknya,
pembangunan mungkin juga akan menumbuhkan peluang peningkatan pendapatan.
Beberapa usaha pembangunan surplus; beberapa yang lain defisit; antara keduanya dapat
diadakan subsidi silang. Beberapa kota mengatur kotanya agar anggaran yang diperlukan
untuk pembangunan tiap tahunnya tidak terlalu banyak. Kota-kota yang lain melakukan
investasi besar dalam hal prasarana kota dengan harapan terjadi pendirian industri-industri
yang pada gilirannya nanti akan meningkatkan kesejahteraan kotanya.
6. Tujuan ekonomi
Pada ribuan kota, pertumbuhan ekonomi atau pemeliharaan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang ada menjadi tujuan yang penting. Tujuan ini terkait dengan “kesehatan” keuangan
masyarakat, tetapi juga termasuk pula penyediaan lapangan kerja yang memadai bagi
warga kotanya. Dalam hal ini, suatu kota dalam merencanakan tata guna tanahnya
menyediakan daerah atau kawasan atau tapak bagi perdagangan dan industri beserta
prasarana dan fasilitas umum yang diperlukan, sebagai pemberi peluang atau lapangan
kerja bagi penduduknya.
III-D—2
7. Pelestarian lingkungan
Tujuan ini sudah lama ada, tetapi menjadi populer pada tahun 1960an. Tujuan ini dapat
mencakup pelarangan pembangunan di kawasan resapan air, di lereng bukit terjal, di
kawasan hutan lindung dan sebagainya. Hal ini juga dapat mencakup preservasi daerah
terbuka, pengendalian kualitas udara karena asap industri atau asap lalu lintas yang sangat
padat. Kelestarian lingkungan sangat terkait dengan pola guna tanah.
8. Pemerataan tujuan
Beberapa perencana berpikir bahwa keuntungan dari rencana komprehensif sering tidak
dinikmati secara merata oleh lapisan masyarakat yang berbeda-beda. Untuk itu perlu ada
proses politik untuk memeratakan keuntungan dari usaha perencanaan kota ke semua
lapisan masyarakat.
III-D—3
Every exit is an entry somewhere else.
Tom Stoppard
III-D—4
BAHAN KULIAH BAB III
ARTIKEL E
Sumber:
Comprehensive Plan of Lexington-Fayette Urban County, Kentucky, July 29, 1996. Chapter
2: "Planning Direction".
Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh: Achmad
Djunaedi.
Catatan Pengantar
Perencanaan untuk kota Lexington-Fayette di negara bagian Kentucky, AS, pada
dasarnya menggunakan pendekatan atau corak "perencanaan komprehensif" dengan sedikit
ditambah unsur -unsur corak "perencanaan strategis". Seperti dijelaaskan dalam buku rencana
kota tersebut, perencanaan komprehensif ditandai dengan tiga macam pengertian:
(1) perencanaan ini mencakup baik perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang;
(2) meskipun berfokus pada perencanaan fisik (tata ruang), perencanaan komprehensif
juga mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan ekonomi;
(3) meskipun rencana komprehensif dipakai untuk mengarahkan pembangunan di tingkat
lokal, tetapi implikasinya di tingkat regional perlu dipertimbangkan.
Seperti dijelaskan di atas, unsur-unsur perencanaan strategis telah dimasukkan ke
dalam perencanaan komprehensif yang tradisional ini. Berkaitan dengan tujuan dan sasaran
perencanaan, unsur perencanaan strategis yang tela h digabungkan disini adalah pernyataan visi
dan misi.
Di bawah ini, secara berturut-turut ditampilkan misi, visi, tujuan-tujuan perencanaan,
dan sasaran untuk beberapa tujuan—sebagai contoh (dikutip dan diterjemahkan dari sumber
aslinya). Pada tulisan aslinya, dapat ditemui semua uraian sasaran untuk tiap tujuan.
Pernyataan Misi
"Misi upaya perencanaan kami adalah menyediakan visi atau strategi yang akan
memberi peluang bagi kota Lexington untuk tumbuh dan berkembang sambil tetap
III-E—1
memelihara, melindungi dan meningkatkan lingkungan permukiman dan pusat kota eksisting
(yang ada), dan pedesaan dengan lansekap kultural yang ada di wilayah Bluegrass."
III-E—2
Daftar Tujuan perencanaan Kota Lexington
Tujuan perencanaan kota Lexington terdiri dari 22 butir yang perlu dilihat sebagai satu
kesatuan. Ke 22 butir tersebut sebagai berikut:
I. Menyediakan kesempatan kepada warga kota dalam ikut mengambil keputusan
dalam perencanaan dan pemintakatan (zoning) serta mendorong warga kota agar
terlibat dalam implementasi program-program demi kepentingan masyarakat.
II. Mengarahkan pengembangan fisik kota.
III. Mendukung dan menerapkan Konsep Daerah Layanan Perkotaan (the Urban
Service Area Concept).
IV. Menyediakan kesempatan usaha dan kerja untuk seluruh masyarakat.
V. Mendirikan dan mempromosikan pusat-pusat tempat kerja terencana.
VI. Memastikan/memantapkan vitalitas pusat kota.
VII. Mendirikan dan mempromosikan pusat-pusat kegiatan perkotaan dalam rangka
penyediaan layanan yang memadai kepada daerah-daerah lingkungan permukiman.
VIII. Menyediakan peluang pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan seluruh
warga kota.
IX. Melestarikan, melindungi dan meningkatkan lingkungan permukiman yang ada.
X. Melindungi dan melestarikan warisan sejarah dan budaya Fayette County yang
penting.
XI. Mempromosikan guna lahan yang peka terhadap lingkungan alam dan binaan.
XII. Mempromosikan suasana lingkungan permukiman dan kota yang ada dalam daerah-
daerah pengembangan baru.
XIII. Menyediakan fasilitas umum yang esensial untuk pengembangan perkotaan.
XIV. Menyediakan dan memelihara sistem transportasi yang komprehensif.
XV. Menyediakan satu kurun fasilitas dan layanan seperti keselamatan/keamanan umum
dan layanan sosial.
XVI. Menyediakan fasilitas dan peluang rekreasi yang memadai.
XVII. Melestarikan, melindungi dan meningkatkan kondisi alam dan fisik yang memberikan
wilayah Bluegrass suatu identitas yang unik.
XVIII Memelihara batas-batas dan guna lahan yang baik pada pusat-pusat kegiatan
pedesaan yang telah mantap.
XIX. Memelihara dan meningkatkan ekonomi pertanian, dan karakter pedesaan pada
daerah layanan pedesaan.
XX. Memelihara dan meningkatkan daerah-daerah peternakan kuda.
XXI. Melestarikan, mempromosikan dan meningkatkan aspek-aspek lingkungan alam dan
binaan yang mendorong pengembangan pariwisata.
XXII. Mendorong perencanaan dan koordinasi regional.
III-E—3
Sasaran dari Tujuan perencanaan Kota Lexington
Tiap tujuan (goals) perencanaan kota Lexington dirinci ke dalam sasaran-sasaran
(objectives). Dalam makalah ini, sebagai contoh hanya ditampilkan sasaran-sasaran dari
beberapa tujuan saja, sebagai berikut:
XI. Mempromosikan guna lahan yang peka terhadap lingkungan alam dan binaan.
Sasaran-sasaran (hanya diambil 7 dari 13 sasaran sebagai contoh):
A. Memelihara dan melindungi ruang-ruang terbuka kota dan tempat-tempat
berpemandangan indah, terutama dalam daerah-daerah yang peka secara
lingkungan ekologi dan mempunyai keunikan fisik.
B. Melindungi dan meningkatkan tempat-tempat bersejarah dan budaya penting.
C. Mendorong pemeliharaan dan pelestarian tanah, pepohonan dan tumbuhan yang
ada selama berlangsung pembangunan.
D. Mempromosikan kualitas desain, kompatibilitas dan pelestarian tempat-tempat
dan bangunan-bangunan penting yang ada.
E. Memantau dan meminimalkan polusi udara, air, visual, suara, dan pencahayaan
buatan.
F. Mempromosikan pemanfaatan dan pemeliharaan sumberdaya alam sebaik -
baiknya.
G. Memelihara dan melindungi jalan drainasi alami, daerah-daerah peka lingkungan,
dan pepohonan dari intrusi, pengubahan dan perusakan berat selama
pengembangan perkotaan.
III-E—4
In the beginner’s mind there are many possibilities,
but in the expert’s mind there are few.
Shunryu Suzuki
III-E—5
Pengembangan Alternatif
IV Rencana
Tujuan Instruksional
Setelah selesai mengikuti Bab IV ini, peserta kuliah diharapkan telah mengenal dan
memahami cara-cara (metode dan teknik) pengembangan alternatif-alternatif rencana.
Sasaran Instruksional
Untuk mencapai tujuan di atas, dirumuskan sasaran-sasaran yaitu untuk mengenali dan
memahami hal-hal sebagai berikut:
1) Cara-cara pengembangan alternatif-alternatif (secara umum).
2) Sumber-sumber alternatif dan cara-cara penelusuran alternatif-alternatif yang mungkin
dipakai (dari alternatif-alternatif yang pernah ada sebelumnya).
3) Cara-cara menciptakan alternatif-alternatif baru (yang belum pernah ada sebelumnya).
Bahan Bacaan
Bahan bacaan di bawah ini disusun tidak berdasar urut abjad nama penulis, tapi
berdasar urutan isi tulisan dalam menanggapi sasaran-sasaran instruksional di atas.
IV—1
Bahan bacaan (lanjutan)
IV—2
BAHAN KULIAH BAB IV
ARTIKEL A
Perumusan Rencana:
Menggambarkan Arah-arah yang
Mungkin dari Sistem
(Plan Formulation: Charting Possible Courses of the System)
Sumber:
McLoughlin, J. Brian. 1969. Urban and Regional Planning: A Systems Approach. Faber and
Faber, London. Chapter 9: "Plann Formulation: Charting Possible Courses of the System", pp.
231-262.
Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh: Achmad
Djunaedi.
Catatan Pengantar
Perumusan (alternatif) rencana, pada dasarnya, merupakan perumusan pilihan kondisi
masa depan yang optimum (atau mendekati optimum) dipandang dari tujuan dan sasaran
perencanaan. Dengan demikian, semua alternatif rencana, pada dasarnya, mengacu pada
kriteria kinerja yang diangkat dari rumusan tujuan dan sasaran perencanaan. Alternatif rencana
atau pilihan kondisi ke masa depan dilakukan dengan format yang disebut sebagai "trajektori"
(trajectory), yaitu sekuen atau urutan perkembangan kondisi sistem ke masa depan (lihat
gambar di bawah ini).
IV-A—1
Gambar 1: Trajektori-trajektori sistem (dalam hal ini: wilayah)
Gambar IVA-1: Trajektori
Variasi trajetori dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu:
a) Variasi dalam kebijakan publik (misal: pertumbuhan ekonomi, subsidi perumahan,
pengembangan terpusat atau tersebar, konservasi lahan, transportasi umum, dan
sebagainya). Contoh: variasi dalam tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
meliputi variasi dalam tingkat pertumbuhan (misal: lambat, sedang, cepat), serta variasi
cara peningkatan pertumbuhan (misal: lewat pertumbuhan industri, atau pertumbuhan
sektor jasa).
b) Variasi dalam respon atau inisiatif masyarakat/swasta (misal: perkembangan kegiatan
rumah tangga, perusahaan dan lembaga-lembaga).
Pengembangan alternatif trajektori dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: simulasi dan
pembuatan rencana yang "seimbang".
Simulasi
IV-A—2
4) Mekanis penuh (fully mechanical): menggunakan model dan peralatan, dan proses
penjalanan model tidak perlu dicampuri oleh operator (akan langsung mengeluarkan hasil,
yaitu trajektori).
Catatan: Dalam hal cara "formal/manual", terdapat alternatif bentuk yaitu yang disebut sebagai
gaming (permainan). Permainan ini murah, cepat dan mudah. Dalam permainan ini, model
(model kegiatan yang mempengaruhi perkembangan wilayah) diganti oleh keputusan yang
dimainkan oleh pelaku-pelaku permainan. Para pelaku biasanya terdiri dari:
i) Politisi lokal (memainkan: perumusan tujuan perencanaan, keputusan politis strategis,
resolusi dalam konflik kepentingan)
ii) Pengelola industri (memainkan: pemilihan lokasi industri sebagai basis lapangan kerja)
iii) Kamar Dagang dan Industri / Kadin (memainkan: perdagangan dan pengisian lapangan
kerja perkantoran)
iv) Pemda—terutama Bappeda (memainkan: alokasi lahan untuk berbagai pengembangan,
pemberian ijin berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku/ pemain lainnya).
v) Pejabat, dinas yang menangani perumahan (memainkan: pembuatan kebijakan
pengembangan perumahan, pengatasan daerah kumuh dan sebagainya)
vi) Pengembang / developers (memainkan: pengembangan perumahan, kawasan industri,
perkantoran).
vii) Pengelola angkutan umum (memainkan: pemasokan angkutan umum).
Biasanya ditambahkan juga pemain yang "netral" yang mengerjakan perhitungan akibat
keputusan dalam permainan dan menjaga agar informasi berjalan lancar selama permainan.
IV-A—3
Penduduk
Lapangan Kerja yang tergantung Lapangan Kerja Jasa
dasar/basis pada Lapangan
Kerja Dasar/
basis Iterasi (bolak-
balik) s/d
keseimbangan
tercapai
Penduduk yang
bertambah karena
lapangan kerja jasa
Gambar IVA-2: Proses pencapaian keseimbangan dalam Model Metropolis karya Lowry
(Sumber: McLoughlin, 1969, Fig. 9.2: p.247)
Daftar Acuan
Lowry, Ira S. 1964. A model of metropolis. [Penerbit], Santa Monica, CA.
Schlager, Kennetth. 1965. "A land use plan design model", Journal of the American
Institute of Planners, 31:103-111.
IV-A—4
BAHAN KULIAH BAB IV
ARTIKEL B
Mengidentifikasi
Alternatif-alternatif
(Identifying Alternatives)
Sumber:
Patton, C. V.; dan Sawicki, D. S. 1986. Basic Methods of Policy Analysis & Planning. Prentice-
hall, Englewood Cliffs, N.J., Chapter 6, "Identifying Alternatives", pp. 176-203
Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh: Achmad
Djunaedi.
Catatan Pengantar
IV-B—1
Sumber-sumber Alternatif
IV-B—2
(4) Menggunakan analogi;
(5) Mengidentifikasi keyakinan dan nilai-nilai dari kelompok masyarakat yang terpengaruh
oleh alternatif dan dari sistem etis.
Selain cara-cara umum yang terkait dengan sumber alternatif tersebut di atas, terdapat
beberapa metode untuk mengidentifikasi alternatif yang potensial. Seringkali alternatif-alternatif
didapat melalui metode-metode penelitian formal (bila tersedia banyak waktu), tapi berikut
ini disajikan metode-metode yang dengan lebih cepat dapat dipakai untuk mengidentifkasi
alternatif-alternatif. Metode-metode tersebut yaitu:
(1) Analisis tidak ada tindakan (no action/status quo analysis): mengkaji kemampuan
status quo (sebagai salah satu alternatif) dalam mengatasi masalah serta menjadi garis
dasar pembanding dengan alternatif lainnya.
(2) Survey cepat (quick surveys): dapat dipakai untuk menumbuhkan informasi sejenis
(3) Kajian pustaka (literatur review): dipakai untuk menelusuri solusi-solusi yang berhasil
di banyak tempat.
(4) Perbandingan pengalaman dunia nyata (comparison of real-world experiences).
(5) Koleksi dan klasifikasi pasif (passive collection and classification)
(6) Pengembangan tipologi (development of tipologies)
(7) Analogi, metafor dan sinektis (analogy, metaphor, and synectics): mencari alternatif
dari kasus serupa atau permasalahan serupa.
(8) Curah gagas (brainstroming): menjaring banyak ide.
(9) Perbandingan dengan yang ideal (comparison with an ideal): untuk mengidentifikasi
kurun (range) kemungkinan-kemungkinan dan mendorong kita untuk berpikir lebih luas.
Secara lebih jelas, tiap metode dibahas lebih lanjut di bawah ini.
IV-B—3
Analisis tidak ada tindakan (no action / status quo analysis)
Dari segi kepraktisan, ada baiknya memberitahu mitra analis lain atau teman-teman
sesama keahlian bahwa kita sedang bekerja mengatasi permasalahan baru, terutama dalam
tahap pengembangan alternatif solusi. Mereka mungkin mempunyai usulan atau nasehat tentang
alternatif-alternatif yang mungkin kita pakai.
Cara yang lebih formal dapat dilakukan dengan mengadakan wawancara lewat telpon
(atau e-mail) terhadap analis-analis dan pakar-pakar dalam bidang perencanaan untuk
mendapatkan ide-ide alternatif. Mereka mungkin menghadapi problema yang serupa sehingga
kita akan dapat membuat daftar kemungkinan alternatif dari kasus-kasus serupa maupun
berdasar nasehat kepakaran dari mereka.
Cara lain untuk survei cepat dilakukan dengan pertemuan dengan masyarakat, dengar
pendapat umum, temu para editor media massa, surat-surat dari pembaca, dan sejenisnya.
Karena prinsip survei cepat adalah mengumpulkan sebanyak mungkin ide alternatif, bukan
untuk mengukur bobot tiap variasi alternatif, maka penetapan perwakilan sampel tidak menjadi
masalah.
Melewatkan pustaka sebagai salah satu sumber alternatif merupakan tindakan yang
keliru. Buku dan jurnal bidang perencanaan dan analisis kebijakan mungkin mengandung
kasus-kasus yang dapat menjadi sumber alternatif. Pustaka bidang terkait (misal: perumahan,
pendidikan, kualitas air) perlu juga dikaji sebagai sumber alternatif yang pernah diterapkan di
suatu tempat (berhasil ataupun gagal) dan juga dapat mengandung alternatif kebijakan yang
mungkin belum pernah dicoba.
IV-B—4
Perbandingan pengalaman dunia nyata (comparison of real-world experiences)
Meskipun dengan metode kajian pustaka maupun survei cepat didapat ide-ide
alternatif dari kebijakan dan pengalaman nyata, tapi penting juga membuat daftar khusus
alternatif yang diangkat dari pengalaman nyata lingkungan atau kasus serupa secara tersendiri.
Dalam hal ini, informasi dapat dilengkapi dengan mengapa alternatif tersebut diterapkan?;
seperti apa alternatif-alternatif lain yang disingkirkan?; apakah alternatif terpilih dimodifikasikan
dalam proses implementasi?; siapa yang mendukung dan siapa yang menentang alternatif
terpilih? dan sebagainya. Kasus demi kasus dikomparasikan. Maksud analisis komparasi ini
bukan untuuk memilih alternatif terbaik, tetapi untuk membuat daftar alternatif yang mungkin
yang menurut pengalaman nyata dapat diimplementasikan.
Disamping secara aktif, seorang analis melakukan pencarian ide alternatif; ia pun perlu
menerima (secara pasif) ide-ide alternatif dari pihak-pihak lain, misal: LSM, para advocat, dan
sebagainya. Analis perlu mengumpulkan ide-ide tersebut secara sistematis dan
mengklasifikasikannya. Ide-ide tersebut mungkin disimpan dalam bentuk aslinya atau sudah
dimodifikasi (agar mudah dikomparasikan).
Solusi yang mungkin dipakai dapat muncul dari kajian analogis terhadap kasus -kasus
di masa lampau. Pendekatan ini disebut "analogi", "metafor", atau "simile", meminjam istilah-
istilah dari bidang sastra. Ketiga istilah ini, dalam hal pengembangan alternatif, dianggap sama
dan diartikan sebagai pencarian alternatif solusi-solusi dengan mengkaji situasi-situasi serupa
(meskipun dari bidang yang berbeda). Terdapat empat macam analogi, yaitu: (a) analogi
personal, (b) analogi langsung, (c) analogi simbolis, dan (d) analogi fantasi.
IV-B—5
Analogi personal dilakukan dengan memasukan diri sendiri (si analis) ke situasi
problema untuk memudahkan mencoba alternatif solusi bagi problema tersebut (semacam
survei berpartisipasi) sebagai pengembang lahan untuk mencoba mencari alternatif-alternatif
solusi bagi pengembangan lahan.
Analogi langsung dilakukan dengan menelusuri solusi-solusi bagi problema lain.
Misal: solusi yang dilakukan binatang dalam menghadapi hawa dingin dapat dijadikan salah
satu alternatif untuk konservasi energi.
Analogi simbolis menggunakan citra obyektif dan impersonal untuk menjelaskan
masalah. Analogi ini bersifat kualitatif (dan bukan kuantitatif) dan ditumbuhkan dengan cara
asosiasi (pengkaitan). Dalam hal ini, analis mencoba mengembangkan alternatif yang secara
estetika memuaskan daripada secara teknologis akurat.
Analogi fantasi memungkinkan analis untuk "bermimpi" alternatif-alternatif yang ideal
(tanpa memikirkan kendala-kendala yang ada). Terhadap alternatif-alternatif yang
dikumpulkan, kemudian diterapkan kendala sedikit demi sedikit sehingga didapat alternatif
yang kurang "bermimpi". Analogi fantasi ini berguna dalam awal pengembangan alternatif untuk
menstimulasikan pemikiran tentang alternatif solusi yang mungkin.
Forum curah gagas merupakan sesi kreatif untuk menghasilkan daftar ide solusi
permasalahan. Forum seperti ini dapat dihadiri secara terbatas oleh para anggota staf yang
menangani suatu masalah saja atau secara meluas dihadiri oleh banyak staf, pakar dan
konsultan. Proses pertemuan dilakukan secara terstruktur. Pertama, ide-ide dibiarkan tumbuh
dan muncul tanpa dikritik dan evaluasi dijaga agar sedikit mungkin terjadi. Pada sesi
berikutnya dilakukan evaluasi mungkin tidaknya ide alternatif solusi tersebut. Alternatif-
alternatif yang mungkin kemudian diurutkan dan dibuat daftarnya. Dalam forum curah gagas
terjadi beberapa hal yaitu: efek reaksi berantai (ide seorang peserta akan mendorong respon
ide-ide lain dari peserta lainnya), dampak persaingan (ide seseorang akan disaingi oleh ide-ide
orang lain, dan kompetisi akan mendorong peserta berpikir lebih keras), dan pengkuatan
positif (ide bertambah terus, sedangkan kritik dijaga agar minimum). Tumbuhnya banyak ide
karena seseorang tidak perlu malu atau takut idenya akan ditentang atau tidak terpakai).
Dalam menjalankan forum curah gagas, Osborn (1963: 156) menyarankan aturan
dasar, sebagai berikut:
(1) Kritik ditunda dulu sampai sesi kedua (sesi evaluasi dan pengurutan)
(2) "Ide gila" diperbolehkan: semakin "liar" ide, semakin baik (nantinya, lebih mudah
menjinakkan daripada meliarkan)
(3) Kuantitas diinginkan: lebih banyak ide muncul, lebih banyak ide bagus yang dapat dipilih.
IV-B—6
(4) Kombinasi dan perbaikan dicari: idea seseorang dapat diperbaiki dan ditingkatkan oleh
orang lain dan ide beberapa orang dapat digabung dan dikombinasikan menjadi ide yang
lain lagi.
Petunjuk lainnya meliputi: bekerja sebagai satu grup yang utuh (tidak dibagi-bagi menjadi
beberapa grup kecil), mencatat semua ide tanpa kecuali, mendorong tiap orang untuk
menyumbang ide tanpa kuatir idenya tidak berguna, berfokus pada problema spesifik agar
ide-ide dapat terarah.
Kelemahan utama metode curah gagas terletak pada kesulitan untuk mencegah
terjadinya kritik terhadap ide-ide (terutama yang dianggap ide "konyol"). Kelemahan lain
terjadi pada kecepatan pencatatan ide (kadangkala ada ide yang terlewat untuk dicatat karena
gencarnya ide muncul)
Menurut pengalaman, forum curah gagas yang terdiri dari empat sampai dua belas
peserta merupakan forum yang paling baik. Jumlah peserta tidak harus ganjil (pada pembuatan
keputusan harus ganjil). Ide-ide yang muncul dalam curah gagas kemudian diseleksi oleh orang
yang tidak ikut menyarankan ide tersebut. Pada sesi sesudah curah gagas dilakukan
katagorisasi dan penghalusan ide (penambahan, pengurangan, penyisipan, penajaman).
Dalam metode ini, kita pikirkan alternatif yang paling ideal. Setelah itu, tambahkan
kendala-kendala sehingga muncul alternatif-alternatif lain yang mendekati ideal. Kadang
memungkinkan menghapus kendala sehingga alternatif ideal dapat direalisasikan. Meskipun
yang ideal tidak mungkin diwujudkan, tapi berpikir tentang alternatif ideal mendorong kita
melahirkan alternatif-alternatif lain yang menuju atau mengarah ke alternatif yang ideal.
Setelah mengumpulkan alternatif-alternatif yang pernah ada dari kasus-kasus masa lalu
dan kasus -kasus serupa, dan dari lokasi-lokasi berbeda, kita masih dapat melahirkan atau
menciptakan alternatif-alternatif yang baru sama sekali. Pustaka yang ada sampai saat ini tidak
banyak menjelaskan petunjuk cara untuk menciptakan alternatif, kecuali meminta kita untuk
kreatif.
Christopher Alexander (1964), dalam hal penciptaan sesuatu yang baru menyarankan
untuk melakukan "dekomposisi". Caranya: problema dilihat unsur-unsur dan susunannya;
dikaji interaksi antar unsur; kemudian dilakukan cara penyusunan yang lain terhadap unsur-
unsur tersebut, yang dirancang sebagai solusi.
IV-B—7
Cara lain (meskipun agak mirip) untuk penciptaan hal baru dari suatu sistem yang rumit
dapat dilakukan dengan pendekatan morfologis. Sistem diurai komponen-komponennya;
bentuk-bentuk yang mungkin terjadi diidentifikasi; bentuk sub-sub sistem dikombinasikan
dengan semua cara yang memungkinkan untuk mendapatkan rancangan sistem yang potensial.
Peter May (1981: 235-240) menyarankan cara menciptakan alternatif dengan metode
yang mirip dengan pendekatan dekomposisi dan morfologis. Ia menyarankan suatu kajian awal
"manipulasi yang mungkin" (feasible manipulations) yang dapat menghasilkan alterantif-
alternatif baru. Manipulasi dapat dilakukan dengan cara matriks, seperti contoh format di
bawah ini:
Kurun manipulasi
Varia bel kebijakan
Terbatas Sedang-sedang Luas
Osborn (1963: 286-287) menyarankan bahwa untuk menciptakan suatu alternatif baru
dapat dilakukan dengan memodifikasi alternatif "lama". Caranya meliputi :
(1) membesarkan (memperbesar, meninggikan, memperpanjang; menambah sumberdaya;
diterapkan lebih sering; dikalikan; diperluas; ditambah komponen baru);
(2) mengecilkan (memperkecil, memperpendek, mempersempit, memperendah, memperingan;
meminiaturisasikan, menghapus; memindahkan; memisahkan);
(3) mengganti (menukar posisi komponen; menggeser tatanan; memakai bahan yang berbeda;
mengganti lokasi; mengganti sponsor).
(4) mengkombinasikan (memadukan dua pendekatan; mengkombinasikan unit-unit;
mengkombinasikan proses-proses; mengkombinasikan sponsor-sponsor).
(5) menyusun kembali (membalik, mengubah urutan, mempercepat, memperlambat,
mengacak, menempatkan pada suatu pola).
Untuk mendapatkan alternatif baru dapat juga dilakukan dengan mengganti :
(6) lokasi (lokasi tunggal vs. lokasi ganda; tapak tersebar, pengaturan linier; permanen vs.
temporer; bergerak, memutar, memadat, berserakan, bercampur atau terpisah; berlapis
atau tegak urut; bawah tanah, atas tanah; penggunaan kembali adaptif);
(7) waktu (dipercepat, ber-antara, urut, berbarengan; tercapai dalam jangka pendek, diulur
dalam jangka panjang; berbagi sumberdaya dalam waktu yang sama);
(8) pendanaan (pajak atau iuran; pemberian harga marginal atau biaya rata-rata; pembayaraan
berdasar kemampuan membayar atau berdasar keuntungan atau manfaat yang diperoleh;
deduksi, subsidi sebagian, subsidi penuh);
IV-B—8
(9) pengorganisasian (sentralisasi, desentralisasi; serbaguna, guna khusus; bermandat,
teregulasi; tergantung keputusan seseorang, dengan atau tanpa insentif; diberlakukan atau
sukarela).
Lokasi pengambilan keputusan, sumber pengaruh, dan resiko yang berbeda-beda dapat juga
melahirkan alternatif baru:
(10) tempat mengambil keputusan (organisasi atau individual yang ada; organisasi atau
individual baru; dipilih atau ditunjuk; teknis atau politis);
(11) sumber pengaruh (tekanan dari pemakai, penyedia, penengah; pihak-pihak yang
mendapat keuntungan);
(12) manajemen resiko (mendorong penerapan lewat garansi, asuransi, atau penyembuhan,
pembetulan).
Di atas telah disajikan metode-metode alternatif yang ada dan penciptaan alternatif baru.
Keduanya memang tidak mudah dibedakan. Meskipun demikian, penelusuran difokuskan
sebagai pencarian, sedangkan penciptaan merupakan kegiatan kreatif.
Daftar Acuan
Alexander, Christopher. 1964. Notes on the Synthesis of Form. Harvard University Press
Cambridge, MA.
Athey, Thomas H. 1982. Systematic Systems Approach. Prentice-Hall, Englewood Cliffs,
NJ
IV-B—9
Braybrooke, David; dan Lindblom, Charles E. 1963. A Strategy of Decision. The Free Press
New York.
Brightman, Harvey J. 1980. Problem Solving: A Logical and Creative Approach. College
of Business Administration, Georgia State University, Atlanta.
Dunn, William N. 1981. Public Policy Analysis: An Introduction. Prentice-Hall, Englewood
Cliffs, NJ.
May, Peter J. 1981. "Hints for Crafting Alternative Policies". Policy Analysis 7 no. 2 (spring
1981), pp. 227-224.
Osborn, Alex F. 1963. Applied Imagination: Principles and Prosedures of Creative
Problem -Solving. 3rd Edition. Charles Scribner's Sons, New York.
IV-B—10
BAHAN KULIAH BAB IV
ARTIKEL C
Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh: Achmad
Djunaedi.
Pengantar
Teknik Skenario
Pengertian Skenario
Skenario merupakan istilah umum, yang berarti rincian proses untuk menghasilkan
sesuatuu produk; misal dipakai juga dalam pembuatan film sinetron; yang dalam hal itu,
skenario dipakai oleh sutradara untuk membuat film dari adegan ke adegan yang berikutnya.
Dalam perencanaan wilayah, skenario digambarkan sebagai upaya untuk "menulis
sejarah ke masa depan". Sejarah dalam arti tahap demi tahap kejadian sampai pada akhir
tahun rencana.
IV-C—1
Tipologi dan Morfologi Skenario
Menurut Hirschhorn (1980: hal 172), berbagai jenis skenario dapat dilihat dari tiga
pandangan. Pertama, skenario berdasar tujuan dibandingkan dengan skenario berdasar
proses. Kedua, skenario yang prosesnya dikendalikan oleh kondisi akhir tahun rencana
dibandingkan dengan dikendalikan oleh kondisi awal tahun rencana. Ketiga, skenario yang
dapat dipakai untuk perencanaan dibanding dengan yang dapat dipakai untuk prediksi. Dari
tiga pandangan ini dihasilkan enam macam teknik skenario, seperti terlihat pada gambar
morfologi skenario di bawah ini.
Teknik idealisasi (Idealization) ini meliputi tiga langkah. Pertama, ramalkan kondisi akhir
tahun rencana. Kedua, tentukan kondisi akhir rencana yang ideal (diinginkan). Ketiga,
susun proses berdasar alur ke kondisi akhir yang diramalkan tapi di tengah jalan digeser
menuju ke kondisi akhir yang diidam-idamkan. Tiga langkah tersebut dapat dilukiskan
sebagai terlihat pada gambar berikut:
IV-C—2
Gambar IVC-2: Skenario idealisasi
(Sumber: Hirschhorn, 1980: hal. 174, Figure 2 dengan sedikit modifikasi)
2. Prophecy
Propesi berkaitan dengan istilah "prophet" yang berarti "nabi". Teknik ini bersifat
pembuatan prediksi ke masa depan, tapi berdasar pada keyakinan yang ideal, utopian
(suatu kondisi yang dianggap seharusnya dan dianggap pasti akan terjadi). Kiamat
merupakan salah satu contoh prediksi berdasar propesi.
3. Simulation
Teknik simulasi merupakan teknik prediksi berdasar suatu model tertentu dengan input
data kondisi eksternal (data kuantitatif). Proses simulasi (bisa dilakukan dengan komputer)
menghasilkan suatu prediksi kondisi enternal di masa depan yang diakibatkan oleh prediksi
kondisi eksternal dan menuruti model (rumus matematis) yang terpakai. Teknik simulasi ini
dapat juga menghasilkan output berupa peta. 1
4. Developmental
1
Lihat Figure 10-2 dalam buku Chapin dan Kaiser, 1979, Urban Land Use Planning, Third Edition,
University of Illinois Press, Urbana, hal. 346
IV-C—3
tidak menuju pada kondisi "ideal" tapi menuju pada "kondisi yang paling mungkin dapat
dicapai" (belum tentu ideal).
IV-C—4
Kelompok Skenario berdasar hasil akhir:
Dua teknik dalam kelompok ini berupa "delphi", yaitu kelompok pakar yang mengemukakan
pendapatnya dan berdiskusi.
5. Value delphi
Value delphi digunakan untuk perencanaan. Tiap anggota diskusi ditanya "seperti apakah
hasil akhir (pada suatu tahun masa depan) seharusnya berujud?". Kata "seharusnya"
disini menunjukkkan rencana (yang dicita-citakan; berdasar nilai yang diyakini).
Technology atau social system delphi dimanfaatkan untuk membuat prediksi ke masa
depan. Dalam teknik ini, misal tiap pakar anggota sidang diskusi ditanya "seperti apa hasil
akhir cenderung akan berujud ?" (menurut logika dan asumsi tiap pakar dengan
mempertimbangkan perkembangan teknologi dan atau sistem sosial ke masa depan).
Pengertian teknik pohon keputusan (decision tree) dijelaskan oleh Krueckeberg dan
Silvers (1974: hal 63), yaitu suatu teknik pengembangan alternatif-alternatif rencana dengan
mengkombinasikan beragam komponen rencana. Contoh, lihat gambar di bawah ini.
IV-C—5
Evaluasi dan Pemilihan
V Alternatif Rencana
Tujuan Instruksional
Setelah selesai mengikuti Bab V ini, peserta kuliah diharapkan telah mengenal dan
memahami cara-cara (metode dan teknik) evaluasi dan pemilihan alternatif rencana.
Sasaran Instruksional
Untuk mencapai tujuan di atas, dirumuskan sasaran-sasaran yaitu untuk mengenali dan
memahami hal-hal sebagai berikut:
1) Perbedaan pengertian “evaluasi” dan “pemilihan” alternatif rencana
2) Metode/teknik evaluasi partial
3) Metode/teknik evaluasi komprehensif.∗ )
Bahan Bacaan
Bahan bacaan di bawah ini disusun tidak berdasar urut abjad nama penulis, tapi
berdasar urutan isi tulisan dalam menanggapi sasaran-sasaran instruksional di atas.
∗
) Selain metode/teknik ini, evaluasi dan pemilihan alternatif juga dapat dibantu dengan antara lain: teknik
programasi linier (untuk mencari solusi yang optimal), analisis dampak lingkungan, dan analisis dampak
sosial.
V—1
Bahan Pustaka (Lanjutan)
Bahan Bacaan Pustaka Asli/Sumber
Kode Judul
Artikel Pemilihan Alternatif Bracken, I. (tahun tidak jelas). Urban Planning
V-B Rencana Methods, "Evaluation and Monitoring",
Methuen, pp. 68-99.
Hill, M. 1968. "A Goals-Achievement Matrix for
Evaluating Alternative Plans", Journal of
American Institute of Planners, Vol. 34, No.
1, Jan. 1968, pp. 185-207.
McLoughlin, J. Brian. 1969. Urban and Regional
Planning: A Systems Approach. Faber and
Faber, London. Chapter 10: "Plan Selection:
Choosing the Desired Course", pp. 263-278.
Patton, C.V. dan Sawicki, D. S. 1986. Basic Methods
of Policy Analysis and Planning. "Displaying
Alternatives and Selecting Among Them", pp.
260-297.
V—2
BAHAN KULIAH BAB V
ARTIKEL A
Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh:
Achmad Djunaedi.
V-A—1
Teknik Evaluasi Partial
Penilaian Finansial
Penilaian finansial berkaitan dengan biaya dan pendapatan dari suatu alternatif rencana
yang diprediksikan akan diterima oleh sebuah perusahaan yang melakukan investasi ke proyek
yang direncanakan tersebut. Dengan demikian, teknik ini tepat untuk perhitungan maksimalisasi
keuntungan suatu perusahaan, tidak untuk proyek publik. Meskipun demikian, terdapat bentuk
proyek publik yang didanai dengan investasi suatu perusahaan, misalnya: pembangunan
kembali pusat kota, yang contoh penilaian finansialnya seperti di bawah ini:
V-A—2
ESTIMASI BIAYA DAN PENDAPATAN KAPITAL (Capital Costs and Returns) DARI
ALTERNATIF-ALTERNATIF RENCANA PROYEK PEMBANGUNAN KEMBALI
KOTA
Alternatif rencana: A B C D
Capital Capital Capital Capital Capital Capital Capital Capital
costs returns costs returns costs returns costs returns
Revenue Producing 50 60 50 60 50 65 50 65
Investments
Non-Revenue Producing 50 50 60 60 60 60 50 50
Investments
Totals 100 110 110 120 110 125 100 115
Proportionate return over cost - 10% - 9% - 13.5% - 15%
Sumber: Lean, “Economic Studies and Assessment of Town Development” dalam Journal
of Town Planning Institute, April 1967.
Teknik minimasi biaya ini hanya cocok dipakai dalam situasi manfaat dari masing-
masing alternatif rencana dapat dianggap sama, sehingga yang dibandingkan hanya biayanya
saja. Dengan kata lain, dicari alternatif yang memerlukan biaya terendah. Biaya dalam hal ini
dapat berupa biaya finansial atau biaya dalam arti luas (misal dalam analisis biaya dan
manfaat). Salah satu teknik minimasi biaya yang populer dalam perencanaan guna lahan adalah
threshold analysis, yang bila dipadukan dengan teknik-teknik lainnya (seperti dianjurkan oleh
Kozlowski) akan mengatasi kritik terhadap analisis tersebut (lihat Gambar 1).
V-A—3
Opsi
pemilihan opsi
Input musan Threshold
tujuan Analysis
Mtode Rencana
Opti- Goals diterima
Planning
masi Achie- Output
Balance
vement
Sheet
Matrix
Opsi
Gambar VA-1: Proses perencanaan: Analisis threshold dan metode-metode evaluasi lainnya
—menurut Kozlowski (Sumber: “The Place and Role of Threshold Analysis in the ‘Model’
Planning Process” dalam majalah Ekistics, November 1971)
V-A—4
BAHAN KULIAH BAB V
ARTIKEL B
Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh:
Achmad Djunaedi.
Pengantar
Dalam beberapa buku acuan tersebut di atas, dibahas tiga macam metode yang umum
dipakai untuk memilih alternatif rencana, yaitu: metode analisis biaya/keuntungan
(cost/benefit analysis), metode lembar neraca (balance sheet) dengan metode
tujuan/pencapaian (goals/achievement). Tiga metode tersebut di bahas satu per satu di
bawah ini.
V-B—1
1. Kutip Tujuan dan Sasaran perencanaan yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya.
Misal ada lima tujuan (a), (b), (c), (d), dan (e).
2. Kumpulkan semua alternatif rencana yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya Misal
ada enam alternatif (A), (B), (C), (D), (E), dan (F).
3. Hitung biaya untuk mencapai tujuan (harus bisa dinyatakan dalam nilai uang sehingga nilai
tiap sasaran bisa dibandingkan).
Misal: Biaya dalam Juta Rp.
Alternatif: A B C D E F
Sasaran:
a dan b 63,7 70,1 62,6 63,3 65,2 69,3
c. 55,3 60,1 64,7 68,3 73,9 64,7
d. 41,3 43,4 48,6 52,7 50,2 49,1
Total biaya 160,3 173,6 175,9 191,3 189,3 183,1
4. Dilihat dari keuntungannya, buatlah urutan (ranking) untuk tiap alternatif dilihat dari tiap
sasaran (ranking merupakan salah satu cara kuantifikasi)
Misal: Ranking tiap alternatif per sasaran (ranking dilakukan per baris/ horisontal))
Alternatif: A B C D E F
Sasaran:
a. 4 6 2 1 3 5
b. 1 6 2 4 3 5
c. 5 6 2 3 1 4
d. 3 1 4 2 6 5
Untuk menjumlahkan nilai ranking perlu dibuat bobot (weight) tiap sasaran.
Misal: bobot a=1; b=5; c=3; d=2
Perhitungan keuntungan dengan mempertimbangkan bobot tiap sasaran sebagai berikut
(bobot dilakukan sevara vertikal):
Alternatif: A B C D E F
Sasaran:
Bobot :
a. 1 4 6 2 1 3 5
b. 5 5 30 10 20 15 25
c. 3 15 18 6 9 3 12
d. 2 6 2 8 4 12 10
Total rank terbobot 30 56 26 34 33 52
V-B—2
5. Dapatkan indeks dengan mengalikan total biaya dengan bobot keuntungan dan indeks
terkecil merupakan alternatif terbaik.
Misal: hasil akhir
Alternatif: A B C D E F
V-B—3
Alternatif A Alternatif B
Keuntungan Biaya Keuntungan Biaya
Tetap berjalan Tetap berjalan Tetap berjalan Tetap berjalan
Produser:
X Rp. a Rp. b -- Rp. d -- -- Rp. b Rp. c
Y il i2 -- -- i3 i4 -- --
Z M1 -- M2 -- M3 -- M4 --
Konsumer:
X1 -- Rp. e -- Rp. f -- Rp. g -- Rp. h
Y1 i5 i6 -- -- i7 i8 -- --
Z1 M1 -- M3 -- M2 -- M4 --
Catatan: X dan X1 adalah pihak yang sama, hanya berbeda peran (demikian juga Y dan Y1,
Z dan Z1).
Terlihat pada tabel di atas bahwa semua pihak ikut menilai (dan tiap pihak dua kali
menilai, dalam peran yang berbeda). Selain itu, isian dapat berupa nilai uang atau deskripsi.
Hal ini memungkinkan untuk menilai tidak hanya aspek ekonomis (efisiensi) tapi juga sosial,
ekonomis (yang biasanya non-kuantitatif).
Kelemahan dari metode ini antara lain:
(1) Meskipun neraca menunjukkan penilaian dari semua aspek, tapi sulit untuk menentukan
pilihan, alternatif rencana yang mana yang lebih baik atau terbaik (karena isian nilai tidak
komparabel atau tidak dapat diperbandingkan).
(2) Penilaian biaya/keuntungan dilakukan terhadap alternatif rencana sebagai kesatuan, bukan
terhadap tiap sasaran (sehingga penilaian kurang rinci).
(3) Sebetulnya, tiap sasaran mempunyai bobotnya sendiri-sendiri, tapi hal ini tidak
dipertimbangkan dalam metode lembar neraca ini.
Metode tujuan/pencapaian
V-B—4
Penilian Alternatif A:
Tujuan/ a b c
sasaran
Bobot 2 1 5
relatif
Penilai Bobot Biaya Keun- Bobot Biaya Keun- Bobot Biaya Keun-
relatif tungan relatif tungan relatif tungan
Group A 3 A D 5 E -- 1 Q R
Group B 1 H -- 4 -- R 2 S T
Jumlah X1 Y1 X2 Y2 X3 Y3
Hasil penilaian tiap alternatif dikomparasikan (misal sasaran hanya a dan b):
Tujuan/ a b
sasaran
Bobot 2 1
relatif
Penilai Bobot Alternatif Alternatif Bobot Alternatif Alternatif
relatif A B relatif A B
Group A 3 +6 -6 3 -3 0
Group B 1 -2 +2 2 0 -2
Jumlah +4 -4 -3 -2
Hasil : Alternatif A = + 4 - 3 = 1
Alternatif B = - 4 - 2 = -6
Maka Alternatif A lebih baik daripada Alternatif B.
Seperti halnya kedua metode yang lain, metode tujuan/pencapaian ini hanya dipakai
untuk membuat komparasi antara alternatif rencana; bukan untuk menilai apakah suatu
alternatif baik untuk dilaksanakan atau tidak (terserah pada pembuat keputusan).
Hal kritis dalam metode ini menyangkut pemberian bobot relatif terhadap group penilai
maupun terhadap sasaran. Tetapi kesulitan ini dapat diatasi dengan "kesepakatan" antar group
penilai (yang mungkin diwarnai juga oleh pertimbangan sosial-politis).
V-B—5
Every really new idea looks crazy at first.
V-B—6
Penjabaran Rencana ke
Tujuan Instruksional
Setelah selesai mengikuti Bab VI ini, peserta kuliah diharapkan telah mengenal dan
memahami cara-cara (metode dan teknik) analisis kelayakan proyek dalam rangka
menjabarkan rencana ke program/proyek.
Sasaran Instruksional
Untuk mencapai tujuan di atas, dirumuskan sasaran-sasaran yaitu untuk mengenali dan
memahami hal-hal sebagai berikut:
1) Mengenal berbagai aspek dalam analisis kelayakan proyek.
2) Memahami format umum isi analisis/studi kelayakan proyek.
Bahan Bacaan
Bahan bacaan di bawah ini disusun tidak berdasar urut abjad nama penulis, tapi
berdasar ururan isi tulisan dalam menanggapi sasaran-sasaran instruksional di atas.
VI—1
Bahan Pustaka (Lanjutan)
Bahan Bacaan Pustaka Asli/Sumber
Kode Judul
Artikel Studi Kelayakan Husnan, S.; dan Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan
VI-B Proyek Proyek. Edisi Ketiga. Unit Penerbit dan
Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta.
VI—2
LAMPIRAN BAB VI
ARTIKEL A
Pengantar
Kelayakan suatu proyek biasanya diukur dengan empat macam kelayakan, yaitu:
Kelayakan teknis, kelayakan ekonomi dan finansial, kelayakan politis, dan kelayakan
administratif. Keempat kelayakan ini diprediksi sebelum suatu proyek dijalankan. Kelayakan
teknis berkaitan dengan pertanyaan apakah secara teknis, proyek tersebut dapat
dilaksanakan? Misal: apakah jembatan yang diusulkan dapat menahan beban lalu lintas yang
akan terjadi diatasnya? Kelayakan ekonomi dan finansial berkaitan dengan biaya dan
keuntungan, sedangkan kelayakan politis berkaitan dengan perkiraan pengaruh proyek
terhadap berbagai peran atau kekuatan politik di masyarakat dan pemerintahan yang terkait
dengan proyek tersebut. Kelayakan administratif mengukur apakah proyek tersebut dapat
diimplementasikan dalam sistem administrasi pemerintahan yang ada. Satu per satu, tiap
macam kelayakan tersebut di bahas di bawah ini.
Kelayakan Teknis
Dua kriteria prinsip yang termasuk dalam katagori teknis adalah: efektivitas dan
ketercukupan (adequacy). Efektif berarti proyek dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
VI-A—1
Tapi, seringkali ketercapaian tujuan tidak selalu dapat dilacak hanya karena keberadaan
proyek tersebut, sering banyak faktor yang lain ikut mempengaruhi.
Cara paling langsung dan cepat untuk memprediksi kelayakan teknis adalah dengan
cara melihat apakah proyek seperti itu secara teknis dapat dilaksanakan di tempat lain. Tetapi,
perlu diwaspadai faktor-faktor lain yang khas di lokasi mungkin sekali ikut mempengaruhi
keberhasilan proyek di lokasi tersebut, sehingga cara ini pun tidak selalu cocok untuk dipakai.
Beberapa dimensi dalam ke-efektivitas-an meliputi: langsung atau tidakk langsung,
jangka panjang atau jangka pendek, bisa dikuantitatifkan atau tidak, mencukupi atau tidak.
Proyek dikatakan berpengaruh langsung bila pengaruh tersebut memang menjadi tujuan
proyek tersebut; pengaruh tidak langsung merupakan pengaruh ikutan, yang sebenarnya
bukan menjadi tujuan proyek tersebut. Contoh, bila proyek pembangunan mal di temapt
rekreasi pusat kota menciptakan peluang baru berkembangnya kegiatan rekreasi maka ini
dinamakan pengaruh langsung; tapi bila pembangunan ini juga meningkatkan harga tanah
disekitarnya, maka kenaikan harga tanah tersebut merupakan pengaruh tidak langsung.
Katagori pengaruh menjadi jangka panjang dan jangka pendek tergantung macam
program. Seberapa jauh jangka panjang tersebut, sangat relatif, berbeda dari satu program ke
program lain. Sebagai rumus umum, jangka panjang berarti jauh ke masa depan, sedangkan
jangka pendek adalah waktu yang segera tiba. Misal, suatu pembangunan jalur hijau (taman)
dalam jangka pendek mungkin akan menurunkan harga tanah sekitarnya, tapi dalam jangka
panjang mungkin akan menaikkan harga tanah disekitarnya (karena mungkin makin sulit
mencari lahan yang dekat taman yang menyegarkan).
Beberapa pengaruh dapat diukur secara kuantitatif, sedangkan sisanya perlu dicari
cara lain. Contoh: perubahan harga tanah bisa dikuantitatifkan, sedangkan perubahan estetika
lingkungan sulit untuk dikuantitatifkan.
Dalam hal ketercukupan: proyek mungkin tidak dapat mencukupi hal-hal yang
menjadi tujuan atau tidak cukup mengatasi permasalahan. Misal: proyek tidak dapat
membiayai secara penuh semua kegiatan yang diperlukan, jadi harus dipilih kegiatan-kegiatan
utamanya saja (yang taktis).
VI-A—2
Kelayakan Ekonomi dan Finansial
Salah satu alasan mengapa disiplin ekonomi mencapai kepopulerannya dalam analisis
kebijakan adalah karena mempunyai konsep-konsep yang terukur. Analis dan pengambil
keputusan lebih menyukai analisis dan informasi yang "keras" yang dapat dikomunikasikan
dengan istilah-istilah kuantitatif. Tiga konsep yang sering dijumpai dalam kelayakan ekonomi,
yaitu: kriteria yang terlihat dan yang tidak terlihat, dapat atau tidak dapat diukur secara
moneter, dan langsung atau tak langsung diukur dengan analisis biaya-keuntunga (cost benefit
analysis).
Secara umum, biaya dan keuntungan yang terlihat (tangible) adalah yang bisa dihitung
dengan jelas. Biaya dan keuntungan yang dapat diukur secara moneter (moneterizable)
bahkan lebih jauh lagi, yaitu dapat dinyatakan dalam ukuran satuan uang (misal: Rupiah); hal ini
dimungkinkan karena kita dapt mengukurnya di pasaran. Dalam hal langsung atau tidak
langsung, tergantung pada tujuan utama proyek. Keuntungan yang menjadi tujuan utama
merupakan pengaruh langsung. Contoh, pembangunan bendungan dengan pembangkit tenaga
listrik mempunyai pengaruh langsung (direct) yaitu bertambahnya tenaga listrik (yang dapat
diukur secara moneter), disamping itu, mempunyai pengaruh tak langsung (indirect) yaiut
menigkatnya kegiatan rekreasi dan perikanan (yang juga dapat diukur secara moneter).
Pengaruh negatif tak langsung juga dapat muncul, misal dalam contoh bendungan di atas, yaitu
tenggelamnya lahan pertanian menjadi bendungan. Di samping itu, dikenal juga biaya peluang
(opportunity cost), yaitu selisih nilai yang didapat bila tidak ada proyek dengan nilai yang
didapat setelah terkena proyek. Misal, nilai lahan sebelum ada proyek sebesar Rp. 5 juta,
sedangkan setelah terkena proyek menjadi Rp. 2 juta, maka biaya peluangnya adalah Rp. 3
juta.
Efisiensi ekonomis berkaitan dengan pemakaian sumber daya (biaya) yang ada
dalam mencapai keuntungan yang maksimal (maksimal dari segi kepuasan masyarakat).
Catatan: efiseinsi dan efektivitas berkaitan tapi tidak boleh dicampur-adukkan. Sebuah proyek
bisa efisien (hemat dalam pembiayaan), tapi mungkin tidak efektif (tidak mencapai tujuan).
Cara yang populer untuk mengukur efisiensi adalah analisis perbandingan biaya lawan
keuntungan (cost-benefit analysis). Proyek efisien bila nilai keuntungan yang (dapat)
VI-A—3
diperoleh melebihi nilai biaya yang (akan) dikeluarkan. Hal yang perlu diingat dalam mengukur
keuntungan proyek adalah keterbatasan sumber daya (untuk dipakai bersama -sama oleh
banyak proyek). Bila mengukur proyek satu per satu, maka mungkin layak, tapi bila dikaji
pemakaian bersama sumber daya, mungkin sekali tidak layak (kehabisan sumber daya).
Profitabilitas (profitability) merupakan salah satu ukuran yang dipakai pemerintah
daerah dalam mengkaji usulan proyek atau program. Ukuran ini memperlihatkan selisih antara
pendapatan yang akan diterima pemerintah dikurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah berkaitan dengan proyek yang diusulkan. Bila berkaitan dengan proyek
pembangunan fisik (misal: perumahan/ real-estat), profitabilitas ini biasa disebut sebagai analisis
dampak fiskal (fiscal impact analysis).
Efektivitas biaya merupakan ukuran lain, yang berarti dapat mencapai tujuan dengan
biaya yang minimal. Dalam hal ini, semua upaya yang dapat dianggap mencapai tujuan
diperbandingkan dalam hal biaya yang dikeluarkan. Salah satu yang paling sedikit memerlukan
biaya itulah yang paling tinggi efektif biayanya.
Kelayakan Politis
Program atau proyek yang dibiayai dengan dana pemerintah merupakan kebijakan
publik yang harus layak secara politis (dalam arti didukung oleh pihak eksekutif, lagislatif
maupun masyarakat luas pembayar pajak). Dalam kelayakan ini, perlu dicermati pengaruh
proyek yang diusulkan terhadap kekuatan-kekuatan politik. Keuntungan apa saja yang
didapat masing-masing kelompok politik tersebut ? Kajian politik juga berkaitan dengan
keyakinan dan motivasi tiap pemeran politik.
Membuat keputusan apakah suatu proyek layak secara politis merupakan usaha yang
berbahaya, karena yang layak hari ini mungkin tidak layak besok pagi. Situasi politik mudah
berubah. Meskipun demikian, ada lima kriteria kelayakan politis yang dapat dianalisis, yaitu:
dapat diterima tidaknya (acceptability), kesesuaian (appropriateness), merupakan tanggapan
terhadap kebutuhan atau bukan (responsiveness), sesuai perundang-undangan (legality), dan
kesama-rataan (equity).
VI-A—4
Dapat diterima tidaknya (acceptibility) berkaitan dengan: apakah kebijakan (usulan
proyek) tersebut dapat diterima oleh pemeran-pemeran politik dalam proses pengambilan
keputusan ? apakah klien dan pemeran lainnya dapat menerima kebijakan baru ?
Sesuai atau tepat tidaknya (appropriateness) suatu proyek berkaitan dengan jawaban
terhadap pertanyaan: apakah tujuan proyek mengenai sasaran yang dituju atau diperlukan oleh
masyarakat ? Hal-hal yang berkaitan, antara lain: nilai-nilai kemanusiaan, hak-hak masyarakat,
pendistribusian kembali, atau sejenisnya.
Merupakan tanggapan terhadap kebutuhan atau bukan (responsiveness) berkaitan
dengan diterima tidaknya dan sesuai tidaknya tersebut di atas serta persepsi kelompok sasaran
terhadap proyek: apakah merupakan tanggapan terhadap kebutuhan mereka atau bukan ?
Misal, suatu proyek dapat dilaksanakan secara efisien (hemat), efektif (mencapai tujuan yang
diharapkan oleh proyek), tapi ternyata tidak dibutuhkan oleh masyarakat.
Kesama-rataan (equity) berkaitan dengan distribusi pengaruh proyek ke setiap
kelompok masyarakat. Suatu proyek jarang dapat memuaskan semua pihak scara merata.
Tingkat kesama-rataan yang lebih tinggi berarti lebih banyak yang diuntungkan daripada yang
tidak dapat keuntungan dari proyek yang diusulkan. Dalam hal ini, kelayakan ekonomis
(efisien, profitabilitas) biasanya tidak mengindahkan pertimbangan kesama-rataan ini.
Kelayakan Administratif
Bila suatu proyek telah dikaji layak dari segi teknis, ekonomis maupun politis, tapi
tidak dapat diimplementasikan dalam sistem administrasi pemerintahan yang ada, maka proyek
tersebut mendapat masalah. Kelayakan administratif berkaitan dengan: kewenangan
(authority), komitmen kelembagaan (institutional commitment), kemampuan (capability),
dan dukungan organisasional (organizational support ).
kewenangan (authority) untuk mengimplementasikan suatu kebijakan, menjadikannya
suatu program atau proyek, sering merupakan kriteria yang kritis. Apakah institusi yang akan
melaksanakan benar-benar mempunyai wewenang untuk melakukan perubahan yang
diperlukan? Mempunyai wewenang untuk bekerja sama dengan instansi terkait? Untuk
menentukan prioritas ?
VI-A—5
Komitmen kelembagaan (institutional commitment) dari lembaga atasan dan
lembaga bawahan merupakan hal yang penting. Tidak hanya unsur pimpinan, tapi juga unsur
pegawai pelaksana harus komit (setuju, taat) terhadap implementasi kebijakan tersebut.
Kemampuan (capability) juga perlu dipunyai, dalam hal sumber daya manusia
maupun pembiayaan. Apakah institusi pelaksana mampu melaksanakan yang diminta ?
Apakah staf dan karyawannya mempunyai ketrampilan atau keahlian yang diperlukan ?
Apakah institusi pelaksana mempunyai kemampuan finansial untuk mengimplemen-tasikan
kebijakan tersebut ?
Dukungan Organisasional (organizational support) juga diperlukan, karena tidak
cukup hanya dengan kewenangan, kemampuan, dan komitmen saja. Apakah dukungan yang
berupa peralatn, fasilitas fisik, dan sebagainya, tersedia ? bila belum tersedia, apakah dapat
disediakan bila kebijakan tersebut dilaksanakan ?
Kelayakan politis ini dapat diilustrasikan dalam hal kerjasama pembangunan prasarana
perkotaan antar dua ibukota kabupaten yang masing-masing berada di dua propinsi yang
berbeda. Bila dua korban berdekatan tersebut membentuk suatu otoritas bersama, timbul
pertanyaan, antara lain: apakah kedua kota tersebut mempunyai wewenagn untuk langsung
bekerjasama? (padahal mereka berada di dua propinsi yang berbeda) — perlu ijin Mendagri
dan Gubernur masing-masing; apakah otoritas yang dibentuk mempunyai wewenagn di dua
wilayah yang berbeda propinsinya? apakah instansi-instansi di kedua propinsi yang berbeda
mau (komit) dan mempunyai wewenang untuk bekerja sama dengan otoritas tersebut?
VI-A—6
LAMPIRAN BAB VI
ARTIKEL B
Disingkat, disadur, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh:
Achmad Djunaedi, Tahun Ajaran 2000.
VI-B—1
(4) Saranan dan fasilitas apa saja yang diperlukan proyek?
(5) Apa saja hasil-hasil yang diharapkan dari proyek dan berapa biaya untuk mewujudkan
hasil-hasil tersebut?
(6) Apa akibat-akibat (dampak) dan manfaat proyek tersebut?
(7) Apa saja langkah-langkah (jadwal dan metode) yang diperlukan untuk menjalankan
proyek tersebut?
Intensitas (kedalaman) studi untuk berbagai proyek berbeda, tergantung pada hal-hal sebagai
berikut:
(a) besarnya dana yang diinvestasikan;
(b) tingkat kepastian/ketidakpastian hasil proyek;
(c) kerumitan (kompleksitas) unsur-unsur yang mempengaruhi proyek.
Suatu studi kelayajan proyek biasanya diperlukan oleh: penanam modal (investor), pemberi
pinjaman modal (kreditur/bank), dan Pemerintah (mengkaji manfaat proyek untuk
perekonomian nasional/daerah).
(6) Aspek Ekonomi dan Sosial; terutama kajian pengaruh proyek terhadap
(a) penghasilan negara
(b) devisa (yang bisa dihemat dan yang bisa diperoleh)
(c) penambahan dan pemerataan kesempatan kerja
(d) industri lain terkait
VI-B—3
(e) kondisi sosial masyarakat sekitar
Sutoyo, S. 19xx. Studi Kelayakan Proyek: Konsep dan Teknik . Seri Manajemen Nomor
66. LPPM, Jakarta
VI-B—4
Pemanfaatan
VII Perkembangan
Teknologi Informasi
bagi Perencana
Tujuan Instruksional
Setelah selesai mengikuti Bab VII ini, peserta kuliah diharapkan telah mengenal dan
memahami peranan teknologi informasi bagi perencana dan perencanaan kota dan daerah.
Topik-topik yang dibahas mencakup:
(A) Macam perkembangan teknologi informasi.
(B) Kegunaan perkembangan teknologi informasi bagi para perencana dan sumber-
sumber informasinya.
VII—1
dapat kita “ambil” (down-load) dan dicetak di sistem komputer kita. Kita dapat
mengumpulkan banyak contoh rencana strategis dari seluruh dunia.
Selain untuk komunikasi data dan informasi, lewat internet kita juga dapat berkirim
“surat” (e-mail) ke rekan-rekan seluruh dunia dengan mudah dan cepat. Telpon pun mulai
dipakai dengan internet (voice over IP), sehingga kita dapat menelpon berkonsultasi ke rekan
perencana di negara lain dengan biaya pulsa lokal.
VII—2
Kegunaan perkembangan teknologi informasi bagi para perencana
dan sumber-sumber informasinya
Macam teknologi informasi yang telah dibahas di atas akan dapat meningkatkan
kemampuan berkomunikasi antar perencana, kemampuan presentasi grafis (jarak jauh),
penyebaran data dan informasi (termasuk sebaliknya, pengumpulan data dan informasi), dan
kemampuan untuk bekerja bersama secara jarak jauh.
Contoh-contoh kemungkinan pemanfaatan teknologi informasi, antara lain, dapat
dilihat pada web-site: http://gis.mit.edu/. Pada web-site ini ditayangkan informasi kelas
“Emerging Technologies for Planners”. Untuk mengetahui lebih jauh tentang multimedia,
antara lain, silahkan buka web-site: http://www.macromedia.com/ dan http://cu-
seeme.cornell.edu/
Untuk mengenal teknologi virtual reality, antara lain, bukalah web-site:
http://www.sdsc.edu/vrml/ http://www.W3.org/hypertext/WWW/MarkUp/VRML
http://www.cms.dmu.ac.uk/~cph/VRML/ http://vrml.wired.com/
Diantara macam teknologi yang dibahas di atas, GIS merupakan teknologi yang lebih
mapan, sehingga sangat banyak web-sites yang dapat diakses untuk mengenal GIS, yaitu
antara lain:
http://www.usgs.gov/ http://www.census.gov/ http://www.ncgia.ucsb.edu/
http://kai.er.usgs.gov/DataSites/GIS.html http://www.sandia.gov/GIS/gis.htm
http://chagrin.epa.ohio.gov/viewtowww/ http://www.geoplan.ufl.edu/
http://www-ksl.stanford.edu/ http://www.arch.buffalo.edu/pairc/index.html
http://alberti.mit.edu/ http://www.urban.uiuc.edu/ http://imlab9.landarch.uiuc.edu/
http://www.regis.berkeley.edu/ http://www.usc.edu/dept/sppd/index.html
VII—3
Remove the word “problem” from your vocabulary and
replace it with “challenge”.
Life will suddenly become a lot more interesting
and enjoyable.
Donna Watson
VII—4
Penutup
VIII
Seperti telah diutarakan dalam pengantar mata kuliah ini bahwa mata kuliah “Metode dan
Teknik Perencanaan II (MTP II)” ini dirancang terkait dengan metode dan teknik yang
dipakai dalam proses perencanaan kota/wilayah. Dalam hal ini diasumsikan bahwa proses
perencanaan yang dipakai menganut pada pendekatan komprehensif rasional dan
perencanaan strategis. Dalam pendekatan perencanaan komprehensif tersebut, proses
perencanaan meliputi tahap-tahap secara umum, sebagai berikut: (1) pengumpulan dan
pengolahan data; (2) analisis perencanaan; (3) perumusan tujuan dan sasaran perencanaan;
(4) pengembangan alternatif dan pemilihan alternatif terbaik; dan (5) penyusunan dokumen
perencanaan. Dua tahap yang pertama telah terliput dalam mata kuliah “Metode dan Teknik
Perencanaan I (MTP I)”, sedangkan MTP II mencakup tiga tahap setelah itu, yang dimulai
dengan tahap perumusan tujuan dan sasaran perencanaan. Untuk mendukung proses
perencanaan strategis, dalam mata kuliah ini ditambahkan metode dan teknik analisis SWOT.
Analisis SWOT ini juga dapat dimanfaatkan dalam tahap analisis dalam proses perencanaan
komprehensif (yang dimodifikasi).
Indonesia terkenal dengan keragaman budayanya serta kondisi lingkungannya yang
berbeda-beda antar wilayah atau kota. Untuk itu diharapkan para mahasiswa dapat
mengembangkan metode dan teknik yang telah dipelajari dalam mata kuliah ini, dalam arti
melakukan penyesuaian dengan kondisi setempat, baik kondisi teknis maupun kondisi sosial-
ekonomi-budaya.
Selain itu, seperti telah didiskusikan di kelas, sosialisasi proses perencanaan kepada
masyarakat sangat penting. Adanya persepsi yang sama atau adanya pemahaman atas proses
perencanaan wilayah dan kota akan memperlancar perencanaan yang dilakukan. Misal, dalam
perumusan tujuan yang memerlukan partisipasi masyarakat luas, akan lebih lancar bila
sosialisasi tentang perencanaan telah dilakukan.
Meskipun asumsi dasar mata kuliah ini pada pendekatan perencanaan komprehensif
dan strategis, tapi beberapa metode dan teknik yang telah dip elajari mungkin masih dapat
dipakai dalam konteks pendekatan perencanaan yang lain, tapi sebagian mungkin tidak sesuai
lagi. Untuk itu, kita semua perlu selalu siap belajar lagi—dan kita perlu sadari bahwa
VIII—1
“pendidikan seumur hidup” (long-life education) memang perlu untuk kita lakukan demi
masa depan dan “aktualisasi diri” kita.
Demikian pula, perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat akan dapat pula
mempengaruhi cara kita melakukan analisis dan menyusun rencana kota. Berkaitan dengan ini,
para mahasiswa diharapkan dapat selalu mengikuti perkembangan teknologi tersebut dan
memanfaatkannya bagi perencanaan.
VIII—2