Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pada tanggal 1 maret 1942, ketika tentara jepang masuk ke Indonesia melalui pantai
utara jawa, mereka diterima baik oleh rakyat indonesia. Rakyat indonesia dihadapkan
pada kenyataan – kenyataan pahit, sang merah putih dilarang berkibar, lagu indonesia
raya dilarang berkumandang, penerbitan majalah dan koran diawasi ketat, bahkan
dilarang terbit.
Keadaan yang serba tidak menentu itu membuat rakyat indonesia merasakan berbagai
rasa. Rasa takut, rasa ngeri, kesal, jengkel dan dendam. Banyak tokoh dan sastrawan
indonesia yang tidak dapat menerima sikap dan perlakuan jepang pada masa
pendudukannya. Selama masa pendudukan jepang terdapat berbagai corak dan sikap
rakyat Indonesia yang tercermin dari karya – karya sastra pada zaman itu.
Dalam pembahasan makalah ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui kapan
lahirnya sastra pada masa pendudukan jepang, mengenal sastrawan dan karya sastranya
pada masa itu, serta memahami karakteristik dari sastra – sastra pada masa penjajahan
jepang.
BAB II
PEMBAHASAN
Sastra Indonesia pada zaman jepang memiliki nama yang bermacam – macam, H.B.
Jassin, misalnya mengatakan angkatan ’42 disebut juga angkatan dimasa jepang atau
angkatan perang dunia kedua. Berbeda dengan H.B. Jassin, Ayib Rosidi menyebutkan
sastra Indonesia zaman jepang ini dengan istilah 1942 – 1945. hal itu disebabkan aktivitas
sastrawan tidak hanya terbatas pada tahun 1942 saja, tetapi juga dilakukan selama kurun
tentara jepang melawan musuh, dan diharapkan semangat itu menjadi semangat
bangsa Indonesia.
kesewenangan jepang.
c. Rasa benci, dendam dan berontak terhadap keadaan yang mencekam oleh
situasi
kemenangan
j. Simbolik, yaitu lambang atau lukisan mengenai sikap, tingkah laku atau
Tentang klarakter sastra angkatan ’42 ini H.B. Jassin mengatakan bahwa tidak banyak
terdapat perbedaan dengan pujangga baru. Kedua angkatan itu penuh dengan hasrat
romantic. Hanya pada angkatan ’42 hasrat itu lebih keras, lebih berbentuk, dan berakar
pada realitas. Dengan singkat pujangga baru dapat dikarakterisasikan romantis – idealis,
dan angkatan ’42 romantis – realistis. Keduanya berhasrat kemerdekaan, tetapi angkatan
Ayip Rosidi mengemukakan bahwa masa jepang adalah masa pematangan, hal ini
dipicu oleh situasi perang dan penderitaan lahir dan batin bangsa indonesia ketika dijajah
jepang yang lebih kejam daripada penjajah sebelumnya. Hal ini tampak pada puisi – puisi
Chairil Anwar Dan prosa Idrus. Bahasa indonesia yang digunakan sebagai medium
Karya sastra mempunyai kemungkinan yang tak terbatas, bahasa yang digunakan
bukan lagi bahasa baku yang terpisah dari kehidupan, tetapi bahasa sehari – hari yang
Kata – kata dipilih dengan cermat, teliti bahkan sampi pada intinya. Selain itu, kata –
kata yang digunakan bukan hanya memberikan gambaran atau tanggapan terhadap
kehidupan, melainkan dapat menjelmakan kehidupan itu sendiri. Setiap kata, kalimat,
paragrap dipertimbangkan secara matang, bahasa perbandingan yang penuh retorika yang
menjadi ciri pengarang pujangga baru telah mereka tinggalkan, gaya penulisan pun
disederhanakan. Demikian juga pokok persoalan yang dikemukakan bukan lagi hal – hal
Jika dibandingkan dengan karya sastra pujangga baru, karya – karya zaman jepang
seperti radio masyarakat (Rosihan Anwar) dan kapal udara (Maria Amin) akan tampak
bahwa ciri karya sastra masa jepang merupakan transisi pujangga baru ke angkatan 45
yang oleh Ayip Rosidi dikatakan sifat – sifatnya yang realitas menyodorkan idealistis.
Pada masa jepang banyak sastrawan yang muncul dengan karya berbentuk sajak,
1. Usmar Ismail,
Karya – karyanya : kita berjuang ( sajak), pujangga dan cita – cita (sajak),
2. Nursyamsu
3. Maria Amin
4. Idrus
okh…(cerpen)
5. Rosihan Anwar
Karyanya : seruan lepas (sajak), kisah diwaktu pagi (sajak), untuk saudara
6. Amal Hamzah
7. Chairil Anwar
8. Anas Ma’ruf
Karyanya : nyalakan terus (sajak), tabah berjihad (sajak), kenali diri sendiri
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
sastrawan Indonesia merasa ragu – ragu dan bimbang karena tidak tahu akan tujuan
jepang yang sebenarnya, selalu diliputi ketakutan, rasa benci terhadap tindakan dan
perlakuan jepang. Namun para sastrawan Indonesia bersikap hati – hati. Dampak dari
3.2 Saran
Dalam pembahasan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh
dari sempurna, hal ini dikarenakan terbatasnya bahan dan panduan dalam penyelesaian
makalah ini. kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pengguna untuk perbaikan kedepannya. Semoga ini bermanfaat bagi kita semua.
Daftar Pustaka
Badudu, J.S. 1985. Pelik – Pelik Bahasa Indonesia. Bandung : Pustaka Prima.