You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada tanggal 1 maret 1942, ketika tentara jepang masuk ke Indonesia melalui pantai

utara jawa, mereka diterima baik oleh rakyat indonesia. Rakyat indonesia dihadapkan

pada kenyataan – kenyataan pahit, sang merah putih dilarang berkibar, lagu indonesia

raya dilarang berkumandang, penerbitan majalah dan koran diawasi ketat, bahkan

dilarang terbit.

Keadaan yang serba tidak menentu itu membuat rakyat indonesia merasakan berbagai

rasa. Rasa takut, rasa ngeri, kesal, jengkel dan dendam. Banyak tokoh dan sastrawan

indonesia yang tidak dapat menerima sikap dan perlakuan jepang pada masa

pendudukannya. Selama masa pendudukan jepang terdapat berbagai corak dan sikap

rakyat Indonesia yang tercermin dari karya – karya sastra pada zaman itu.

1.2 Rumusan masalah

- Kapan lahirnya sastra masa pendudukan jepang

- Siapa saja sastrawan pada masa pendudukan jepang.

- Bagaimanakah ciri dan karakteristik sastra pada masa pendudukan jepang.


1.3 Manfaat

Dalam pembahasan makalah ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui kapan

lahirnya sastra pada masa pendudukan jepang, mengenal sastrawan dan karya sastranya

pada masa itu, serta memahami karakteristik dari sastra – sastra pada masa penjajahan

jepang.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lahirnya Sastra Pada Masa Pendudukan Jepang

Sastra Indonesia pada zaman jepang memiliki nama yang bermacam – macam, H.B.

Jassin, misalnya mengatakan angkatan ’42 disebut juga angkatan dimasa jepang atau

angkatan perang dunia kedua. Berbeda dengan H.B. Jassin, Ayib Rosidi menyebutkan

sastra Indonesia zaman jepang ini dengan istilah 1942 – 1945. hal itu disebabkan aktivitas

sastrawan tidak hanya terbatas pada tahun 1942 saja, tetapi juga dilakukan selama kurun

waktu antara 1942 sampai dengan 1945.

Corak isi karya sastra zaman jepang, yaitu :

a. mencerminkan kekaguman, pujian dan simpati terhadap kegagah beranian

tentara jepang melawan musuh, dan diharapkan semangat itu menjadi semangat

bangsa Indonesia.

b. Keragu – raguan dan kebingungan menghadapi keadaan tak menentu karena

kesewenangan jepang.

c. Rasa benci, dendam dan berontak terhadap keadaan yang mencekam oleh

tindakan pendudukan jepang

d. Sikap tawakal kepada tuhan karena terpaksa menahan penderitaan

e. Sikap orang berkepala dua yang mengeruk keuntungan dan memanfaatkan

situasi

f. Pujian terhadap pejuang muda Indonesia yang mulai bangkit


g. Sikap tegas pemuda indonesia yang bersemangat berjuang untuk mendapatkan

kemenangan

h. Rasa kebangsaan yang kuat dan bersama – sama berjuang.

i. Lukisan sederhana dan mengena yang mengungkapkan kehidupan masyarakat

yang terpoles oleh pendudukan jepang.

j. Simbolik, yaitu lambang atau lukisan mengenai sikap, tingkah laku atau

kehiduupan dengan menceritakan keadaan hewan atau tumbuhan.

2.2 Karakteristik Sastra Angkatan Jepang

Tentang klarakter sastra angkatan ’42 ini H.B. Jassin mengatakan bahwa tidak banyak

terdapat perbedaan dengan pujangga baru. Kedua angkatan itu penuh dengan hasrat

romantic. Hanya pada angkatan ’42 hasrat itu lebih keras, lebih berbentuk, dan berakar

pada realitas. Dengan singkat pujangga baru dapat dikarakterisasikan romantis – idealis,

dan angkatan ’42 romantis – realistis. Keduanya berhasrat kemerdekaan, tetapi angkatan

’42 lebih terang dan tegas inginkan tanah yang merdeka.

Ayip Rosidi mengemukakan bahwa masa jepang adalah masa pematangan, hal ini

dipicu oleh situasi perang dan penderitaan lahir dan batin bangsa indonesia ketika dijajah

jepang yang lebih kejam daripada penjajah sebelumnya. Hal ini tampak pada puisi – puisi

Chairil Anwar Dan prosa Idrus. Bahasa indonesia yang digunakan sebagai medium

pengungkapan bukan sekedar alat untuk bercerita atau menyampaikan berita,


menyampaikan rengekan yang sanksi, melainkan berfungsi juga sebagai alat pengucapan

sastra yang dewasa..

Karya sastra mempunyai kemungkinan yang tak terbatas, bahasa yang digunakan

bukan lagi bahasa baku yang terpisah dari kehidupan, tetapi bahasa sehari – hari yang

menulang sumsum dan membersit spontan.

Kata – kata dipilih dengan cermat, teliti bahkan sampi pada intinya. Selain itu, kata –

kata yang digunakan bukan hanya memberikan gambaran atau tanggapan terhadap

kehidupan, melainkan dapat menjelmakan kehidupan itu sendiri. Setiap kata, kalimat,

paragrap dipertimbangkan secara matang, bahasa perbandingan yang penuh retorika yang

menjadi ciri pengarang pujangga baru telah mereka tinggalkan, gaya penulisan pun

disederhanakan. Demikian juga pokok persoalan yang dikemukakan bukan lagi hal – hal

yang rumit melainkan kenyataan hidup sehari – hari..

Jika dibandingkan dengan karya sastra pujangga baru, karya – karya zaman jepang

seperti radio masyarakat (Rosihan Anwar) dan kapal udara (Maria Amin) akan tampak

bahwa ciri karya sastra masa jepang merupakan transisi pujangga baru ke angkatan 45

yang oleh Ayip Rosidi dikatakan sifat – sifatnya yang realitas menyodorkan idealistis.

2.3 Sastrawan Dan Karyanya Pada Zaman Jepang

Pada masa jepang banyak sastrawan yang muncul dengan karya berbentuk sajak,

cerpen, drama, roman dan artikel. Mereka itu antara lain :

1. Usmar Ismail,
Karya – karyanya : kita berjuang ( sajak), pujangga dan cita – cita (sajak),

kudengar azan (sajak), dan lain – lain.

2. Nursyamsu

Karyanya : membayar utang (sajak), jeritan malam (sajak), lagu perpisahan

(sajak), sunyi (sajak), pandai besi (sajak).

3. Maria Amin

Karya – karyanya : kapal udara (sajak), aku menyingkir (sajak), penuh

rahasia (artikel), tuan turutlah merasakan (artikel).

4. Idrus

Karyanya : kota harmoni (cerpen), sanyo (cerpen), heiho (cerpen), okh..okh…

okh…(cerpen)

5. Rosihan Anwar

Karyanya : seruan lepas (sajak), kisah diwaktu pagi (sajak), untuk saudara

(sajak), radio masyarakat (cerpen).

6. Amal Hamzah

Karya- karyanya : musik diwaktu malam (sajak), bimbang (sajak), bingkai

retak (cerpen), tuan amin (drama).

7. Chairil Anwar

Karya- karyanya : doa (sajak), Diponegoro (sajak), kepada peminta – minta

(sajak), aku (sajak), 1943 (sajak).

8. Anas Ma’ruf

Karyanya : nyalakan terus (sajak), tabah berjihad (sajak), kenali diri sendiri

(sajak), antara kita (sajak), zaman baru (sajak).


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Zaman penjajahan jepang di Indonesia mendahului terlahirnya angkatan ’45. jepang

menjajah Indonesia terkenal dengan kekejamannya. Akibat dari kekejaman tersebut

sastrawan Indonesia merasa ragu – ragu dan bimbang karena tidak tahu akan tujuan

jepang yang sebenarnya, selalu diliputi ketakutan, rasa benci terhadap tindakan dan

perlakuan jepang. Namun para sastrawan Indonesia bersikap hati – hati. Dampak dari

perlakuan jepang terhadap rakyat Indonesia membuat banyaknya sastrawan yang

bermunculan dengan karya – karyanya yang menggambarkan keadaan dan penderitaan

yang dialami pada waktu itu.

3.2 Saran

Dalam pembahasan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh

dari sempurna, hal ini dikarenakan terbatasnya bahan dan panduan dalam penyelesaian

makalah ini. kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para

pengguna untuk perbaikan kedepannya. Semoga ini bermanfaat bagi kita semua.
Daftar Pustaka

Badudu, J.S. 1985. Pelik – Pelik Bahasa Indonesia. Bandung : Pustaka Prima.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Perioderisasi Kesusastraan

Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

You might also like