You are on page 1of 9

TEORI KEPUASAN KERJA

A. PENGERTIAN
1. Kepuasan Kerja
Blum (Anoraga, 1992) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap
umum yang merupakan hasil dari beberapa sifat khusus terhadap faktor-faktor
pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja. Hal ini
merupakan suatu kondisi yang subyektif dari keadaan diri seseorang
sehubungan dengan senang atau tidak senang sebagai akibat dari dorongan
atau kebutuhan yang ada pada dirinya dan dihubungkan dengan kenyataan
yang dirasakan. Kepuasan kerja adalah erat kaitannya dengan apa yang
diharapkan karyawan dari pekerjaannya sesuai dengan kebutuhan yang
dirasakan.
Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang ia jalankan,
apabila apa yang ia kerjakan telah memenuhi harapan salah satu tujuannya
bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, berarti ia memiliki suatu
harapan dengan demikian ia akan termotivasi melakukan tindakan ke arah
pencapaian harapan tersebut. (Manullang, 1984).Mangkunegara (1993),
mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau
tidak menyokong dari karyawan yang berhubungan dengan kondisi dirinya.
Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek upah
atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan
karyawan lainnya, penempatan kerja jenis pekerjaan, struktur organisasi
perusahaan, mutu pengawasan, sedangkan perasaan yang berhubungan dengan
dirinya antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, pendidikan dan
sebagainya. Karyawan akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek
pekerjaan dan aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek
tersebut tidak menyokong karyawan akan merasa tidak puas.
Menurut Jewell dan Siegall (1998) kepuasan kerja adalah sikap yang timbul
berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Yang merupakan generalisasi
sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang bermacam-macam. Kepuasan kerja erat
kaitannya dengan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan menurut cara karyawan memandang pekerjaan mereka.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan kerja
adalah suatu perasaan dan sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya,
kondisi, situasi kerja, interaksi dan peran karyawan dalam lingkungan kerja yang
berkaitkan dengan kebutuhan yang akan dicapai dengan kenyataan yang ada.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Menurut Burt (Anoraga, 1992) faktor yang menentukan terbentuknya kepuasan
kerja adalah :
a. Lingkungan, terdiri dari tingkat pekerjaan, isi pekerjaan, pimpinan yang penuh
perhatian, kesempatan promosi dan interaksi sosial dan bekerja dalam
kelompok.
b. Faktor individual, terdiri dari jenis kelamin, lamanya bekerja dan tingkat
pendidikan.
c. Rasa aman merupakan situasi tentram dalam kerja, rasa bebas dari tekanan
kebijaksanaan, jaminan dan kelangsungan pekerjaan yang dirasakan pekerja.
d. Kondisi kerja merupakan kenyamanan ruang kerja yang dirasakan dapat
mempengaruhi aktivitas kerja, luas sempitnya ruangan, prgantian udara, terbuka
dan tertutupnya ruangan dan suasana ketenangan kerja.
e. Waktu istirahat, maksudnya adalah istirahat yang resmi diberikan perusahaan,
yang tidak resmi yang dibutuhkan oleh pekerja.
As’ad, (1992) mengemukakan faktor-faktor kepuasan kerja :
a. Faktor pemimpin dan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial
di antara karyawan, sugesti dari teman sekerja, emosi dan situasi kerja.
b. Faktor individu, yaitu yang berhubungan dengan sikap orang terhadap
pekerjaannya.
c. Faktor luar, yaitu dukungan yang berasal dari luar diri individu misalnya
keluarga.
Kepuasan kerja berhubungan erat dengan aspek seperti umur, tingkat pekerjaan
dan ukuran organisasi perusahaan (Jewell dan Siegall, 1998)
a. Umur, ada kecenderungan karyawan yang lebih tua lebih merasa puas dari
karyawan yang berumur relatif lebih muda. Hal ini diasumsikan bahwa karyawan
yang lebih tua telah berpengalaman sehingga ia mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan pekerjaan, sedangkan karyawan usia muda biasanya
mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila
harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan, atau ketidakseimbangan
dapat meyebabkan mereka menjadi tidak puas.
b. Tingkat pekerjaan, karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih
tinggi cenderung lebih puas daripada karyawan yang tingkat pekerjaannya lebih
rendah. Hal tersebut dapat terlihat pada karyawan yang tingkat pekerjaannya
lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif mengemukakan
ide-ide serta kreatif dalam bekerja.
c. Ukuran organisasi perusahaan, ukuran organisasi perusahaan dapat
mempengaruhi kepuasan karyawan. Hal ini karena besar kecil suatu perusahaan
berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi dan partisipasi karyawan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam kepuasan kerja antara lain yaitu : pemimpin dan
karyawan, jenis kelamin, lamanya bekerja dan tingkat pendidikan, lingkungan,
rasa aman, kondisi kerja, umur, tingkat pekerjaan, lingkungan, waktu istirahat,
dukungan yang berasal dari luar diri dan ukuran organisasi perusahaan.
3. Aspek-aspek pengukuran kepuasan kerja
Menurut Jewell dan Siegall (1998) beberapa aspek dalam mengukur kepuasaan
kerja:
a Aspek psikologis, berhubungan dengan kejiwaan karyawan meliputi minat,
ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan ketrampilan.
b. Aspek sosial, berhubungan dengan interaksi sosial, baik antar sesama
karyawan dengan atasan maupun antar karyawan yang berbeda jenis kerjanya
serta hubungan dengan anggota keluarga.
c. Aspek fisik, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi
fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, pengaturan
waktu istirahat, keadaan ruangan, suhu udara, penerangan, pertukaran udara,
kondisi kesehatan karyawan dan umur.
d. Aspek finansial berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan,
yang meliputi sistem dan besar gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas dan
promosi.
Gilmer (dalam As’ad, 1995) berpendapat bahwa ada beberapa aspek yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
a. Kesempatan untuk maju; Adalah ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
b. Keamanan kerja; Aspek ini sering disebut penunjang kepuasan kerja, baik bagi
karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi
perasaan karyawan selama kerja.
c. Gaji; Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan dan jarang orang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
d. Perusahaan dan manajemen; Perusahaan dan manajemen yang baik adalah
yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Aspek ini yang
menentukan kepuasan kerja karyawan.
e. Pengawasan (supervisi); Bagi karyawan, supervisor dianggap sebagai figur
ayah sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan
turn over.
f. Aspek intrinsik dari pekerjaan; Aspek yang menyebabkan seseorang menyukai
pekerjaan karena pekerjaan itu sendiri.
g. Kondisi kerja, Termasuk di sini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran,
kantin dan tempat parkir.
h. Aspek sosial dalam pekerjaan; Merupakan salah satu sikap yang sulit
digambarkan, tetapi dipandang sebagai aspek yang menunjang puas atau tidak
puas dalam kerja.
i. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen
banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya
kesediaan atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat
umum ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa
puas.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan aspek-aspek yang
pengukuran dalam kepuasan kerja karyawan antara lain psikologis, fisik, sosial,
pekerjaan itu sendiri, promosi, gaji dan jaminan sosial, teman sekerja dan aspek
pengawasan atau supervisi.
B. TEORI KEPUASAN KERJA
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian
orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini
juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja.
Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu :
1. Two Factor Theory
Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian
dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene factors.
Pada teori ini ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan
(seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan
dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor
mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau maintainance factors.
Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri
atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam
pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan
pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi
dinamakan motivators.
2. Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan
diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil,
akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah
perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan
seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.
C. PENYEBAB KEPUASAN KERJA
Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki :
225) yaitu sebagai berikut :
a. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Perbedaan (Discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan
mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh
individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima,
orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat
diatas harapan.
c. Pencapaian nilai (Value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan
nilai kerja individual yang penting.
d. Keadilan (Equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat
kerja.
e. Komponen genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini
menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk
menjelaskan kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan pekerjaan.
Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja.
Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan kerja (atasan dan rekan
kerja).
a. Gaji/Upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari
gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga
kerja dan bagaimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan dasar,
uang juga merupakan simbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan dan
pengakuan/penghargaan.
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang
dipersepsikan terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan.
Jika gaji dipersepsikan adil berdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat
ketrampilan individu dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan
tertentu maka akan ada kepuasan kerja.
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tapi jika
gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja tidak lagi tidak puas,
artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan
mempunyai dampak terhadap motivasi kerja seseorang jika besarnya imbalan
disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
b. Kondisi kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan
(uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu
perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan
sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan
kerja.
c. Hubungan Kerja
ϖ Hubungan dengan rekan kerja
Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan pekerjaannya memperoleh masukan
dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yang
setengah jadi) menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya. Misalnya pekerja
konveksi. Hubungan antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak
yang berbentuk fungsional.
Kepuasan kerja yang ada timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada
dalam satu ruangan kerja sehingga dapat berkomunikasi. Bersifat kepuasan
kerja yang tidak menyebabkan peningkatan motivasi kerja. Dalam kelompok
kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja
mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka seperti
harga diri, aktualisasi diri dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi
kerja mereka.
ϖ Hubungan dengan atasan
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah
tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauhmana
atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang
penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan
antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa,
misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama.
Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis
hubungan adalah positif. Atasan yang memiliki ciri pemimpin yang
transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat motivasinya dan sekaligus
dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
D. KORELASI KEPUASAN KERJA
Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau
negatif. Kekuatan hubungan mepunyai rentang dari lemah dampai kuat.
Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan
signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja (Kreitner dan
Kinicki,2001:226).
Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai berikut :
1) Motivasi
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan
signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai
korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer disarankan
mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan
pekerja sehingga mereka secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja
melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja.
2) Pelibatan Kerja
Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan
peran kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan
kerja, dan peran atasan/manajer perlu didorong memperkuat lingkungan kerja
yang memuaskan untuk meingkatkan keterlibatan kerja pekerja.
3) Organizational citizenship behavior
Merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya.
4) Organizational commitment
Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi
dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi
dengan kepuasan terdapat hubungan yang sifnifikan dan kuat, karena
meningkatnya kepuasan kerja akan menimbulkan tingkat komitmen yang lebih
tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat meningkatkan
produktivitas kerja.
5) Ketidakhadiran (Absenteisme)
Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat.
Dengan kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.
6) Perputaran (Turnover)
Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana
perputaran dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga
diharapkan atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan
mengurangi perputaran.
7) Perasaan stres
Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif
dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif
stres. Prestasi kerja/kinerja
Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja.
Sementara itu menurut Gibson (2000:110) menggambarkan hubungan timbal
balik antara kepuasan dan kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja
menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih
produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau
prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan
kepuasan.
E. MENGUKUR KEPUASAN KERJA
Pengukuran kepuasan kerja ternyata sangat bervariasi, baik dari segi analisa
statistik maupun dari segi pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari
kepuasan kerja ini biasanya melalui tanya jawab secara perorangan, dengan
angket maupun dengan pertemuan kelompok kerja (Riggio:2005). Dalam semua
kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh
karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan, yaitu kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja
dilihat sebagai konsep permukaan, dan sebagai fungsi kebutuhan yang
terpenuhkan.
1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari
semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan
(soal). Cara ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya
pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara
ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan
menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan
yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan,
iklim sosial organisasi, dan sebagainya .
2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang
menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja
yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah.
Diantara konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja,
kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja,
kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan atasan-
bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk
pertumbuhan dan pengembangan.
3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak
menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama
mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh
Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan
kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan
kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri.
Berdasarkan kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya,
tiap responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing
pertanyaan: (1) Berapa yang ada sekarang? (2) Berapa seharusnya? (3)
Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?. Berdasarkan tanggapan terhadap
pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja tersebut, kepuasan kerja
diukur dengan perbedaan antara “Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa
yang seharusnya?”, semakin kecil perbedaan, maka semakin besar
kepuasannya.
Nilai yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari lima kategori kebutuhan.
Pertanyaan “Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?” memberikan kepada
penyilid ukuran kekuatan relatif dari masing-masing kebutuhan bagi tiap
responden.
Sementara itu menurut Robbins (Wibowo:2007) ada dua pendekatan yang
digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
1. Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu pertanyaan
seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan
pekerjaan anda? Individu bisa menjawab puas dan tidak puas.
2. Summation Scorenyaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam
pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing elemen.
Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah,
kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Pendapat lain, Greenberg dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan
pengukuran kepuasan kerja yaitu :
1. Rating Scale dan Kuesioner
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang
menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada
pekerjaan mereka.
2. Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang
dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka
dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya
apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka
mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
3. Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui
sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan
menggunakan kuesioner yang terstruktur.
F. PENGARUH KEPUASAN KERJA
1. Terhadap Produktivitas
Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan meningkatkan
kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merpakan akibat dari produktivitas
atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari
kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa apa yang telah
dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka terima (gaji/upah) yaitu adil
dan wajar serta diasosiasikan dengan performa kerja yang unggul. Dengan kata
lain bahwa performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja seorang
pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari
tingkat keberhasilan yang diharapkan.
2. Ketidakhadiran (Absenteisme)
Menurut Porter dan Steers, ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan kurang
mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara kepuasan
kerja dengan ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam perilaku hadir yaitu
motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir.
Sementara itu menurut Wibowo (2007:312) antara kepuasan dan
ketidakhadiran/kemangkiran menunjukkan korelasi negatif. Sebagai contoh
perusahaan memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa sanksi
atau denda termasuk kepada pekerja yang sangat puas.
3. Keluarnya Pekerja (Turnover)
Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis
yang besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan
kerja. Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat
diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan meninggalkan
pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik
perusahaan/organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan
mereka dan lainnya.
4. Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja
Ada empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidakpuasan Robbins (2003):
a. Keluar (Exit) yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan lain.
b. Menyuarakan (Voice) yaitu memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan
masalah dengan atasan untuk memperbaiki kondisi.
c. Mengabaikan (Neglect) yaitu sikap dengan membiarkan keadaan menjadi
lebih buruk seperti sering absen atau semakin sering membuat kesalahan.
d. Kesetiaan (loyality) yaitu menunggu secara pasif samapi kondisi menjadi lebih
baik termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar.
G. MENINGKATKAN KEPUASAN KERJA
Greenberg dan Baron (2003:159) memberikan saran untuk mencegah
ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan dengan cara sebagai berikut :
1. Membuat pekerjaan yang menyenangkan
Karena pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang membosankan
akan membuat orang menjadi lebih puas.
2. Orang dibayar dengan jujur
Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan/penggajian tidak jujur cendrung
tidak puas dengan pekerjaannya.
3. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya.
Semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat memenuhi
kepentingannya di tempat kerja, semakin puas mereka dengan pekerjaannya.
4. Menghindari kebosanan dan pekerjaan beruang-ulang
Kebanyakan orang cendrung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan
pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Karena orang jauh lebih
puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan
secara bebas melakukan kontrol atas cara mereka melakukan sesuatu.
Sedangkan menurut Riggio, peningkatan kerja dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1 Melakukan perubahan struktur kerja
Misalnya dengan melakukan perputaran pekerjaan (job rotation), yaitu sebuah
sistem perubahan pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang lainnya
(yang disesuaikan dengan job description). Cara kedua yang harus dilakukan
adalah dengan pemekaran (job enlargement), atau perluasan satu pekerjaan
sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas pekerjaan. Praktek untuk para
pekerja yang menerima tugas-tugas tambahan dan bervariasi dalam usaha
untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari sekedar
anggota dari organisasi.
2. Melakukan perubahan struktur pembayaran
Perubahan sistem pembayaran ini dilakukan dengan berdasarkan pada
keahliannya (skill-based pay), yaitu pembayaran dimana para pekerja digaji
berdasarkan pengetahuan dan keterampilannya daripada posisinya di
perusahaan. Pembayaran kedua dilakukan berdasarkan jasanya (merit pay),
sistem pembayaran dimana pekerja digaji berdasarkan performancenya,
pencapaian finansial pekerja berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu
itu sendiri. Dan pembayaran yang ketiga adalah Gainsharing atau pembayaran
berdasarkan pada keberhasilan kelompok (keuntungan dibagi kepada seluruh
anggota kelompok).
3. Pemberian jadwal kerja yang fleksibel
Dengan memberikan kontrol pada para pekerja mengenai pekerjaan sehari-hari
mereka, yang sangat penting untuk mereka yang bekerja di daerah padat,
dimana pekerja tidak bisa bekerja tepat waktu atau untuk mereka yang
mempunyai tanggung jawab pada anak-anak. Compressed work week (pekerjaan
mingguan yang dipadatkan), dimana jumlah pekerjaan per harinya dikurangi
sedang jumlah jam pekerjaan per hari ditingkatkan. Para pekerja dapat
memadatkan pekerjaannya yang hanya dilakukan dari hari senin hingga jum’at,
sehingga mereka dapat memiliki waktu longgar untuk liburan. Cara yang kedua
adalah dengan sistem penjadwalan dimana seorang pekerja menjalankan
sejumlah jam khusus per minggu (Flextime), tetapi tetap mempunyai fleksibilitas
kapan mulai dan mengakhiri pekerjaannya.
4. Mengadakan program yang mendukung
Perusahaan mengadakan program-program yang dirasakan dapat meningkatkan
kepuasan kerja para karyawan, seperti; health center, profit sharing, employee
sponsored child care, dll.

You might also like