You are on page 1of 11

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM

TERHADAP PRODUKSI PERTANIAN INDONESIA*)


Oleh: Desy Triastuti**)

PENDAHULUAN

Rusaknya keseimbangan gas yang ada pada atmosfer akibat berbagai


aktivitas manusia, terutama proses industri dan transportasi mengakibatkan
perubahan iklim di bumi. Hal ini kemudian menyebabkan radiasi yang
dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke luar angkasa terhambat sehingga
menyebabkan terjadinya akumulasi panas di atmosfer sehingga suhu rata-rata di
seluruh permukaan bumi meningkat. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan
bumi menyebabkan terjadinya perubahan pada unsur-unsur iklim lainnya, seperti
naiknya suhu air laut, meningkatnya penguapan di udara, serta berubahnya pola
curah hujan dan tekanan udara yang pada akhirnya merubah pola iklim dunia.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Perubahan Iklim (Nurcahyani, 2009).
Perubahan iklim global memberikan dampak yang sangat besar bagi
Indonesia. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua
samudra menyebabkan setiap saat di dalam wilayah negara ini ada musim-musim
yang saling berlawanan dan bersifat ekstrim, di satu wilayah terjadi kekeringan
dan kekurangan air, di wilayah lain terjadi banjir (Manan, 2006). Musibah angin
kencang dan gelombang pasang bisa terjadi setiap waktu dan sulit diprediksi.
Semakin sering terdengar berita mengenai erosi hutan alam yang
terjadi dengan kecepatan tinggi menyebabkan banjir, tanah longsor dan
kekeringan. Erosi hutan bakau menyebabkan abrasi pantai. Kebakaran dan
pembakaran hutan menimbulkan asap yang menyesakkan bagi penduduk sendiri
maupun penduduk negara tetangga. Dampak lainnya, menurunnya kemampuan
hutan untuk menghasilkan oksigen dan menyerap gas-gas polutan lainnya yang
berpengaruh besar pada perubahan iklim dunia. Indonesia adalah pemilik wilayah

*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan


**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
1
hutan tropis terluas kedua di dunia, namun kepedulian terhadap lingkungan sangat
minim. Kearifan budaya lokal untuk menjaga keseimbangan lingkungan
dikalahkan oleh kebutuhan ekonomi, keserakahan, serta inefisiensi dalam
pemanfaatan sumberdaya. Dampak bagi produksi pertanian di Indonesia,
khususnya tanaman pangan, menjadi semakin sulit akibat seringnya gagal panen
dan semakin mengarah pada kerawanan pangan.

PERUMUSAN MASALAH

Dampak perubahan iklim sangat mempengaruhi pertanian di Indonesia.


Salah satu sektor yang paling terpengaruh dengan perubahan iklim adalah sektor
pertanian. Beberapa rumusan masalah pengaruh perubahan iklim terhadap
produksi pertanian pada makalah ini sebagai berikut.
1. Dampak apa sajakah yang diakibatkan oleh perubahan iklim terhadap
produktivitas pertanian di Indonesia?
2. Bagaimana dampaknya terhadap tanaman pangan?
3. Bagaimana dampaknya terhadap hama dan penyakit tanaman?
Pada makalah ini dibahas secara singkat beberapa dampak perubahan
iklim yang mempengaruhi produksi pertanian di Indonesia.

*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan


**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
2
PENGARUH PERUBAHAN IKLIM
TERHADAP PRODUKSI PERTANIAN INDONESIA

Pengaruh perubahan iklim pada produksi pertanian dapat disebabkan


paling tidak oleh pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman pangan, pengaruh
terhadap tanaman itu sendiri, dan pengaruh terhadap organisme pengganggu
tanaman.
A. Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Pertanian
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim
ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim (Susanti et al.,
2010). Perubahan iklim menimbulkan pergeseran musim, yakni semakin
singkatnya musim hujan namun dengan curah hujan yang lebih besar. Hal ini
berakibat pada pola tanam yang akan mengalami pergeseran. Terjadinya
perubahan musim di mana musim kemarau menjadi lebih panjang sehingga
menyebabkan gagal panen, krisis air bersih dan kebakaran hutan. Kerusakan
pertanaman juga semakin sering terjadi karena kerusakan tanah, intensitas
curah hujan yang tinggi yang berdampak pada banjir dan tanah longsor serta
angin.
Diperkirakan produktivitas pertanian di daerah tropis akan mengalami
penurunan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata global antara 1-2º C sehingga
meningkatkan risiko bencana kelaparan (Mulya et al., 2007). Meningkatnya
frekuensi kekeringan dan banjir diperkirakan akan memberikan dampak
negatif pada produksi lokal, terutama pada sektor penyediaan pangan di
daerah subtropis dan tropis. Kekeringan dan kebanjiran merupakan dua
bencana alam yang berpengaruh langsung pada produksi pertanian, dan kedua
bencana alam tersebut dapat menyebabkan kegagalan panen (Manan, 2006).
Di Indonesia, misalkan pada tahun 2005 hingga 2006 saja, pengaruh
perubahan iklim sering mengakibatkan kegagalan panen, baik itu karena
kebanjiran, kekeringan, ataupun karena padi puso (Tabel 1 dan Tabel 2).
Umumnya, kenaikan jumlah lahan yang terkena banjir ataupun kekeringan
*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan
**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
3
seiring dengan kenaikan jumlah lahan yang mengelami puso, sehingga angka
gagal panen meningkat. Salah satu penyebab utama terjadinya berbagai kasus
rawan pangan adalah gagal panen. Terlebih lagi pada saat ini, dimana bencana
banjir lebih sering melanda bahkan di tempat-tempat yang belum pernah
banjir sekalipun.
Tabel 1. Luas Banjir pada Tanaman Padi Tahun 2005 dan 2006 di Indonesia

Ket. : T = Terkena, P = Puso


Sumber : Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2006 dalam Manan,
2006.

Hal ini erat kaitannya dengan permasalahan iklim global yang dihadapi
oleh hampir seluruh negara di dunia. Berkaitan dengan itu, musim kemarau
yang lebih panjang pada tahun 2005-2006 dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya dibenarkan oleh pihak BMG saat itu. Adanya keterlambatan
masuknya musim hujan pada tahun 2006, yang diperkirakan pada bulan
September–Oktober telah turun hujan ternyata hujan baru mulai turun pada
*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan
**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
4
bulan Oktober-November. Bahkan di beberapa propinsi hujan baru mulai
turun pada bulan Desember. Sedangkan musim kemarau pada tahun 2005
telah dimulai pada bulan April-Mei sehingga musim kemarau memang
dirasakan cukup panjang pada dekade tahun tersebut.
Terjadinya pergeseran musim dan perubahan pola hujan, akibatnya
memicu kerawanan pangan. Selain itu, hal ini jelas semakin merugikan petani
dan sektor pertanian karena akan semakin menyusutkan dan menurunkan hasil
pertanian yang berefek pada menurunnya pendapatan petani sehingga
menurunnya kesejahteraan ekonomi petani. Perekonomian petani tentu saja
bergantung pada keberhasilan panen, maka jika terjadi kegagalan maka petani
akan merugi.

Tabel 2. Luas Kekeringan pada Tanaman Padi Tahun 2005 dan 2006 di
Indonesia.

Ket. : T = Terkena, P = Puso


Sumber : Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2006 dalam Manan,
2006.

*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan


**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
5
B. Perubahan Iklim terhadap Tanaman Pangan
Tanaman membutuhkan CO2 untuk pertumbuhannya. Farquhar et al.
(1980), menjelaskan bahwa peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfir akan
merangsang proses fotosintesis, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan
produktivitas pertanian tanpa diikuti oleh peningkatan kebutuhan air
(transpirasi). Sebaliknya, kenaikan suhu di permukaan bumi mempunyai
pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap pertanian, sebab dapat
mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh positif dari kenaikan CO2
(Imran, 2009).
Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatknya laju
assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat, fotosintesis) di
dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti
radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut meningkat.
Meningkatnya konsentrasi CO2 diatmosfer sebenarnya berdampak positif
terhadap proses fisiologis tanaman, tetapi pengaruh positif CO2 dihilangkan
oleh peningkatan suhu atmosfer yang cenderung berdampak negatif terhadap
proses fisiologis tersebut. Pengaruh positif peningkatan CO2 atmosfer antara
lain merangsang proses fotosintesis, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan
produktivitas pertanian tanpa diikuti oleh peningkatan kebutuhan air
(transpirasi). Pengaruh negatif peningkatan CO2 antara lain meningkatnya
suhu iklim global, berdampak pada peningkatan respirasi, menurunkan
produktivitas tanaman (Imran, 2009). Efek kenaikan CO2 berbeda dengan
kenaikan suhu, tanaman pangan yang tumbuh di daerah tropis, terutama
gandum, akan mengalami penurunan hasil yang nyata dengan adanya
kenaikan sedikit suhu karena saat ini gandum dibudidayakan pada kondisi
suhu toleransi maksimum. Negara berkembang, salah satunya Indonesia, akan
berada pada posisi sulit untuk mempertahankan kecukupan pangan.

C. Perubahan Iklim terhadap Hama dan Penyakit Tanaman

*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan


**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
6
Selain berdampak pada produktivitas tanaman, fluktuasi suhu dan
kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman. Perubahan
iklim akan memacu berbagai pengaruh yang berbeda terhadap jenis hama dan
penyakit. Perubahan iklim akan mempengaruhi kecepatan perkembangan
individu hama dan penyakit, jumlah generasi hama, dan tingkat inokulum
patogen, atau kepekaan tanaman inang.
Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika
faktor iklim. Sehingga tidak jarang kalau pada musim hujan petani banyak
disibukkan oleh masalah penyakit tanaman seperti penyakit kresek dan blas
pada padi, sedangkan pada musim kemarau banyak masalah hama seperti
penggerek batang padi, hama belalang kembara. Menurut Wiyono (2007),
perubahan-perubahan pada hama dan penyakit di Indonesia terdiri dari
eskalasi, peningkatan status, dan degradasi. Eskalasi yaitu hama dan penyakit
yang dulunya tidak terlalu banyak ditemui kini menjadi makin merusak, atau
tingkat kerusakannya menjadi lebih besar. Peningkatan status yaitu hama dan
penyakit yang sebelumnya dianggap penyakit hama dan penyakit minor
berubah menjadi hama dan penyakit penting. Sedangkan degradasi, yaitu
penurunan hama dan penyakit tertentu akibat kenaikan suhu, misalnya terjadi
penurunan penyakit hawar daun tomat oleh Phytophthora infestans padahal
sebelumnya dinyatakan bahwa penyakit ini merupakan penyakit tomat
terpenting di dataran tinggi.
Patogen yang ditularkan melalui vektor juga perlu mendapat perhatian
penting, kerusakan tanaman akan menjadi berlipat ganda akibat patogen dan
serangga vektornya (Nurcahyani, 2009). Peningkatan suhu udara merangsang
terjadinya ledakan serangga vektor. Oleh karenanya penyebaran dan intensitas
penyakit diduga akan meledak. Indonesia memiliki beberapa penyakit penting
yang ditularkan oleh vektor seperti virus kerdil pada padi, CVPD pada jeruk,
dan yang lainnya. Selain mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas vektor,
peningkatan suhu juga mendorong aktivitas patogen tertentu. Patogen yang

*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan


**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
7
memiliki adaptabilitas pada suhu yang cukup luas akan mudah beradaptasi
dengan peningkatan suhu udara.
Salah satunya adalah serangan wereng cokelat di Ciamis, Jawa Barat
yang menurunkan hasil padi walaupun menggunakan padi jenis Ciherang yang
dianggap tahan serangan hama (Pikiran Rakyat, 2010). Serangan hama dan
penyakit tanaman padi di beberapa tempat mengalami fluktuasi dan cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Total serangan organisme pengganggu
tanaman secara nasional pada periode Januari-Juni 2006 mencapai 135.988
hektar dengan puso 1.274 hektar. Luas serangan ini lebih besar dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Luas sawah yang terkena
serangan 129.284 hektar pada Januari-Juni 2005. Beberapa jenis hama yang
ditemukan antara lain penggerek batang padi, wereng batang coklat, tikus, dan
tungro (Kompas, 2006, dalam Nurcahyani, 2009).

*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan


**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
8
PENUTUP

Menyimak dampak-dampak perubahan iklim seperti disebutkan di


atas, tentu menjadi wajar apabila saat ini masyarakat semakin merasa khawatir.
Namun, apakah mungkin perubahan iklim ini dapat diatasi hanya dengan
perbaikan lingkungan di Indonesia saja? Padahal penyumbang masalah terjadinya
perubahan iklim bukan hanya akibat konversi hutan atau lahan budi daya
pertanian. Industri dan transportasi dunia jelas memberikan kontribusi yang tidak
kecil terhadap perubahan iklim. Hal ini tentu bukan hanya permasalahan bagi
Indonesia saja, namun bagi dunia.
Permasalahan perubahan iklim ini harus diatasi bersama-sama dan
tidak ditunda-tunda. Setiap negara harus memberi kontribusi dengan tindakan-
tindakan yang dilakukan di dalam negerinya sendiri sesuai kemampuan masing-
masing. Negara maju harus membantu negara miskin. Bentuk bantuan itu tidak
saja berupa bantuan teknis dan ekonomi, namun dibutuhkan juga tekanan politik
yang positif untuk menanamkan urgensi masalah ini dan mendapatkan komitmen
dari para pemimpin untuk bertindak. Apabila negara-negara maju mau
memperlambat laju pertumbuhan kemakmurannya dan memberikan kesempatan
kepada negara yang miskin untuk meningkatkan kemakmuran dengan cara yang
bertanggungjawab terhadap lingkungannya, maka pada suatu saat akan tercapai
suatu ekuilibrium yang membuat perbuatan manusia semakin berimbang dan
perubahan iklim global pun akan cenderung kembali ke arah yang positif.
Indonesia sebagai negara yang berkembang harus memikirkan langkah
serius untuk menghadapi perubahan iklim, setidaknya dapat beradaptasi. Adaptasi
sesungguhnya dapat dilakukan dengan menciptakan bibit unggul, mengubah
waktu tanam dan perbaikan sistem irigasi. Investasi dalam input pertanian seperti
perbaikan varietas tanaman dan pemupukan dapat secara dramatis memperbaiki
hasil. Menghindari berjangkitnya hama dan penyakit dapat dilakukan dengan cara
merotasi tanaman pangan sehingga menurunkan populasi hama dan penyakit.
Diversifikasi tanaman pangan, misalnya saja sorgum, juga perlu dilakukan
*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan
**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
9
mengingat sorgum lebih toleran terhadap kekeringan sehingga bisa tumbuh
dengan baik di lahan kurang subur sekalipun. Contoh varietas baru sorgum yaitu
Sorgum Mas, hasil rekayasa genetik oleh BATAN yang diklaim mampu
menghasilkan lebih banyak bulir sorgum dibandingkan dengan varietas biasa
(Siswono, 2005). Terobosan-terobosan yang seperti inilah yang saat ini terus
dikembangkan yang diharapkan dapat tahan terhadap perubahan iklim dan ke
depannya mampu mengatasi kerawanan pangan.
Menghadapi perubahan iklim dalam kaitan dengan perkembangan
hama dan penyakit tanaman diperlukan beberapa langkah yang sesuai. Kajian
komperehensif dampak perubahan iklim terhadap hama dan penyakit tanaman
perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat bagi pemerintah maupun
petani. Selain itu diperlukan peningkatan pemahaman agroekosistem oleh petani
sehingga lebih jeli mengamati dan mensikapi perubahan yang ada. Beberapa
pengetahuan pribumi (indigenous knowledge) yang didasari oleh pengaturan masa
tanam seperti pranata mangsa dalam masyarakat Jawa perlu dikaji kembali dan di
rejuvenasi menghadapi perubahan yang berlangsung. Melihat masalah hama dan
penyakit yang makin berat di Indonesia dari tahun ke tahun, perlu pendekatan
sistem Pengendalian Hama Terpadu Biointensif yang mengoptimalkan
sumberdaya hayati yang ada. Untuk itu semua, kerjasama antara petani,
pemerintah (pusat-daerah), perguruan tinggi/lembaga penelitian, dan masyarakat
benar-benar diperlukan (Wiyono, 2007).

*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan


**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
10
DAFTAR PUSTAKA

Farquhar, G. D., von Caemmerer, S., and Berry, J. A. l980. A biochemical model
of photosynthetic CO2 assimilation in leaves of C3 species. Planta.
149:78-90.

Imran, S. 2009. Hubungan Suhu dan Pertumbuhan Tanaman. Ipank Review’s


Blog. Diakses melalui http://ipankreview.wordpress.com/2009/03/25/
hubungan-suhu-dan-pertumbuhan-tanaman/ pada 5 Desember 2010.

Manan. 2006. Banjir dan Kekeringan Tahun 2005-2006. Buletin Pengelolaan


Lahan dan Air. Edisi Desember 2006. Direktorat Jenderal
Pengelolaan Lahan dan Air, Jakarta.

Mulya, K., Joko, Ika R. Tambunan, dan Ida. N. Orbani. 2007. Warta Biogen Vol.
3, No. 3, Desember 2007. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor.

Nurcahyani, S. 2009. Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Pertanian. Diakses


melalui http://hirupbagja.blogspot.com/2009/10/pengaruh-perubahan-
iklim-terhadap.html pada 5 Desember 2010.

Pikiran Rakyat. 2010. Petani Ciamis Kewalahan Hadapi Serangan Wereng.


Diakses melalui http://www.pikiran-rakyat.com/node/128088 pada 5
Desember 2010.

Siswono. 2005. Sorgum Untuk Ketahanan Pangan. Diakses melalui


http://www.republika.co.id/ pada 20 November 2010.

Susanti, E., F. Ramadhani, E. Runtunuwu, I. Amien. 2010. Dampak Perubahan


Iklim terhadap Serangan Organisme Pengganggu Tanaman. Balai
Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Jakarta.

Wiyono, S. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman.
Makalah Seminar Sehari tentang Keanekaragaman Hayati Ditengah
Perubahan Iklim: Tantangan Masa Depan Indonesia, KEHATI,
Jakarta 28 Juni 2007.

*)Tugas terstruktur mata kuliah Pertanian Berkelanjutan


**)Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSOED
11

You might also like