Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
pagi hari kita merasakan manfaat dari tidur yang menyegarkan dan
memberi energi baru untuk menghadapi hari yang akan kita jelang. Ini
dihasilkan menjelang pagi saat proses tidur mendekati akhir. Dalam tidur
terjadi juga pembaruan dan perbaikan sel-sel yang rusak yang dipicu oleh
(Prasadja,2009).
kesehatan dan performa kita di siang hari. Mulai dari kurangnya motivasi,
suasana hati. Kondisi kurang tidur juga menurunkan daya tahan tubuh
seseorang. Efek kurang tidur yang paling nyata terlihat adalah pada kulit
1
2
(Listiani, 2007).
seperti halnya kafein dan coklat. Namun demikian, ada juga sebagian efek
yang meneliti efek nikotin pada pola tidur seseorang. Perokok ternyata
membutuhkan waktu lebih lama untuk tertidur dibanding orang yang tidak
pada pola tidur. Secara teoritis, nikotin akan hilang dari otak dalam waktu
Pada pecandu akut yang baru mulai kecanduan rokok, selain lebih
sulit tidur, mereka juga dapat terbangun oleh keinginan kuat untuk
3
merokok setelah tidur kira-kira 2 jam. Setelah merokok mereka akan sulit
untuk tidur kembali karena efek stimulan dari nikotin. Saat tidur, proses
kualitas tidur yang dipicu oleh efek ‘menagih’ dari kecanduan nikotin.
jumlah orang yang melaporkan rasa tak segar atau masih mengantuk saat
bangun tidur pada perokok adalah 4 kali lipat dibandingkan orang yang
provinsi itu yang mencapai 26,7 persen Hasil riset yang dilakukan Dinas
merokok di Jawa Barat rata-rata didominasi sejak usia remaja 15-19 tahun,
persen, lebih banyak dibanding kelompok usia 25-29 tahun yang hanya 7,1
persen atau 5,8 persen untuk kelompok usia di atas 30 tahun (Profil
Kesehatan Indonesia,2008).
perokok dan hanya 8 orang saja yang tidak merokok. Dengan kata lain,
jumlah rata-rata rokok yang dihisap per hari yang meliputi perokok berat,
jumlah rata-rata rokok yang dihisap per hari dengan gangguan pola tidur
pola tidur (insomnia) pada remaja usia 15-19 tahun di STM PGRI
pola tidur (insomnia) pada remaja usia 15-19 tahun di STM PGRI
sebagai perancu.
Cirebon.
Penelitian ini ditujukan kepada seluruh siswa STM PGRI Plumbon Kelas
.BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.1. Pengertian
harus dipenuhi oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang
2006)
8
9
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua system pada batang
Region (BSR). RAS di bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-
sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR
(Qimi, 2009).
individu akan bangun pada saat ritme fisiologis paling tinggi atau paling
aktif dan akan tidur pada saat ritme tersebut paling rendah (Qimi, 2009).
(REM).
yang tidur lebih pendek daripada gelombang alfa dan beta yang
ringan (light sleep) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur dalam
tidur NREM, dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini.
Siklus tidur yang komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan
setiap orang biasanya melalui empat hingga lima siklus selama 7-8 jam
tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap
2.1.6.1. Penyakit
2.1.6.2. Lingkungan
2.1.6.3. Kelelahan
2.1.6.7. Diet
2.1.6.8. Merokok
2.1.6.9. Medikasi
2.1.6.10. Motivasi
mendatangkan kantuk.
Menurut Qimi (2009) ada beberapa gangguan tidur yang umum terjadi
yaitu :
2.1.7.1. Insomnia
2.1.7.2. Parasomnia
2.1.7.3. Hipersomnia
2.1.7.4. Narkolepsi
aritmia jantung.
17
periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau disebut juga
masa kehidupan orang dewasa. Bila ditinjau dari segi tubuhnya, mereka
terlihat sudah dewasa tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Anak dianggap sudah dewasa bila
digunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan
dan Ilmu Faal) remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik di
dalam Soamole, 2006). Dalam pengertian ini remaja dipandang dari sudut
fisik dimana individu disebut remaja apabila individu tersebut secara fisik
merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak dan masa kehidupan
keinginan mencoba segala sesuatu.” Dalam hal ini remaja dikatakan sebagai
individu yang masih belum jelas identitas dirinya atau juga disebut dengan
individu yang masih mencari jati dirinya. Misalnya saja remaja mempunyai
rasa keingin tahuan yang tinggi, jarang sekali remaja yang memegang
Pada tahun 1974, WHO memberi definisi tentang remaja yang lebih
batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah. Untuk definisi remaja di
balig, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi
moral.
digolongkan remaja.
Biasanya masa remaja dianggap telah mulai ketika anak secara seksual
menjadi matang, dan kemudian berakhir pada saat ia mencapai usia yang
adalah individu yang berusia belasan tahun (12-21 tahun) yang tergolong
dalam masa transisi antara masa anak-anak menuju masa dewasa. Dalam
masa transisi inilah remaja cenderung untuk ingin disebut sebagai orang
20
yang sudah dewasa. Agar terkesan sebagai orang yang sudah dewasa remaja
salah satu contohnya adalah bagi remaja laki-laki dengan merokok (Sugeng,
1995).
dapat kita pungkiri, banyak penyakit yang telah terbukti menjadi akibat
atau rokok paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Rokok secara luas
rokok dan produksi rokok yang tinggi. Variasi produk dan harga rokok di
faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung rokok
21
1997).
Menurut Bustan (2000) dan Trim (2006), kategori perokok dibagi menjadi
dua yaitu :
lingkungan sekitar.
22
dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Kategori
hari.
rokok maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu
bungkus) per hari akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa
zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif
(ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga
atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit
dicampur untuk dibuat rokok. Selain itu juga masih ada beberapa jenis
rokok yang dapat digunakan yaitu rokok linting, rokok putih, rokok cerutu,
rokok pipa, rokok kretek, rokok klobot dan rokok tembakau tanpa asap
nikotin sebesar 1,5 mg dan kandungan kadar tar serbesar 20 mg pada rokok
melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok kretek
yang belum pernah dialaminya. Mereka ingin mencoba melakukan apa yang
banyaknya fenomena sekarang ini yang dapat kita lihat bawa para remaja
menjadi perokok.
remaja yang masih berusia sekolah menengah sudah menjadi hal biasa dan
dapat dibanggakan bagi mereka, bahkan banyak dari mereka yang sudah
Merokok juga merupakan salah satu yang dilakukan oleh para remaja
suatu hal yang tabu tetapi sudah menjadi suatu hal yang biasa dilakukan di
tentang diri sendiri dan paradigma tentang kehidupan (Corey, 2001 dalam
Soamole, 2006).
26
atau “Macho”.
4) Adanya stress atau konflik batin atau masalah yang sulit diselesaikan.
sosialnya.
lagi anak kecil, dan bisa memasuki kelompok teman sebaya sekaligus
dengan suatu kelompok tertentu bagi remaja masa kini mungkin merupakan
remaja itu sendiri, selain itu juga disebabkan oleh faktor lingkungan yang
Selain hal tersebut, ada juga orang tua yang tidak keberatan anak
yang kurang baik, bahkan sampai anak kecil pun merokok terlebih
merokok pada remaja masih di anggap suatu hal yang tabu, maka
gunung.
BAB III
tentang hubungan kebiasaan merokok pada remaja usia 15-19 tahun dengan
jumlah rokok yang dihisap per hari. Dengan sub variabel, perokok berat,
pada insomnia.
30
31
Kebiasaan Merokok
- Perokok berat
Gangguan Pola tidur
- Perokok sedang
(Insomnia)
- Perokok ringan
Stress
Ket :
Variabel Penelitian
Variabel Perancu
Bagan 3.1. Kerangka Konsep Hubungan Kebiasaan Merokok pada Remaja usia
1. Insomnia
2. Kebiasaan Merokok
dihabiskan perhari.
a. Perokok Berat
b. Perokok Sedang
c. Perokok Ringan
( Bustan, 2000 )
3. Stress
Stres menurut Hans Selye dalam Sriati (2008) menyatakan bahwa stres
Tabel 3.1
Definisi Operasional Penelitian
(Saryono, 2010)
2 Variabel Adalah kebiasaan Angket Kuesion Perokok berat=1 Ordinal
Independen merokok er Bila menghisap
Kebiasaan berdasarkan >20 batang per hari
merokok banyaknya rokok
pada remaja yang dihisap per Perokok sedang=2
hari Bila menghisap 10-
20 batang per hari
Perokok ringan=3
Bila menghisap
<10 batang per hari
(Bustan, 1997)
Ringan=4
Jika skor 7-9
3.4. HIPOTESIS
Ho : Tidak Ada hubungan antara kebiasaan merokok pada remaja usia 15-
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dan pengamatan pada variabel bebas dan variabel terikat dari
35
artinya objek tidak diteliti atau diamati secara terus menerus dalam kurun
waktu tertentu.
stress.
4.3.1. Populasi
4.3.2. Sampel
responden
penelitian
responden.
adalah 42 siswa.
penelitian.
variabel adanya gangguan pola tidur (insomnia) dan adanya stress sebagai
(2010) adalah kuesioner yang telah berstandar dan telah diuji validitas dan
reliabilitas sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan
reliabilitas.
1. Editing
2. Coding
data.
3. Entry
4. Tabulating
Hasil analisis univariat akan disajikan dalam bentuk table, grafik dan
narasi.
Rumus : F
P= x100 %
N
Keterangan : P = Presentase
F = Frekuensi
N = Jumlah responden
(Nursalam, 2000)
dan presentasi siswa yang merokok, siswa yang insomnia, dan siswa yang
mengalami stress.
∑(O-E)
X2=
E
41
Keterangan:
X2 = Chi Kuadrat
E = Ekspetasi (Expected)
(Nursalam,2000).
pendahuluan
42
masalah penelitian
diketahui oleh orang lain dan bahkan oleh peneliti itu sendiri.
membahayakan.
BAB V
HASIL PENELITIAN
44
NSS : 322021714001
(Sangat Baik)
dengan 2014
Tabel 5.1
Rekapitulasi Siswa Tahun Pelajaran 2009/2010
Jumlah Siswa
Kelas Program Keahlian
L P JML
Teknik Otomotif / Teknik
I Kendaraan Ringan 34 - 34
siswa dari 119 siswa secara keseluruhan. Dari 85 siswa tersebut, siswa
sebagai berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Jumlah Siswa Perokok dan Bukan Perokok
1. Perokok 63 74,12
2. Bukan Perokok 22 25,88
Total 85 100,0
dan tidak valid sebanyak 12. Data yang tidak valid tersebut disebabkan
oleh instrumen yang cacat dan adanya beberapa item yang tidak di
Tabel 5.3
Gambaran Kebiasaan Merokok Pada Remaja
dan perokok berat hanya 4 orang (7,8 %). Untuk lebih jelasnya
Grafik 5.1
Kebiasaan Merokok Pada Remaja
50
40
Frequency
30
20
10
0
Perokok Beratt Perokok Sedang Perokok Ringan
table berikut :
48
Tabel 5.4
Gambaran Gangguan Pola Tidur (insomnia)
1. Insomnia 11 21,6
2. Tidak Insomnia 40 78,4
Total 51 100,0
Grafik 5.2
Gangguan Pola Tidur (insomnia)
40
30
Frequency
20
10
0
insomnia tidak insomnia
Tabel 5.5
Gambaran Stress Pada Remaja
Total 51 100,0
Grafik 5.3
Stress Pada Remaja
50
50
Frequency 40
30
20
10
0
Berat Sedang Ringan Normal
Tabel 5.5
Hubungan Kebiasaan Merokok Pada Remaja dengan
Gangguan Pola Tidur (insomnia) di STM PGRI Plumbon Tahun 2010
Gangguan Pola
Kebiasaan Tidur (insomnia)
No Merokok Pada Total P value
Remaja Insomni Tidak
a Insomnia
0 4 4
1. Perokok Berat
(0%) (100%) (100%)
1 5 6
2. Perokok Sedang
(16,7%) (83,3%) (100%) 0,502
10 31 41
3. Perokok Ringan
(24,4%) (75,6%) (100%)
11 40 51
Total
(21,6%) (78,4%) (100%)
perancu dieliminasi.
Tabel 5.6
Hubungan Kebiasaan Merokok Pada Remaja dengan
54
Gangguan Pola
Kebiasaan Tidur (insomnia)
No Merokok Pada Total P value
Remaja Insomni Tidak
a Insomnia
0 3 3
1. Perokok Berat
(0%) (100%) (100%)
0 5 5
2. Perokok Sedang
(0%) (100%) (100%) 0,439
6 28 34
3. Perokok Ringan
(17,6%) (82,4%) (100%)
6 36 42
Total
(14,3%) (85,7%) (100%)
BAB VI
PEMBAHASAN
56
waktu sehingga data yang didapat bisa jadi akan berbeda jika diambil pada
jawaban yang sudah ada dan tidak bisa mengembangkan jawaban yang lebih
luas dan lengkap. Jumlah responden dalam penelitian ini sangat terbatas
dikarenakan kondisi tempat penelitian yang bersifat dinamis dan tidak dapat
pada kenyataannya instrumen ini hanya menilai insomnia secara umum tanpa
memperhitungkan gangguan baik pada fase tidur NREM maupun REM. Jika
instrumen yang digunakan mampu menilai gangguan tidur lebih spesifik pada
fase NREM dan REM dimungkinkan akan didapatkan hasil yang berbeda
restriksi. Dengan teknik restriksi analisa yang dihasilkan akan terbebas dari
variabel tersebut dalam disain penelitian dan tidak dapat mengetahui sejauh
analisa lanjutan dengan teknik regresi logistik yang tidak dibahas dalam
penelitian ini.
6.2.1. Univariat
2000: 17).
pernah dilakukannya.
merokok.
6.2.2.3. Stress
6.2.2. Bivariat
61
(insomnia)
pola tidur. Secara teoritis, nikotin akan hilang dari otak dalam
(insomnia).
sulit untuk tidur kembali karena efek stimulan dari nikotin. Saat
BAB VII
64
7.1. Kesimpulan
diperoleh, maka dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Jumlah perokok aktif di STM PGRI Plumbon terbagi menjadi perokok ringan 41
siswa (80,4%), perokok sedang 6 siswa (11.8%), dan perokok berat 4 siswa
(7,8%).
ada hubungan antara kebiasaan merokok pada remaja usia 15-19 tahun dengan
7.2. Saran
agar jangan mencoba untuk merokok. Salah satu cara yang dapat
Sekolah adalah sarana pendidikan yang efektif bagi siswa dan remaja
adalah usia remaja dan usia remaja sangat potensial untuk menjadi
66
DAFTAR PUSTAKA
67
Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta.
Listiani, Amelia S.S. 2007. Rahasia Tidur Malam yang Nyenyak. Jakarta :
Interaksara.
Prasadja, Andreas. 2008. Cermin Dunia Kedokteran. Obstructive Sleep Apnea, 35,
331-333.
Riyanto, Agus. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Bantul : Nulia
Medika.
68