You are on page 1of 10

Dongeng Tukang Akik tentang Gempa

Lik Bar bukan satu-satunya yang memanggil geologiwan dengan sebutan tukang akik. Dari dulu
mahasiswa geologi pun sering dipanggil tukang akik. Mungkin karena kami belajar batuan dan
mineral, termasuk gemstone alias akik. Padahal kalaupun diberi batu akik lalu disuruh memilih
mana yang mahal dan mana yang murah, aku pasti tidak akan bisa menjawab, walaupun sudah
belajar geologi dan bekerja sebagai ahli geologi bertahun-tahun. Tapi tidak apa-apalah. Biarkan
aku disebut tukang akik, dan biarkan si tukang akik mendongeng, atau tepatnya menjawab
pertanyaan Lik Bar yang rumah orang tuanya di Bantul terlanda gempa dan pertanyaan beberapa
teman lain.

Indonesia akhir-akhir ini begitu sering dilanda bencana geologi berukuran besar. Gempa dan
tsunami di Aceh, gempa di Nias, lalu terakhir gempa di Yogya. Longsor juga sering sekali terjadi.
Lalu terakhir terjadi banjir lumpur di dekat lokasi pemboran sumur Banjar Panji-1 milik Lapindo.
Lalu Kaufik dan CC, teman dari Kapal Selam bertanya-tanya apakah gempa itu sedang musim?

Gempa
Sebelum menjawab pertanyaan itu mari kita lihat dulu, sebetulnya gempa itu apa sih? Kita bisa
merasakan gempa dan melihat akibatnya. Tapi sebetulnya gempa itu apa dan disebabkan oleh
apa?

Gempa terjadi karena pergerakan tiba-tiba batuan, akibat terlepasnya secara tiba-tiba regangan
(strain) yang terakumulasi dalam jangka waktu yang lama. Pergerakan tiba-tiba ini melepaskan
energi berupa gelombang seismik yang merambat di batuan. Rambatan gelombang ini seperti
halnya ketika kita melempar batu ke kolam. Ada gelombang yang bisa terlihat merambat di
permukaan air, mulai dari titik jatuhnya batu dan makin meluas. Gelombang semacam inilah yang
menimbulkan kerusakan buat penghuni permukaan bumi.

Lalu, mengapa batuan bisa bergerak?

gambar 1. lapisan-lapisan bumi (USGS)

Lempeng dan Kerak Bumi


Bumi kita yang kurang lebih bulat ini sebetulnya berlapis-lapis (lihat gambar 1). Dari dalam ke
luar terdiri dari inti (core), selubung (mantle) dan kerak (crust). Inti bumi tebalnya kira-kira 3475
km, selubung tebalnya kira-kira 2870 km, sedangkan bagian paling luar bumi, yaitu kerak
tebalnya 'cuma' 35 km. Inti bumi terdiri dari dua bagian yaitu bagian dalam yang padat dan
bagian luar yang cair. Selubung bumi adalah batuan yang semi-cair, sifatnya plastis, sedangkan
kerak bumi yang jadi tempat hidup kita sifatnya padat. Kerak bumi ini terbagi dalam beberapa
potongan lempeng seperti yang ditunjukkan di gambar 2.
gambar 2. lempeng kerak bumi (USGS)

Kerak bumi sebagai bagian terluar bumi suhunya jelas lebih dingin daripada bagian inti yang
panas ditekan sekian juta kubik ton batuan di atasnya. Karena perbedaan temperatur inilah
terjadilah aliran konveksi di selubung bumi. Material yang panas naik menuju keluar dan material
dingin turun menuju ke dalam. Gerakan massa batuan setengah cair inilah yang diperkirakan
membuat kerak bumi yang 'mengapung' di atas selubung seperti digerakkan oleh 'conveyor belt'.
Ketika potongan-potongan atau lempengan kerak bumi tergerakkan oleh sistem roda berjalan ini,
mereka bisa saling bertabrakan atau bergesekan.

Zone pertabrakan dan pergesekan antar lempeng inilah yang rentan terhadap bahaya gempa.
Seperti terlihat di gambar 2, Indonesia berada di perbatasan dua lempeng. Kepulauan Indonesia
(minus Papua) merupakan bagian dari lempeng benua Eurasia. Lempeng ini ditumbuk dari
selatan oleh lempeng Indo-Australia.

Seperti apa sih zone pertemuan antar dua lempeng ini?

Zone pertemuan antar dua lempeng bisa berbeda macamnya. Gambar 3 menunjukkan jenis
pertemuan dua lempeng yang berbeda-beda. Ada yang saling bergeser, ada yang divergen atau
saling menjauh, ada yang konvergen atau bertemu. Kalau bertemu bisa jadi terjadi tumbukan,
semacam anak benua India yang menumbuk benua Asia. Laut yang tadinya ada di antara
keduanya jadi terangkat dan terlipat-lipat menjadi pegunungan Himalaya. Itu kalau pertemuannya
antara lempeng benua dengan lempeng benua. Kalau pertemuannya antara lempeng benua dan
lempeng samudra, hasilnya berbeda.
gambar 3. jenis-jenis pertemuan lempeng (USGS)

Lempeng samudra lebih tipis tapi lebih berat, sedang lempeng benua tebal tapi ringan. Jadi kalau
keduanya bertumbukan lempeng samudra akan melesak ke dalam, menunjam di bawah lempeng
benua. Inilah yang terjadi antara lempeng benua Asia dan lempeng samudra yang ada di bawah
samudra Hindia. Di sepanjang zone ini akan timbul deretan gunung api. Zone penunjaman
lempeng samudra Indo-Australia di bawah benua Asia ada di sepanjang barat Sumatra dan
menerus ke selatan Jawa dan Nusa Tenggara (lihat gambar 2). Seperti kita tahu, Sumatra, Jawa
dan Nusa Tenggara dipenuhi deretan gunung api, yang terjadi karena pertumbukan dua lempeng
itu.

Di bagian timur Indonesia seperti terlihat di gambar 2, juga ada zone pertumbukan lain, antara
benua Asia dengan lempeng Filipina. Jadi Indonesia merupakan pertemuan dua buah zone
pertumbukan. Dan ini yang menyebabkan Indonesia sering disebut berada di pertemuan dua
rings of fire.

Seberapa cepat pergerakan lempeng Indo-Australia menumbuk benua Asia? Kecepatan rata-
ratanya 5-6 cm per tahun, sangat lambat. Jadi jangan kuatir Australia tidak akan menumbuk
Jawa dalam waktu dekat. Kalau sampai Australia menumbuk Jawa apa yang akan terjadi? Bisa
jadi kepulauan Indonesia akan jadi pegunungan seperti Himalaya! Tapi ini baru akan terjadi
dalam waktu berjuta-juta tahun.

Kalau tabrakan antara India dan benua Asia memang bisa dibayangkan akan menghasilkan
gempa, tapi kalau lempeng-lempeng itu saling bergesek atau salah satunya melesak ke dalam
dan bergerak dengan kecepatan rata-rata 5-6 cm per tahun, mengapa terjadi gempa?

Kecepatan yang disebutkan itu adalah kecepatan rata-rata, tapi sebetulnya bisa jauh lebih
lambat, lalu terjadi pergerakan tiba-tiba. Lagipula batuan itu permukaannya tidak rata. Pada saat
dua lempeng bertumbukan, ada kalanya pertumbukan itu tertahan beberapa lama di satu titik.
Sampai suatu saat batuan tersebut tidak lagi dapat menahan tekanan, lalu tiba-tiba bergerak
cepat. Ini yang terjadi saat ada gempa di Aceh akhir tahun 2004 lalu, juga di Nias 2005. Setelah
bertahun-tahun menahan dorongan, titik-titik pertemuan lempeng Asia dan Indo-Australia
akhirnya tidak kuat menahan lagi dan bergeser vertikal diperkirakan sebesar 15 meter.
Menimbulkan gelombang seismik yang menggetarkan batuan di sekitarnya dan juga
menyebabkan tsunami (lihat artikel Gempa dan Tsunami)

Oh, jadi berarti penyebab gempa itu zone-zone pertemuan antar lempeng ini ya. Berarti kan
gempa itu terjadinya di laut?

Sesar/Patahan

Pertemuan lempeng bisa di daratan juga. Misalnya gempa besar di pegunungan di bagian utara
Pakistan Oktober 2005 yang baru lalu. Gempa itu disebabkan oleh pergerakan ke utara anak
benua India yang terus melesak ke benua Eurasia, yang mengakibatkan pergerakan besar di
daerah pertemuan kedua lempeng.

Gempa bisa terjadi di mana saja, darat maupun laut. Walaupun kebanyakan gempa apalagi yang
besar, dihasilkan oleh interaksi antar lempeng seperti yang diceritakan di atas, gempa bisa juga
terjadi karena sesar atau patahan yang skalanya lebih kecil dari pertumbukan lempeng.

Apa sih sesar itu?

Sesar atau patahan (istilah Inggrisnya fault) adalah retakan di kerak bumi yang menjadi jalur
pergerakan blok batuan di kedua sisinya. Sesar bisa hanya pendek (beberapa cm) atau bisa
ratusan kilometer. Contoh sesar yang terkenal adalah sesar San Andreas di California yang
sebenarnya adalah zone pertemuan antara dua lempeng. Sesar terkenal lain adalah sesar
Sumatra yang memotong Pulau Sumatra sejajar dengan zone penunjaman Lempeng Indo-
Australia ke bawah benua Asia di barat Sumatra.

Bagaimana sesar terbentuk?

Sebagai gambaran, lakukan atau bayangkan hal berikut. Ambil sepotong tahu Cina putih,
letakkan di atas meja, lalu coba dorong-doronglah. Pasti akan muncul retakan-retakan di
permukaan tahu, lalu retakan memanjang dan menjadi makin dalam, lalu akhirnya tahu terbelah
sepanjang retakan itu, yang satu bergerak searah dorongan, sementara yang satu lagi tinggal
diam. Begitulah, batuan kerak bumi juga menjadi retak-retak dan saling bergerak sepanjang
retakan itu. Tapi pergerakan kerak bumi terjadi karena pergerakan batuan cair di bawahnya
(ingat gambar 1).

Bisa disimpulkan bahwa sesar akan lebih banyak terbentuk di sekitar daerah pertemuan antar
dua lempeng, karena daerah-daerah ini menjadi konsentrasi pergerakan, tekanan dan regangan
batuan. Ini juga yang menyebabkan Sumatra, Jawa dan pulau-pulau yang berada di sepanjang
jalur penunjaman lempeng Indo-Australia di bawah benua Asia menjadi daerah yang rawan
gempa.

Apakah sesar kelihatan? Seperti apa rupanya?


gambar 4a, 4b kenampakan sesar di permukaan bumi (Wikipedia & USGS) 4c. peta sesar Sumatra (BBC)

Gambar 4a menunjukkan contoh sesar yang relatif kecil (tinggi tebing +/- 20m), sedang Gambar
4b menunjukkan kenampakan sesar San Andreas dilihat dari udara. Sesar Sumatra (Gambar 4c)
punya karakter kurang lebih sama dengan sesar San Andreas dan kenampakannya di
permukaan kurang lebih ditunjukkan oleh jajaran Bukit Barisan.

Sesar ada bermacam-macam tipenya, tergantung dari gerakan relatif blok di satu sisi sesar
terhadap yang lain (lihat gambar 5). Kalau sebuah blok bergerak relatif mendatar terhadap blok
di seberangnya, sesarnya disebut sesar mendatar. Kalau kita berdiri di satu blok dan blok di
seberang sesar terlihat turun maka ini disebut sesar turun atau sesar normal, bila sebaliknya
disebut sesar naik.
gambar 5. tipe-tipe sesar (USGS)

Sesar mendatar semacam sesar San Andreas atau Sesar Sumatra bisa menimbulkan bahaya
yang besar karena biasanya pusat pergerakannya dangkal, sehingga intensitas yang dirasakan
di permukaan juga besar.

Sesar bisa berubah jenisnya. Yang tadinya sesar turun bisa mengalami pergerakan mendatar
juga, tergantung dari posisi tekanan atau dorongan yang dialami batuan di sekitarnya.

Apakah sesar bisa terlihat sebagai sungai?

Seperti terlihat di gambar 4 dan yang dijelaskan di atas, manifestasi sesar di permukaan bumi
bisa bermacam-macam, bisa berupa bukit dan lembah, tebing, bisa juga berupa sungai. Pada
dasarnya zone sesar adalah zone lemah, gampang ter-erosi. Air akan lebih mudah mengalir di
sini ketimbang di zone batuan yang utuh.

Sesar atau patahan biasanya kurang lebih lurus, karena itu pada saat melakukan pemetaan
geologi para ahli geologi biasanya memperhatikan morfologi atau bentuk permukaan bumi yang
berupa kelurusan-kelurusan dan memeriksanya lebih lanjut, bisa jadi itu adalah manifestasi
sesar.

Bagaimana sesar menyebabkan gempa?

Sama seperti yang terjadi pada pertemuan dua lempeng (yang bisa jadi adalah sesar juga, hanya
ukurannya sangat besar), gempa terjadi kalau ada pergerakan tiba-tiba sepanjang sesar
tersebut. Kerak bumi selalu bergerak walaupun lambat sekali. Dengan demikian batuan
penyusun kerak bumi selalu mengalami tekanan-tekanan akibat gerakan tersebut. Jalur sesar
adalah jalur yang rentan terhadap gerakan. Seperti yang diterangkan di atas, karena permukaan
batuan tidak rata, pada saat ada tekanan, tidak selalu batuan bisa bergerak. Seringkali tekanan
tersebut ditahan di titik atau daerah tertentu. Sampai suatu saat regangan menjadi besar sekali,
melebihi kekuatan batuan dan terjadilah pergerakan tiba-tiba. Terjadilah gempa.
Apakah ini yang terjadi di Yogya dan Klaten?

Ya, betul. Hasil analisis Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan bahwa pusat gempa ada
di laut 37 km di selatan Yogyakarta pada kedalaman 33 km. Ini menunjukkan kemungkinan
bahwa gempa Yogya dan Klaten merupakan adalah hasil pergerakan di sekitar zone penunjaman
lempeng Indo-Australia di bawah benua Asia. Pergerakan ini lalu mempengaruhi sesar Opak
yang posisinya memanjang sepanjang sungai Opak. Pergerakan di patahan/sesar Opak inilah
yang kemungkinan tertangkap dan terhitung oleh rekaman USGS yang menunjukkan bahwa
gempa berpusat di dekat muara Sungai Opak dengan kedalaman 10km. Karena pergerakan
mendatar sesar Opak yang dangkal inilah timbul kerusakan besar.

gambar 6. peta geologi daerah Yogyakarta (US Army Egineering Corps website)

Gambar 6 adalah peta geologi daerah Yogyakarta. Warna-warna yang ada dalam sebuah peta
geologi menunjukkan jenis batuannya. Di situ bisa terlihat daerah-daerah Bantul, Kodya
Yogyakarta, Sleman, Wonosari, dan Sesar Opak yang jadi biang keladi kerusakan parah di
daerah Bantul. Sesar ini memisahkan daerah Wonosari yang merupakan pegunungan/dataran
tinggi yang batuannya adalah batu gamping, dan Bantul yang adalah dataran rendah, dengan
batuan yang terdiri dari batuan hasil endapan sungai. Jadi sebetulnya seperti sesar-sesar
lainnya, sesar Opak ini juga termanifestasikan di permukaan!

Lalu, kenapa tidak ada yang memberitahu masyarakat bahwa ini daerah bahaya?
Sebetulnya sudah pernah ada press release dari UGM tidak lama setelah bencana gempa dan
tsunami di Aceh (http://www.iagi.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=141) yang
menyatakan bahwa daerah pantai selatan Yogya cukup rawan bencana, termasuk bencana
gempa. Menurut press release tersebut sebenarnya sudah ada rekomendasi penataan ruang
untuk daerah rawan gempa ini.

Tapi memang langkah sosialisasi dan penyuluhan belum terdengar dilakukan oleh pemerintah.
Sebabnya antara lain mungkin karena daerah ini sudah lama tidak mengalami bencana gempa,
sehingga terlupakan dan dianggap aman. Padahal menurut catatan daerah ini pernah mengalami
gempa besar dengan banyak korban harta dan nyawa di tahun 1867 dan 1943. Tapi memang
seringkali hal-hal seperti ini terlupakan, lagipula gempa belum bisa diramalkan.

gambar 7. peta gempa bumi dunia (IRIS)

Apakah sekarang ini musim gempa di Indonesia? Kapan lagi gempa akan terjadi? Di mana?

Gambar 7 diambil dari website http://www.iris.edu/seismon/ yang memonitor gempa bumi di


seluruh dunia. Lingkaran besar menunjukkan gempa berkekuatan besar sedang lingkaran kecil
menunjukkan gempa berkekuatan kecil. Warna merah menunjukkan gempa yang terjadi hari ini
(18 Juni 2006), warna oranye menunjukkan gempa kemarin, warna kuning menunjukkan gempa
dalam 2 minggu terakhir dan titik-titik warna ungu menunjukkan gempa dalam 5 tahun terakhir,
kecil atau besar.

Bisa dilihat bahwa di sekitar kepulauan Indonesia, terutama di jalur Sumatra, Jawa dan Nusa
Tenggara, gempa banyak sekali terjadi. Memang jalur ini jalur gempa, jadi tidak bisa dibilang ada
musim gempa atau tidak.

Kalau seandainya pertanyaannya adalah apakah ada hubungan antara gempa di Aceh, di Nias di
Padang dan di Yogya, jawabannya bisa jadi ya. Karena semua daerah itu merupakan jalur
penunjaman lempeng Indo-Australia ke bawah benua Eurasia.

Setelah gempa di Aceh dulu terjadi, tidak lama kemudian terjadi gempa Nias. Kemungkinan yang
terjadi adalah, bebatuan di sepanjang patahan itu menyesuaikan posisi yang berubah setelah
terjadi gempa sebelumnya. Jelasnya begini. Gempa di Aceh terjadi karena regangan yang ada
sudah lebih tinggi dari yang bisa ditahan bebatuan di sekitarnya. Maka blok di barat patahan
bergerak. Pergerakan ini menimbulkan perubahan tekanan dan regangan di daerah lain di
sepanjang patahan itu, yang akhirnya tidak kuat menahan juga sehingga juga mengalami
pergerakan. Terjadilah gempa Nias. Jadi ada kemungkinan hal yang sama akan terjadi juga di
sini setelah gempa di selatan Yogya ini kemungkinan akan ada daerah lain yang mengalami
penyesuaian. Tapi di mana dan kapan, sulit untuk diprediksi karena tidak ada pemantauan besar
tekanan dan regangan di sepanjang jalur tunjaman dan patahan di sekitar kita.

Apakah gempa besar akan terjadi lagi di Yogya? Setelah terjadi penyesuaian posisi yang
menyebabkan gempa besar yang baru lalu itu, tingkat regangan akan jauh berkurang, sehingga
semestinya tidak aka nada lagi bahaya gempa besar dalam waktu dekat. Menurut para ahli
geologi dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia, gempa besar di daerah Yogyakarta bersiklus kurang
lebih 50 tahun.

Yang masih dan akan terjadi lagia dalah gempa susulan, tapi gempa susulan itu selalu lebih kecil
dari gempa awal. Menurut IAGI Gempa Aceh yang berskala 7,9 Richter baru selesai gempa
susulannya setelah 2-3 bulan. Gempa Yogyakarta berskala 5.9 Richter diperkirakan akan selesai
gempa susulannya dalam waktu 1-1 ½ bulan setelah kejadian.

Lalu apa yang bisa dilakukan menghadapi gempa?

Gempa jelas tidak bisa dihindarkan. Sayangnya juga pengetahuan manusia sampai sekarang
belum bisa meramalkan adanya gempa sehingga tidak ada peringatan bisa diberikan sebelum
gempa terjadi.

Para ilmuwan biasanya hanya bisa mengumpulkan data gempa sepanjang sejarah di suatu
daerah, lalu melakukan perhitungan statistik untuk mendapatkan frekuensi terjadinya gempa di
daerah tersebut. Jadi mereka hanya akan bisa menyatakan misalnya bahwa di daerah A gempa
berkekuatan 7 skala Richter terjadi setiap 200 tahun sekali. Angka ini pun bukan angka yang
akurat.

Cara lain adalah dengan melakukan pengukuran regangan di batuan di sekitar sesar.
Pengukuran ini lalu dibandingkan dengan kekuatan si batuan menahan tekanan. Kalau regangan
sudah sampai pada titik kritis maka kemungkinan besar akan terjadi gempa. Sayangnya
penelitian seperti ini sulit dan jarang sekali ada sesar yang datanya dimonitor secara lengkap dan
teliti. Di dunia ini mungkin hanya sesar San Andreas yang bisa punya data lengkap semacam ini.
Jadi penduduk yang tinggal di daerah rawan gempa seperti kita tidak bisa mengharapkan
peringatan dini melainkan harus selalu waspada sehingga saat gempa terjadi tidak terlalu banyak
mengalami kerugian harta atau jiwa.
gambar 8. peta daerah bencana dan kerusakan yang dialami (UNOSAT)

Salah satu cara menyiapkan diri adalah dengan membangun bangunan tahan gempa. Peta
Gambar 8 menunjukkan bahwa kerusakan lebih banyak terjadi di sebelah barat Sungai Opak.
Mengapa?

Seperti terlihat di peta Gambar 6, ada perbedaan batuan penyusun daerah dataran rendah
Bantul dan daerah dataran tinggi Wonosari. Batuan penyusun daerah perbukitan Wonosari keras,
sedangkan batuan penyusun daerah dataran Bantul lunak, karena merupakan hasil endapan
sungai dan banjir saja. Di daerah berbatuan lunak seperti ini getaran akibat gempa cenderung
berlangsung lebih lama dan dengan amplitudo yang lebih besar, sehingga menyebabkan getaran
permukaan yang lebih besar, sehingga gempa di daerah seperti ini akan lebih banyak membawa
kerusakan. Jadi penduduk yang tinggal di daerah sekitar sungai di atas batuan yang berjenis
batu pasir yang lepas-lepas harus lebih hati-hati dibanding mereka yang tinggal di atas batuan
keras atau cadas.

Persiapan lain adalah dengan menyiapkan diri menghadapi gempa, mempelajari cara-cara
menyelamatkan diri dan mengidentifikasi bagian-bagian paling aman dalam rumah yang bisa
dijadikan tempat berlindung saat gempa. Yang penting juga adalah tidak melupakan catatan
sejarah terjadinya gempa di suatu daerah.

You might also like