You are on page 1of 19

BATU BASUREK (Batu Bersurat)

Batu Basurek atau batu bersurat merupakan bentuk peninggalan yang


dituliskan pada sebongkah batu. Karena ditulis di atas batu, masyarakat
Minangkabau menyebutnya dengan nama batu basurek. Disebut juga prasasti
karena memuat tentang berbagai informasi masa lalu: adakalanya tentang
kehidupan masyarakat, upacara-upacara, tokoh, hukum ketatanegaraan, silsilah
kerajaan, tanda-tanda kemenangan, batas wilayah kerajaan, desa perdikan (tanah
kerajaan). Sebagian besar batu basurek yang terdapat di Sumatera Barat adalah
peninggalan Adityawarman, seorang tokoh besar di kerajaan Melayu, yang
bertakhta selama 30 tahun (1347 -1377) di Pagaruyung.

Adityawarman pernah berperan di Mojopahit dengan meninggalkan namanya


dalam prasasti Manjusri dari Candi Jago (1265 Çaka atau 1334 M), kedudukannya
di Kerajaan Mojopahit sebagai Mantri Paradautama, setingkat Werdamentri,
karena ia diakui sepupu Rajapatni atau Gayatri. Pengabdiannya di kerajaan ini
dibaktikannya dengan mendirikan candi Budha yang sangat bagus di bhumi Jawa
agar memudahkan pemindahan arwah orang tua dan kerabatnya dari dunia ke
alam keabadian di Nirwana.

Namanya terpatri kemudian di batu basurek (prasasti) Padang Roco 1208 Çaka
(1347 ) ketika dinobatkan menjadi raja Melayu yang kemudian meluas sampai ke
Pagaruyung meningalkan bukti-bukti tertulis di atas bongkahan batu. Rupanya
Adityawarman telah dipersiapkan di Mojopahit dengan menempatkannya pada
beberapa jabatan, seperti Werdamenteri dan sebagai duta ke Cina.

Prasati-prasasti Adityawarman yang ditemukan di Sumatera Barat itu,


sebagian besar (19 prasasti) berada di Kabupaten Tanah Datar dan 2 prasasti di
Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung. Prasasti-prasasti itu cukup banyak untuk
mengungkapkan peranannya sebagai raja terbesar di Asia Tenggara pada masanya.
Dengan demikian dapat dianalisis kedudukan dan peranannya di tengah
masyarakat Minangkabau. Namun dari seluruh prasasti -prasasti itu tidak pernah
menyebut nama Minangkabau, maupun Pagaruyung,.
Keadaan prasasti banyak yang rusak serta sebagian sudah patah atau hilang.
Beberapa hurufnya tidak terbaca, sehingga menyulitkan untuk membuat
transkripsi yang lengkap dan akurat. Ada pula prasasti dengan variasi huruf yang
sesuai dengan perkembangan.

Adityawarman (1294 -1377), putra Melayu dari seorang ibu bernama Dara
Jingga, Asal usul ini dihubungkan dengan berita dalam Kitab Pararaton yang
mengisahkan bahwa:

"Aksara sapuluh dina teka kang andon saking malayu, olih putri roro, kang sawiji
ginawe binihaji denira Raden Wijaya, aran Raden Dara Petak: kang atuha arab Dara
Jingga alaki dewa apuputra ratu ing Malayu, aran Tuhan janaka, kasir-kasir
warmadewa, bhiseka Siraji Mantrolot. Tunggul Pamalayu lan Patumapel : Saka-rsi-
sanga-samadhi: 1197

Artinya:

Sekitar sepuluh hari kedatangan rombongan yang bertugas ke Malayu,


diperoleh dua orang putri, seorang bernama Dara Petak, ia diperisteri oleh
Raden Wijaya, putri tua bernama Dara Jingga bersuamikan dewa (manti)
anaknya menjadi raja di Malayu. Diberi nama Tuhan Janaka, masih
bersaudara dengan Sri Warmadewa; gelarnya Aji Mantolot. Peristiwa
Pamalayu dan Patumapel bersamaan tahun saka; pendeta-sambilan-
samadi, 1197 (Machi Suhadi, 1990;230)

Suami Dara Jingga adalah seorang pejabat tinggi di kraton Mojopahit yang
gelarnya "dewa". Gelar dewa itu tidak ada di kraton-kraton Jawa, tentu ia juga
seorang Malayu. Dalam prasasti Adityawarman tahun 1347, di balik arca
Amoghapasa, disebut Dewa Tuhan Perpatih adalah mertua atau bahkan ayahnya
sendiri, sedangkan ibunya seorang putri Dharmasraya.

Adityawarman berkuasa di Bhumi Melayu (Sumatera) setelah masa kekuasaan


Sriwijaya.mulai surut (menurut Prasasti Amoghapasa di *Rambahan). Bapaknya
bernama Adwayawarman (Prasasti *Kuburajo). Adityawarman mengatakan
bahwa ia bukanlah keturunan langsung penerus takhta kerajaan, tetapi ia
bertindaksebagai raja yang adil dan pandai karena mempunyai ilmu pengetahuan
(Prasasti *Ombilin).
Setelah mengabdikan dirinya di istana Mojopahit, ia kembali ke kampung
halamannya, menaiki takhta kerajaan neneknya, Tribuana Muliawarmadewa,
(Tiga Raja Yang Dimuliakan) yang terletak di tepi Batang Hari (1347). Kemudian
ia memindahkan kerajaannya ke pedalaman Sumatera Tengah. Adityawarman
memilih daerah Minangkabau itu, karena alasan strategi, berhubung dari sana
dapat mengawasi jalan perdagangan ke Palembang, Jambi dan Riau. Juga karena
dapat juga menguasai perdagangan emas. Ia menamakan dirinya Raja
Kanakamedinindra atau raja Pulau Emas (Prasasti *Kuburajo).

Prasasti Adityawamarman telah banyak dibaca para ahli, seperti de Casparis,


Machi Suhadi, sehingga makin jelas peranannya dalam sejarah perkembangan
budaya dan politik di Asia Tenggara, ketika agama Budha mulai sirna dan sinar
Islam mulai berkembang Bumi Melayu (Sumatra). Ancaman agama Islam itu
menimbulkan pengaruh yang cukup besar bagi Adityawarman untuk memperkuat
dan memperdalam agama Budha sekte yang dianutnya.

Kebanyakan prasasti Adityawarman yang terdapat di Minangkabau memakai


tulisan Sansekerta dan bahasa Melayu Kuno, meskipun ada juga tulisan Jawa
Kuno, seperti prasasti Pagaruyung, Kubu Rajo, Ombilin, Rambatan dan
Pariangan. Di samping terdapat juga batu basurek *di Rambahan,Sungai Langsat,
dekat Siguntur, Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung. Di *Lubuk Layang,
Kecamatan Rao Mapattunggul terdapat pula batu basurek Raja Muda
Adityawarman yang terlihat ketika terjadi kebakaran pada tahun 1965.

.
Pagaruyung, Batu Basurek. 1347

Di Gudam, nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas terdapat delapan


buah batu basurek atau prasasti yang terletak di bawah sebuah cungkup. Batu
Basurek itu terdiri dari:

1) Batu Basurek (Prasasti) Pagaruyung I.

Prasasti ini berasal dari Dusun Kapalo Bukit Gombak, Batu Sangkar.
Sebelumnya disebut Prasasti Bukit Gombak II, yang sekarang dinamakan
Prasasti Pagaruyung.

Prasasti ini ditulis dalam bahasa Sansekerta dan bahasa Melayu Kuno,
berangka tahun dalam bentuk candrasengkala pada baris ke-19 Wasur mmumi
bhuja stjalam, 1278 Çaka atau tahun 1357 M. Prasasti ini terdiri dari 19
baris tulisan yang menyatakan Adityawarman bergelar Sri Maharaja Diraja

Adityawarman adalah raja besar yang arif bijaksana. Ia bergelar Maharaja


Diraja, sebagai permata dari keluarga Dharmaraja. Kerajaannya disebut di
Suwarnadwipa. Ia mendirikan sebuah bagunan bihara lengkap dengan segala
sarana yang dibutuhkan orang. Ia pun dinobatkan sebagai Sang Budha yang
luhur, kokoh dan kuat (Sutathagata bajradhaiya).

Batu basurek ini ditulis seorang pendeta atau seorang guru bernama
Dharmadwaja. Hampir seluruh Sumatera sampai ke Semenanjung Malaka
tunduk kepadanya. Sebagai Perdana Menteri dalam pemerintahan, ia dibantu
oleh tokoh dwitunggal di bidang politik; oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang,
mengadakan pertemuan dengan senang hati. Artinya, kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif sepenuhnya dipegang oleh penghulu di nagari-nagari
dan kerapatan adat untuk mencapai kata sepakat.

Itu sebabnya antara lain, mengapa kerajaan Pagaruyung tidak berakar di


Luhak Nan Tigo. Akan tetapi ke daerah pesisir dan rantau kerajaan ini
masyhur. Sedangkan dalam angkatan perang (hulubalang), ia dibantu oleh
Datuk Katumanggungan. Sejak 1349, Adityawarman telah mempunyai tentara
yang kuat di bawah pimpinan Tuan Gadang di Batipuh, sehingga ia dapat
menguasai sebagian pulau Sumatra dan Semenanjung Malaka di bawah
kekuasannya. Serangan tentara Mojopahit yang menyerang kerajaan
Minangkabau dapat dipatahkan di Padang Sibusuk (1409).

Isi prasasti ini adalah:


1. Swasyamtu prabhu (m) adwayadwayanrpa adityarman crya wangÇaÇari amararyya
2. Wangsapati aradhita maitritwam karuna mupakÇa mudita satwopa
3. Karaguna yatwam raja sudharmmaraja krtawat lekhesi (t) tisthahati //O//
4. Çri kamaraja adhimukti sadas (trakintha) (t) amyabhisekasutathagata bajta (w) sys.s
5. (g) ajna pancasadabhijna suparnna (gatra) adityawarnepate adhirajah //O// sawast //
6. Çrimat cri adityawarma prataparakrama rajendramomaniwarmmadewa marahadi
7. Raja sakolakajanapriva. Dharmarajakutilaka saranagataba jrapanjara ekanggawira.du
8. Sta (ri) garahacrista paripalaka saptanggaraja sayada mangundharana patapustaka pratimalaya
yam ta
9. L (l) ah jirna pada sapta swarna bhumi. diparbwat bhihara nanawiddhaprakara
10. Nan pancamaha Çabda, jalanda barbwat maniyammakraya dipaurnnamasya di sanmuka
11. K brahmana (w) aryyopadddyayatyada kapodra watyada mulisamun, tyada rebut rentak
12. Sakala pya sampurna sakyanyam masina diwisak dadatu ya datra panyambarum yam ha
13. Ndak barbwinasa sasanenam sapaparanam gohattya sapaparanam sapunyanam matapitadrohi
sapapanam
14. Swamidrohi gurudrohi. tulu tayam mangumo dharmenan sapunyanam ya ghuram
matapitabhak ti swami bhakti.
15. ta nana annadana. ya punyanya yang ghuram matapitabkati. swamibhakti
16. gurubhkati, dewabhakti, sapunyana nguram maraksa cilapurnamawasya, antya (t) ma
17. nubhawa samyak sambhuddhamargga// O …. Sarwopakarakrta punya sudana sharmmam
jirrnno
18. (lama) ya janaÇraya punyawrkasamanittya prapakiranal salokÇri. Adi
19. tyawammanrpate maniwarmadewa/. Subham astugate cake, wasur mmumi bhuya stjalam
20. waicaka pandaÇake, site buddhacca rajyatu //O// krtiriyam acaryya a
21. mpuku dhammaddhwajanama dheyassasya, abhiseka karubajra //o//

Hasan Djaffar, Prasasti-prasasti masa Kerajaan Malayu kuno dan beberapa Permasalahannya
Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi 7-8 Desember 1992
Batu Basurek (Prasasti) Pagaruyung II.

Prasasti ini berasal Dusun Kapalo Bukit Gombak dan sekarang disebut
Prasasti Pagaruyung II. Prasasti ini dalam keadaan terpotong menjadi dua
terdiri dari 14 baris, sedangkan baris ke-9 dan ke-10 hilang. Pada bagian atas
tulisan terdapat hiasan sejenis kala. Pada baris ke-14 manyebutkan nama
Adityawarman. Batu basurek ini transkripsi belum diterbitkan dan tulisannya
telah kabur, sehingga sulit dibaca.

3) Batu Basurek Pagaruyung III, merupakan permulaan dari prasasti Batu


Baragung. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah pilar batu yang ditulis dalam
bentuk seloka sebanyak satu baris tulisan. Angka tahunnya ditulis dalam
bentuk candrasengkala, yang menunjukkan tahun Saka 1269. Atau 1346 M.Isi
prasasti tersebut adalah:
"Dware rase bhuje rupe, gatau warsasca Kartike, suklah pancatisthis some, bsjrendra"
Artinya:

Pada tahun saka 1269 yang telah lalu, pada bulan Kartika, bagian bulan
terang, pada hari kelima, Senin, wajra, Yoga, Indra Bajra"

4) Batu Basurek Pagaruyung IV

Prasasti ini ditempatkan di Pagaruyung, dipahatkan di batu andesit dalam


keadaan tulisannya sudah sangat aus, sehingga hanya berupa bayangan putih
saja. Prasasti ini terdiri dari 13 baris . Sampai baris ke-8 tulisannya sudah
tidak terbaca. Sedangkan baris berikutnya hanya sedikit yang dapat terbaca,
sehingga sukar untuk mendapat arti secara keseluruhan prasasti ini sangat
kabur.

5) Batu Basurek Pagaruyung V diatas batu andesit tulisannya telah aus.

Batu basurek ini berasal dari Ponggongan, kemudian dibawake Pagaruyung


Prasasti ini merupakan pecahan dari dengan 5 baris tulisan. Hurufbya sudah
aus. Pada baris ke-5 terdapat nama Adityawarman.
6) Batu Basurek Pagaruyung VI

Batu Basurek (prasasti) ini berasal dusun Kapala Bukitgombak yang


kemudian pindah ke Pagaruyung yang ditulis dalam dua baris tulisan yang
berbunyi:

"Om pagunnira tumangin kudavira", yang artinya:

"Bahagia atas hasil karya Tumanggung Kudawira".

Berdasarkan bunyi kalimatnya, prasasti sebagai suatu tanda ucapan


selamat kepada Tumanggung Kudawira. Walaupun belum mengenal dengan
jelas siapa tokoh Tumanggung Kudawira, namun hasil karya itu dapat
dihubungkan dengan siapnya pengairan Bandar Bapahat, sebuah pengairan
tertua di Asia Tenggara.

7) Batu Basurek Pagaruyung VI.

Prasasti ini ditempatkan di Pagaruyung. Ukuran batunya kecil dan ditulis


satu sisi dan berjumlah baris 16. Aksaranya kecil-kecil dan pahatannya
dangka, ditulis dalam bahsa Malayu Kuno. Tulisannya sudah banyak yang
kabur dan aus sehingga banyak yang tidak terbaca.

Isi prasasti tersebut adalah :


1. Daha raja pra ….
2. Purnarapi jawat madana pra
3. Raja dhiraja mat sri akarenbata
4. Rmma maha raja dhiraja lagi tiada bata (NG)
5. Nabatanna mwah banwa (trampa trukda)
6. Nagari pamuta (ka) Tuhan naipi
7. Manganban Tuhan Prapatih sa ….y
8. Mulihat tidaba nta tansu
9. Tunpa riba … ra kasi
10. Hunni parihayangasi yg mangmangi
11. Satyah haduta Srimaharajaddi…
12. Raja tuhani gha sri rata
13. Matu datu hananinh
14. Tuhan prapatih tudangma ngamang sua mangwa
15. Sumpah sunda hanat waya
Artinya:

1. Raja …..

2. Yang senantiasa beramal (jumlah besar)

3. Segala raja yang mulia sri Akendrawarman

4. Penguasa para raja yang dahulu ditaklukkan dan dikalahkan

5. Dengan adanya perahu bambu

6. Yang di depan (terutama) adalah Tuhan, pemimpin

7. Yang memberi aba-aba adalah Tuhan perpatih (nama jabatan)

8. Ditarik supaya kembali

9. Disusun du ….

10. Yang selalu mengadakan pertemuan dengan rasa kasih sayang

11. Tatua yang bersumpah

12. Setia menjadi hiasan sri maharaja di …..

13. Raja (yandu) Tuhan gra sri ratu (dunia) sri

14. Datu (ratu) yang berada di ……

15. Tuhan perpatih bernama Tudang, bersumpah, apabila

16. Disumpah apa bila sedang berada di (pohon di tepi sungai) akan
dibunuh (disambar buaya).

Isi prasasti ini tidak dapat dibaca seluruhnya, karena sudah banyak
hurufnya yang hilang, tetapi ada yang menyebutkan nama Adityawarman
dengan gelar Maharajadiraja. Ada juga nama lain, srimat Akendrawarman,
patih bernama Tuhan Perpatih dan Tuhan Gha Sri (Dunia) Ratu

8) Batu Basurek PagaruyungVIII


Batu Basurek ini berasal dari Ponggongan, kemudian ditempatkan di
Pagaruyung. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu berbentuk segi-4 tediri
dari dua baris tulisan yang berbunyi:
1. Om titiwarsitha ratu ganata hadadi jestamoras dwidasa dirta dana satata lagu
nrpokanatajana amara Wasita wasa]
2. Shukhasthita //0//
Artinya:

"Bahagia pada tahun Saka 1291 bulan jyesta tanggal 12 (adalah) seorang
raja yang selalu ringan dalam berdana emas dan menjadi contoh bagaikan
dewa (berbau) harum.

Prasasti ini mempunyai tanggal candrasengkala yang berbunyi "ratu


ganata hadadi", ratu bernilai 1, gana bernilai 9 dan hadadi 12, jadi prasasti ini
berangka tahun 1291 Saka, bulan jyeta (Mai, Juni) tanggal 12 Bahasa yang
digunakan adalah bahasa Sansekerta dengan sedikit bahasa Jawa Kuno. Isi
prasasti ini berupa pujian terhadap seorang raja (Adityawarman ) yang
disamakan dengan dewa.
Kubu Rajo, Batu Basurek, 1349

Batu Basurek Kubu Rajo atau Prasasti Kubu Rajo terletak situs purbakala di
Kuburajo, Batu Sangkar. Kubu Rajo terdiri dari dua kata, kubu dan rajo yang
artinya benteng raja (Adityawarman). Prasasti ini ditulis dengan huruf Jawa Kuno
dan bahasa Sansekerta terdiri dari 16 baris. Tulisannya masih baik dan dapat
dibaca semuanya.

Teks dari prasasti tersebut yaitu:


1. Om mamla wiragara
2. Adwayawarmma
3. Mputra Kanaka
4. Medinindra
5. Sukrta a wila
6. Bdha kusalaprasa
7. // dhru// maitrikaru
8. na a mudita u
9. peksa a// yacakka
10. janakalpatarurupa
11. mmdana //a// Adi
12. tyawarmma mbhupa kulisa
13. dharwansa//o//pra
14. tiksa awatara
15. srilokeswara
16. dewa // mai (tra)
17.
Secara ringkas, isi prasasti ini adalah Adwayawarmman mempunyai putra
bernama Adityawarman yang menjadi raja Tanah Kanaka (= emas/Sumatera);
Adityawarman berasal dari keluarga Indra. Yang terpenting dari prasasti ini
menyebutkan bahwa Adityawarman menjadi Kanakamedinindra, Raja Tanah
Emas (Sumatra) dan mempunyai ayah bernama Adwayawarman. Di samping
prasasti tersebut, di bawah cungkup ada sebuah batu dengan teratai dan pancar
matahari, simbul agama Budha, agama yang dianut oleh Adityawarman.
Adityawarman mempergunakan batu-batu megalit dari zaman prasejarah untuk
prasasti dan ukiran tersebut.

Sumber: Machi Suhadi, 1990; 226-227


Saruaso, Batu Basurek, 1357

Di Saruaso terdapat 2 buah batu basurek atau prasasti dan sebuah di Bandar
Bapahat.

1. Batu Basurek Saruaso I

Prasasti ini ditemukan di desa Saruaso, Kecamatan Tanjung Emas.


Dituliskan pada sebuah batu berbentuk kubus pada dua sisinya dengan empat
baris tulisan Kuno berbahasa Sansekerta. Prasasti ini berangka tahun Saka
1296 atau 1375 Masehi.

Prasasti tersebut berbunyi sebagai berikut:

1. subhamastu //o// bhuh karnne darssane saka gate jesthe sasi manggale/sukle
sasthi tithi nrpotta

2. magunairadityyawarmmannrph racite visesadharani namna suravasavan/


hasa

3. no nrpa asanottamasakhadyam pivvanisabha//o// puspokati saharasni/

4. tesan gandhamprthalprthak/ adittyavarmabhupala/ henagando samobhavet


//o//

Secara ringkas sekarang isi prasasti ini adalah:

Pada tahun Çaka 1296 Raja Adityawarman ditasbihkan sebagai ksetrajna


dengan nama Wisesadharani menurut aturan sekte agama Budha di suatu
tempat bernama Suruaso

2. Batu Basurek (Prasasti) Saruaso II

Sampai tahun 1987 batu basurek atau prasasti Saruaso ini berada di halaman
Bupati Tanah Datar, Batu Sangkar. Pada tahun 1992 dipindahkan ke kantor Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Jl. MT. Harjono 11 Batu Sangkar.

Teks prasasti ini adalah:


1. Subha mastu //o// dwaragresillalekayat krta
2. Gunasriyauwa rajyampadam, namnascapi as
3. Nangwarmma tanaya adityawarmanmmpraboh
4. Tiratwamahiimapratapa balawan wairigaja
5. Kesari. Sattyammatapitagurokaruna
6. Ya he bajranityasmrtih

Dalam prasasti yang ditemukan di Bukit Gombak, disebutkan Adityawarman


menobatkan putra mahkotanya yang bernama Ananggawarman dalam suatu
upacara hewajra. Istilah hewajra didalam prasasti ini mengingatkan kita kepada
upacara hewajra di Cina ketika Khu Bilai Khan dinobatkan sebagai raja oleh Dalai
Lama. Hal ini tidak heran mengingat Adityawarman pernah dua kali menjadi
utusan Mojopahit ke negeri Cina. Aliran agama yang dianut Adityawarman
Bajrayana, suatu sekte agama Budha Mahayana.

Pengaruh sekte seperti ini terdapat juga dari prasasti lempengan emas dari
biara Tanjung Medan, dekat Panti, Kabupaten Pasaman. Di samping ukiran bajra
yang ganda, ada nama Dhyani Budha dan kata "phat" ialah nama Tibet untuk
Budha. Hubungan Tibet dengan Sumatera telah berlangsung semenjak abad ke-12
ketika Atissa, biksu dari India belajar di Sriwijaya di bawah pimpinan
Dharmakirti. Atisa belajar di Malayagiri di Sriwijayapura.
Banda Bapahek, Saruaso, irigasi

Di Banda Bapahek terletak 1 km dari Saruaso terletak Banda Bapahek, sebuah


irigasi yang tertua di Asia Tenggara. Irigasi ini menembus dinding batu karang
dibuat atas perintah Adityawarman untuk mengairi sawah-sawah yang terletak di
lembah Saruaso. Irigasi ini terletak 2 meter dari Batang Selo.

Adityawarman merasa perlu membuat dua buah maklumat di dinding berjajar.


Bidang sebelah kiri terpahat 10 baris dengan aksara yang lazim dipakai pada
prasasti lainnya yang berbahasa Melayu Kuno dan bahasa Sansekerta.

Untuk membaca prasasti ini sangat sulit karena keadaan tulisan yang sudah
aus dimakan masa. Dari sisa tulisan yang dapat dibaca, terdapat nama
Adityawarman dan nama desa Surawasawan, yaitu grama Surawasawan, yang
artinya penguasa Suruaso

Pada dinding yang sebelah kanan prasasti ditulis dengan aksara Granta dari
dari India Selatan dengan corak bahasa Tamil. Pada masa pemerintahan
Adityawarman terdapat kelompok masyarakat yang berasal dari India Selatan
yang hubungan kerja dengan rakyat Adityawarman. Masyarakat dari India Selatan
itu telah tinggal selama 300 tahun di Pagaruyung. Mereka datang dari pantai barat
dan menetap di Pariangan pada abad 11, ikut membantu menata kembali 'nagari'
dan 'koto' di Minangkabau. Kata 'nagari dan koto adalah kosa kata bahasa Tamil.
Ombilin, Batu Basurek,

Di Ombilin, di tepi Danau Singkarak terdapat sebuah batu basurek yang


ditulis sendiri oleh Adityawarman.. Batu basurek itu telah patah sebelah atas,
sehingga tinggal hanya 9 baris. Batu Basurek ini menyebutkan bahwa, "Ia
(Adityawarman) mempunyai sifat sebagai matahari yang membakar orang jahat
dan menolong orang yang baik. Dan pada bagian terakhir prasasti itu dibunyikan:

"nahi nahi nrpawangsawidhyadharendra nahi nahi ….. dharmadharman-


adityawarma//

Oleh de Casparis teks ini diterjemahkan :

(meskipun) bukan keturunan raja-raja, (namun) ia adalah raja dari


widhyadharma bangsanya.

` Widhyadhara berarti yang memegang ilmu pengetahuan dan dianggap


maha tahu dan membantu manusia. Sloka ini tidak saja memuji Adityawarman
yang memerintah selaku raja yang adil dan sangat pandai, melainkan juga
menyinggung tentang asal usul Adityawarman.

Mengingat begitu mudahnya Adityawarman menjadi raja di Melayu,


seharusnya prasasti Ombilin ini ditafsirkan dengan: "(meskipun) bukan keturunan
langsung dari raja, (namun) ia adalah raja dari widhyadhara bangsa". Sepanjang
bukti sejarah yang lain pada batu basurek Kuburajo, ayahandanya adalah
Adwayawarman dan dalam kitab Pararaton disebut 'dewa' dan tidak pernah
memerintah sebagai raja Melayu. Karena itulah ia menyatakan dirinya memegang
ilmu pengetahuan dan dianggap maha tahu dan membantu manusia untuk menjadi
Raja di Kanakamedinindra (Prasasti Kuburajo).
Rambatan, batu basurek

Batu basurek atau prasasti Rambatan ini ditemukan tahun 1950 di desa Limo
Suku, Kepala Koto, Kecamatan Rambatan terdapat sebuah batu bersurat
Adityawarman, yang disebut Prasasti Rambatan. Prasasti ini terdiri dari 6 baris
tulisan yang sudah aus. Bahasanya Melayu Kuno yang ditulis pada tahun 1291
Çaka atau 1370 Masehi. Di atas batu basurek itu ada gambar dua ekor ular yang
saling membelit. Gambar ini merupakan lambang dunia bawah. Penganut agama
Budha mencari kebenaran untuk mencapai dunia bawah atau nirwana.

Pada prasasti tersebut terdapat jejak kaki Budha yang sekarang berada di desa
Bodi, Rambatan.Kabupaten Tanah Datar. Tapak Budha disediakan Adityawarman
sebagai tempat pemujaan bagi pengikut agama Budha. Adityawarman memerintah
Menterinya membuat cungkup untuk tempat berteduh bagi para peziarah Budha
ke tempat itu.
Rambahan, prasasti

Di desa Rambahan, Kecamatan Pulau Punjung, daerah hulu Batang Hari,


ditemukan sebuah prasasti Adityawarman yang dipahatkan di belakang arca
Amoghapasa, sekarang ditempatkan di Museum Nasional di Jakarta. Arca ini
adalah kiriman dari Raja Kertanagara pada tahun Saka 1208 untuk ditempatkan di
Darmasraya (1286 M).

Tulisan Adityawarman dipahatkan pada bagian alas arca yang ditemukan di


Padang Roco tahun 1911. Prasasti ini ditulis denga huruf Jawa Kuno dan
berbahasa Sansekerta, dalam bentuk candrasengkala yang menunjukkan 1268
Çaka atau 1347 M Prasasti ini dikeluarkan oleh Sri Maharaja Diraja
Adityawarman, yang menyebutkan dirinya Srimat Sri Udayadityawarman.
Disebutkan juga beberahal seperti: penyelenggaraan upacara bercorak tantrik,
pendirian arca Budha dengan nama Ganaganya dan pemujaan kepada Jina.
Disebutkan juga Rajendra Mauli Muliawarmmadewa Maharajadhiraja dan nama
Malayupura.

Arca yang tingginya 4m ditemukan di Sungai Langsat, sekarang di daerah


Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung ditemukan pada tahun 1935. Arca perujudan
Adityawarman ditempatkan pada sebuah candi, yang sekarang terletak di dekat
Batang Hari, di dusun Padang Roco. Candi ini bernafaskan Budha Mahayana,
agama yang dianur raja-raja Melayu.

Pada tahun 1992 di tempat ini ditemukan juga komplek percandian yang
terdiri dari 3 buah candi, sebuah candi induk 36 x 36 m, dikelilingi dua candi
Perwara yangluasnya masing-masing 20 x 20 m
Lubuk Layang, batu bersurat

Di Lubuk Layang, di Kecamatan Rao Mapattunggul, Kabupaten Pasaman,


ditemukan sebuah batu bersurat atau prasasti yang terlihat ketika terjadi
kebakaran di desa tersebut pada tahun 1965. Kini ditempatkan pada sebuah
cungkup di Lubuk Layang.

Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu pada kedua sisinya. Sisi depan
terdapat 9 baris kalimat dan sisi belakang 8 kalimat yang semuanya berbahasa
Melayu Kuno. Keadaan prasasti sudah sangat aus dimakan masa. Prasasti ini
tidak menyebutkan nama Adityawarman, melainkan menyebut
Bijayendrawarman sebagai jauwa raja atau raja muda di Sri Indrakila
parwatapuri.

Prasasti diduga kuat prasasti ini ada hubungannya dengan bekas-bekas


Candi Tarung-Tarung dan Pancahan di Kecamatan Rao Mapattunggul dan
dengan sebuah biara yang terletak di Tanjung Medan, Nagari Petok,
Kecamatan Panti Panti, Kabupaten Pasaman.
Sungai Langsat, Prasasti Padang Roco

Prasasti ini ditemukan di Padang Roco, Sungai Langsat, Kecamatan Pulau


Punjung, Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung. Prasasti itu dipahatkan pada alas
sebuah arca Amoghapasa. Prasasti ini mempergunakan huruf Jawa Kuno, bahasa
Melayu Kuno dan Sansekerta, dipahatkan dalam 4 baris tulisan pada tiga sisi alas
arca. Arca Amoghapasa yang ditemukan di Padang Roco mengandung arti padang
arca

Teks prasasti tersebut adalah:


1. a. // Swasti Cakawarsita, 1208, bhadrawada masa,ti
b. thi pratipada Çuklapaksa, mawulu wage wrhaspati wara, madangkungan,
grahacara nairitistha, wicaka
c. naksasatra, cakra (dewata, ma) ndala, subha
2. a. Yoga, kuwera, parbeca kinstugna muhurtta, kanya
b. nan tatkala paduka bharala arryamoghapaÇa, lokeÇwara, caturdacatmika
saptaratnasahita, diantuk
c. dari bhumi jawa ka swarnabhumi diprasatista di darmaÇraya, akan
3. a. punya cri wiÇpakumara, prakaranan dititah paduka Çri ma
b. harajadhiraja Çri krtanagara wikrama dhammottunggadewa mangiringkan
paduka bharala, rakryan mahamantri dyah
c. adwayabhahma, rakryan srikan dyah sugatabrahma muan
4. a. samangat payangan han dipangkaradasa, rakryan damun puwira
b. an punyeni yogja dianumodanan jaleh sakapraja di bhumi malayu,
brahmana kesatya sudra a
c. ryyamaddhyat, Çri maharaja Çrimat tribhuwanaraja mauliwarmmade
d. wa pramukha //.

Secara ringkas artinya:

1. Tahun 1208 Çaka (1275), arca Amoghapasa dibawa dari pulau Jawa ke
Suwarnabhumi (Sumatra)

2. Arca ini ditempatkan di Darmasraya

3. Yang membawa dan mengantarkan arca ini adalah Sri Wispakumara

4. Pengiriman arca ini merupakan hadiah dari Raja Kertanegara

5. Hadiah ini sangat menggembirakan masyarakat Malayu, terutama Raja


Tribuanaraja Maliawarmadewa
Sumber: Machi Suhadi, Silsilah Adityawarman dalam Kalpataru No.9 (Saraswati: Esai-Esai Arkeologi),
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1990
De Casparis,J.G, Peranan Adityawarman, Seorang Putra Melayu di Asia Tenggara dalam
Persidangan Antar Bangsa Tamadun Malayu II. Kuala Lumpur, Malaysia: 1989
Hasan Djaffar, Prasasti-prasasti masa Kerajaan Malayu kuno dan beberapa Permasalahannya
Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi 7-8 Desember 1992

You might also like